BRONKOPNEUMONIA
Disusun Oleh :
Tri Handini 1102014269
Pembimbing :
Dr. Elsye Souvriyanti, Sp.A
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga Referat
yang berjudul “BRONKOPNEUMONIA” ini dapat diselesaikan.
Penulisan dan penyusunan referat ini bertujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan
klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak. Selain itu, tujuan lainnya adalah sebagai salah satu
sumber pengetahuan bagi pembaca, terutama pengetahuan mengenai Ilmu Kesehatan, semoga
dapat memberikan manfaat.
Penyelesain referat ini tidak terlepas dari bantuan dokter pembimbing, staf pengajar,
serta orang-orang sekitar yang terkait. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. DR. dr. Elsye Souvriyanti, Sp. A selaku dokter pembimbing bagian kepaniteraan
Ilmu Kesehatan Anak.
2. Teman-teman sejawat kelompok dokter muda
Dalam menyelesaikan penulisan Referat ini, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan baik dari segi
materi maupun dari bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala
kekhilafan, serta dengan tangan terbuka mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
bronkopneumonia yang mana merupakan adanya infiltrat pada sebagian area pada
kedua lapangan atau bidang paru dan sekitar bronkhi. (Fransisca, 2015)
Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier
aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang
diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas
yang diperantarai sel (Bradley et.al., 2011)
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap ke paru perifer
melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman. Bronkhopneumonia dalam perjalanan penyakitnya akan
menjalani beberapa stadium.
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama). Mengacu pada peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler. Ini terjadi akibat pelepasan mediator
peradangan dari sel mast. Mediator tersebut mencakup histamin dan prostagladin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen bekerjasama dengan
histamin dan prostagladin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini menyebabkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstitial sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus, yang meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya). Lobus dan lobulus yang terkena
menjadi padat tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat, dan banyak
sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari). Lobus masih tetap padat dan warna merah
berubah menjadi pucat kelabu terjadi karena sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin.
Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, kapiler
tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi (7-11 hari). Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu
respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan dan eksudasi lisis.
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami
nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Proses kerusakan
yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian antibiotik sedini mungkin agar sistem
bronkopulmonal yang tidak terkena dapat diselamatkan.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari.
Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinik:
- Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal
- Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
- Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari
- Demam tinggi bahkan dapat mengakibatkan kejang
- Dispneu, kadang disertai muntah dan diare
- Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa
hari yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif
- Sianosis di sekitar hidung dan mulut
(Benneth, 2014)
2.6 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING BRONKOPNEUMONIA
2.6.1 DIAGNOSIS BRONKOPNEUMONIA
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi
saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-
menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi),
dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi
muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan
kesadaran, kejang atau kembung.
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan
sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang
sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif atau produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding
dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non
produktif atau produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.
Takipneu berdasarkan WHO:
a. Usia < 2 bulan : ≥ 60 x/menit
b. Usia 2-12 bulan : ≥ 50 x/menit
c. Usia 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit
d. Usia 6-12 tahun : ≥ 28 x/menit
WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana.
Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:
- Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak
tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan
diberi antibiotik.
- Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan
masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan
diberi antibiotik.
- Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan
yang cepat yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan;
>50 x/menit pada anak usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak
usia 1-5 tahun
- 4. Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan
tanda seperti di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi
antibiotik.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien
bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau
beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus
pneumonia.
b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama
interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP
digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non
infeksi, infeksi virus dan bakteri. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus
dan bakteri. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.
c. Uji serologi
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.
d. Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan
mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi trakhea,
fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi
teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya
dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.
Diagnosis pasti dilakukan dengan idientifikasi kuman penyebab pneumonia.
Identifikasi kuman penyebab dapat dilakukan melalui:
a. Kultur sputum
b. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
c. Deteksi antigen bakteri
(Rahajoe, Nastini, 2010)
2.6.2 DIAGNOSIS BANDING BRONKOPNEUMONIA
1. Aspirasi pneumonia
Infeksi peradangan pada paru yang disebabkan oleh benda asing maupun
mikroorganisme yang masuk ke dalam paru.
2. Edema paru
Suatu kondisi dimana terdapat kelebihan cairan di dalam paru paru.
3. Atelektasis
Kondisi dimana terjadi kebocoran pada paru paru baik secara parsial maupun
keseluruhan.
4. Kelainan kongenital parenkim paru
5. Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara
lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. yang juga dikenal
sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Medikamentosa
1. Pemberian Antipiretik, dapat diberikan paracetamol Dosis yang digunakan adalah 10-
15 mg/kgBB/kali pemberian. Dapat diulang pemberiannya setiap 4-6 jam
2. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.
Dapat dipilih antibiotik ceftriaxone yang merupakan antibiotik sefalopsorin generasi
ketiga dengan aktivitas broad spectrum terhadap bakteri gram negatif. Dosis
ceftriaxone yaitu 50-100 mg/KgBB/hari, dalam dua dosis pemberian atau ceftriaxone
diberikan sebanyak 350 mg 2x sehari secara intra vena.
Bennet NJ, Steele RW. Pediatric pneumonia [internet]. USA: Medscape LLC.;
2014 [Disitasi 2020 Juli 16]. Tersedia dari
http://emedicine.medscape.com/article/967822-
Dicky Alexander,J Medula Unila, 2017 April; (7): 6
Evers, AS, and Mervyn Maze. Anesthetic Pharmacology: Physiologic
Principles and Clinical Practice. United Kingdom : Churchill Livingstone. 2004.
Mason RJ, Broaddus VC, Martin T, King TE, Schraugnagel D, Murray JF, et
al. Murray and Nadel’s text book of respiratology medicine volume 1. Edisi ke-1.
Netherland: Elseiver Saunders; 2005.
Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH,
Kosim MS, et al. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Edisi ke-I. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2004. hlm. 351-4.
Price, Sylvia A. Patofisiologi: konsep klinis proses perjalanan penyakit. Jakarta:
EGC; 2012
Rahajoe, Nastini N. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2010.
Riyadi, Sujono & Sukamin.(2012). Asuhan Keperawatan Pada
Anak.Yogyakarta:Graha Ilmu
Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta:Cetakan Kedua;350-365
Sophie E. Katz, Pediatric Community-Acquired Pneumonia in the United
States, Changing Epidemiology, Diagnostic and Therapeutic Challenges, and Areas
for Future Research 2018 Mar; 32(1): 47–63
Svjetlana Loga Zec, Evaluation of Drug Treatment of Bronchopneumonia at
the Pediatric Clinic in Sarajevo, 2016 Jun; 70(3): 177–181