Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2020


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

EFUSI PLEURA

OLEH :
Muliana Hijrah, S.Ked
105505405319
PEMBIMBING :
dr. Taufiqqulhidayat, Sp. Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Muliana Hijrah


NIM : 105505405319
Judul Referat : Efusi Pleura

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Desember 2020


Pembimbing

dr. Taufiqqulhidayat, Sp. Rad

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim. Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur


penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat yang diberikan,
sehingga penulisan referat yang berjudul “Efusi Pleura” dalam rangka memenuhi
tugas kepaniteraan klinik Radiologi sebagai syarat kelulusan dapat terselesaikan
tanpa hambatan dan rintangan yang berarti.

Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan karya tulis ilmiah


ini tidak lepas dari bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang
tua dan keluarga atas bantuan dan pengertiannya selama penulisan karya tulis ini
serta yang terhormat:

1. dr. Taufiqqulhidayat, Sp. Rad sebagai pembimbing

2. Staff dan pengajar kepaniteraan klinik Radiologi

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan dalam
pengembangan informasi ilmiah baik bagi penulis khususnya, juga mahasiswa,
institusi dan masyarakat pada umumnya.

Billahi fii sabilil haq. Fastabiqul Khaerat!

Makassar, Desember 2020

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Pleura adalah selaput serosa yang menutupi permukaan paru-paru dan


melapisi permukaan dalam dinding dada. Pleura viseral, melapisi paru-paru, dan
pleura parietal, melapisi dinding dada. Kedua lapisan pleura tersebut saling
menempel erat, dipisahkan oleh cairan pleura. Pleura parietal dan pleura visceral
yang melapisi paru-paru biasanya tidak terlihat secara radiografik.1
Menurut WHO (2008), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang
dapat mengancam jiwa. Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia,
bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia. Estimasi kejadian efusi pleura di Amerika Serikat, dilaporkan
sebanyak 1,5 juta kasus pertahun, dengan kasus efusi yang banyak disebabkan
oleh gagal jantung kongestif, pneumonia bakterial, malignansi, dan emboli paru.
Prevalensinya di dunia dilaporkan sebanyak 320 kasus per 100.000 orang di
negara industri, dengan distribusi etiologi berhubungan dengan penyakitnya. Di
Indonesia, tuberkulosis paru merupakan penyebab utama efusi pleura, disusul oleh
keganasan.2,3,4
Penyebab efusi, efusi parapneumonik tanpa komplikasi menyumbang
36,7% dari 70 kasus efusi pleura eksudatif dan gagal jantung sebanyak 17,8% dari
20 kasus efusi pleura transudatif. Penyebab lain yaitu, keganasan (16,7%),
emfiema (15,6%), emboli paru (4,4%), tuberkulosis (4,4%), volume overload
(2,2%), hipoalbuminemia (1,1%), dan uremia (1,1%).5
Menurut Depkes RI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari
penyakit infeksi saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura
disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini.
Faktor resiko terjadinya efusi pleura diakibatkan karena lingkungan yang tidak
bersih,sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial
ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan
kurangnya masyarakat tentang pengetahuan kesehatan.6

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura
viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan
normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml,
cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada
cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.7

EPIDEMIOLOGI
Insiden di Amerika Serikat diperkirakan sedikitnya 1,5 juta kasus
setiap tahun. Gagal jantung kongestif, pneumonia bakterial, keganasan,
dan emboli paru bertanggung jawab atas sebagian besar kasus ini. Estimasi
prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 penduduk di negara
industri, dengan sebaran etiologi yang berhubungan dengan prevalensi
penyakit yang mendasari.3
Secara umum, kejadian efusi pleura sama antara kedua jenis
kelamin. Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan gender.
Sekitar dua pertiga dari efusi pleura akibat keganasan terjadi pada wanita,
yang berhubungan dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi
pleura yang berhubungan dengan lupus eritematosus sistemik dan
reumatoid juga lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. Di
Amerika Serikat, kejadian efusi pleura dalam keadaan mesothelioma ganas
dan pankreatitis kronik lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan.3
Efusi pleura biasanya terjadi pada orang dewasa. Namun,
tampaknya meningkat pada anak-anak, seringkali dalam keadaan
pneumonia yang mendasari. Efusi pleura janin juga telah dilaporkan dan
dalam keadaan tertentu dapat diobati sebelum melahirkan.3

2
Menurut Depkes RI (2006), kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari
penyakit infeksi saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi
pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan
sejak dini.6

ETIOLOGI
Efusi pleura dapat disebabkan oleh:
1. Peningkatan produksi
 peningkatan tekanan hidrostatik, seperti pada gagal jantung kiri
 penurunan tekanan onkotik, seperti pada hipoproteinemia.
 Peningkatan permeabilitas kapiler, seperti pada pneumonia atau
reaksi hipersensitivitas
2. Penurunan resorbsi
 penurunan absorbsi saluran limfatik baik oleh karena sumbatan
(tumor) atau karena peningkatan tekanan vena yang menurunkan
transportasi cairan melalui duktus torasikus
 Penurunan tekanan di rongga pleura, seperti pada atelektasis
akibat sumbatan bronkus.8

PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam
rongga pleura berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan
pleura parietalis yang saling bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan
normal juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui
kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe
pleura viseralis dengan kecepatan yang seimbang dengan kecepatan
pembentukannya.9
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya
kecepatan proses pembentukan cairan pleura akan menimbulkan
penimbunan cairan secara patologik di dalam rongga pleura. 10 Mekanisme
yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura yaitu:

3
1. Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada
sirkulasi kapiler
2. Penurunan tekanan kavum pleura
3. Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga
pleura10

Skema 1: mekanisme terjadinya efusi pleura11


Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan
oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk
pus/nanah, sehingga terjadi emfiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai
pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Proses
terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis
sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering

4
disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang
kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.7
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit
lain bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati,
sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai
keadaan seperti perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru, dan
pneumotoraks.7
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang
menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat
sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab efusi eksudativa
yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal
sebagai efusi eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia,
parasit (amoeba, paragonimosis, ekinokokkus), jamur, pneumonia atipik
(virus, mikoplasma, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti
lupus eritematosus, rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti
pankreatitis, asbestosis, uremia, dan akibat radiasi.7

MANIFESTASI KLINIS
 Dapat asimptomatik
 Sesak
 Batuk yang dapat disertai dahak atau darah (hemoptisis)
 Nyeri dada
 Edema generalisata
 Penurunan berat badan dan malaise
 Gejala yang berhubungan dengan penyakit sistemik yang mendasari,
seperti artritis rematoid, pankreatitis, atau gagal ginjal kronik
 Hipoksia
 Penurunan suara pernafasan pada saat auskultasi dan redup saat
diperkusi8

5
PEMERIKSAAN PENUNJANG RADIOLOGI
1. Foto Toraks
a. Diperlukan volume cairann sejumlah ±300 ml agar efusi pleura
dapat terlihat pada foto torak tegak.
b. Foto lateral dapat mendeteksi efusi pleura sejumlah ±75mL dan
foto lateral dekubitus dapat mendeteki cairan sebanyak 15-20ml.
c. Foto lateral dekubitus selain untuk mendeteksi efusi yang minimal
juga berguna untuk:
1) Penentuan apakah efusi dapat mengalir secara bebas atau tidak.
Hal penting untuk diketahui sebelum dilakukan aspirasi cairan
pleura.
2) Melihat bagian paru yang sebelumnya tertutup cairan sehingga
kelainan yang sebelumnya terselubung dapat terlihat.
d. Efusi pleura memiliki gambaran yang bervariasi antara lain:
1) Efusi subpulmonal
 Hampir semua efusi awalnya terkumpul di bawah paru
antara pleura parietal yang melapisi diafragma dengan
pleura viseralis lobus inferior.
 Gambaran diafragma bukan merupakan diafragma yang
sebenarnya, melainkan cairan pleura yang terkumpul di
atas diafragma.
 Menggeser titik tertinggi diafragma (bukan diafragma
sebenarnya) ke arah lateral.
 Pada efusi pleura subpulmonal kiri terdapat peningkatan
jarak antara udara lambung dengan udara di paru.
 Pada foto lateral biasanya terdapat penumpulan sulkus
kostofrenikus posterior.
2) Penumpulan sulkus kostofrenikus
 Sulkus kostofrenikus posterior (foto lateral) menjadi
tumpul terlebih dahulu, kemudian diikuti sulkus
kostofrenikus lateral (foto torak tegak).

6
 Penebalan pleura juga dapat menyebabkan penumpulan
sulkus kostofrenikus, namun penebalan pleura biasanya
berbentuk skislope (lereng untuk ski) dan tidak akan
berubah jika terdapat perubahan posisi pasien.
3) Tanda meniscus
 Tanda ini sangat sugestif akan adanya efusi pleura.
 Akibat sifat paru yang elastis, maka cairan pleura lebih
tinggi di bagian tepi.
4) Perselubungan pada hemitoraks
 Terjadi ketika rongga pleura mengandung 2L cairan pada
orang dewasa.
 Paru akan kolaps secara pasif.
 Efusi paru yang besar ini akan mendorong jantung dan
trakea menjauhi sisi yang terkena efusi.
 Pemerikaan CT diperlukan untuk melihat keadaan paru
yang terselubung.
5) Efusi yang terlokalisir
 Terjadi akibat adhesi antara pleura viseral dengan pleura
parietal.
 Adhesi lebih umum terjadi pada hemotorak dan empiema.
 Memiliki bentuk dan posisi yang tidak lazim (tetap di
bagian apeks paru pada foto tegak).
6) Pseudotumor fisura
 Disebut juga vanishing tumor.
 Merupakan koleksi cairan pleura yang berbatas tegas dan
terletak di fisura atau subpleura di bawah fisura.
 Bersifat transudat dan hampir selalu terjadi pada pasien
dengan gagal jantung.
 Gambarannya khas dan tidak boleh dianggap sebagai
tumor.
 Berbentuk lentikular dan memiliki ujung yang runcing
pada kedua sisinya (seperti buah lemon).

7
 Biasanya pada fisura minor (75%).
 Tidak berubah dengan perubahan posisi pasien.
 Menghilang ketika gagal jantung diterapi dan cenderung
muncul di tempat yang sama ketika teriadi gagal jantung
kembali.
7) Efusi Iaminar
 Bentuk efusi pleura yang menyerupai pita tipis di
sepanjang dinding lateral torak, terutama di dekat sulkus
kostofrenikus.
 Sulkus kostofrenikus cenderung tetap taiam. I Biasanya
akibat gagal jantung atau penyebaran limfatik dari suatu
keganasan.
 Tidak bergerak bebas sesuai posisi pasien.
8) Hidropneumotoraks
 Terjadi jika terdapat pneumotoraks dan efusi pleura secara
bersamaan.
 Biasanya akibat trauma, pembedahan, atau fistula
bronkopleura.
 Ditandai oleh air-fluid level di hemitorak.
 Batasnya tidak berbentuk meniskus, melainkan berupa
garis Iurus.
e. Sisi yang terkena pada efusi pleura dapat memberikan petuniuk
mengenai penyebab efusi
1) Bilateral
 Gagal jantung
 Lupus eritematosus
2) Satu sisi, bisa sisi kiri ataupun kanan
 Tuberkulosis
 Penyakit tromboemboli paru
 Trauma
3) Sisi kiri

8
 Pankreatitis
 Dressler's syndrome
 Obstruki duktus torasikus distal
4) Sisi kanan
 Meigs syndrome
 Artritis rematoid
 Obstruki duktus torasikus proksimal8
2. Ultrasonografi (USG)
Penampakan khas dari efusi pleura adalah lapisan anechoic antara
pleura visceral dan pleura parietal. Bentuk efusi dapat bervariasi
tergantung dengan respirasi dan posisi. Penampakan ultrasonografi dari
efusi pleura bergantung pada etiologi dan jenis cairan, serta pada
kronisitas. Namun, penampakan ultrasonografi dari efusi tidak
berhubungan dengan karakteristik biokimianya.12
3. Computed Tomography
CT scan dada akan terlihat adanya perbedaan densitas cairan
dengan jaringan sekitarnya. Pada CT scan, efusi pleura bebas
diperlihatkan sebagai daerah berbentuk bulan sabit di bagian yang
tergantung dari hemithorax yang terkena. Permukaan efusi pleura
memiliki gambaran cekung ke atas karena tendensi recoil dari paru-paru.
Karena kebanyakan CT pemeriksaan dilakukan dalam posisi terlentang,
cairan mulai menumpuk di posterior sulkus kostofrenikus. Pada efusi
pleuran yang banyak, cairan meluas ke aspek apikal dan anterior dada
dan kadang-kadang ke fisura tersebut. Dalam posisi tengkurap atau
lateral, cairan bergeser ke aspek yang tergantung dari rongga pleura.
Pergeseran ini menegaskan sifat bebas dari efusi tersebut.12

9
Gambar 1 : tampak titik tertinggi diafragma bergeser ke lateral (panah
kosong hitam). Diafragma di sini bukan merupakan diafragma yang
sebenarnya melainkan kumpulan cairan yang berada di atas diafragma.
Terdapat penumpulan sulkus kostofrenikus (panah putih)8

Gambar 2 : tampak penumpulan sudut kostofrenikus posterior (panah


hitam), Bayangan yang tampak seperti diafragma berubah konturnya
(panah hitam) ketika berbatasan dengan fisura mayor8

10
Gambar 3 : tampak adanya penumpulan dari sudut kostofrenikus8

Gambar 4. tanda meniscus (tanda panah) paru kanan pada foto tegak PA8

11
Gambar 5: Perselubungan hemitoraks akibat efusi pleura yang mendorong
trakea dan jantung ke kiri8

Gambar 6: tampak obliterasi sudut kostofrenikus sinistra dengan pleura


lebar dengan opasitas berbentuk kubah yang menjorok ke paru-paru di
sepanjang sudut kostofrenikus dan dinding lateral dada yang menunjukkan
efusi pleura yang terlokalisir, namun kemungkinan empiema tidak dapat
disingkirkan sepenuhnya13

12
Gambar 7: Tampak depan dan lateral dada menunjukkan kepadatan jaringan
lunak berbentuk seperti buah lemon yang sesuai dengan lokasi fisura minor
(panah putih)14

Gambar 8 : (A) foto normal dimana jaringan paru meluas sampai ke tepi iga
(panah putih), sedangkan (B) efusi laminar (panah putih) dengan sudut
kostofrenikus yang masih tajam (panah hitam)8

13
Gambar 9 : hidropneumotoraks. batas udara dengan cairan berbentuk
garis lurus8

Gambar 10: efusi pleura bilateral8

14
Gambar 11: efusi pleura sinistra8

Gambar 12: efusi pleura dextra. Sudut Costophrenicus yang


tumpul karena efusi pleura8

Gambar 13 : Efusi pleura sinistra massif. Tampak mediastinum


terdorong kontralateral8

15
Gambar 14: Ultrasonogram dari dada kiri bagian bawah pada wanita 47
tahun dengan efusi pleura metastasis. Ini studi sagital dan pemeriksaan
dilakukan dengan pasien duduk. Cairan anechoic (E) dapat dilihat pada
hemithorax kiri. Perhatikan diafragma lengkung Echogenic (panah)12

Gambar 15: CT Scan pada efusi pleura (kiri atas : foto rontgen thoraks
PA)12

16
PENATALAKSANAAN
Terapi penyakit dasarnya antibiotika dan terapi paliatif (Efusi pleura
haemorrhagic). Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu
dilakukan pengobatan terhadap penyebabnya. Jika jumlah cairannnya
banyak, sehingga menyebabkan penekanan maupun sesak nafas, maka perlu
dilakukan tindakan drainase (pengeluaran cairan yang terkumpul). Cairan
bisa dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana sebuah jarum (atau
selang) dimasukkan ke dalam rongga pleura. Torakosentesis biasanya
dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi pada prosedur ini juga bisa
dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter. Jika jumlah cairan yang harus
dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah selang melalui dinding
dada. Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.
Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa,
maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk
harus diangkat sehingga bias dipasang selang yang lebih besar. Kadang
perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan terluar dari pleura
(dekortikasi). Pada tuberkulosis atau koksidioidomikosis diberikan terapi
antibiotik jangka panjang. Pengumpulan cairan karena tumor pada pleura
sulit untuk diobati karena cairan cenderung untuk terbentuk kembali dengan
cepat. Pengaliran cairan dan pemberian obat antitumor kadang mencegah
terjadinya pengumpulan cairan lebih lanjut. Jika pengumpulan cairan terus
berlanjut, bisa dilakukan penutupan rongga pleura. Seluruh cairan dibuang
melalui sebuah selang, lalu dimasukkan bahan iritan (misalnya larutan atau
serbuk doxicycline) ke dalam rongga pleura. Bahan iritan ini akan
menyatukan kedua lapisan pleura sehingga tidak lagi terdapat ruang tempat
pengumpulan cairan tambahan. Jika darah memasuki rongga pleura
biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa
juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah
(misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut
atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu
dilakukan tindakan pembedahan.15

17
1. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan
diagnosis, aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik.
Torakosentesis dapat dilakukan sebagai berikut16:
 penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.
 Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks,
atau di daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea
aksilaris media di bawah batas suara sonor dan redup.
 Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan
dengan jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan
aspirasi biasanya disebabkan karena penusukan jarum terlampaui
rendah sehingga mengenai diahfragma atau terlalu dalam sehingga
mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura
oleh karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.

Gambar 16: Metode torakosentesis16


 Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc
pada setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat
pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan
cairan dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex
vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.10

18
 Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada
sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serothoraks),
berdarah (hemothoraks), pus (piothoraks) atau kilus (kilothoraks),
nanah (empiema). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat
(cairan putih jernih) atau eksudat (cairan kekuningan).15
Indikasi pungsi pleura15:
 Adanya gejala subyektif seperti sakit atau nyeri, dipsneu, rasa berat
dalam dada.
 Cairan melewati sela iga ke-2, terutama bila dihemithoraks kanan,
karena dapat menekan vena cava superior.
 Bila penyerapan cairan terlambat (lebih dari 6-8 minggu).
2. Pemasangan WSD
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara
lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut3:
 Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8,
9 linea aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea
medioklavikuralis.
 Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal
selebar kurang lebih 2 cm sampai subkutis.
 Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
 Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai
mendapatkan pleura parietalis.
 Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan
kemudian trokar ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk
memastikan posisi selang toraks.
 Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta
dibebat dengan kasa dan plester.
 Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung
selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung
selang diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm,
agar udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.

19
 WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi
pada selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru
mengembang. Untuk memastikan dilakukan foto toraks.16
 Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan
jaringan paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat
ekspirasi maksimum.
3. Pleurodesis
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis,
merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan
yang digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen
mustard, 5-fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan
efusi dapat dikeluarkan sbanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal;
tiotepa 45 mg) diberikan selang waktu 7-10 hari; pemberian obat tidak
perlu pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi
pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga
mencegah penimbunan kembali cairan dalam rongga tersebut.15

DIAGNOSIS BANDING
Adapun diagnosis banding dari efusi pleura yaitu:
1. Tumor paru
 Sinus tidak terisi
 Permukaan tidak concaf tetapi sesuai bentuk tumor
 Bila tumor besar dapat mendorong jantung17

Gambar 17: tumor paru

20
2. Pneumonia
 Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus
atau segment paru secara anantomis
 Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru
mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti
pada atelectasis
 Silhoutte sign (+): bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru;
batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut
berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan
 Pada masa resolusi sering tampak Air  Bronchogram Sign
(terperangkapnya udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran
udara pada alveolus)18

Gambar 18: pneumonia


3. Atelektasis
 berkurangnya ukuran paru
 penarikan tulang iga
 peninggian diafragma
 penyimpangan trakea
 lobus lebih opak18

21
Gambar 19: atelektasis

PROGNOSIS
Prognosis efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang
mendasari kondisi tersebut. Namun, pasien yang mendapatkan perawatan
medis lebih awal dalam perjalanan penyakit mereka dan mereka yang
mendapatkan diagnosis serta pengobatan yang tepat memiliki tingkat
komplikasi yang jauh lebih rendah daripada pasien yang tidak.3
Angka morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan pneumonia dan
efusi pleura lebih tinggi dibandingkan pada pasien dengan pneumonia saja.
Efusi parapneumonik, bila dikenali dan diobati segera, biasanya sembuh
tanpa gejala sisa yang signifikan. Namun, efusi parapneumonik yang tidak
diobati atau diobati dengan tidak tepat dapat menyebabkan empiema,
fibrosis konstriktif, dan sepsis.3
Perkembangan efusi pleura akibat keganasan dikaitkan dengan
prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsungan hidup rata-rata empat
bulan hingga kurang dari satu tahun. Keganasan terkait yang paling umum
pada pria adalah kanker paru-paru. Keganasan terkait yang paling umum
pada wanita adalah kanker payudara. Kelangsungan hidup rata-rata berkisar
antara 3-12 bulan, tergantung dari keganasannya. Efusi dari kanker yang
lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kanker payudara,
lebih mungkin dikaitkan dengan kelangsungan hidup yang lama,
dibandingkan dengan kanker paru-paru atau mesothelioma.3

22
BAB III

PENUTUP

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa
cairan transudat atau cairan eksudat.
Gejala klinis yang paling khas ditemukan adalah sesak , batuk, dan nyeri
dada. Untuk menegakkan diagnosa maka pemeriksaan penunjang radiologi yang
dapat dilakukan berupa foto toraks, USG, dan CT-scan dada.
Untuk pengobatan pada efusi pleura tergantung penyebabnya sehingga
prognosis efusi pleura tersebut juga tergantung penyakit yang mendasari, pada
kasus tertentu, dapat sembuh sendiri setelah diberi pengobatan adekuat terhadap
penyakit dasarnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Rubens MB, Padley SPG. The Pleura. In: Sutton D, editor. Textbook of
Radiology and Imaging Volume 1. 7th ed. Churchill Livingstone; 2006. p.
87–93.
2. Lantu MG, Loho E, Ali RH. Gambaran Foto Toraks pada Efusi Pleura di
Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode November 2014 – Oktober 2015. J e-Clinic. 2016;4(1):272–4.
3. Rubins J. Pleural Effusion [Internet]. 2016 [cited 2020 Dec 2]. Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/299959-overview#a9
4. World Health Organization. Epidemiology and Etiology of Pleural
Effusion. 2008.
5. Farrag M, Masry A El, Shoukri AM, Elsayed M. Prevalence, Causes, and
Clinical Implications of Pleural Effusion in Pulmonary ICU and
Correlation with Patient Outcomes. Egypt J Bronchol. 2018;12:247–252.
6. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2006. Jakarta:
Depkes RI; 2006.
7. Halim H. Penyakit-Penyakit Pleura. In: Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2.
4th ed. Jakarta: FKUI; 2006. p. 1066–70.
8. Soetikno RD. Radiologi Emergensi. Bandung: PT Refika Aditama; 2011.
62–72 p.
9. Wilson LM. Penyakit Paru Restriktif. In: Price SA, Wilson LM, editors.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jilid 2. 6th ed. Jakarta:
EGC; 2005.
10. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. Efusi Pleura. In: At a Glance
Sistem Respirasi. 2nd ed. Erlangga Medical Series; 2008.
11. Maryani. Efusi Pleura [Internet]. 2008 [cited 2020 Dec 4]. Available from:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/pleura.pdf
12. Lababede O. Pleural Effusion Imaging [Internet]. 2017 [cited 2020 Dec 4].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/355524-
overview#a5
13. Mudgal P. Loculated pleural effusion [Internet]. Radiopaedia. 2017 [cited

24
2020 Dec 4]. Available from: https://radiopaedia.org/cases/loculated-
pleural-effusion-1
14. Learning Radiology. Pseudotumor of Lung [Internet]. 2015 [cited 2020
Dec 4]. Available from: http://learningradiology.com/archives05/COW
159-Pseudotumor/pseudotumorcorrect.htm
15. Prasenohadi. The Pleura. Universitas Indonesia; 2009.
16. Ewingsa. Efusi Pleura [Internet]. 2009 [cited 2020 Dec 4]. Available from:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf
17. Slamet H. Efusi Pleura. In: Alsagaff H, Mukty A, editors. Dasar-Dasar
Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press; 2002.
18. Jilzani F. Differential Diagnosis Efusi Pleura. 2010.

25

Anda mungkin juga menyukai