GAGAL NAFAS
Disusun oleh:
Pembimbing:
Dr. Nurmala Dewi Maharani, SpAn
Referat
GAGAL NAFAS
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
kepaniteraan klinik di Bagian/Departemen Anestesiologi dan Terapi Internsif
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 30 Maret 2020 – 15 April 2020.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Gagal
Nafas” sebagai syarat untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
dr. Nurmala Dewi Maharani, SpAn selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan bimbingan dan masukan sehingga referat ini dapat selesai.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………..…….i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….…….......ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv
BAB I PENDAHULUAN.................……………………………………………..1
BAB I
PENDAHULUAN
iv
seperti bronkitis kronis, emfisema. Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia
dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap.
Keadaan gagal nafas dapat menyebabkan kematian dan dapat
meningkatkan angka morbiditas. Insiden rate pada gagal nafas berkisar 10-86
kasus per 100.000 penduduk.
Covid-19 merupakan infeksi virus corona terbaru, yang dimulai dari
Wuhan, CHINA dan menyebar hampir keseluruh dunia. Jumlah kasus positif virus
corona amat tinggi di China 81.620, di Amerika 245.373 kasus, di Italia 115.242
kasus, di Spanyol 112.065 kasus, di Jerman 84.794, adapun di Indonesia mencapai
2.273 kasus.
Penyakit infeksi virus corona menjadi penting karena menyebabkan
kematian. Penyakit ini ditandai dengan demam, batuk, nyeri tenggorokan, sesak
nafas, dan penyebab kematian terbesar adalah akibat gagal nafas.
Adanya antigen atau microorganisme dapat menyebabkan rangsangan
pada permukaan saluran nafas, rangsangan ini akan mengakibatkan produksi
mukus atau lendir meningkat. Pada keadaan normal, mukus akan menyebabkan
rangsangan pada cilia saluran nafas sehingga munculnya refleks batuk.
v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Gagal nafas adalah suatu kondisi dimana sistem respirasi gagal untuk
melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen dan pengeluaran
karbondioksida. Ketidakmampuan itu dapat dilihat dari kemampuan jaringan
untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.
Kriteria kadar gas darah arteri untuk gagal respirasi tidak mutlak bisa
ditentukan dengan mengetahui PO2 kurang dari 60mmHg dan PCO2 diatas
50mmHg. Gagal nafas akut terjadi dalam berbagai gangguan baik pulmoner
maupun nonpulmoner.
vi
tingkat ventilasi menit yang sesuai untuk laju produksi karbon
dioksida. Hipoksemia dan hiperkapnia bersamaan terjadi. Contohnya
termasuk sindrom Guillain-Barré, distrofi otot, myasthenia gravis,
kyphoscoliosis parah, dan obesitas yang tidak wajar.1, 2, 3
b. Deformitas dinding dada: Pneumothorax bilateral atau hipertensif
dan Pneumomediastinum post-traumatism.4
c. Obstruksi saluran nafas atas dan bawah: karena berbagai penyebab
seperti pada kasus eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronik dan
asma bronkial berat akut. Obstruksi jalan nafas yang parah adalah
penyebab umum hiperkapnia akut dan kronis. Contoh gangguan jalan
nafas atas adalah epiglottitis akut dan tumor yang melibatkan trakea;
gangguan jalan nafas yang lebih rendah termasuk PPOK, asma, dan
cystic fibrosis.2, 3
2) Gangguan Difusi:
Abnormalitas alveoli yang menyebabkan gagal nafas tipe I
(hipoksemia) seperti pada kasus edema paru dan pneumonia berat.
Kelainan alveoli ditandai dengan pengisian alveolus difus, yang sering
menyebabkan Gagal nafas hipoksemia, meskipun hiperkapnia dapat
memperumit gambaran klinis. Contoh umum adalah edema paru
kardiogenik dan nonkardiogenik, pneumonia aspirasi, atau perdarahan
paru yang luas. Gangguan ini berhubungan dengan shunt intrapulmoner
dan peningkatan kerja pernafasan.1
vii
Gambar 2. Beberapa kemungkinan kelainan yang menyebabkan pada gagal
nafas.5
Penyebab umum gagal nafas tipe I (hipoksemia) meliputi: PPOK,
pneumonia, edema paru, fibrosis paru, asma, pneumotoraks, emboli paru,
hipertensi arteri pulmonalis, pneumoconiosis, penyakit paru-paru granulomatosa,
penyakit jantung bawaan sianotik, bronkiektasis, sindrom gangguan pernafasan
akut (ARDS), sindrom emboli lemak, kyphoscoliosis, kegemukan.1
Penyebab umum gagal nafas tipe II (hiperkapnia) meliputi: PPOK, asma
berat, overdosis obat, keracunan, myasthenia gravis, polineuropati, polio,
gangguan otot primer, porfiria, kordotomi serviks, cidera kepala dan leher rahim,
hipoventilasi alveolar primer, sindrom obesitas-hipoventilasi, edema paru, ARDS,
myxedema, tetanus.1
viii
dapat terjadi karena tidak berfungsinya salah satu dari proses ini. Gagal nafas
dapat timbul dari kelainan pada salah satu komponen sistem pernafasan, termasuk
saluran udara, alveoli, sistem saraf pusat (SSP), sistem saraf tepi, otot pernafasan,
dan dinding dada. Pasien yang mengalami hipoperfusi sekunder akibat
kardiogenik, hipovolemik, atau syok septik sering disertai gagal nafas. 1
Mekanisme fisiologis utama gagal nafas adalah:
1) Hipoventilasi: di mana PaCO2 dan PaO2 dan gradien PO2 alveolar-arteri
normal. Contoh kondisi ini adalah depresi SSP karena obat-obatan.
2) V/P mismatch: ini adalah penyebab paling umum dari hipoksemia.
Pemberian 100% O2 menghilangkan hipoksemia.
3) Shunt: di mana terdapat hipoksemia persisten meskipun inhalasi O2
100%. Dalam kasus shunt, darah terdeoksigenasi (darah vena campuran)
memotong alveoli tanpa diberi oksigenasi dan bercampur dengan darah
teroksigenasi yang telah mengalir melalui alveoli berventilasi, dan ini
menyebabkan hipoksemia seperti pada kasus edema paru (kardiogenik
atau nonkardiogenik), pneumonia dan atelektasis.3
Ventilatory capacity adalah ventilasi spontan maksimal yang dapat
dipertahankan tanpa menyebabkan kelelahan otot pernafasan. Ventilatory demand
adalah ventilasi menit spontan yang menghasilkan PaCO2 yang stabil. Biasanya,
ventilatory capacity sangat melebihi ventilatory demand. Gagal nafas dapat
disebabkan oleh penurunan ventilatory capacity atau peningkatan ventilatory
demand atau keduanya. Ventilatory capacity dapat dikurangi dengan proses
penyakit yang melibatkan komponen fungsional sistem pernafasan dan
pengontrolnya. Ventilatory demand diperbesar oleh peningkatan ventilasi dalam
hitungan menit dan/atau peningkatan kerja nafas.1
ix
dan rilis virus. Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas
kemudian bereplikasi di sel epitel saluran napas atas. Setelah itu menyebar ke
saluran napas bawah.9
Pada COVID-19, ditemukan bahwa target sel SARS-CoV-2 berada di
saluran napas bawah. Virus SARS-CoV-2 menggunakan ACE-2 sebagai
reseptor, sama dengan pada SARS-CoV. Sekuens dari RBD (Reseptor-binding
domain) termasuk RBM (receptor-binding motif) pada SARS-CoV-2 kontak
langsung dengan enzim ACE 2 (angiotensin-converting enzyme 2). ACE-2 dapat
ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus,
usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal, otak, sel epitel
alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel otot polos.
Hasil residu pada SARS-CoV-2 RBM (Gln493) berinteraksi dengan ACE 2 pada
manusia, konsisten dengan kapasitas SARS-CoV-2 untuk infeksi sel manusia.
Pada penelitian 41 pasien pertama pneumonia COVID-19 di Wuhan, didapatkan
peningkatan IL1β, IFNγ, IP10, dan MCP1, dan kemungkinan mengaktifkan
respon sel T-helper-1 (Th1).2 Selain itu, infeksi SARS-CoV-2 juga menginisiasi
peningkatan sekresi sitokin T-helper-2 (seperti IL4 dan IL10) yang berperan
dalam menekan inflamasi.9
x
Gambar 3. Klasifikasi Gagal nafas.6
xi
Rasio V/Q-rendah dapat terjadi baik dari penurunan ventilasi
sekunder ke saluran nafas atau penyakit paru interstitial atau dari
perfusi berlebihan di hadapan ventilasi normal. Perfusi berlebihan
dapat terjadi dalam kasus emboli paru, di mana darah dialihkan ke unit
yang berventilasi normal dari daerah paru-paru yang mengalami
obstruksi aliran darah sekunder akibat emboli.
Pemberian oksigen 100% dapat mengeliminasi semua unit
V/Q-rendah, sehingga mengarah ke perbaikan hipoksemia.
Hipoksemia meningkatkan ventilasi menit dengan stimulasi
kemoreseptor, tetapi PaCO2 umumnya tidak terpengaruh.1
b. Shunt
Shunt didefinisikan sebagai persistensi hipoksemia walaupun
100% inhalasi oksigen. Darah yang terdeoksigenasi (darah vena
campuran) memotong alveoli berventilasi dan bercampur dengan darah
teroksigenasi yang telah mengalir melalui alveoli berventilasi,
akibatnya mengarah pada pengurangan kadar darah arteri. Shunt
dihitung dengan persamaan berikut:
QS / QT = (CCO2 - CaO2) / CCO2 - CvO2)
di mana QS / QT adalah fraksi shunt, CCO2 adalah konten
oksigen kapiler (dihitung dari PAO2 ideal), CaO2 adalah konten
oksigen arteri (berasal dari PaO2 dengan menggunakan kurva disosiasi
oksigen), dan CvO2 adalah konten oksigen vena campuran
(diasumsikan atau diukur dengan mengambil darah vena campuran
dari kateter arteri pulmonalis).1
Shunt anatomi ada di paru-paru normal karena sirkulasi
bronkial dan thebesian, yang merupakan 2-3% dari shunt. Shunt
kanan-ke-kiri yang normal dapat terjadi dari defek septum atrium,
defek septum ventrikel, paten ductus arteriosus, atau malformasi
arteriovenosa di paru-paru. Shunt sebagai penyebab hipoksemia
diamati terutama pada pneumonia, atelektasis, dan edema paru parah
yang berasal dari jantung atau non-kardiak. Hiperkapnia umumnya
xii
tidak berkembang kecuali pintasannya berlebihan (>60%).
Dibandingkan dengan V/Q mismatch, hipoksemia yang disebabkan
oleh shunt sulit untuk diperbaiki dengan cara pemberian oksigen.1
xiii
Menurut onset, perjalanan, dan durasinya, gagal nafas diklasifikasikan
sebagai gagal nafas akut atau kronis. Meskipun gagal nafas akut ditandai dengan
gangguan yang mengancam jiwa dalam gas darah arteri (BGA) dan status asam-
basa, manifestasi dari gagal pernafasan kronis kurang dramatis dan mungkin tidak
semudah yang terlihat.3,1
Gagal pernafasan hiperkapnia akut berkembang selama beberapa menit
hingga beberapa jam sehingga pH kurang dari 7,3. Gagal pernafasan kronis
berkembang selama beberapa hari atau lebih, memungkinkan waktu untuk
kompensasi ginjal dan peningkatan konsentrasi bikarbonat. Oleh karena itu, pH
biasanya hanya sedikit menurun. Perbedaan antara gagal nafas hipoksemia akut
dan kronis tidak dapat dengan mudah dibuat berdasarkan gas darah arteri (BGA).
Tanda klinis hipoksemia kronis, seperti polisitemia atau cor pulmonale,
menunjukkan adanya gangguan yang sudah berlangsung lama.1
xiv
h. Retraksi dinding dada
i. Suara nafas menurun atau hilang atau didapatkan suara tambahan
seperti stridor, rhonki, atau wheezing.
Hipoksemia Hiperkapnia
Ansietas Somnolen
Takikardia Letargi
Takipneu Koma
Diaforesis Sakit kepala
Aritmia Edema papil
Perubahan Status Mental Asteriks
Bingung Agitasi
Sianosis Tremor
Kejang Bicara kacau
Asidosis Laktat
xv
dan PaCO2. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap untuk
mengetahui apakah ada anemia, yang dapat menyebabkan hipoksia jaringan.
Pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis underlying disease
(penyakit yang mendasarinya).8
b. Terapi oksigen
xvi
Pada keadaan O2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk
menaikkan PaO2 sampai normal. Pada terapi oksigen, besarnya
oksigen yang diberikan tergantung dari mekanisme hipoksemia, tipe
alat pemberi oksigen tergantung pada jumlah oksigen yang
diperlukan, potensi efek samping oksigen, dan ventilasi semenit
pasien.7
Cara pemberian oksigen dibagi menjadi dua yaitu sistem arus
rendah dan sistem arus tinggi:
Alat Oksigen Kateter Nasal 1-6 L/menit
Arus Rendah Konsentrasi : 24-44%
Kanula Nasal 1-6 L/menit
Konsentrasi : 24-44%
Simple Mask 6-8 L/menit
Konsentrasi : 40-60%
Alat Oksigen Mask + Rebreathing 6-8 L/menit
Arus Tinggi Konsetrasi : 60-80%
AMBU BAG 10 L/menit
Konsentrasi : 100%
Bag Mask + Jackson 10 L/menit
L/menit Konsentrasi : 100%
Rees
c. Ventilasi Bantu
Pada keadaan darurat dan tidak ada fasilitas lengkap, bantuan napas
dapat dilakukan mulut ke mulut (mouth to mouth) atau mulut ke
hidung (mouth to nose). Apabila kesadaran pasien masih cukup
baik, dapat dilakukan bantuan ventilasi menggunakan ventilator,
seperti ventilator bird, dengan ventilasi IPPB (Intermittent Positive
Pressure Breathing), yaitu pasien bernapas spontan melalui mouth
piece atau sungkup muka yang dihubungkan dengan ventilator.
xvii
Setiap kali pasien melakukan inspirasi maka tekanan negative yang
ditimbulkan akan menggerakkan ventilator dan memberikan
bantuan napas sebanyak sesuai yang diatur.7
d. Terapi Kendali
Pasien diintubasi, dipasang pipa trakea dan dihubungkan dengan
ventilator. Ventilasi pasien sepenuhnya dikendalikan oleh
ventilator. Biasanya diperlukan obat-obatan seperti sedative,
narkotika, atau pelumpuh otot agar pasien tidak berontak dan
parnapasan pasien dapat mengikuti irama ventilator.7
e. Terapi farmakologi
- Bronkodilator.
Mempengaruhi langsung pada kontraksi otot polos bronkus.
Merupakan terapi utama untuk pnyakit paru obstruktif atau
pada penyakit dengan peningkatan resistensi jalan napas seperti
edema paru, ARDS, atau pneumonia.7
- Agonis B adrenergik / simpatomimetik
Memilik efek agonis terhadap reseptor beta drenergik pada otot
polos bronkus sehingga menimbulkan efek bronkodilatasi.
golongan ini memiliki efek samping antara lain tremor,
takikardia, palpitasi, aritmia, dan hipokalemia. Lebih efektif
digunakan dalam bentuk inhalasi sehinga dosis yang lebih besar
dan efek kerjanya lebih lama.7
- Antikolinergik
Respon bronkodilator terhadap obat antikolinergik tergantung
pada derajat tonus parasimpatis intrisik. Obat-obatan ini kurang
berperan pada asma, dimana obstruksi jalan nafas berkaitan
dengan inflamasi, dibandingkan dengan bronkitis kronik
dimana tonus parasimpatis lebih berperan.7
Pada gagal nafas, antikolinergik harus diberikan bersamaan
dengan agonis beta adrenergik. Contoh dari antikolinergik
adalah Ipatropium Bromida, tersedia dalam bentuk MDI
(metered dose-inhaler) atau solusio untuk nebulisasi. Efek
xviii
samping jarang terjadi seperti takikardia, palpitasi, dan retensi
urine.7
- Teofilin
Mekanisme kerja melalui inhibisi kerja fosfodieterase pada
AMP siklik, translokasi kalsium, antagonis adenosin, dan
stimulasi reseptor beta-adrenergik, dan aktifitas anti-inflamasi.
Efek samping meliputi takikardia, mual, dan muntah.
Komplikasi terparah antara lain aritmia jantung, hipokalemia,
perubahan status mental, dan kejang.7
- Kortikosteroid
f. Pengobatan Spesifik
Pengobatan spesifik ditujukan pada underlying disease, sehingga
pengobatan untuk masing-masing penyakit akan berlainan.
Tindakan terapi untuk memulihkan kondisi pasien gagal napas:7
- Penghisapan paru untuk mengeluarkan sekret agar tidak
menghambat saluran napas.
- Postural drainage, juga untuk mengeluarkan sekret.
xix
ginjal dan infeksi paru akan memperburuk prognosis. Terkadang transplantasi
paru diperlukan.8
xx
Bagan Gagal Nafas
Memperngaruhi
otot-otot pernapasan
Kerusakan jaringan paru Inflamasi di paru
Ventilatory
capacity ↓ Hipoksia Jaringan
Ventilatory Retraksi
demand ↑ dinding dada Agitasi, gelisah,
kesadaran ↓
Gagal nafas
xxi
BAB III
KESIMPULAN
xxii
DAFTAR PUSTAKA
xxiii