Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

BRONKOPNEUMONIA

Disusun Oleh :
Tri Handini 1102014269

Pembimbing :
Dr. Elsye Souvriyanti, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


UNIVERSITAS YARSI
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga Referat
yang berjudul “BRONKOPNEUMONIA” ini dapat diselesaikan.
Penulisan dan penyusunan referat ini bertujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan
klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak. Selain itu, tujuan lainnya adalah sebagai salah satu
sumber pengetahuan bagi pembaca, terutama pengetahuan mengenai Ilmu Kesehatan, semoga
dapat memberikan manfaat.
Penyelesain referat ini tidak terlepas dari bantuan dokter pembimbing, staf pengajar,
serta orang-orang sekitar yang terkait. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. DR. dr. Elsye Souvriyanti, Sp. A selaku dokter pembimbing bagian kepaniteraan
Ilmu Kesehatan Anak.
2. Teman-teman sejawat kelompok dokter muda
Dalam menyelesaikan penulisan Referat ini, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan baik dari segi
materi maupun dari bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala
kekhilafan, serta dengan tangan terbuka mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun.

Jakarta, 14 Juli 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru pada bagian lobularis yang ditandai


dengan adanya bercak infiltrat yang disebabkan oleh agen infeksius seperti bakteri,virus,
jamur dan benda asing, yang ditandai dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispnoe, napas
cepat dan dangkal (terdengar ronkhi basah), muntah, diare, batuk kering dan produktif.
(Dicky Alexander)

Bronkopneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak


berusia di bawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh
dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian
besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Insiden pneumonia di negara berkembang yaitu
30- 45% per 1000 anak di bawah usia 5 tahun, 16- 22% per 1000 anak pada usia 5-9 tahun,
dan 7- 16% per 1000 anak pada yang lebih tua. (Dicky Alexander)

Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di seluruh


dunia. Dengan angka kematian sebanyak 808.694 anak di bawah usia 5 pada tahun 2017,
terhitung 15% dari semua kematian anak di bawah usia 5 tahun (WHO)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI BRONKOPNEUMONIA


Bronkopneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya
berasal dari suatu infeksi. (Price, 2012)

Bronkopneumonia adalah manifestasi klinis pneumonia yang paling umum pada


populasi anak dan penyebab infeksi menular utama pada anak di bawah 5 tahun yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, dan jamur. (Svjetlana Loga Zec,,2016)

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru pada bagian lobularis yang ditandai


dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh agen infeksius seperti
bakteri,virus, jamur dan benda asing, yang ditandai dengan gejala demam tinggi, gelisah,
dispnoe, napas cepat dan dangkal (terdengar adanya ronki basah), muntah, diare, batuk kering
dan produktif.

(Dicky Alexander, 2017)

bronkopneumonia yang mana merupakan adanya infiltrat pada sebagian area pada
kedua lapangan atau bidang paru dan sekitar bronkhi. (Fransisca, 2015)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa


Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-
paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus,
jamur dan benda asing.
2.2 EPIDEMIOLOGI BRONKOPNEUMONIA

Insidens pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah 151,8 juta kasus


pneumonia setiap tahun, 10% diantaranya merupakan pneumonia berat dan perlu perawatan
di rumah sakit. Terdapat 15 negara dengan insidens pneumonia anak balita paling tinggi,
mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. jumlah balita penderita
pneumonia di Indonesia ada sebanyak 600.720 balita yang terdiri dari 155 anak meninggal
pada umur di bawah 1 tahun dan 49 anak meninggal pada umur 1-4 tahun.. (Fransisca, 2015)

2.3 ETIOLOGI BRONKOPNEUMONIA

Tabel 1. Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia


Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang
Lahir-20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria moonocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes Simpleks

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae
tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainflueza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial virus Virus Sitomegalo

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


4 bulan-5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus

Usia Etiologi yang Sering


Etiologi yang Jarang
5 tahun-remaja Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae
Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae
Legionella sp
Streptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
Virus Varisela-Zoster
Sumber: Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta:Cetakan Kedua;350-365

2.4 PATOFISIOLOGI BRONKOPNUEMONIA


Bronkopneumonia disebabkan oleh yaitu bakteri,virus, jamur dan protozoa.
Mikroorganisme masuk ke jaringan paru- paru melalui saluran pernafasan atas untuk
mencapai bronkiolus dan alveolus di sekitarnya. Bronkopneumonia biasanya didahului oleh
suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Peradanga biasanya
terjadi pada dinding bronkus atau bronkiolus dan alveolus yang menimbulkan reaksi
peradangan dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan
interstitial. Alveoli berisi cairan yang mengakibatkan edema, cairan tersebut berisi eritrosit
dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Jika
bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae, maka akan
difagositasi oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung makrofag akan masuk kedalam
alveoli dan memfagositosis leukosit bersama bakteri Streptococcus pneumoniae. Paru-paru
berada dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Terjadi
resolusi sempurna dan paru-paru menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam
pertukaran gas. Jaringan paru akan mengalami konsolidasi atau daerah paru menjadi padat,
maka kapasitas vital dan compliance paru menurun dimana kelainan pada compliance paru
seseorang dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk mempertahankan pertukaran gas
terutama O2 dan CO2, serta aliran darah yang mengalami konsolidasi menimbulkan pirau
atau shunt kanan ke kiri, sehingga berakibat pada hipoksia dan kerja jantung meningkat
akibat saturasi oksigen yang menurun dan hiperkapnia. Hiperkapnia adalah berlebihnya
karbondioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia
adalah ventilasi alveolar yang tidak adekuat untuk jumlah CO2 yang diproduksi atau dengan
kata lain timbulnya retensi CO2 didalam jaringan. Dari hal tersebut keadaan berat yang bisa
terjadi adalah gagal napas. Selain dapat berakibat penurunan kemampuan pengambilan
oksigen dan berkurangnya kapasitas paru, penderita akan berusaha melawan tingginya
tekanan tersebut menggunakan otot bantu pernapasan yang dapat menimbulkan peningkatan
retraksi dada. (Riyadi & Sukarmin, 2012)

Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier
aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang
diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas
yang diperantarai sel (Bradley et.al., 2011)

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap ke paru perifer
melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman. Bronkhopneumonia dalam perjalanan penyakitnya akan
menjalani beberapa stadium.

Secara patologis, terdapat 4 stadium bronkopneumonia, yaitu:

1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama). Mengacu pada peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler. Ini terjadi akibat pelepasan mediator
peradangan dari sel mast. Mediator tersebut mencakup histamin dan prostagladin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen bekerjasama dengan
histamin dan prostagladin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini menyebabkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstitial sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus, yang meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya). Lobus dan lobulus yang terkena
menjadi padat tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat, dan banyak
sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.

3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari). Lobus masih tetap padat dan warna merah
berubah menjadi pucat kelabu terjadi karena sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin.
Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, kapiler
tidak lagi kongestif.

4. Stadium resolusi (7-11 hari). Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu
respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan dan eksudasi lisis.
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami
nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Proses kerusakan
yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian antibiotik sedini mungkin agar sistem
bronkopulmonal yang tidak terkena dapat diselamatkan.

(Mason, RJ, 2005)

2.5 MANIFESTASI KLINIS BRONKOPNEUMONIA

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari.
Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinik:
- Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal
- Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
- Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari
- Demam tinggi bahkan dapat mengakibatkan kejang
- Dispneu, kadang disertai muntah dan diare
- Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa
hari yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif
- Sianosis di sekitar hidung dan mulut
(Benneth, 2014)
2.6 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING BRONKOPNEUMONIA
2.6.1 DIAGNOSIS BRONKOPNEUMONIA

1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi
saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-
menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi),
dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi
muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan
kesadaran, kejang atau kembung.
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan
sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang
sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif atau produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding
dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non
produktif atau produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.
Takipneu berdasarkan WHO:
a. Usia < 2 bulan : ≥ 60 x/menit
b. Usia 2-12 bulan : ≥ 50 x/menit
c. Usia 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit
d. Usia 6-12 tahun : ≥ 28 x/menit

WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana.
Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:
- Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak
tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan
diberi antibiotik.
- Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan
masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan
diberi antibiotik.
- Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan
yang cepat yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan;
>50 x/menit pada anak usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak
usia 1-5 tahun
- 4. Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan
tanda seperti di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi
antibiotik.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien
bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau
beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus
pneumonia.
b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama
interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP
digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non
infeksi, infeksi virus dan bakteri. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus
dan bakteri. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.
c. Uji serologi
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.
d. Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan
mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi trakhea,
fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi
teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya
dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.
Diagnosis pasti dilakukan dengan idientifikasi kuman penyebab pneumonia.
Identifikasi kuman penyebab dapat dilakukan melalui:
a. Kultur sputum
b. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
c. Deteksi antigen bakteri
(Rahajoe, Nastini, 2010)
2.6.2 DIAGNOSIS BANDING BRONKOPNEUMONIA
1. Aspirasi pneumonia
Infeksi peradangan pada paru yang disebabkan oleh benda asing maupun
mikroorganisme yang masuk ke dalam paru.
2. Edema paru
Suatu kondisi dimana terdapat kelebihan cairan di dalam paru paru.
3. Atelektasis
Kondisi dimana terjadi kebocoran pada paru paru baik secara parsial maupun
keseluruhan.
4. Kelainan kongenital parenkim paru
5. Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara
lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. yang juga dikenal
sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).

2.7 TATALAKSANA BRONKOPNEUMONIA


Non Medikamentosa
1. Tirah Baring
2. Airway, pemberian O2 1 L/menit pada anak remaja, Pemberian Oksigen melalui nasal
pronge yaitu 1- 2 L/menit atau 0,5 L/menit untuk bayi
3. cairan N4D5 melalui mikrodrip infus dengan 8 tetes per menit. N4D5 terdiri dari 100
cc D5% dengan 25 cc NaCl, dimana kandungan dekstrosa 50 g (200 kkal), Na 38,5
mEq/L, Cl 38,5 mEq/L, Ca 200 mg/dL dan di follow up

Medikamentosa
1. Pemberian Antipiretik, dapat diberikan paracetamol Dosis yang digunakan adalah 10-
15 mg/kgBB/kali pemberian. Dapat diulang pemberiannya setiap 4-6 jam
2. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.
Dapat dipilih antibiotik ceftriaxone yang merupakan antibiotik sefalopsorin generasi
ketiga dengan aktivitas broad spectrum terhadap bakteri gram negatif. Dosis
ceftriaxone yaitu 50-100 mg/KgBB/hari, dalam dua dosis pemberian atau ceftriaxone
diberikan sebanyak 350 mg 2x sehari secara intra vena.

Sumber : Sophie E. Katz, Pediatric Community-Acquired Pneumonia in the United


States, Changing Epidemiology, Diagnostic and Therapeutic Challenges, and Areas
for Future Research 2018 Mar; 32(1): 47–63

3. Pemberian natrium bikarbonat untuk mengatasi asidosis metabolic


4. Terapi Inhalasi
Terapi inhalasi akan membantu melebarkan dan membersihkan jalan napas sehingga
oksigen dapat masuk ke organ pernapasan. (IDAI, 2009)
- pada pasien dengan eksaserbasi akut asma atau penyakit paru
obstruktif kronik.
- pasien dengan infeksi purulen kronik (seperti pada fibrosis kistik atau
bronkiektasis).
- pneumonia
2.8 PENCEGAHAN BRONKOPNEUMONIA
a. Vaksin
- VaksinPneumokokus
Vaksin Pneumokokus, PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine). Vaksin ini
mampu memberikan kekebalan terhadap 13 strain bakteri atau individu
bakteri dari spesies Streptococcus pneumoniae.
- Vaksin Hib
Vaksin ini berisi bakteri Haemophilus influenzae type B yang merupakan
penyebab pneumonia dan meningitis utama. Di Indonesia, vaksin pneumonia
akibat Hib masuk dalam program imunisasi untuk bayi.
b. Melakukan pendidikan kesehatan mengenai Bronkopneumonia pada masyarakat
c. perilaku preventif sederhana misalnya kebiasaan mencuci tangan dan hidup bersih,
perbaikan gizi dengan pola makan yang sehat dan bergizi

2.9 KOMPLIKASI BRONKOPNEUMONIA

 Infeksi aliran darah atau sepsis


 Abses paru
 Penumpukan cairan di sekitar paru-paru, yang dikenal sebagai efusi pleura
 Gagal napas
 Gagal ginjal
 Gagal jantung, 

2.10 PROGNOSIS BRONKOPNEUMONIA

Penyakit bronkopneumonia memiliki bermacam-macam penyebab sehingga perlu


mencermati gejala, tanda, dan temuan laboratorium untuk mengetahui derajat
keparahan penyakit dan prognosis perjalanan penyakit. Terapi utama untuk
bronkopneumonia adalah terapi suportif. Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad
bonam jika cepat diobati sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA

Bennet NJ, Steele RW. Pediatric pneumonia [internet]. USA: Medscape LLC.;
2014 [Disitasi 2020 Juli 16]. Tersedia dari
http://emedicine.medscape.com/article/967822-
Dicky Alexander,J Medula Unila, 2017 April; (7): 6
Evers, AS, and Mervyn Maze. Anesthetic Pharmacology: Physiologic
Principles and Clinical Practice. United Kingdom : Churchill Livingstone. 2004.
Mason RJ, Broaddus VC, Martin T, King TE, Schraugnagel D, Murray JF, et
al. Murray and Nadel’s text book of respiratology medicine volume 1. Edisi ke-1.
Netherland: Elseiver Saunders; 2005.
Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH,
Kosim MS, et al. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Edisi ke-I. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2004. hlm. 351-4.
Price, Sylvia A. Patofisiologi: konsep klinis proses perjalanan penyakit. Jakarta:
EGC; 2012
Rahajoe, Nastini N. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2010.
Riyadi, Sujono & Sukamin.(2012). Asuhan Keperawatan Pada
Anak.Yogyakarta:Graha Ilmu
Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta:Cetakan Kedua;350-365
Sophie E. Katz, Pediatric Community-Acquired Pneumonia in the United
States, Changing Epidemiology, Diagnostic and Therapeutic Challenges, and Areas
for Future Research 2018 Mar; 32(1): 47–63
Svjetlana Loga Zec, Evaluation of Drug Treatment of Bronchopneumonia at
the Pediatric Clinic in Sarajevo, 2016 Jun; 70(3): 177–181

Anda mungkin juga menyukai