Anda di halaman 1dari 49

REFERAT

DENGUE SHOCK SYNDROME

DISUSUN OLEH:
Michelle Valeria Fredy
406171025

PEMBIMBING:
dr. Hesti Kartika Sari Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT RAA SOEWONDO PATI
PERIODE 23 April 2018 – 7 Juli 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
1. PENDAHULUAN 1
2. LAPORAN KASUS
3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Vektor
3.4 Transmisi
3.5 Epidemiologi
3.6 Patogenesis
3.7 Manifestasi Klinis
3.8 Pemeriksaan Penunjang
3.8.1 Laboratorium
3.8.2 Radiologi
3.8.3 Serologis
3.9 Diagnosis
3.10 Tatalaksana
3.11 Komplikasi
3.12 Prognosis
4. ANALISIS KASUS
5. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Virus Dengue


Gambar 3.2 Aedes aegypti
Gambar 3.3 Daerah endemis infeksi dengue
Gambar 3.4 Fase infeksi dengue
Gambar 3.5 Perkiraan waktu pemeriksaan serologis pada infeksi dengue
primer dan sekunder
Gambar 3.6 Algoritma terapi cairan pada syok yang terkompensasi
Gambar 3.7 Algoritma terapi cairan pada syok hipotensif

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Klasifikasi dan Derajat Infeksi Dengue Menurut WHO

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyebab penyakit pada anak-anak di
Asia Tenggara yang perlu mendapatkan perawatan di rumah sakit. Infeksi mungkin
tanpa gejala atau mungkin menimbulkan berbagai sindroma klinis mulai dari
demam berdarah (DF), suatu nonspesifik penyakit demam, demam berdarah dengue
(DHF), dan dengue syok sindrom (DSS).1
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi
klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile
illness), demam dengue, demam berdarah dengue, sampai demam berdarah dengue
disertai syok (dengue shock syndrome). Gambaran manifestasi klinis yang
bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es yang terlihat di atas
permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue infection dan
demam dengue) merupakan dasarnya.2
Sindrom syok dengue merupakan salah satu kegawatan di bidang infeksi.
Masalah yang berkembang di Indonesia belakangan ini adalah kecenderungan
pasien yang menderita demam berdarah dengue jatuh pada keadaan yang lebih
berat, yaitu sindrom syok dengue. Berbagai faktor ikut menggiring terjadi sindrom
syok dengue yaitu faktor genetik, ketahanan host, virulensi virus dengue, intensitas
infeksi, vektor Aedes aegypti, tatanan lingkungan yang masih ramah terhadap
vektor serta penatalaksanaan yang masih perlu dioptimalkan.2
Penanganan DSS adalah resusitasi dengan pemberian cairan secara
parenteral, dengan tujuan untuk memulihkan dan mempertahankan kebutuhan
cairan selama periode meningkatnya permeabilitas kapiler. Perawatan khusus
diperlukan untuk menghindari overload cairan dengan semua komplikasinya. Bila
resusitasi cairan dimulai sejak tahap awal, syok biasanya reversibel, dan setelah
masalah kebocoran plasma teratasi, pasien dapat sembuh dengan baik.
Rekomendasi dari WHO adalah pergantian volume inisial dengan cairan kristaloid
diikuti dengan plasma atau koloid pada pasien dengan syok.3

1
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. Naira Dwi Nur S
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 10-08-2013
Usia : 4 tahun 10 bulan 3 hari
Alamat : Jontro 1/5 Wedarijaksa, Pati, Jawa Tengah
Pekerjaan :-
Pendidikan : Belum sekolah
Status Perkawinan :-
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
No. RM : 201535

2.2 Anamnesis
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien, ibu
& ayah pasien di rumah pasien pada tanggal 8 Juni 2018 pukul 11.30 WIB serta
berdasarkan rekam medis No 201535

2.2.1 Keluhan utama : Keringat dingin

2.2.2 Riwayat penyakit sekarang

Seorang pasien perempuan datang ke IGD RSUD RAA Soewondo Pati dengan
keluhan keringat dingin. Keringat dingin dirasakan diseluruh tubuh sejak kurang
lebih 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Ibu pasien mengatakan sebelum anaknya
mengalami keringat dingin, 3 hari sebelum masuk rumah sakit anaknya mengalami
demam yang timbul mendadak setelah pulang bermain dari rumah tetangga yang
disertai dengan nyeri kepala, terasa nyut-nyutan kemudian demam turun 2 jam
sebelum masuk rumah sakit. Selama demam, suhu tubuh pasien tidak pernah diukur
dengan termometer, pasien sempat diberikan obat penurun panas dan demam
sempat turun kemudian terasa naik lagi. Saat demam turun, ibu pasien mengira

2
pasien sudah sembuh tetapi pasien masih tampak lemas dan hanya ingin tiduran
saja. Saat menjelang malam sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan
keringat dingin di seluruh badannya dan pasien merasa kedinginan. Menurut ibu
pasien, badan pasien teraba dingin dan lembab. Keluhan keringat dingin disertai
dengan nyeri perut di seluruh bagian perut, pasien sulit menjelaskan sensasi nyeri
yang dirasakan, nyeri yang dirasakan tidak berpindah-pindah dan tidak menjalar.
Pasien juga mengeluhkan mual muntah lebih dari 10x/hari. Muntah berisikan
makanan dan minuman yang dikonsumsi sebanyak ¼ gelas belimbing, tidak ada
darah. Selama sakit nafsu makan pasien menjadi berkurang tetapi 1 hari sebelum
masuk rumah sakit pasien tidak mau makan sama sekali, pasien lebih sering minum
susu kental manis selama sakit. Biasanya pasien memiliki hobi makan nasi dengan
ayam goreng dan sesekali jajan di luar. Menurut ibu pasien BAK 4-5x sehari
semalam warnanya agak keruh dan pekat, nyeri saat BAK disangkal. BAB pasien
normal, konsistensi padat, lendir (-), darah (-). Di keluarga, kakak pasien pernah
mengalami demam dengan diagnosa tipes. Tetangga dan lingkungan sekolah pasien
tidak ada yang pernah mengalami keluhan demam yang sama. Riwayat trauma
maupun alergi makanan disangkal. Ibu pasien mengatakan ia tinggal di rumah 1
lantai dan lingkungan rumahnya memiliki ventilasi yang cukup, sering melihat
nyamuk, tetapi ibu sudah memasang obat nyamuk elektrik di dalam rumah.
Terdapat bak penampung air di kamar mandi rumah dan terkadang ditemukan
jentik-jentik nyamuk, tetapi ibu mengatakan ia sering menguras bak mandi tersebut.
Di samping rumah terdapat tanah kosong yang sering digunakan untuk membakar
sampah. Pasien tidur tanpa kelambu. Riwayat bepergian keluar kota dalam waktu
dekat disangkal.

2.2.3 Riwayat penyakit dahulu

Riwayat keluhan demam serupa disangkal


Riwayat demam berdarah disangkal
Riwayat trauma disangkal
Riawat alergi obat, makanan, zat tertentu disangkal
Riwayat DM disangkal

3
2.2.4 Riwayat penyakit keluarga
Riwayat demam tifoid diderita oleh kakak pasien
Riwayat alergi obat, makanan dan zat tertentu disangkal

2.2.5 Riwayat perinatal

Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara

 Antenatal: Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan di


puskesmas, riwayat hipertensi, kencing manis, KPD, perdarahan, trauma,
minum obat-obatan, jamu, alkohol selama kehamilan disangkal
 Natal: Bayi perempuan, BBL 3000gr, aterm, lahir spontan pervaginam,
dibantu bidan, tidak ada penyulit, langsung menangis, tampak kemerahan.
 Postnatal: Riwayat dirawat di RS PICU/NICU (-), kejang (-), kuning (-),
asfiksia (-)

2.2.6 Riwayat imunisasi :


Hep B : 1 minggu setelah lahir
BCG : 1 bulan
Polio : 1,2,3,4 bulan
DPT-HB-Hib : 2,3,4,18 bulan
Campak : 9, 18 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap

2.2.7 Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


 Pertumbuhan : BB 31kg TB : 110cm IMT : 25,61kg/m2
o BB/U : 31/17x100%=182% (obesitas)
o TB/U : 110/104x100% = 105% (normal)
o BB/TB : 31/17x100% = 182% (obesitas)
o IMT/U : >P97
o Kesan : status gizi obesitas dengan perawakan normal

4
Perkembangan
 KPSP sesuai usia
2.2.8 Riwayat asupan nutrisi
 0-6 bulan : ASI eksklusif
 6-9 bulan : ASI + bubur halus
 9-12 bulan : ASI + makanan lunak
 12bln – sekarang : makanan keluarga (nasi dengan lauk; tahu, tempe,
ikan, ayam, perkedel, sayur; sop sayur bening, tumis sayur, buah; pisang,
papaya, jeruk, apel) 3x/hari. Pasien memiliki kebiasaan jajan dan minum
susu kental manis sehari hingga 6x sebanyak 1 gelas belimbing.
 Kesan: kuantitas berlebih, kualitas asupan nutrisi baik

2.3 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan umum
Keadaan Umum : pucat, tampak lemas, gelisah, selang O2 terpasang,
keringat dingin
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Tanda vital
Tekanan darah : 90/70mmHg
Frekuensi nadi : 133x/menit, reguler, teraba lemah
Frekuensi napas : 56x/menit, reguler
Suhu tubuh : 36.1oC
SpO2 : 99%
Data antropometri : BB : 31kg TB : 110cm IMT : 25,61kg/m2

Pemeriksaan sistem
Kepala : mesosefal, wajah simetris, rambut hitam terdistribusi merata,
tidak mudah dicabut, benjolan (-), kelainan kulit kepala (-).
Mata : bentuk normal, esotropia (+), refleks cahaya langsung dan
tidak langsung +/+, pupil bulat isokor +/+, konjungtiva anemis -/-,
sklera ikterik -/-, edema palpebral -/-

5
Telinga : bentuk & ukuran normal, sekret (-), nyeri tekan & nyeri tarik (-),
pembesaran kelenjar pre dan retro aurikel (-)
Mulut : sianosis (-), mukosa merah muda, geographic tounge (-), lidah

strawberry (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tidak hiperemis. 


Leher : letak trakea di tengah, tidak ada pembesaran dan nyeri tekan

pada KGB. 


Thoraks :
Cor :I : ictus cordis tidak tampak
P : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra
P : batas jantung normal
A : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : I: bentuk dada normal, pergerakan dada kanan & kiri, retraksi (-)
P: stem fremitus kanan & kiri sama kuat, nyeri tekan (-), benjolan
(-)
P: sonor di seluruh lapang paru, kecuali pada basal kedua
hemitorax terdapat redup minimal
A: suara nafas dasar vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.

Abdomen : I: tampak datar, benjolan (-)


A: bising usus (+) normal 


P: supel, nyeri tekan (+) diseluruh lapang abdomen, hepatomegali


(+) 2 jari dari arcus costae, permukaan rata, teraba tumpul, nyeri tekan (-)

splenomegali (-)


P: shifting dullness (-), fluid wave (-), nyeri ketok CVA (-),
ballotemen (-)
Ekstremitas & tulang belakang : akral dingin +/+/+/+, pitting edema -/-/-/-, CRT >
2 detik, sianosis (-), skoliosis (-), lordosis (-), kifosis(-)

Kulit : turgor kulit baik, teraba dingin dan lembab, sianosis (-) ikterik (-)

6
Rumple leed +
Kelenjar Getah Bening : tidak ada pembesaran
Anus dan genitalia : anus tidak dilakukan

Pemeriksaan Neurologis

Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Brudzinsky I-V (-),Kernig (-),Laseque (-)

Refleks fisiologis : biceps ++/++, triceps ++/++, patella ++/++, Achilles


++/++
Refleks patologis : Babinski -/-, chaddock -/-, Gordon -/-, Schaefer -,
Oppenheim -/-, klonus kaki -/-
Trofi & Tonus otot : eutrofi, normotoni pada extremitas atas dan bawah
Kekuatan motorik : 5555/5555/5555/5555

2.4 Pemeriksaan penunjang


HEMATOLOGY 08/06/18 09/06/18 10/06/18 11/06/18
ANALYZER
Leukosit 11.4 7.9 8.9 8.7
Eritrosit 6.49↑ 4.49
Hemoglobin 16.5↑ 11.5 13.8 15.2
Hematocrit 45.0 32.5 ↓ 37.6 37.0
MCV 69.3 ↓ 72.4 ↓
MCH 25.4↓ 25.6 ↓
MCHC 36.7↑ 35.4
Trombosit 100↓ 98↓ 210 320
RDW-CV 13.9 13.0
RDW-SD 34.3↓ 33.6↓
PDW 11.6 10.9
MPV 10.0 9.8
P-LCR 26.2 23.7
HITUNG JENIS
Netrofil 38.60↓

7
Limfosit 47.50↑
Monosit 13.60↑
Eosinophil 0.00 ↓
Basophil 0.30
KIMIA KLINIK
Glukosa ACC 124

 Radiologi : 08/06/18
Cor : CTR<50%, bentuk dan letak normal
Pulmo : perselubungan hemitoraks lateral kanan, PEI 33.3%
Kesan : cor tak membesar
Efusi pleura kanan dengan PEI 33.3%

2.5 Resume
Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 4 tahun dengan keluhan
keringat dingin semalam sebelum masuk rumah sakit. Keringat dingin dirasakan
pasien setelah pasien mengalami demam yang terus menerus tinggi selama 3
hari disertai dengan nyeri kepala, terasa nyut-nyutan. Pada hari ke empat
demam turun tetapi kondisi pasien tidak membaik, pasien merasakan
kedinginan dan berkeringat dingin disertai dengan nyeri perut di seluruh bagian
perutnya dan mual muntah sebanyak lebih dari 10x yang berisi makanan dan
minuman yang dikonsumsi. Menurut ibu pasien dingin dirasakan paling
dominan di kaki dan tangannya. BAK 4-5x dalam sehari semalam, warnanya
agak keruh dan pekat, nyeri saat BAK disangkal. BAB pasien normal,
konsistensi padat, lender (-), darah (-). Selama sakit nafsu makan pasien
berkurang dan 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien tidak mau makan sama
sekali.
KU : pucat, tampak lemas, gelisah, keringat dingin
PF : TD : 90/70mmHg
N : 133x/menit, teraba lemah
RR : 56x/menit

8
S : 36.1oC
Abdomen : nyeri tekan (+) seluruh kuadran abdomen, hepatomegali (+) 2
jari di bawah arcus costae, permukaan rata, teraba tumpul, nyeri tekan (-)
CRT > 2 detik
Akral teraba dingin di seluruh ekstremitas
2.6 Daftar masalah / diagnosa
Diagnosa kerja : Dengue shock syndrome terkompensasi
Status gizi obesitas dengan perawakan normal
2.7 Pengkajian
Clinical reasoning
demam berlangsung <7 hari, timbul mendadak, tinggi terus menerus
nyeri kepala, nyut-nyutan
tampak lemas, hanya ingin tiduran meskipun demam sudah turun
muntah >10x sebanyak ¼ gelas belimbing
keringat dingin, tangan dan kaki teraba dingin
BAK keruh, pekat
PF : KU : pucat, tampak lemas, gelisah, keringat dingin
TD : 90/70mmHg (tekanan nadi ≥ 20), HR : 133x/menit, teraba lemah, S: 36,1oC,
Rumple leed +,CRT> 2 detik, akral dingin, nyeri tekan + di seluruh lapang
abdomen, hepatomegali + 2 jari di bawah arcus costae, permukaan rata, teraba
tumpul, nyeri tekan (-)

Diagnosa banding
Septic shock
Hipoglikemia
Rencana diagnostik
IgM anti dengue
Apusan darah tepi
Urinalisa
Elektrolit darah
Rencana terapi farmakologis
IVFD RL 10cc/kgBB (BB ideal=17kg) selama 1 jam

9
 stabil  infus RL 7,5cc/kgBB selama 4 jam  evaluasi  infus RL
5cc/lgBB/jam selama 4 jam  evaluasi, jika nadi <90x/menit  infus RL
1,5cc/kgBB  stop IVFD, maksimal 48 jam setelah syok teratasi
Inj. Ranitidine ½ amp/12jam
Inj. ODR ½ amp /12 jam
Paracetamol 3x3cth
Recana terapi non-farmakologis
O2 2-4L/menit
Tirah baring
Minum yang cukup
Menjaga asupan nutrisi seimbang
Kompres air biasa di leher, ketiak, lipat paha
Rencana evaluasi :
 Pemeriksaan darah rutin setiap 1x/hari
 Monitor tanda vital setiap 15-30 menit
 Evaluasi tanda kebocoran plasma dan syok
 Evaluasi diuresis
Edukasi :
 Menjelaskan tentang penyakit demam dengue, tatalaksana, prognosis,
komplikasi
 Asupan cairan dan makan yang cukup, anjurkan jus buah tanpa atau
sedikit gula, oralit dan air tajin
 Pencegahan DBD dengan 4M +
 Menyediakan thermometer di rumah
 Tidak jajan sembarangan
 Biasakan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
 Setelah sembuh, anjurkan anak untuk beraktivitas lebih seperti ikut
PAUD, bersepeda
 Hentikan konsumsi susu kental manis
2.8 Prognosis :
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

10
Ad functionam : Dubia ad bonam

11
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari DBD yang terjadi karena
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke
ekstravaskuler, sehingga terjadi penurunan volume intravaskuler dan hipoksemia.2,4

3.2 Etiologi
Virus dengue merupakan small single stranded RNA. Infeksi dengue disebabkan
oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Virus (Arbovirus) yang
sekarang dikenal dengan genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai 4
jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.1,2,5
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe
yang bersangkutan, sehingga tidak memberikan perlindungan memadai terhadap
serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi 3-4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue ditemukan
di berbagai daerah di Indonesia. Di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa
keempat serotipe ditemukan dan versirkulasi sepanjang tahun di Indonesia. Serotipe
DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak menimbulkan
manifestasi klinis yang berat.1,2,5

Gambar 3.1 Virus Dengue

12
3.3 Vektor
Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah vektor utama nyamuk demam beradrah.
Nyamuk ini merupakan nyamuk yang berada di daerah tropis dan subtropis.
Nyamuk dewasa biasanya berada di ruangan tertutup dan menggigit pada siang hari.
Mereka beradaptasi dan berkembang biak di sekitar tempat tinggal manusia, dalam
kemasan air, vas, kaleng, ban bekas, dll.1,6
Virus berkembang di nyamuk selama 8-10 hari (extrinsic incubation period)
sebelum menularkan kembali ke manusia. Di tubuh manusia, virus memerlukan
waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incibation period) sebelum menimbulkan
penyakit. Penularan dari manusia ke nyamuk hanya terjadi bila nyamuk menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari
sebelum timbul demam.2

Gambar 3.2 Aedes aegypti

3.4 Transmisi
Virus DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina
yang infektif. Nyamuk medapatkan virus saat menghisap darah manusia yang
terinfeksi virus dengue. Setelah masa inkubasi, nyamuk yang terinfeksi dapat
menularkan virus selama sisa hidupnya. Bahkan nyamuk betina yang terinfeksi juga
dapat menularkan virus kepada anak-anak mereka dengan transovarial (melalui
telur) transmisi, tetapi peran penularan virus ke manusia belum didefinisikan.1,5
Manusia yang terinfeksi virus adalah pembawa utama dan pengganda virus,
karena sebagai sumber infeksi bagi nyamuk yang tidak terinfeksi. Virus beredar
dalam darah manusia yang terinfeksi selama dua sampai tujuh hari, sekitar waktu

13
yang sama mereka mengalami demam, nyamuk Aedes bisa mendapatkan virus saat
periode ini.1,5

3.5 Faktor Resiko7,8


1. Kebocoran Plasma
Tanda-tanda kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi pleura, asites,
hipoalbuminemia dan hipoproteinemia) memiliki asosiasi yang tinggi dengan
terjadinya DSS.
2. Tanda Perdarahan
Khususnya, perdarahan gastrointestinal ditemukan terkait dengan DSS.
Thrombositopenia adalah penanda paling khas untuk demam berdarah. WHO baru-
baru ini menyatakan penurunan yang cepat jumlah trombosit adalah tanda
peringatan untuk keparahan demam berdarah.
3. Obesitas
Pada studi yang dilakukan oleh Mohd dkk, melalui pencarian sistematis dari studi
yang relevan pada Ovid (MEDLINE), EMBASE, Cochrane Library, Web of
Science, Scopus, dan database literatur yang tidak dipublikasi secara komersil
didapatkan pasien yang obesitas memiliki peluang sebanyak 38% untuk
mendapatkan infeksi dengue yang berat dibandingkan dengan anak-anak non
obesitas.
4. Faktor virus
Infeksi sekunder memberi hubungan positif dengan DSS. Antibodi non neutralisasi
yang dihasilkan saat infeksi primer akan membentuk kompleks imun pada infeksi
sekunder yang dapat menstimulasi replikasi virus yang dapat menyebabkan
timbulnya minfestasi berat pada DHF bila terinfeksi dengan serotipe berbeda.

3.5 Epidemiologi
Demam berdarah dengue terjadi dimana banyak tipe virus dengue secara simultan
atau berurutan ditularkan. Demam ini adalah endemik di Asia tropik, dimana suhu
panas dan praktik penyimpanan air dirumah menyebabkan populasi Aedes aegypti
besar dan permanen. Pada keadaan ini infeksi dengan virus dengue dari semua

14
semua tipe sering ada, dan infeksi kedua dengan tipe heterolog sering terjadi.
Sesudah umur 1 tahun hampir semua penderita dengan sindrom syok dengue
mempunyai kenaikan sekunder antibodi terhadap virus dengue, yang menunjukkan
infeksi sebelumnya dengan virus yang terkait erat.1,5,9,10,11
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad 18. Pada masa itu
infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak
pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952, penyakit ini menimbulkan
manifestasi klinis yang berat. Dalam kurun waktu lebih dari 35 tahun terjadi
peningkatan yang pesat, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran
penyakit. Sampai akhir tahun 2005, DBD sudah ditemukan di seluruh profinsi di
Indonesia dan 35 kabupaten/kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa
(KLB). Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100.00 penduduk pada tahun 1968,
menjadi 43,42 per 100.000 pendududuk pada akhir tahun 2005. 1,5,9,10,11

Gambar 3.3 Daerah endemis infeksi dengue


3.6 Patogenesis
Patogenesisnya belum dimengerti secara sempurna; penelitian epidemiologi
memberi kesan bahwa biasanya disertai dengan infeksi dengue tipe 2,3, dan 4
sekunder. Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi
tubuh memberikan reaksi yang berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang
berulang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk. Hal ini merupakan dasar
teori yang disebut the secondary heterologous infection atau the sequential

15
infection hypothesis. Infeksi virus yang berulang ini akan menyebabkan suatu reaksi
anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan kompleks antigen-antibodi dengan
konsentrasi tinggi.2,9,10
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain
yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang
kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasi oleh tubuh
sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga
mengenai antbodi dependent enchancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemik dan syok.2,9,10
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
tiap pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa
hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
tinggi antibodi IgG anti dengue. Replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit
yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal
ini mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi yang kaan
mengaktifkan sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan
C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien
yang syok berat volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan
berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya
peningkatan hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan pada
rongga serosa (efusi pleura, ascites). Syok yang tidak ditangani secara adekuat akan
menyebabkan asidosis dan anoksia.2,9,10
Selain aktifkan komplemen, reaksi ini pun menyebabkan agregasi trombosit
dan mengaktivisasi sistem koagulasi melalui kerusakan endotel pembuluh darah.
Kedua faktor tersebut menyebabkan perdarahan oada DBD. Agregasi trombosit
terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran
trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP, sehingga trombosit melekat satu sama

16
lain. Hal ini membuat trombosit dihancurkan oleh RES sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini menyebabkan pengeluaran platelet faktor
III sehingga terjadi koagulopati konsumtif (KID), ditandai dengan peningkatan
FDP (fibrinogen degredation product) sehingga ada penurunan faktor
pembekuan.2,9,10
Agregasi trombosit mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Disisi lain,
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehinga terjadi
aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang
dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi perdarahan pada DBD akibat
trombositopenia, penurunan faktor pembekuan akibat KID, kelainan fungsi
trombosit, kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan memperberat
syok yang terjadi.2,9,10
Dampak metabolik lain yang terjadi pada infeksi virus dengue ialah
memposisikan tubuh host dalam kondisi hipermetabolik. Pada kondisi
hipermetabolik tubuh menuntut mitokondria untuk meningkatkan produksi ATP.
Dampak sampingnya ialah peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS).
ROS bersama sitokin proinflamatori menyebabkan penurunan elastisitas otot polos
kapiler, miokard dan berpengaruh pada sistem konduksi jantung terutama pada
sindrom syok dengue. Dapat dipahami bahwa syok pada infeksi DBD dapat terjadi
akibat perpindahan plasma, perdarahan, kelumpuhan otot polos vaskuler,
kelumpuhan miokard.12

17
3.7 Manifestasi Klinis
Infeksi dengue merupakan penyakit sistemik dan dinamis. Penyakit ini memiliki
spektrum klinis yang. Setelah masa inkubasi, dilanjutkan dengan 3 fase yaitu fase
demam, kritis dan resolusi/pemulihan.3
Fase pertama yang relatif ringan dengan demam mendadak, malaise, mual,
muntah, nyeri kepala, anoreksia. Pada fase kedua, biasanya terdapat ekstremitas
dingin, lembab, badan panas, muka merah, keringat banyak, gelisah, iritabel, nyeri
mid epigastrium. Seringkali ptekie tersebar pada dahi dan tungkai. Pernafasan cepat
dan sering berat. Nadi lemah, cepat, kecil dan suara jantung halus. Hati mungkin
membesar dibawah tepi kosta dan biasanya keras dan agak nyeri. Kurang dari 10%
penderita menderita ekimosis atau perdarahan saluran cerna yang nyata, biasanya
pasca masa syok yang tidak terkoreksi.3

Gambar 3.4 Fase infeksi dengue

18
1. Fase demam
Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak
berpengaruh dengan antipirektik. Suhu tubuh bisa mencapai 40oC dan dapat
terjadi kejang demam. Kadang terdapat muka yang merah, eritema, myalgia,
arthralgia, dan sakit kepala. Pada beberapa pasien pun bisa ada gejala nyeri
tenggorok, infeksi pada konjungtiva. Anoreksia, mual, dan muntah sering juga
dikeluhkan. Sulit membedakan demam karena infeksi dengua dengan demam
non dengue pada fase awal seperti ini, tetapi dengan positifnya uji torniket
meningkatkan kemungkinan demam dengue.3
2. Fase kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis , anak terlihat seakan sehat, hati-hati
karena fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok. Hari ke 3-7 adalah fase
kritis. Dimana kebocoran plasma bisa terjadi kurang dari 24-48 jam. Progresif
leukopenia diikuti penurunan jumlah trombosit mendahului terjadinya
kebocoran plasma. Pada fase ini, pasien yang tidak mengalami kebocoran
plasma akan membaik keadaannya, sedangkan yang mengalami kebocoran
plasma sebaliknya karena kehilangan volume plasma. Ascites dan efusi pleura
bisa terdeteksi tergantung dari keparahan kebocoran plasma dan volume terapi
cairan.3
3. Fase resolusi
Bila dalam waktu 24-48 jam pasien berhasil melewati fase kritis, keadaan
umum dan nafsu makan membaik, status hemodinamik stabil. Semua nilai lab
kembali normal secara perlahan.3

Manifestasi klinis infeksi dengue sangat beragam, seperti berikut:3,13


 Demam
Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak
berpengaruh dengan antipirektik. Suhu tubuh bisa mencapai 40oC dan dapat
terjadi kejang demam. Kadang terdapat muka yang merah, eritema, myalgia,
arthralgia, dan sakit kepala. Pada beberapa pasien pun bisa ada gejala nyeri
tenggorok, infeksi pada konjungtiva. Anoreksia, mual, dan muntah sering juga
dikeluhkan. Sulit membedakan demam karena infeksi dengua dengan demam

19
non dengue pada fase awal seperti ini, tetapi dengan positifnya uji torniket
meningkatkan kemungkinan demam dengue. 5
 Tanda-tanda perdarahan
Ptekie, purpura, ekimosis, perdarahan konjungtiva. Ptekie merupakan tanda
perdarahan yang paling sering ditemukan. Ptekie muncul pada hari pertama
tetapi dapat juga pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain seperti epistaksis,
perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Kadang terdapat juga hematuria.
 Hepatomegali
Umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit. Pembesaran hepar
bervariasi dari yg hanya teraba sampai 2-4cm di bawah arkus kosta.
 Nyeri sendi
Pada demam berdarah dengue terdapat gejala pada nyeri pada tulang
disebabkan replikasi virus dan dekstruksi seluler pada sumsum tulang.14 Pada
kira-kira sepertiga kasus, setelah demam berlangsung beberapa hari, keadaan
umum pasien tiba-tiba memburuk. Hal ini terjadi pada saat atau setelah demam
menurun, yaitu diantara hari sakit ke 3-7.
 Syok
Adanya gangguan permeabilitas vaskular yang terus menerus, memicu
terjadinya hipovolemi dan syok. Hal ini terjadi dimana suhu tubuh mulai
menurun hingga normal, yaitu rata-rata pada hari ke 3-7. Pada tahap awal syok,
mekanisme kompensasi yang mempertahankan tekanan darah normal sistolik
juga menyebabkan takikardi dan vasokontriksi perifer dengan penurunan
perfusi pada kulit menyababkan akral menjadi dingin dan lambatnya capillary
refill. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi
dan tekanan darah, akral dingin, disertai kongesti kulit. Perubahan ini
menandakan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma
yang dapat bersifat ringan atau sementara. Terdapat tanda kegagalan sirkulasi:
kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis
disekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat dan lemah dan kecil sampai
tidak teraba. Sesaat sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut.

20
Syok ditandai dengan:3,13
o Denyut nadi cepat dan lemah
o Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan
sirkulasi serebral
o Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat
dan lembut sampai tidak dapat diraba oleh karena kolap sirkulasi.
o Tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang)
o Hipotensi  Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau
kurang
o Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan
hidung sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi
yang insufisien yang menyebabkan peninggian aktivitas simpatikus secara
refleks.
o Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi
arteri renalis
Syok dapat terjadi dalam waktu yang singkat, pasien dapat meninggal dalam
waktu 12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendpat pergantian cairan yang
memadai. Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut saat sebelum syok
timbul. Nyeri abdomen seringkali menonjol pada anak besar yang menderita
sindrom syok dengue. Gejala ini patut diwaspadai oleh karena kemungkinan
besar terjadi perdarahan gastrointestinal. Syok yang terjadi selama periode
demam, biasanya mempunyai prognosis buruk.3,13
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih
dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh
tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih).3,13
 Fase 1: Kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui
mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu
meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran
darah dari organ perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan
otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedangkan tekanan darah

21
diastolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan
nadi menyempit). Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh
gelisah, kulit pucat dan dingin dengan pengisian kapiler (capillary
refilling) yang melambat > 2 detik.3,13
 Fase 2: Dekompensasi
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah
jantung yang adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi.
Jaringan dengan perfusi yang buruk tidak lagi mendapat oksigen yang
cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara anaerobic yang tidak
efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-
asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah
berat dengan terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak
mampuan sirkulasi membuang CO2. Manifestasi klinis yang dijumpai
berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah mulai turun, perfusi
perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah
lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan
depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).3,13
 Fase 3: Irreversible
Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus
berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi system
multi organ lainnya. Pada akhirnya terjadi banyak kerusakan sel organ-
organ tubuh atau terjadi kegagalan organ multiple dan renjatan yang
ireversibel. Kematian akan terjadi walaupun system sirkulasi dapat
dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur,
nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria
dan tanda-tanda kegagalan system organ lain.3,13

3.8 Pemeriksaan Penunjang


3.8.1 Laboratorium 2,4,5
 Leukosit: normal, biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Akhir
fase demam jumlah leukosit dan neutofil menurun, sehingga jumlah

22
limfosit relatif meningkat. Peningkatan jumlah limfosit atipikal atau limfosit
plasma biru (LPB >4%) di daerah tepi dijumpai pada hari sakit ke 3-7.
 Trombosit: jumlah trombosit ≤ 100.000/ul atau kurang dari 1-2
trombosit/lpb. Pada hari ke 3-7
 Hematokrit: gambaran hemokonsentrasi. Merupakan indikator yang peka
akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
secara berkala. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau
lebih mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan
plasma. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh pergantian cairan atau
perdarahan.
 Kadar albumin menurun sedikit dan besifat sementara
 Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan
 Penurunan faktor koagulasi dan fibrinotik yaitu fibrinogen, protrombin
seperti faktor V, VII, IX, X
 Waktu tromboplastin parsial dan waktu protrombin memanjang
 Hipoproteinemia
 Hiponatremia
 SGOT/SGPT sedikit meningkat
 Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen terdapat pada
syok yang berkepanjangan.

3.8.2 Radiologi
Pada foto thoraks DBD grade III / IV dan sebagian grade II didapatkan efusi pleura,
biasanya sebelah kanan. Posisi foto adalah lateral dekubitus kanan. Ascites dan
efusi pleura dapat di deteksi dengan pemeriksaan USG.2,4,5

3.8.3 Serologis
Antigen NS1
Tes yang dapat mendiagnosis DBD dalam waktu demam 8 hari pertama
yaitu antigen virus dengue yang disebut dengan antigen NS1. Keuntungan
mendeteksi antigen NS1 yaitu untuk mengetahui adanya infeksi dengue pada
penderita tersebut pada fase awal demam, tanpa perlu menunggu terbentuknya

23
antibodi. Pemeriksaan antigen NS1 diperlukan untuk mendeteksi adanya infeksi
virus dengue pada fase akut, dimana pada berbagai penelitian menunjukkan bahwa
NS1 lebih unggul sensitivitasnya dibandingkan kultur virus dan pemeriksaan PCR
maupun antibodi IgM dan IgG antidengue. Spesifisitas antigen NS1 100% sama
tingginya seperti pada gold standard kultur virus maupun PCR.2,4,5
Antigen NS1 merupakan glikoprotein tersekresi 48 kDa yang tidak terdapat
pada partikel virus yang terinfeksi namun terakumulasi di dalam supernatan dan
membran plasma sel selama proses infeksi. NS1 merupakan gen esensial di dalam
sel yang terinfeksi dimana fungsinya sebagai ko-faktor untuk replikasi virus, yang
terdapat bersama di dalam bentuk replikasi RNA double-stranded (Mackenzie,
1996). Immune recognition dari permukaan sel NS1 pada sel endotel dihipotesiskan
berperan dalam mekanisme kebocoran plasma yang terjadi selama infeksi virus
dengue yang berat. Sampai saat ini, bagaimana NS1 berhubungan dengan membran
plasma, yang tidak berisi motif sekuens membrane-spanning masih belum jelas.2,4,5
NS1 terikat secara langsung pada permukaan berbagai tipe sel epitelial dan
sel mesensimal, juga menempel secara kurang lekat terhadap berbagai sel darah
tepi. NS1-Ag tes adalah tes untuk deteksi protein non struktur NS-1 Ag yang ada
dalam sirkulasi dan dapat mendeteksi ke empat serotipe. Keunggulannya dapat
mendeteksi virus lebih awal, mulai dari hari ke-1 demam sampai demam hari ke-9
dan mempunyai sensitivitas DEN-1 : 88,9%, DEN-2 : 87,1%, DEN-3 : 100%, DEN-
4 : 93,35%.2,4,5

IgM dan IgG Anti Dengue


Setelah satu minggu terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang diikuti
oleh pembentukan IgM anti dengue. IgM hanya berada dalam waktu yang relatif
singkat dan akan disusul dengan pembentukan igG. Pada kira-kira hari ke 5
terbentuklah antibodi yang bersifat menetralisasi virus. Imunoserologi berupa IgM
(merupakan penanda infeksi saat ini) dan IgG (merupakan penanda infeksi masa
lalu). IgM akan terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3 dan
menghilang setelah 60-90 hari setelahnya. Sedangkan IgG terdeteksi pada hari ke-
14 pada infeksi primer dan hari ke-2 pada infeksi sekunder.2,4,5

24
Gambar 3.5 Perkiraan waktu pemeriksaan serologis pada infeksi dengue primer
dan sekunder

3.9 Diagnosis
Kriteria demam berdarah dengue menurut WHO yaitu:13
 Gejala klinis:
o Demam: onset akut, tinggi dan kontinu, berlangung selama 2-7 hari
o Manifestasi perdarahan: tes tornikuet positif (paling sering), ptekie,
purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, atau hematemesis / melena
o Hepatomegali
o Syok: takikardi, penurunan perfusi jaringan dengan nadi lemah dan
tekanan nadi menyempit (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi dengan
adanya akral dingin, berkeringan dan/atau gelisah
 Laboratorium
o Trombositopenia (100.000 sel per mm3 atau kurang)
o Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20% diatas rata-rata populasi
sesuai usia)
Dua kriteria pertama gejala klinis, ditambah dengan kriteria diagnosis
laboratorium, sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DBD. Adanya
hepatomegali ditambah dengan dua kriteria pertama gejala klinis, menunjukkan
adanya kecurigaan DBD sebelum onset kebocoran plasma.

25
Adanya efusi pleura (rontgen dada atau USG) adalah bukti objektif adanya
kebocoran plasma sedangkan hipoalbuminemia merupakan bukti tambahannya. Hal
ini berguna untuk mendiagnosis DBD pada pasien dengan: (1) anemia, (2)
perdarahan hebat, (3) tidak ada data baseline hematokrit, (4) peningkatan
hematokrit dibawah 20% akibat dari terapi cairan dini.
Pada kasus dengan syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang
jelas mendukung diagnosis DSS. LED yang rendah (< 10 mm/jam) selama syok
dapat membedakan DSS dengan syok septik.

Tabel 3.1 Klasifikasi dan Derajat Infeksi Dengue Menurut WHO13


Klasifikasi Derajat Tanda dan Gejala Laboratorium
DF Deman dengan dua atau lebih:  Leukopenia (≤ 5000
 Sakit kepala sel/mm3)
 Nyeri retro orbita  Trombositopenia (<
 Mialgia 150.000 sel/mm3)
 Atralgia/nyeri tulang  Peningkatan hematokrit
 Rash (5-10%)
 Manifestasi perdarahan  Tidak ada kebocoran
 Tidak ada bukti plasma
kebocoran plasma
DHF I Demam dan manifestasi Trombositopenia < 100.000
perdarahan dan adanya bukti sel/mm3; peningkatan
kebocoran plasma hematokrit ≥ 20%
DHF II Derajat I + perdarahan spontan Trombositopenia < 100.000
sel/mm3; peningkatan
hematokrit ≥ 20%
DSS III Derajat I atau II + kegagalan Trombositopenia < 100.000
sirkulasi (nadi lemah, tekanan sel/mm3; peningkatan
nadi menyempit, hipotensi, hematokrit ≥ 20%
gelisah)
DSS IV Grade III + syok parah dengan Trombositopenia < 100.000
TD dan nadi yang tidak sel/mm3; peningkatan
terdeteksi hematokrit ≥ 20%

26
3.10 Tatalaksana
Sindroma syok dengue merupakan keadaan darurat dalam bidang medis, setiap
menit menentukan prognosis pada pasien. Pemberian cairan yang adekuat sangat
diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma.
Pemberian cairan adekuat yang terlambat dapat menyebabkan multisistem
disfungsi organ yang dapat menyebabkan kematian. Gangguan elektrolit (natrium
dan kalsium), ketidakseimbangan asam-basa dapat terjadi dan meningkatkan
potensi terjadinya disseminated intravascular coagulopathy (DIC).5,14
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan
yang utama, yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien
anak akan cepat mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48
jam.2
Mengingat sindrom syok dengue merupakan keadaan kritis, maka penyebab
langsungnya harus segera ditentukan apakah akibat perdarahan atau akibat
perpindahan plasma.12
Obat pertama yang diberikan pada kegawatan DBD ialah oksigen.
Hipoksemia harus dicegah dan dikoreksi. Lalu buatlah akses vena dan ambil contoh
darah untuk analisa gas darah, kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit,
golongan darah, dan crossmatch, ureum, kreatinin, elektrolit Na, K, Cl, Ca, Mg, dan
asam laktat. Lalu pasang kateter urin dan lakukan penampungan urin , urinalisis dan
pengukuran berat jenis urin. Jumlah diuresis dihitung setiap jam (normal 2-3
ml/kgBB/jam). Bila diuresis kurang 1 ml/kgBB/jam maka terdapat hipoperfusi
ginjal. Pemasangan pipa oro/nasogastrik pada anak sakit gawat berguna untuk
dekompresi, memantau perdarahan saluran cerna dan melakukan bilasan lambung
dengan garam fisiologik.9,14

Penatalaksaan pasien dengan syok yang terkompensasi:3


 Berikan cairan isotonik kristaloid secara intravena dengan dosis 5-10
ml/kgBB/jam, habis dalam 1 jam. Lalu periksa tanda vital, capillary refill time,
hematokrit, dan produksi urin.
 Jika keadaan pasien membaik, cairan kristaloid diturunkan secara perlahan.
Turunkan 5-7 ml/kgBB/jam dalam waktu 1-2 jam. Lalu 3-5 ml/kgBB/jam

27
dalam waktu 2-4 jam. 2-3 ml/kgBB/jam dalam waktu 2-4 jam. Jika keadaan
terus membaik, maka cairan dapat terus dikurangi.
 Bila keadaan pasien tidak membaik, dimana tanda vital tetap tidak stabil,
periksa hematokrit setelah pemberian bolus pertama. Bila hematokrit
meningkat atau tetap tinggi (≥ 50%), berikan bolus kristaloid kedua dengan
dosis 10-20 ml/kgBB/jam dalam 1 jam. Bila setelah pemberian cairan kedua
ini ada perbaikan, kurangi dosis cairan kristaloid menjadi 7-10 ml/kgBB/jam
dalam 1-2 jam, dan terus kurangi dosis seperti yang telah dijelaskan di atas.
Bila nilai hematokrit menurun dari nilai hematokrit awal (< 40% pada anak dan
wanita dewasa, < 45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya perdarahan,
lakukan cross match, dan memerlukan transfusi darah secepatnya.
 Selanjutnya bolus larutan kristaloid ataupun koloid mungkin perlu diberikan
selama 24-48 jam berikutnya.

Gambar 3.6 Algoritma terapi cairan pada syok yang terkompensasi

28
Penataksaan pasien dengan syok yang tidak terkompensasi:3
 Beri cairan isotonik ataupun kristaloid (bila tersedia) secara intravena dengan
dosis 20 ml/kgBB/jam selama 15 menit
 Bila keadaan pasien membaik, berikan cairan kristaloid/koloid 10
ml/kgBB/jam dalam 1 jam. Lalu lanjutkan dengan pemberian cairan kristaloid
dan kurangi dosis secara perlahan, 5-7 ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam. Lalu 2-5
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam. Dan 2-3 ml/kgBB/jam atau kurang, yang dapat
dipertahankan selama 24-48 jam.
 Bila tanda vital masih tidak stabil, periksa nilai hematokrit sebelum pemberian
cairan pertama. Jika nilai hematokrit rendah (< 40% pada anak dan dewasa
muda, <45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya perdarahan, lakukan
cross match, dan memerlukan transfusi darah secepatnya.
 Bila nilai hematokrit lebih tinggi dari nilai hematokrit awal, maka danti cairan
dengan berikan cairan koloid 10-20 ml/kgBB dalam waktu 30 menit sampai 1
jam. Bila keadaan pasien membaik, turunkan dosis 7-10 ml/kgBB/jam dalam
1-2 jam, lalu ganti cairan dengan cairan kristaloid dan turunkan dosis seperti
yang telah disebutkan diatas. Jika masih belum stabil, periksa kembali
hematokrit.
 Bila nilai hematokrit turun dari nilai sebelumnya (< 40% pada anak dan dewasa
muda, <45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya perdarahan, lakukan
cross match, dan memerlukan transfusi darah secepatnya. Bila nilai hematokrit
meningkat dari nilai sebelumnya atau tetap tinggi (> 50%), lanjutkan
pemberian koloid 10-20 ml/kgBB sebagai bolus ketiga dalam waktu 1 jam.
Lalu ganti cairan dengan cairan kristaloid dan turunkan dosis seperti yang telah
disebutkan diatas saat keadaan pasien mulai membaik.
 Bolus cairan mungkin perlu diberikan selama 24 jam ke depan.
Pasien dengan sindrom syok dengue harus dimonitor rutin hingga tanda-
tanda bahaya berkurang atau menghilang. Saat pemberian cairan, tanda vital dan
perfusi perifer harus dimonitor setiap 15-30 menit sampai pasien terlepas dari
keadaan syok, lalu monitor setiap 1-2 jam. Secara umum, semakin tinggi tingkat
cairan infus, pasien lebih sering harus dipantau dan ditinjau untuk menghindari
overload cairan sementara memastikan penggantian volume yang memadai.3

29
Produksi urin harus dipantau juga. Kateter dipasang untuk memudahkan
menghitung produksi urin. Hematokrit harus dipantau sebelum dan sesudah bolus
cairan samapi keadaan pasien stabil, lalu setelah itu setiap 4-6 jam. Terkadang
diperlukan juga pemeriksaan analisis gas darah , laktat, karbondioksida/bikarbonat
(setiap 30 menit sampai 1 jam hingga pasien stabil, lalu diperiksa kembali sesuai
kebutuhan), gula darah (sebelum dan sesudah pemberian cairam,periksa kembali
sesuai indikasi), dan pemeriksaan fungsi organ lainnya (ginjal, hepar, koagulasi,
dll).3

Gambar 3.7 Algoritma terapi cairan pada syok hipotensif

30
Indikasi pemberian darah:2
 terdapat perdarahan secara klinis
 Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit
turun, diduga telah terjadi perdarahan. Berikan darah segar 10 ml/kgBB
 Apabila kadar hematokrit tetap > 40vol%, maka berikan darah dalam volume
kecil.
 Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi gangguan
koagulopati atau koagulasi intravaskular diseminata pada syok berat yang
menimbulkan perdarahan masif.
 Pemberian tranfusi suspensi trombosit pada Koagulasi Intravaskular
Diseminata harus selalu disertai plasma segar (berisi faktor koagulasi yang
diperlukan), untuk mencegah perdarahan lebih hebat.
Pencatatan sering terhadap tanda vital dan penentuan hematokrit penting
dalam mengevaluasi hasil pengobatan. Bila pasien menunjukkan tanda-tanda syok,
terapi cermat harus diberikan segera. Pasien kemudian harus dibawah observasi
konstan dan cermat sampai ada ketentuan bahwa bahaya telah lewat. Tindakan
berikut harus dilakukan rutin pada situasi tersebut:2
 Nadi, tekanan darah dan pernapasan harus dicatat setiap 30 menit sampai syok
teratasi. Dinilai juga apakah terdapat pembesaran hati, tanda ensefalopati.
 Kadar hemoglobin, hematokrit dan trombosit tiap 6 jam, minimal 12 jam.
 Lembar periksa keseimbangan cairan harus dipertahankan, pencatatan tipe
cairan dan kecepatan serta volume pemberiannya untuk evaluasi keadekuatan
penggantian cairan.Frekuensi dan volume keluaran urin juga harus dicatat, dan
kateter urin mungkin diperlukan pada kasus syok sulit teratasi.
Pada demam berdarah dengan syok dilakukan cross match darah untuk
persiapan tranfusi darah apabila diperlukan. Pasien demam berdarah dengue perlu
dirujuk ke ICU Anak atas indikasi:
 Syok berkepanjangan (syok tak teratasi lebih dari 60 menit)
 Syok berulang (pada umumnya disebabkan oleh perdarahan internal)
 Perdarahan saluran cerna hebat
 Demam berdarah dengue ensefalopati

31
Kriteria pasien pulang:4
 Bebas panas sedikitnya 24 jam tanpa pemakaian obat antipiretik
 Nafsu makan membaik
 Tampak perubahan klinis
 Output urin baik
 Hematokrit stabil
 Melewati 2 hari setelah syok
 Tidak ada distres pernafasan karena efusi pleura atau asites
 Trombosit >50.000/mm3
3.11 Pencegahan15
Saat ini pencegahan yang efektif dan efisien dilakukan adalah dengan kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu:
1. Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air
minum, penampung air lemari es, dan lain-lain; 2)
2. Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air
seperti drum, kendi, toren air, dan sebagainya; dan 3)
3. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki
potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
Adapun yang dimaksud dengan
4. Memantau, yaitu memantau semua wadah air yang dapat menjadi pat
berkembang biak nyamuk Aedes
5. Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan, seperti:
a. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang
sulit dibersihkan
b. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk
c. Menggunakan kelambu saat tidur
d. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk
e. Menanam tanaman pengusir nyamuk
f. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang
bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.

32
3.12 Komplikasi
Overload cairan
Kelebihan cairan dengan efusi pleura yang luas dan ascites merupakan
penyebab distress pernafasan akut tersering pada dengue berat. Penyebab kelebihan
cairan pada dengue adalah:8,12
 Pemberian cairan intravena yang berlebihan dan atau yang terlalu cepat
 Salah penggunaan cairan. Dimana lebih memakai cairan hipotonik daripada
cairan isotonik.
 Pemberian dosis cairan intravena yang kurang tepat pada pasien dengan
perdarahan masif yang tidak diketahui
 Pemberian yang tidak tepat pada transfusi fresh frozen plasma, trombosit
konsentrat, dan kriopresipitat
 Pemberian cairan intravena lanjutan setelah kebocoran plasma telah membaik
(24-48 jam setelah suhu kembali normal)
 Keadaan komorbid
Berikan oksigen, lalu hentikan pemberian cairan secara intravena karena
selama masa penyembuhan cairan pada pleura dan rongga peritoneum akan kembali
ke intravaskuler.8,12

Perdarahan (biasanya gastrointestinal)


Biasanya muncul pada fase penyembuhan. Pasien dengan trombositopenia
yang cukup rendah harus istirahat di tempat tidur dan hindari dari trauma untuk
mencegah perdarahan. Tidak semua pasien mengalami perdarahan yang cukup
banyak. Hanya pada keadaan-keadaan tertentu. Pemberian transfusi darah harus
dilakukan sesegera mungkin begitu diketahui atau terlihat adanya tanda-tanda
perdarahan yang masif. Tetapi pada pemberian transfusi darah pun harus di monitor
sebaik mungkin untuk menghindari kelebihan cairan pada pasien. Jangan
menunggu nilai hematokrit terlalu rendah untuk memutuskan pemberian transfusi
darah. Berikan 5-10 ml/kgBB PRC atau 10-20 ml/kgBB whole blood.8,12
 Hiperglikemia dan hipoglikemia
 Hiponatremi, hipokalemi, hiperkalemi, ketidakseimbangan serum kalsium

33
 Asidosis metabolik
 Disfungsi hepar, biasanya bisa akibat dari virus dengue hepatitis atau syok
 DIC
Secara klinis, DIC sering kali menyertai proses penyakit sistemik yang
berat, tanda-tanda perdarahan sering terjadi pada bekas tusukan jarum yang
dimasukkan ke dalam pembuluh darah atau sayatan pembedahan. Di kulit dapat
ditemukan tanda petekie dan ekimosis. Nekrosis jaringan dapat terjadi pada banyak
organ dan terlihat tanda infark yang luas di kulit, di jaringan subkutan atau ginjal.8,12

Ensefalopati, biasanya muncul sebelum onset kebocoran plasma


Ensefalopati adalah komplikasi yang jarang dari infeksi virus dengue dan
mungkin terjadi sebagai konsekuensi dari perdarahan intrakranial, edema serebri,
hiponatremia, anoksia serebri, perdarahan mikrokapiler atau pelepasan produk
toksik.12
Pada umumnya ensefalopati terjadi pada DBD dengan komplikasi syok
yang berkepanjangan disertai perdarahan, namun dapat juga terjadi pada DBD yang
tanpa disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau
perdarahan dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Hal ini mungkin pula
disebabkan oleh thrombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari
koagulasi intravaskular menyeluruh. Adapun perihal yang menyatakan bahwa
ensefalopati dengue berhubungan dengan kegagalan hati akut.8,12
Pada ensefalopati dengue, kesadaran menurun menjadi apatis atau
somnolen dan dapat disertai atau tanpa disertai kejang. Pada DSS, keadaan syok
harus diatasi terlebih dahulu untuk melihat ada tidaknya kondisi ensefalopati.8,12

Kelainan ginjal (akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut).
Kelainan ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal akibat kondisi
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom hemolitik uremikum
yang jarang terjadi. Pada keadaan syok berat dapat ditemukan nekrosis tubular akut
yang ditandai dengan oligouria/anuria disertai peningkatan kadar ureum dan
kreatinin.8,12

34
Oedem paru
Keadaan ini mungkin terjadi pada pemberian cairan yang berlebihan.
Pemberian cairan yang tidak dikurangi pada masa terjadinya reabsorpsi cairan pada
sekitar hari sakit ke 7 dapat menimbukan keadaan ini. Ditandai dengan sesak napas,
kelopak mata sembab, dan ditunjang dengan gambaran oedem paru pada
pemeriksaan radiologi toraks.8,12

3.13 Prognosis
Prognosis tergantung pada pengenalan, pengobatan tepat segera dan pemantauan
ketat syok. Tanda prognosis baik adalah membaiknya takikardi, takipneu, dan
kesadaran, munculnya diuresis dan kembalinya nafsu makan.16
Demam berdarah dengue mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan
kematian, tetapi bila berkembang menjadi sindrom syok dengue akan
meningkatkan kematian hingga 40%.16
Prognosis buruk pada koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom syok
dengue dengan renjatan berulang atau berkepanjangan.4

35
BAB 4
ANALISIS KASUS

TEORI KASUS
DEFINISI
Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari DBD yang terjadi karena
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke
ekstravaskuler, sehingga terjadi penurunan volume intravaskuler dan
hipoksemia
EPIDEMIOLOGI
Endemik di Asia tropik, dimana suhu
panas dan praktik penyimpanan air
Pasien tinggal di Indonesia
dirumah menyebabkan populasi Aedes
aegypti besar dan permanen.
FAKTOR RESIKO
1. Kebocoran plasma
2. Tanda perdarahan 1. Kebocoran plasma
3. Obesitas 2. Obesitas
4. Faktor virus
ANAMNESIS
1. Fase demam : demam tinggi
mendadak, terus menerus 2-7
hari. Suhu tubuh bisa mencapai
40oC dan dapat terjadi kejang 1. Fase demam : demam tinggi
mendadak saat setelah pulang
demam. Kadang terdapat muka
dari rumah tetangga, <7 hari.
yang merah, eritema, myalgia, Disertai dengan nyeri kepala
yang terasa nyut-nyutan, mual
arthralgia, dan sakit kepala.
dan muntah.
Pada beberapa pasien pun bisa 2. Fase kritis : demam pasien
turun pada hari ke 4,pasien
ada gejala nyeri tenggorok,
tampak lemas dan hanya ingin
infeksi pada konjungtiva, tiduran saja. Kulit pucat dan
lembab
anoreksia, mual muntah
2. Fase kritis
Akhir fase demam merupakan fase
kritis , anak terlihat seakan sehat,

36
hati-hati karena fase tersebut dapat
sebagai awal kejadian syok. Hari
ke 3-7 adalah fase kritis.
Syok ditandai dengan:3,10
o Anak yang semula rewel,
cengeng dan gelisah lambat
laun kesadarannya menurun
menjadi apatis, sopor, dan
koma. Hal ini disebabkan
kegagalan sirkulasi serebral
o Kulit pucat, dingin, dan
lembab terutama pada ujung
jari kaki, tangan dan hidung
sedangkan kuku menjadi biru.
Hal ini disebabkan oleh
sirkulasi yang insufisien yang
menyebabkan peninggian
aktivitas simpatikus secara
refleks.
PEMERIKSAAN FISIK
 Tanda-tanda perdarahan
 Hepatomegali
 Nyeri sendi Uji torniquet (+)
Syok ditandai dengan: 3,10 Hepatomegali (+) 2 jari di bawah
arcus costae, permukaan rata, teraba
o Denyut nadi cepat dan lemah tumpul, nyeri tekan (-)
o Perubahan nadi, baik Syok : HR: 133x/menit, teraba lemah
TD : 90/70mmHg
frekuensi maupun Kulit : pucat, dingin, lembab terutama
amplitudonya. Nadi menjadi di tangan dan kaki
Diuresis : 200c
cepat dan lembut sampai tidak CRT >2 detik
dapat diraba oleh karena kolap
sirkulasi.

37
o Tekanan nadi menurun
(20mmHg atau kurang)
o Hipotensi  Tekanan sistolik
pada anak menurun menjadi
80 mmHg atau kurang
o Kulit pucat, dingin, dan
lembab terutama pada ujung
jari kaki, tangan dan hidung
sedangkan kuku menjadi biru.
Hal ini disebabkan oleh
sirkulasi yang insufisien yang
menyebabkan peninggian
aktivitas simpatikus secara
refleks.
o Oliguria sampai anuria karena
menurunnya perfusi darah
yang meliputi arteri renalis
o Terkompensasi : Tekanan
darah sistolik tetap normal
sedangkan tekanan darah
diastolik meningkat

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
 Leukosit : normal atau
leukopeni
 Darah tepi : limfosit plasma Laboratorium
biru (LPB >4%) pada hari ke  Leukosit : normal
3-7  Trombosit : trombositopenia
 Trombosit : ≤ 100.000/ul atau Radiologi
kurang dari 1-2 trombosit/lpb.  Kesan : efusi pleura dengan
PEI 33.3%
Pada hari ke 3-7
 Kadar albumin menurun
sedikit dan besifat sementara

38
 Eritrosit dalam tinja hampir
selalu ditemukan
 Penurunan faktor koagulasi
dan fibrinotik yaitu fibrinogen,
protrombin seperti faktor V,
VII, IX, X
 Waktu tromboplastin parsial
dan waktu protrombin
memanjang
 Hipoproteinemia
 Hiponatremia
 SGOT/SGPT sedikit
meningkat
 Asidosis metabolik berat dan
peningkatan kadar urea
nitrogen terdapat pada syok
yang berkepanjangan.
Radiologi
 Foto thorax : efusi pleura
(RLD)
 USG : ascites
Serologis
 Antigen NS1
 IgM dan IgG Anti Dengue
IgM: mulai hari ke 3-5
IgG: pada hari ke-14 pada
infeksi primer dan hari ke-2
pada infeksi sekunder

TATALAKSANA

39
Berikan cairan isotonik kristaloid
secara intravena dengan dosis 5-10
ml/kgBB/jam, habis dalam 1 jam.
 Jika keadaan pasien membaik,
cairan kristaloid diturunkan secara
perlahan. Turunkan 5-7
ml/kgBB/jam dalam waktu 1-2
jam. Lalu 3-5 ml/kgBB/jam dalam
waktu 2-4 jam. 2-3 ml/kgBB/jam
dalam waktu 2-4 jam. Jika keadaan
terus membaik, maka cairan dapat
terus dikurangi.
 Bila keadaan pasien tidak
membaik, dimana tanda vital tetap
tidak stabil, periksa hematokrit
setelah pemberian bolus pertama.
Bila hematokrit meningkat atau O2 2lpm
Inf. RL 100cc/jam
tetap tinggi (≥ 50%), berikan bolus
kristaloid kedua dengan dosis 10-
20 ml/kgBB/jam dalam 1 jam. Bila
setelah pemberian cairan kedua ini
ada perbaikan, kurangi dosis
cairan kristaloid menjadi 7-10
ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam, dan
terus kurangi dosis seperti yang
telah dijelaskan di atas. Bila nilai
hematokrit menurun dari nilai
hematokrit awal (< 40% pada anak
dan wanita dewasa, < 45% pada
pria dewasa), ini menunjukan
adanya perdarahan, lakukan cross
match, dan memerlukan transfusi
darah secepatnya.

40
41
BAB 5
KESIMPULAN

Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari DBD yang terjadi karena
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke
ekstravaskuler, sehingga terjadi penurunan volume intravaskuler dan hipoksemia.
Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara
hari ke 3 sampai hari sakit ke 7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular
sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan
peritonium, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia yang
mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena, preload miokard, volume sekuncup
dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
Syok ditandai dengan :
 Denyut nadi cepat dan lemah
 Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan
sirkulasi serebral
 Tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang)
 Hipotensi  Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau
kurang
 Kulit dingin dan sembab
 Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi
arteri renalis
Syok dapat terjadi dalam waktu yang singkat, pasien dapat meninggal dalam
waktu 12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendpat pergantian cairan yang
memadai.
Sindroma syok dengue merupakan keadaan darurat dalam bidang medis,
setiap menit menentukan prognosis pada pasien. Pemberian cairan yang adekuat
sangat diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma.
Pemberian cairan adekuat yang terlambat dapat menyebabkan multisistem
disfungsi organyang dapat menyebabkan kematian. Gangguan elektrolit (natrium
dan kalsium), ketidakseimbangan asam-basa dapat terjadi dan meningkatkan
potensi terjadinya disseminated intravascular coagulopathy (DIC).

42
43
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Nelson Textbook
of Pediatrics. Vol. II. Edisi1 20. Canada: Elsevier Saunders; 2016.1147-1150
2. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan; 2006.
3. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control. New Edition. Geneva: WHO; 2009.
4. Infeksi Virus Dengue. Dalam: Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS.
Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI; 2010.
5. Sri Rezeki, Ismoedijanto M, Alex C. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana
Infeksi Virus Dengue pada Anak. Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI; 2014
6. Dengue and severe dengue [Internet]. World Health Organization. 2018 [cited
17 June 2018]. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/
fs117/en/
7. Zulkipli MS, Dahlui M, Jamil M, et al. The Association between Obesity and
Dengue Severity Among Pediatric Patients: A Systematic Review and Meta-
Analaysis. PLOS Neglected Tropical Diseases. 2018 Feb:1-22
8. Huy NT, Giang VT, Thuy DH, et al. Factors Associated with Dengue Shock
Syndrome : A Systematic Review and Meta-Analaysis. PLOS Neglected
Tropical Diseases. 2013 Sep:1-15
9. World Health Organization. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever, Degue
Shock Syndrome In The Context Of The Integrated Management Of
Childhood Illness. Geneva: WHO; 2005.
10. Hardiono D, Sri Rezeki. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2004.
11. Wills BA, Dung NM, Farrar JJ. Fluid Solutions in Dengue Shock Syndrome.
New England Journal of Medicine. 2005;353(23):2510-2511.
12. Tim Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Draft Panduan Pelayanan Medis
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Jakarta: Balai Penerbit RSCM;
2007.

44
13. World Health Organization. Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Revised and expanded
edition. Geneva: WHO; 2011.
14. Sri Rezeki, Hindra Irawan. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2005.
15. Kendalikan DBD dengan PSN 3M Plus [Internet]. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.2016 [cited 17 June 2018]. Available from:
http://www.depkes.go.id/article/view/16020900002/kendalikan-dbd-dengan-
psn-3m-plus.html
16. Fitri Sari A. Gejala Awal Klinis dan Laboratorium Sebagai Faktor Prediktor
Syok Pada Demam Berdarah Dengue di Instalasi Kesehatan Anak RS Dr.
Sardjito. Yogyakarta: UGM; 2004.

45

Anda mungkin juga menyukai