Anda di halaman 1dari 22

TUTORIAL

BRONKOPNEUMONIA

Pembimbing:
dr. Jauhari Tri Wasisto, Sp.A

Disusun oleh:
Antoro Rekso S. 2016730015
Ira Rahmi Faridah H. 2016730052
Aditya Wiratama 2016730003
Astrid Azzahra Uber J. 2016730116
Hudan Muttaqin L. 2016730047
Ajeng Retno Utomo P. 2016730004
Fatmawati 2016730039
Oetami Aghfira M. 2016730082

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAYANG KAB. CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, dengan rahmat dan
hidayah-Nya tugas tutorial ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari terselesaikannya tugas tutorial ini tidak lepas dari bimbingan dan
dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada dr. Jauhari Tri Wasisto, Sp.A yang telah membimbing penulis hingga tugas ini
dapat selesai, serta kedua orang tua dan teman-teman yang selalu mendukung dan memberi
semangat.

Penulis menyadari tugas tutorial ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan. Sehingga dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki tugas ini.

Penulis berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, serta semoga Allah
Subhanallahu Wata’ala membalas semua kebaikan dengan balasan yang terbaik. Aamiin Ya
Robbal Alamin.

Cianjur, 27 April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 6

2.1 Definisi ........................................................................................................................ 6

2.2 Epidemiologi ............................................................................................................... 6

2.3 Etiologi ........................................................................................................................ 6

2.4 Patogenesis .................................................................................................................. 8

2.5 Klasifikasi.................................................................................................................... 9

2.6 Faktor Risiko ............................................................................................................. 10

2.7 Status Gizi ................................................................................................................. 11

2.8 Manifestasi Klinis ..................................................................................................... 13

2.9 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................ 13

2.10 Diagnosis Banding .................................................................................................... 15

2.11 Tata Laksana ............................................................................................................. 16

2.12 Kriteria Memulangkan Pasien ................................................................................... 17

2.13 Menilai Perkembangan Anak .................................................................................... 17

2.14 Imunisasi ................................................................................................................... 19

2.15 Prognosis ................................................................................................................... 19

2.16 Komplikasi ................................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 21

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 SKENARIO

Seorang anak perempuan berusia 2 bulan datang dibawa orang tuanya ke RS dengan
keluhan sesak nafas sejak 3 hari SMRS. Keluhan sesak disertai dengan batuk. Sebelumnya
pasien mengeluhkan batuk berdahak sejak 1 minggu yang lalu dan memburuk sejak 4 hari
yang lalu. Pasien bila bernafas terdengar bunyi “grok-grok”, pasien gelisah, sulit tidur dan
pasien menetek sebentar-sebentar. Pasien terdapat demam, tidak ada keluhan pilek, mual-
muntah, gangguan BAB dan BAK.

Sebelumnya baik pasien maupun keluarga pasien belum ada yang pernah mengalami
keluhan seperti ini. Sehari sebelum ke RS, pasien pernah berobat ke bidan dan di nebulizer
sebanyak 2x tapi tidak ada perbaikan. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, debu,
cuaca maupun obat-obatan. Pasien tinggal dalam satu rumah dengan 4 anggota
keluarganya, ukuran 14x5 m2. Pasien tidur bersama ibu dan ayahnya. Ayah pasien adalah
seorang perokok.

Pasien lahir spontan di bidan dengan usia gestasi 9 bulan dengan berat badan lahir 2000
gram. Pasien merupakan anak pertama. Usia ibu ketika mengandung 21 tahun. Pasien
belum pernah melakukan imunisasi sampai saat ini. Saat ini pasien mendapatkan ASI dan
susu formula. Riwayat tumbuh kembang bayi normal, pasien sudah bisa tersenyum
spontan, menatap muka, membalas senyum pemeriksa dan mengamati tangannya.

Pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi pernafasan 68x/menit, nadi 130x/menit, suhu


37,8OC, Panjang badan 47 cm, berat badan 4200 gram, dan lingkar kepala 37 cm. Terdapat
retraksi suprasternal, intercostal, epigastrium, dan pernafasan cuping hidung. Terdapat
ronkhi di kedua lapang paru. Pemeriksaan penunjang lab: Hb 9.6 g/dL, Ht 31.5%, eritrosit:
3.92 juta/µl, leukosit 9100 /µl, trombosit 454000/µl.

4
1.2 KATA/KALIMAT KUNCI

1.3 PERTANYAAN
1. Bagaimana menghitung antopometeri pasien pada skenario?
2. Bagaimana menilai perkembangan anak?
3. Imunisasi apa saja yang harus dilakukan pada bayi usia 2 bulan?
4. Apa saja DD pada kasus ini?
5. Bagaimana mekanisme demam dan sesak?
6. Bagaimana pencegahan penyakit bronkopneumonia?

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstitial. Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia
merupakan suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk membuat suatu definisi
tunggal yang universal. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis,
serta perjalanan penyakitnya. World Health Organization (WHO) mendefinisikan
pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapatkan pada inspeksi dan
frekuensi pernapasan.

2.2 Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Insiden pneumonia pada anak <5
tahun di negara maju adalah 2 – 4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di negara
berkembang 10 – 20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta
kematian per tahun pada anak balita di negara berkembang.

2.3 Etiologi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal
lain (aspirasi, radiasi dll). Pneumonia seringkali dipercayai diawali oleh infeksi virus
yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit
dibedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan
radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata. Namun berdasar
pedoman disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitan cepat, batuk produktif, pasien
tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.
Pola bakteri penyebab biasanya berubah sesuai distribusi usia pasien. Namun
secara umum bakteri yang berperan penting adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta kuman
atipik klamidia dan mikoplasma.
Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri
yang sering ialah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan

6
Staphylococcus aureus. Pneumonia atipik terutama disebabkan oleh Mycoplasma
pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae.
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu :
1. Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia), infeksi terjadi di
masyarakat
2. Pneumonia-RS atau pneumonia nasokomial (hospital-acquired pneumonia),
infeksi didapat RS.
Selain berbeda lokasi tempat terjadi infeksi, berbeda juga dalam spektrum
etiologi, gambaran klinis, penyakit dasar atau penyakit penyerta, dan prognosis.
Pneumonia yang didapat di RS sering merupakan infeksi sekunder pada berbagai
penyakit dasar yang sudah ada, sehingga spektrum etiologi berbeda dengan infeksi
yang terjadi di masyarakat.
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan
dan khas pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan
strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil
berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi
kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri Gram negatif seperti E.colli,
Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita,
pneumonia sering disebebkan oleh infeksi Streptococcus pneumonia, Haemophillus
influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar
dan remaja, selain bakteri sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping
bakteri ataupun campuran bakteri dan virus. Virus yang terbanyak ditemukan adalah
Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus, dan virus Parainfluensa. Bakteri yang
terbanyak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan
Mycoplasma pneumoniae.

7
Tabel Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju

Spektrum etiologi tersebut tentu saja tidak dapat begitu saja diekstrapolasikan
pada Indonesia atau negara berkembang lainnya, oleh karena faktor risiko pneumonia
tidak sama.
Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-
bercak konsolidasi merata di seluruh lapang paru (bronkopneumonia), dan pada anak
besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris).

2.4 Patogenesis
Bronkopneumonia dalam perjalanan penyakitnya akan menjalani beberapa stadium,
yaitu:

a) Stadium kongesti (4-12 jam pertama).


Mengacu pada peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru
yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas

8
kapiler. Ini terjadi akibat pelepasan mediator peradangan dari sel mast. Mediator
tersebut mencakup histamin dan prostagladin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen bekerjasama dengan histamin dan prostagladin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler
paru. Hal ini menyebabkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitial
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus, yang
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan
saturasi oksigen hemoglobin.
b) Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya).
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat tidak mengandung udara,
warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan
fibrin, leukosit netrofil, eksudat, dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini
berlangsung sangat pendek.
c) Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Lobus masih tetap padat dan warna merah berubah menjadi pucat kelabu
terjadi karena sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.
Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan
leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, kapiler tidak lagi kongestif.
d) Stadium resolusi (7-11 hari).
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudasi lisis. Eksudat berkurang. Dalam
alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi
lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Proses kerusakan yang terjadi dapat di
batasi dengan pemberian antibiotik sedini mungkin agar sistem bronkopulmonal
yang tidak terkena dapat diselamatkan.

2.5 Klasifikasi
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi
subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang. Namun
demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi
dan sering overlapping dengan gejala malaria.

9
Klasifikasi pneumonia (berdasarkan WHO):

- Bayi kurang dari 2 bulan


Pneumonia berat : napas cepat atau retraksi yang berat
Pneumonia sangat berat : tidak mau menetek/minum, kejang, letargis, demam
atau hipotermia, bradipnea atau pernapasan ireguler
- Anak umur 2 bulan-5 tahun
Pneumonia ringan : napas cepat
Pneumonia berat : retraksi
Pneumonia sangat berat : tidak dapat minum/makan, kejang, letargis, malnutrisi
KLASIFIKASI PNEUMONIA

Bayi <2 bulan Bayi 2 bulan – 5 tahun

Pneumonia - Napas cepat


Ringan
Pneumonia Napas cepat atau retraksi yang Retraksi
Berat berat
Pneumonia Tidak mau menetek/minum, Tidak dapat minum/makan,
Sangat Berat kejang, letargis, demam atau kejang, letargis, malnutrisi
hipotermia, bradipnea atau
pernapasan ireguler

2.6 Faktor Risiko


• Defek anatomi bawaan
• Defisit Imunologi
• Polusi → polusi udara dalam ruangan yang disebabkan oleh memasak dan
pemanasan dengan bahan bakar biomassa (seperti kayu atau kotoran) tinggal di
rumah yang ramai orang tua merokok
• GER ( gastroesophageal reflux)
• Aspirasi
• Gizi buruk
• Berat badan lahir rendah
• Tidak mendapat air susu ibu (ASI)
• Imunisasi tidak lengkap
• Adanya saudara serumah yang menderita batuk

10
• Kamar tidur yang terlalu padat penghuninya

Rudan, et al 2008 melaporkan 3 kelompok faktor- risiko yang mempengaruhi


insidens pneumonia pada anak. Faktor-risiko tersebut adalah „faktor-risiko yang selalu
ada‟ (definite risk factors), ‘faktor-risiko yang sangat mungkin’ (likely risk factors),
dan ’faktor risiko yang masih mungkin’ (possible risk factors). ‘Faktor-risiko yang
selalu ada’ (definite) meliputi gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak ada/tidak
mem berikan ASI, polusi udara dalam-ruang, dan pemukiman padat. Faktor-risiko ini
seharusnya diperhatikan secara serius dan perlu intervensi-segera agar penurunan
insidens pneumonia berdampak signifikan pada penurunan Angka Kematian Anak-
Balita.

2.7 Status Gizi

11
12
2.8 Manifestasi Klinis
Sebagian besar pneumonia pada anak menunjukkan gambaran klinis yang ringan
sampai sedang sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil anak mengalami
pneumonia berat yang mengancam kehidupan dan mungkin terdapat komplikasi,
sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringan
infeksi. Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, nafsu makan ↓,
keluhan gastrointesxnal seperx mual, muntah atau diare; kadang-kadang ditemukan
gejala ekstraparu. Pada anak dengan malnutrisi berat, demam jarang terjadi.
Gejala gangguan respiratori: batuk, sesak napas, retraksi dinding dada, takipnea,
napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis. Gambaran klinis pneumonia
pada anak malnutrisi berat kurang spesifik dan dapat tumpang tindih dengan sepsis.
Penelitian mengenai validasi tanda klinis WHO menunjukkan bahwa tanda klinis
yang direkomendasikan oleh WHO kurang sensitif sebagai prediktor pneumonia
dibandingkan dengan gambaran radiologis pada anak malnutrisi berat.
Pneumonia bakterial harus dipertimbangkan pada anak usia <3 th yang mengalami
panas badan >38,5 °C disertai retraksi dinding dada dan frekuensi napas ≥50×/mnt.
Pneumonia yang disebabkan Pneumoccocus spp. biasanya diawali dengan demam dan
napas cepat. Gejala lain yang umum ditemukan adalah kesukaran bernapas, retraksi
dinding dada, dan anak tampak tidak sehat (unwell appearance).
Pneumonia yang disebabkan Staphylococcus spp. mempunyai gejala yang sama
dengan pneumonia yang disebabkan pneumoccocus, sering ditemukan pada bayi, tetapi
dapat ditemukan pada anak yang lebih besar sebagai komplikasi dari influenza.
Pneumonia yang disebabkan Mycoplasma spp. harus dicurigai pada anak usia sekolah
yang menunjukkan gejala demam, nyeri sendi, sakit kepala, batuk.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis
• Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak purulen
bahkan bisa berdarah.
• Sesak napas
• Demam
• Kesulitan makan/ minum
• Tampak lemah
• Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromais, kelainan anatomi bronkus atau asma.

13
Pemeriksaan Fisik
• Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan pada
saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat menyebabkan anak
gelisah atau rewel.
• Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan
makan/ minum
• Gejala distress pernapasan seperti takipnea,retraksi subcostal, batuk, krepitasi
dan penurunan suara paru.
• Demam dan sianosis
• Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukan gejala pneumonia yang
klasik. Pada anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang
diproyeksikan ke abdomen. Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak
teratur dan hypopnea.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
• Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan
infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi.

• Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang


dirawat inap atau bila tanda klinis yang di temukan membingungkan

• Pemeriksaan foto dada follow uphanya dilakukan bila didapatkan adanya kolaps
lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia berat, atau gejala yang
menetap atau memburuk, atau tidak respons terhadap antibiotik.

• Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab

Pemeriksaan Laboratorium
• Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan untuk
membantu menentukan pemberian antibiotik

• Pemeriksaan kultur dan pewarnaan gram sputum dengan kualitas yang baik
direkomendasikan dalam tatalaksana anak dengan pneumonia berat.

• Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan, tetapi
direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan pada setiap
anak yang di curigai menderita pneumonia bakterial

• Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk medeteksi


antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia.

• Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan pemeriksaan
mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika fasilitas tersedia) untuk
penegakkan diagnosis dan menentukan mulainya pemebrian antibiotik.

14
• Pemeriksaan C – reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase akut lain
tidak dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak direkomendasikan
sebagai pemeriksaan rutin.

• Pemeriksaan uji tuberculin selalu dipertimbangkan pada anak dengan riwayat


kontak dengan penderita TBC dewasa.

2.10 Diagnosis Banding


1. Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas kecil atau bronkiolus. Etiologi
bronkopneumonia adalah Respiratory Syncytial Virus, Adenovirus, Parainuenza
viruses, Rhinoviruses, Metapneumovirus, Mycoplasma pneumonia. Kasus teebanyak
adalah pada usia 2 – 6 bulan. Manifestasi klinis sesak napas, bunyi napas wheezing,
demam, batuk dan penurunan nafsu makan.
2. Bronkitis akut
Bronkitis akut adalah inflamasi pada trakea dan bronkus primer. Bronchitis
terbagi menjadi 2 yaitu bronchitis birus dan bronchitis virus. Etiologic dari bronkitis
akut adalah Rhinovirus, RSV, virus Influenza, virus Parainfluenza, Adenovirus, virus
Rubeola, dan Paramyxovirus. Bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus
pneumoniae, dan Haemophilus influenzae. Mycoplasma pneumoniae. Manifestasi
klinis yaitu demam atau tidak demam dan batuk ±10-14 hari.

15
2.11 Tata Laksana
a. Tatalaksana Umum
- pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberi cairan IV dan
dilakukan balans cairan ketat.
- Antipiretik dan analgetik
- Nebulisasi dengan B2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance
- Pasien yang mendapat terapi oksigen harus di observasi setidaknya tiap 4 jam
sekali termasuk saturasi Oksigen.

b. Pemberian Antibiotik
- Amoksisilin adalah lini pertama untuk antibiotic oral <5 tahun karena efektif
melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan pneumonia anak.
Alternative : co-amoxcilav, ceflacor, eritromisin,, claritromisin, dan
azitromisin.
- M. Pneumonia lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotic
golongan makrolid diberikan sebagai lini pertama secara empiris pada anak >5
tahun.
- Jika penyebab S. pneumonia -> Amoksisilin
- Antibiotik IV diberikan jika pasien tidak dapat menerima oral atau pneumonia
berat
- Antibiotik IV : ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxcilav,
ceftriaxone,cefuroxime dan cefotaxime
- jika terdapat perbaikan setelah IV, lakukan pemberian melalui oral

16
2.12 Kriteria Memulangkan Pasien
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan peroral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
- Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

2.13 Menilai Perkembangan Anak


Penilaian perkembangan anak salah satunya dengan formulir denver. Deteksi dini
penyimpangan perkembangan anak umur < 6 th, berisi 125 gugus tugas yang disusun
dalam formulir menjadi 4 sektor untuk menjaring fungsi berikut :

• Personal social (sosial personal) Penyesuaian diri dengan masyarakat dan perhatian
terhadap kebutuhan perorangan

• Fine motor adaptive (motor halus adaptif) Koordinasi mata tangan, memainkan,
menggunakan benda-benda kecil

• Language (bahasa) Mendengar, mengerti dan menggunakan bahasa.

• Gross motor (motor kasar) Duduk, jalan, melompat dan gerakan umum otot besar.

Skor Penilaian Denver

Skor dari tiap ujicoba ditulis pada kotak segi empat. Uji coba dekat tanda garis 50%

⮚ P : Pass/lewat. Anak melakukan ujicoba dengan baik, atau ibu/pengasuh anak


memberi laporan (tepat/dapat dipercaya bahwa anak dapat melakukannya)

⮚ F : Fail/gagal. Anak tidak dapat melakukan ujicoba dengan baik atau


ibu/pengasuh anak memberi laporan (tepat) bahwa anak tidak dapat
melakukannya dengan baiK.

⮚ No : No opportunity/tidak ada kesempatan. Anak tidak mempunyai kesempatan


untuk melakukan uji coba karena ada hambatan. Skor ini hanya boleh dipakai
pada ujicoba dengan tanda R

⮚ R : Refusal/menolak. Anak menolak untuk melakukan ujicoba Penolakan dapat


dikurangi dengan mengatakan kepada anak “apa yang harus dilakukan”, jika

17
tidak menanyakan kepada anak apakah dapat melakukannya (ujicoba yang
dilaporkan oleh ibu/pengasuh anak tidak diskor sebagai penolakan).

Interpretasi Penilaian Individual

• Lebih (advanced)

Bila seorang anak lewat pada ujicoba yang terletak di kanan garis umur, dinyatakan
perkembangan anak lebih pada ujicoba tersebut.

• Normal

Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan ujicoba di sebelah kanan garis
umur

• Caution/peringatan

Bila seorang anak gagal atau menolak ujicoba, garis umur terletak pada atau antara
persentil 75 dan 90 skornya

• Delayed/keterlambatan
Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan ujicoba yang terletak lengkap
disebelah kiri garis umur

• Opportunity/tidak ada kesempatan ujicoba yang dilaporkan orangtua.

Interpretasi Denver II

• Normal

- Bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak satu caution.

- Lakukan ulangan pada kontrol berikutnya.

• Suspek

- Bila didapatkan > 2 caution dan/atau > 1 keterlambatan.

- Lakukan uji ulang dalam 1-2 mgg untuk menghilangkan faktor sesaat seperti
rasa takut, keadaan sakit, atau kelelahan.

• Tidak dapat diuji

- Bila ada skor menolak pada > 1 uji coba terletak disebelah kiri garis umur atau
menolak pada > 1 uji coba yang ditembus garis umur pada daerah 75-90%.

18
• Uji ulang dalam 1-2 mgg

- Bila ulangan hasil pemeriksaan didapatkan suspek atau tidak dapat diuji, maka
dipikirkan untuk dirujuk (referral consideration).

2.14 Imunisasi

2.15 Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang mulai secara dini pada
perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa kanak-
kanak dapat diturunkan sampai kurang 1% dan sesuai dengan kenyataan ini
mordibitas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan
malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang
lebih tinggi.

2.16 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri.

19
Ilten et al (2004) melaporkan komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel
kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang cukup tinggi
pada seri pneumoniae anak usia 2-24 bulan. oleh karena miokarditis merupakan
keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan noninvasif
seperti EKG, ekokardiografi dan pemeriksaan enzim.

20
DAFTAR PUSTAKA
Pudjiadi, A dkk. Pedomen Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid I. Jakarta:
Badan PenerbitIkatan Dokter Anak Indonesia; 2009.
Rahajoe NN, Supriyanto B, dan Setyanto D B, editor. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2008.
Supriyanto B. Sari Pediatri: Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak. Volume 8. 2nded
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; September 2006. p. 100 – 106.
Kusbiyanto. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Rudan I, dkk. 2008. Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Bulletin of the World
Health Organization 2008;86:408–416.
Raharjoe. N.N, dkk. 2010. Buku ajar Respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Soedjatmiko, dkk. 2020. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 – 18 tahun Rekomendasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia Tahun 2020. Jakarta: Sari Pediatri.
Irwan Junawanto, Ivon Lestari Goutama, Sylvani. Diagnosis dan Penanganan Terkini
Bronkiolitis pada Anak. Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya.
Jakarta, Indonesia
Pengurus besar ikatan dokter Indonesia. 2017. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas
pelayanan Kesehatan tingkat pertama. Edisi 1.

21

Anda mungkin juga menyukai