BRONKOPNEUMONIA
Laporan ini disusun guna memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Radiologi di RSUD TUGUREJO SEMARANG
Disusun oleh :
Yunita Elfia
Pembimbing :
Dr. Zakiyah, Sp.Rad
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHSEMARANG
2014
A. Definisi
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru.
Bronkopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.1
Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari
parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi
bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli.1,2
B. Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan
utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita).
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang
dua juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian
besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional
(SKN) 2001, 27,6% angka kematian bayi dan 22,8% kematian balita di
Indonesia
disebabkan
oleh
penyakit
system
respiratori,
terutama
pneumonia.1,2,3
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anakanak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan
di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi
pada anak di bawah umur 2 tahun Insiden pneumonia pada anak 5 tahun di
negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara
berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari
5 juta kematian pertahun pada anak balita dinegara berkembang.1,3
C. Etiologi
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan
strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil
meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli,
pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita
pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae,
Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan
remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumoniae.1,2
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus(RSV) yang
mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza,
human metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010 melaporkan
estimasi insidens global pneumonia RSV anak-balita adalah 33.8 juta episode
baru di seluruh dunia dengan 3.4 juta episode pneumonia berat yang perlu
rawat-inap. Diperkirakan tahun 2005 terjadi kematian 66.000 -199.000 anak
balita karena pneumonia RSV, 99% di antaranya terjadi di negara
berkembang. Data di atas mempertegas kembali peran RSV sebagai etiologi
potensial dan signifikan pada pneumonia anak-balita baik sebagai penyebab
tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.1,2
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang
bersumber dari data di Negara maju dapat dilihat pada tabel dibawah ini1 :
Tabel 1
Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia dinegara maju
Usia
Etiologi yang sering
Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari
Bakteri
Bakteri
E.colli
Bakteri anaerob
Streptococcus grup B
Listeria monocytogenes
3 miggu 3 bulan
4 bulan 5 tahun
5 tahun remaja
Bakteri
Clamydia trachomatis
Streptococcus pneumoniae
Virus
Adenovirus
Influenza
Parainfluenza 1,2,3
Bakteri
Clamydia pneumonia
Mycoplasma pneumoniae
Streptococcus pneumoniae
Virus
Adenovirus
Rinovirus
Influenza
Parainfluenza
Bakteri
Streptococcus grup D
Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
Bakteri
Bordetella pertusis
Haemophillus influenza tipe B
Moraxella catharalis
Staphylococcus aureus
Virus
CMV
Bakteri
Haemophillus influenza tipe B
Moraxella catharalis
Staphylococcus aureus
Neisseria meningitides
Virus
Varisela Zoster
Bakteri
Clamydia pneumonia
Mycoplasma pneumoniae
Streptococcus pneumoniae
Haemophillus influenza
Legionella sp
Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza
Sumber : Opstapchuk M, Roberts DM, haddy R. community-acquired pneumonia in
infants and children. Am fam physician 2004;20:899-908
Tabel 2
Etiologi Pneumonia dilihat dari penyakit penyerta
Gejala / penyakit penyerta
Kemungkinan etiologi
Abses kulit / ekstra pulmoner
Otitis media, sinusitis, meningitis
Epiglotitis, perkarditis
S. aureus, S. group A
S. pneumoniae, H.
influenzae
H. influenzae
Faktor non-infeksi2
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama menelan muntah atau sonde lambung.
zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah, dan bensin.
Bronkopneumoni lipoid :
Terjadi akibat pemasuksn obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan
posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan
pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada
jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung
asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan
minyak ikan.
D. Klasifikasi1,2,4
Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan :
1.
Asal infeksi
a.
b.
2.
Bronkopneumonia
b.
Pneumonia lobaris
c.
Pneumonia interstitialis
3.
Etiologi
-
Infeksi
Berdasarkan mikroorganisme penyebab :
a.
Pneumonia bakteri
b.
Pneumonia virus
c.
Pneumonia jamur
d.
Pneumonia mikoplasma
Non infeksi
Aspirasi makanan/asam lambung/benda asing/hidrokarbon/substansi
lipoid,
reaksi
hipersensitivitas,
drug
dan
radiation-induced
pneumonitis.
4.
Karakteristik penyakit
-
Pneumonia Tipikal
5.
E. Patogenesis1,2,5
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan
antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak
dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke
dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :
1.
2.
3.
4.
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli
dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli
membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu 1,5:
a. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan.
Mediator-mediator
tersebut
mencakup
histamin
dan
Patofisiologi :
Skema 2
Algoritma Patofisiologi Bronkhopneumonia
F. Gejala klinis1,2
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara
ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian
kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi
sehingga memerlukan perawatan dirumah sakit. Beberapa faktor yang
10
Bronkopneumonia
Lobularis
Ronki selalu terdengar
Dullness (-)
-
Tabel 4
Berdasarkan lokasi lesi di paru
Interstitial
Pneumonia lobaris
Interstitial
Segmental/lobus
Pendataran diafragma Konsolidasi
dan hiperinflasi
Ronki (+) saat
Ronki , wheezing +
kongestif dan resolusi
Dullness (-)
Dullness (+) di lobus
yang terkena
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral
dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi
20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat
15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan
pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan 1,6.
2. Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan,
hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan
foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan
gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk
menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch
dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks
tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.
11
Gambar 1
Ro. infiltrat alveoler di lobus kanan bawah ec. S pneumoniae
Gambar 2
Lobar Pneumonia dan Bronchopneumonia
Infiltrat
interstisial,
ditandai
dengan
peningkatan
corakan
12
13
Tabel 5
Klasifikasi berdasarkan nafas cepat dan retraksi
Klasifikasi
Nafas cepat
Retraksi
< 2 bln Pneumonia berat
+
+
Bukan Pneumonia
2 bln-5 th Pneumonia berat
+
+
Pneumonia
+
Bukan Pneumonia
-
Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
Panas badan
: 5000 19500
: 6000 17500
: 5500 15500
Berdasarkan
pedoman
tersebut
bronkopneumoni
dibedakan
berdasarkan1 :
-
Bronkopneumonia berat :
Bila di jumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,
maka anak harus dirawat di rumah sakit dan d beri antibiotik.
14
J. Diagnosis banding
Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau
kesulitan bernafas.1,2,8
Diagnosis
Bronkiolitis
Tuberculosis (TB)
Asma
Tabel 6
Diagnosis banding
Gejala klinis yang ditemukan
episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun
hiperinflasi dinding dada
ekspirasi memanjang
gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai kurang atau tidak
ada respon dengan bronkodilator
riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa
uji tuberculin positif (10 mm, pada keadaan imunosupresi 5
mm)
pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun
demam ( 2 minggu) tanpa sebaba yang jelas
batuk kronis ( 3 minggu)
pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang
spesifik. Pembengkakan tulang/sendi punggung, panggul, lutut,
falang.
riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan
batuk dan pilek
hiperinflasi dinding dada
ekspirasi memanjang
berespon baik terhadap bronkodilator
K. Penatalaksanaan1,2,7,8
1. Sebelum memberikan obat ditentukan dahulu : Berat ringannya penyakit,
riwayat pengobatan sebelumnya dan respons terhadap pengobatan tersebut,
adanya penyakit yang mendasarinya
2. Antibiotik awal (dalam 24-72 jam pertama) :
a.
Amoksisillin-asam klavulanat
Amoksisillin + aminoglikosid
b.
Amoksisillin-amoksisillin klavulanat
Golongan sefalosporin
15
Kotrimoksazol
Makrolid (eritromisin)
c.
16
OBAT
Gol. PENISILIN
Ampisilin
Amoksisilin
Tikarsilin
Azlosilin
Neonatus <7 hr
Neonatus >7 hr
Mezlosilin
Neonatus >2.000 g
Tabel 7
Dosis Harian Antibiotik untuk Pneumonia
CARA
DOSIS
FREK. (jam)
PEMBERIAN
i.v., i.m.
p.o.
p.o.
i.v., i.m.
100-200
40-160
25-100
300-600
4-6
6
8
4-6
i.v.
300-600
50-150
200
300
75
4
12
4-8
4
6-12
i.v.
INDIKASI
17
Neonatus <2.000 g
Piperasilin
Oksasilin
i.v.
i.v.
75
300
150
8-12
4
4-6
i.v.
i.v.
50-100
25-80
4-6
4-6
i.v.
75-150
i.v.
i.v.
i.v., i.m.
i.v.
100-150
50-200
50-100
100-150
6-8
6
12-24
8
GOL. AMINOGLIKOSIDA
Gentamisin
i.v., i.m.
Tobramisin
i.v., i.m.
5
8-10
8
8
Amikasin
i.v., i.m.
15-20
6-8
Netilmisin
i.v.
4-6
12
p.o.
i.v. (infus
lambat)
p.o.
i.v.
p.o.
30-50
40-70
6
6
5-8
15-40
10-30
12
6
6
i.v.
75-100
Kloksasilin
Dikloksasilin
GOL. SEFALOSPORIN
Sefalotin
Sefuroksim
Sefotaksim
Seftriakson
Seftazidim
GOL. MAKROLID
Eritromisin
Roksitromisin
KLINDAMISIN
KLORAMFENIKOL
Indikasi rawat
Kriteria rawat inap, yaitu :
Pada bayi
Pada anak
18
Distress pernapasan
Grunting
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
L. Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah1,2 :
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
Infeksi sitemik
M. Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan
datang terlambat untuk pengobatan. 3
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.
Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan
peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi
19
ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan
infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan
dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri4,6.
20
N. Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari
kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang
dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.1,2
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara
hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan
,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga dan lain-lain. Melakukan vaksinasi
juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain.1,2
Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12
bulan diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di
berikan 1 kali, namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia 12
bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2
tahun PCV diberikan cukup 1 kali.
Vaksinasi H.Influenzae
Diberikan pada usia 2, 4, 6, dan 15-18 bulan
Vaksinasi varisela
Yang di anjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah dapat
diberikan setelah umur
sekolah dasar. Bila diberikan pada umur > 12 tahun, perlu 2 dosis dengan
interval minimal 4 minggu
Vaksinasi influenza
Diberikan pada umur > 6 bulan setiap tahun. Untuk imunisasi primer anak
6 bulan - < 9 tahun di berikan 2 kali dengan interval minimal 4 minggu.
21
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Nelson.Ilmu
Kesehatan
Anak,
Edisi
4.
5.
6.
Smeltzer,
Suzanne
C.
Buku
Ajar
Sastroasmoro,
sudigdo,
dkk.
Panduan
22