Anda di halaman 1dari 48

LABORATORIUM KEPANITERAAN DESEMBER 2022

KLINIK ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

EFUSI PLEURA

Oleh :

Fakhri Fajar M, S.Ked

K1B1 21 031

Pembimbing:

dr. Taufiq Ardianto, Sp. B

LABORATORIUM KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Fakhri Fajar M, S.Ked

NIM : K1B1 21 031

Judul Referat : Efusi Pleura

Telah menyelesaikan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada

Laboratorium Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Halu Oleo.

Kendari, Desember 2021

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Taufiq Ardianto, Sp. B

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………….. iii

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………… 1

BAB II INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI ……………………………….. 3

BAB III ETIOLOGI DAN PATOFOSIOLOGI ………………………….. 4

BAB IV. ANATOMY DAN FISIOLOGI ………………………………… 7

BAB V. DIAGNOSIS……………………………………………………… 15

A. GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN FISIS…………… 15

B. PEMERIKSAAN RADIOLOGI …………………………………… 16

1. RADIOLOGI KONVESIONAL ………………………………… 16

2. ULTRASONOGRAFI ………………………………………….. 21

3. CT SCAN ……………………………………..………………… 27

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PATOLOGIANATOMI …. 31

BAB VI DIFFERNSIAL DIAGNOSIS ……………………………………. 34

BAB VII KOMPLIKASI ………………………………………………….. 39

BAB VIII PENGOBATAN ……………………………………………….. 40

BAB IX DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………. 42

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah terbentuknya akumulasi cairan yang abnormal di

dalam cavum pleura yang terjadi karena adanya peningkatan produksi cairan

ataupun karena adanya penurunan absorbsi cairan.Efusi dapat ditimbulkan oleh

berbagai macam sebab, antara lain trauma, metabolik, kardiak, infeksi, defek

genetik dan neoplasma.Cairan abnormal tersebut dapat berupa cairan serous,

darah, pus, cairan kilus, atau merupakan campuran dari darah dan udara, disebut

juga hemopneumothorax.1

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014, efusi pleura

merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa

penderitanya.Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan

menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk

Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura

per 100.000 orang. Amerika Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya

menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan

pneumonia bakteri. Kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi

saluran napas lainnya. WHO memperkirakan 20% penduduk kota dunia pernah

menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak

penduduk yang berisiko tinggi penyakit paru dan saluran pernafasan seperti efusi

pleura.2

Akibat lanjut pada pasien efusi pleura jika tidak ditangani dengan Water

Sealed Drainage (WSD) akan terjadi atalektasis pengembangan paru yang tidak

1
2

sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura, fibrosis paru

dimana keadaan patologis terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang

berlebihan, empiema dimana terdapat kumpulan nanah dalam rongga antara paru-

paru (rongga pleura), dan kolaps paru.2


3
BAB II

INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2014, efusi pleura

merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Di

negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000

orang. Amerika Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi

pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.

Kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya. 2

Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh

infeksi tuberkulosis. Di Indonesia, kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari

penyakit infeksi saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura ini

disebabkan keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini.3

WHO memperkirakan 20% penduduk kota dunia pernah menghirup udara

kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak penduduk yang berisiko

tinggi penyakit paru dan saluran pernafasan seperti efusi pleura.2

4
BAB III

ETIOLOGI DAN PATOFOSIOLOGI

WHO memperkirakan 20% penduduk kota dunia pernah menghirup udara

kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak penduduk yang berisiko

tinggi penyakit paru dan saluran pernafasan seperti efusi pleura. Sedangkan

etiologi tersering adalah tuberkulosis (44,2%) diikuti tumor paru (29,4%). Ada

lebih dari 55 penyebab efusi pleura yang telah dicatat.Sedangkan insidensi

berdasarkan penyebabnya sendiri bervariasi bergantung dari area demografik serta

geografisnya.2

Pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak

keadaan yang dapat berasal dari kelainan paru misalnya infeksi baik oleh bakteri

maupun virus atau jamur, tumorparu, tumor mediastinum, metastasis ; atau

disebabkan oleh adanya kelainan sistemik, antara lain penyakit – penyakit yang

menyebabkan hambatan getah bening, hipoproteinemia pada penyakit ginjal, hati

dan kegagalan jantung. Tidak jarang juga disebabkan oleh trauma kecelakaanatau

tindakan pembedahan.4

Ada dua tipe penyebab utama dari efusi pleura, yaitu efusi pleura

transudatif dan eksudatif.5

1) Efusi pleura transudatif disebabkan oleh beberapa kombinasi dari peningkatan

tekanan hidrostatik atau berkurangnya tekanan onkotik kapiler : misalnya gagal

jantung kongesti, emboli paru, sirosis hati (penyakit intraabdominal), dialisis

peritoneal, hipoalbuminemia, sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut, atau

```pasca by-pass coroner. 5

5
6

2) Efusi pleura eksudatif disebabkan oleh proses lokal yang mengakibatkan

perubahan pada pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Jenis cairan pada

efusi ini yaitu eksudat yang terjadi akibat peradangan atau infiltrasi pada pleura

atau jaringan yang berdekatan dengan pleura.Kerusakan pada dinding kapiler

darah menyebabkan terbentuknya cairan kaya protein yang keluar dari

pembuluh darah dan berkumpul pada rongga pleura.Bendungan pada pembuluh

limfa juga dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif.Penyebab efusi pleura

eksudatif yaitu neoplasma, infeksi, penyakit jaringan ikat, penyakit

intraabdominal dan immunologik.Penyebab yang paling sering terjadi yaitu

pnemonia, malignansi, pulmonary embolism, dan tuberculosis.5

Cairan pleura memiliki konsentrasi protein yang lebih rendah dari paru-paru

dan kelenjar getah bening perifer. Cairan pleura dapat menumpuk karena hal-hal

berikut :6

1) Peningkatan tekanan hidrostatik di sirkulasi mikrovaskular. Studi

mengatakan bahwa peningkatan tekanan pada pembuluh kapiler adalah

pemicu penting dalam terjadinya efusi pleura pada penderita gagal

jantung.6

2) Penurunan tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskular karena

hipoalbuminemia yang meningkatkan penumpukan cairan dalam

rongga pleura.6

3) Peningkatan tekanan negatif pada rongga pleura juga membuat

meningkatnya akumulasi cairan pada rongga pleura. Hal ini dapat

terjadi pada ateletaksis.6


7

4) Peningkatan permeabilitas kapiler akibat mediator inflamasi. Hal

tersebut mengakibatkan lebih banyak protein dan cairan yang masuk

dalam rongga pleura, contohnya pada pneumonia.6

5) Gangguan drainase limfatik dari permukaan pleura karena

penyumbatan oleh tumor dan fibrosis.6

Patofisiologi efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan

protein dalam rongga pleura.Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara

lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.Filtrasi ini terjadi karena

perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial submesotelial,

kemudian melalui sel mesotelial masuk ke rongga pleura. Selain itu, cairan pleura

dapat melalui pembuluh limfe disekitar pleura. 7

Gambar 1. Skema pertukaran cairan pleura dalam keadaan abnormal7


BAB IV

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru,

mediastinum, diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral dan pleura

parietal. Rongga pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua

pleura tersebut sehingga memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan

selama proses respirasi. Cairan pleura berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler

pleura, ruang interstitial paru, kelenjar getah bening intratoraks, pembuluh darah

intratoraks dan rongga peritoneum.Jumlah cairan pleura dipengaruhi oleh

perbedaan tekanan antara pembuluh-pembuluh kapiler pleura dengan rongga

pleura sesuai hukum Starling serta kemampuan eliminasi cairan oleh system

penyaliran limfatik pleura parietal.Tekanan pleura merupakan cermin tekanan di

dalam rongga toraks. Perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh pleura berperan

penting dalam proses respirasi. Karakteristik pleura seperti ketebalan, komponen

selular serta faktor-faktor fisika dan kimiawi penting diketahui sebagai dasar

pemahaman patofisiologi kelainan pleura dan gangguan proses respirasi.8

A. Anatomi Pleura

Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang

embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat

memungkinkan organ yang diliputinya mampu berkembang, mengalami

retraksi atau deformasi sesuai dengan proses perkembangan anatomis dan

fisiologis suatu organisme. Pleura viseral membatasi permukaan luar

parenkim paru termasuk fisura interlobaris, sementara pleura parietal

8
9

membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada dan tulang iga, serta

diafragma, mediastinum dan struktur servikal.Pleura viseral dan parietal

memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi.Pleura viseral diinervasi saraf-

saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner, sementara

pleura parietal diinervasi sarafsaraf interkostalis dan nervus frenikus serta

mendapat aliran darah sistemik. Pleura viseral dan pleura parietal terpisah

oleh rongga pleura yang mengandung sejumlah tertentu cairan pleura.8

Gambar 2.Pleura viseral dan parietal serta struktur sekitar pleura8

B. Perkembangan Embriologi Pleura

Embrio memiliki rongga besar berbentuk huruf U di bagian ventral yang

berasal dari jaringan selom intraembrionik dan diliputi oleh kulit, jaringan
10

ikat, tulang, otot dan membran serosa.Rongga ini meliputi organorgan viseral

seperti paru, jantung, usus, hati, limpa, lambung, ginjal dan organ reproduksi.

Janin mamalia usia 26 – 28 hari memiliki tiga jenis rongga tubuh yaitu

rongga perikardium, rongga peritoneum dan sepasang kanalis

perikardioperitoneum. Kanalis perikardioperitoneum menghubungkan rongga

perikardium dan peritoneum primitif. Lipatan membran pada bagian kranial

dan kaudal ujung kanal masingmasing kemudian memisahkan rongga pleura

dengan rongga perikardium (disebut membran pleuroperikardium) serta

rongga pleura dengan rongga peritoneum pada usia 32 hari perkembangan

janin mamalia.8

Proses ini diiringi perkembangan massa mesenkim medialis menjadi

mediastinum yang akan mengisi rongga pleura dan akan memisahkan rongga

pleura menjadi dua sisi. Rongga pleura kanan dan kiri akan meliputi jonjot

paru primordial masing-masing sisi dan berkembang menjadi pleura viseral

yang meliputi masing-masing paru. Pleura parietal berkembang dari bagian

rongga pleura yang menghadap ke pleura visceral.8

Gambar 3.Perkembangan rongga pleura dan perikardium pada janin

mamalia. (A) Tahap awal menunjukkan janin masih memiliki tiga rongga

yaitu rongga perikardium, rongga peritoneum dan sepasang kanalis


11

perikardioperitoneum, (B) kanalis perikardioperitoneum selanjutnya terpisah

dan terbentuk rongga pleura dan rongga perikardium dibatasi membran

pleuroperikardium, (C) hingga akhirnya pleura viseral berkembang meliputi

paru berhadapan dengan pleura parietal 8

C. Struktur Mikroskopis Pleura

Pleura terbagi menjadi lima lapisan, yaitu lapisan selapis mesotel,

lamina basalis, lapisan elastik superfi sial, lapisan jaringan ikat longgar dan

lapisan jaringan fibroelastik dalam.Kolagen tipe I dan III yang diproduksi

oleh lapisan jaringan ikat merupakan komponen utama penyusun matriks

ekstraseluler pleura dan merupakan 80% berat kering struktur ini.Lapisan

jaringan fibroelastik dalam menempel erat pada iga, otot-otot dinding dada,

diafragma, mediastinum dan paru.Lapisan jaringan ikat longgar tersusun atas

jaringan lemak, fibroblas, monosit, pembuluh darah, saraf dan limfatik.8

Proses infl amasi mengakibatkan migrasi sel-sel infl amasi harus

melewati lapisan jaringan ikat longgar menuju lamina basalis kemudian

menuju rongga pleura setelah melewati mesotel. 8

D. Cairan Pleura

Cairan pleura mengandung 1.500 – 4.500 sel/ mL, terdiri dari makrofag

(75%), limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas.Cairan pleura

normal mengandung protein 1 – 2 g/100 mL. Elektroforesis protein cairan

pleura menunjukkan bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan kadar

protein serum, namun kadar protein berat molekul rendah seperti albumin,

lebih tinggi dalam cairan pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan pleura 20 –
12

25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan kadar ion

natrium lebih rendah 3 – 5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6 – 9%

sehingga pH cairan pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma.

Keseimbangan ionik ini diatur melalui transpor aktif mesotel.Kadar glukosa

dan ion kalium cairan pleura setara dengan plasma.8

E. Struktur Makroskopis Pleura

Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap dan

semitransparan.Luas permukaan pleura viseral sekitar 4.000 cm2 pada laki-

laki dewasa dengan berat badan 70 kg. Pleura parietal terbagi dalam beberapa

bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan dengan iga dan otot-otot

interkostal, pleura diafragmatik, pleura servikal atau kupula sepanjang 2-3 cm

menyusur sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot

sternokleidomastoid dan pleura mediastinal yang membungkus organ-organ

mediastinum. Bagian inferior pleura parietal dorsal dan ventral mediastinum

tertarik menuju rongga toraks seiring perkembangan organ paru dan bertahan

hingga dewasa sebagai jaringan ligamentum pulmoner, menyusur vertikal

dari hilus menuju diafragma membagi rongga pleura menjadi rongga anterior

dan posterior.Ligamentum pulmoner memiliki pembuluh limfatik besar yang

merupakan potensi penyebab efusi pada kasus traumatic.8

Pleura kostalis mendapat sirkulasi darah dari arteri mammaria

interkostalis dan internalis.Pleura mediastinal mendapat sirkulasi darah dari

arteri bronkialis, diafragmatik superior, mammaria interna dan

mediastinum.Pleura servikalis mendapat sirkulasi darah dari arteri


13

subklavia.Pleura diafragmatik mendapat sirkulasi darah dari cabang-cabang

arteri mammaria interna serta aorta toraksika dan abdominis.Vena pleura

parietal mengikut jalur arteri dan kembali menuju vena kava superior melalui

vena azigos.Pleura viseral mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis

menuju vena pulmonaris.8

Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal kostalis dan

diafragmatika.Pleura kostalis diinervasi oleh saraf interkostalis, bagian tengah

pleura diafragmatika oleh saraf frenikus.Stimulasi oleh infl amasi dan iritasi

pleura parietal menimbulkan sensasi nyeri dinding dada dan nyeri tumpul

pada bahu ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri pada pleura viseral walaupun

secara luas diinervasi oleh nervus vagus dan trunkus simpatikus.8

Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik

sistemik di pleura parietal.Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui

arteriol interkostalis pleura parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi

melalui stoma pada pleura parietal yang terbuka langsung menuju sistem

limfatik.Pleksus limfatikus superfi sialis terletak pada jaringan ikat di lapisan

subpleura viseral dan bermuara di pembuluh limfe septa lobularis dan

lobaris.Jaringan limfatikus ini dari pleura kostalis menyusur ventral menuju

nodus limfatik sepanjang arteri mammaria interna atau dorsal menuju ujung

sendi kostosternal, dari pleura mediastinal menuju nodus limfatikus

trakeobronkial dan mediastinum, dan dari pleura diafragmatik menuju nodus

parasternal, frenikus medialis dan mediastinum superior.Cairan pleura tidak

masuk ke dalam pleksus limfatikus di pleura viseral karena pleura viseral


14

lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga tidak terjadi pergerakan

cairan dari rongga pleura ke pleura viseral. Gangguan duktus torasikus karena

limfoma maupun trauma menyebabkan akumulasi cairan limfe di rongga

pleura menyebabkan chylothorax.8

F. Fisiologi Pleura

Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang

ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas

akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan

memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Pengembangan

paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi

recoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi proses

respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang

ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem penyaliran

limfatik pleura serta keseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-

komponen gaya ini menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi

pleura.8

Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang

interstitial paru, saluran limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks dan

rongga peritoneum. Neergard mengemukakan hipotesis bahwa aliran cairan

pleura sepenuhnya bergantung perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik

kapiler sistemik dengan kapiler pulmoner.8


15

Perpindahan cairan ini mengikuti hukum Starling berikut :

Jumlah cairan pleura tergantung mekanisme gaya Starling (laju fi ltrasi

kapiler di pleura parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di

pleura parietal. Senyawa senyawa protein, sel-sel dan zat-zat partikulat

dieliminasi dari rongga pleura melalui penyaliran limfatik ini. Nilai rerata

aliran limfatik satu sisi rongga pleura adalah 0,4 mL/kg berat badan/jam pada

orang normal atau 20 mL/ jam pada orang dewasa normal dengan berat badan

60 kg atau 500 mL/hari. Peningkatan volume tidal maupun frekuensi respirasi

meningkatkan eliminasi limfatik pleura.Kapasitas eliminasi limfatik pleura

secara umum 20 – 28 kali lebih besar dibandingkan pembentukan cairan

pleura.8

Akumulasi berlebih cairan pleura hingga 300 mL disebut sebagai efusi

pleura, terjadi akibat pembentukan cairan pleura melebihi kemampuan

eliminasi cairan pleura.8


16
BAB V

DIAGNOSIS

A. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik

1. Anamnesis

Gejala yang sering timbul pada efusi pleura adalah sesak

napas.Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak berupa nyeri

dada pleuritik atau nyeri tumpul bergantung pada jumlah

akumulasi cairan. Efusi pleura yang luas akan menyebabkan

sesak napas yang berdampak pada pemenuhan kebutuhan

oksigen, sehingga kebutuhan oksigen dalam tubuh kurang

terpenuhi.3

Pada anamnesis, pasien dengan efusi pleura biasanya

memiliki sesak, batuk, nyeri dada yang bersifat tajam.Riwayat

gagal jantung, gagal ginjal, dan penyakit hati dapat mengarahkan

kepada efusi pleura yang bersifat transudat.Sedangkan riwayat

kanker dapat mengarah pada efusi akibat

keganasan.Pembengkakan pada ekstermitas, atau deep vein

thrombosis menunjukkan efusi yang berhubungan dengan

embolisme paru. Riwayat infeksi seperti pneumonia

menununjukkan efusi parapneumonik.6

2. Pemeriksaan Fisik

17
18

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan fremitus taktil

yang menurun terutama pada daerah basal. Perkusi tumpul,

kemudian suara nafas vesikular yang menurun atau tidak ada

sama sekali pada paru yang terdapat efusi. Suara pleural friction

rub mungkin juga terdengar selama akhir inspirasi.6

B. Pemeriksaan Radiologi

1. Radiologi Konvensional

Pemeriksaan radiografi posteroanterior dan lateral menjadi standar

pada diagnosis radiologi paru. Pada posisi berdiri atau duduk tegak, cairan

bebas pada rongga pleura akan memenuhi lateral kubah diafragma yang

menyebabkan gambaran sudut kostofrenikus yang tumpul.6

Semua jenis efusi pleura sederhana identik secara radiografis.9

a. Efusi kecil:

1) Foto thoraks dekubitus lateral: ini dapat mendeteksi sesedikit

mungkin10 ml cairan9

2) Foto thoraks lateral: sudut posterior tampak tumpul(sekitar 50

ml)9

3) Foto thorkas PA : sudut kostofrenia lateral tumpul (200–500 ml)9

b. Efusi yang lebih besar: perselubungan homogen daridada bagian

bawah dengan obliterasi sudut kostofreniadan hemidiafragma,

meniskus superior (cekung keparu-paru dan lebih tinggi di lateral)9

c. Efusi masif: perselubungan padat hemitoraksdengan

pergeseran mediastinal kontralateral (kecuali adaterkait kolaps


19

obstruktif paru ipsilateralatau keganasan pleura yang luas), hal

itu mungkin menyebabkaninversi diafragma 9

d. Efusi subpulmonal terlokalisasi: 'hemidiafragma tinggi'dengan

kontur yang memuncak lebih ke lateral dari biasanya -segmen

medial lurus jatuh dengan kesudut kostofrenia lateral,

pemisahan lambunggelembung dari diafragma9

e. Posisi terlentang: kabut 'seperti kerudung' yang

digeneralisasikan tanpahadirnya meniskus9

f. Efusi terlokalisasi: Pengumpulan cairan di antara lapisan

pleura, konfigurasi lentikular dengan margin halus, biasanya

ada petunjuk tambahan yang menunjukkan tambahanpenyakit

pleura9

Pada pemeriksaan foto thoraks rutin tegak, cairan pleura tampak

berupa perselubungan homogeny menutupi struktur paru bawah yang

biasanya radioopak dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral

atas kea rah medial bawah. Karena cairan mengisi ruang hemithoraks

sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral / hilus, dan kadang

mendorong mediastinum kearah kontralateral.4


20

Gambar 4.Efusi pleura. Perselubungan di paru kiri bawah sampai

setinggiiga III kiri depan dengan pendorongan jantung ke kanan. 4

Gambar 5.Efusi pleura kanan. Perselubungan hamper seluruh

lapangan paru kanan dengan pendorongan jantung ke kontra lateral kiri.4


21

Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada foto thoraks tegak

adalah 250-300 ml. bila cairan kurang dari 250 ml (100 – 200 ml) , dapat

ditemukan pengisian cairan disinus kostofrenikus posterior pada foto

thoraks lateral tegak. Cairan yang kurang dari 100 ml dapat diperlihatkan

dengan posisi decubitus dan arah sinar horizontal dimana cairan akan

berkumpul disisi samping bawah. 4

Gambar 6.Sisa efusi pleura setelah dilakukan tindakan aspirasi

cairan efusi pleura. Tampak sisa cairan dengan jantung kembali ke

tengah.4
22

Gambar 7. Sinus kostofrenikus kiri tumpul 4

Gambar 8.Posisi decubitus lateral kiri tampak cairan berkumpul

disisi bawah.4
23

Gambar 9.Pleura efusi bilateral.Foto thoraks tegak.

Pleural efusi mengaburkan diafragma dan kedua sudut kostofrenia.

Margin bagian atas lengkung cekung ke paru-paru dan lateral lebih tinggi

dari medial9

2. Ultrasonografi

Kemampuan USG dalam mendeteksi efusi pleura tidak dapat

dibantahkan. USG sangat bermanfaat dalam menegakkan diagnosis efusi

pleura yang terlokalisasi dan minimal, dan juga lebih sensitif

dibandingkan dengan rontgen toraks lateral decubitus dengan ekspirasi

maksimal. Pada rontgen toraks dibutuhkan 150 mL cairan pleura untuk

dapat mendeteksi adanya efusi pleura, sedangkan pada pemeriksaan USG

secara teliti maka efusi pleura yang hanya 5 mL dapat terdeteksi. Efusi

pleura akan tampak sebagai daerah dengan bayangan anechoic

(gelap/hitam) dan homogen di antara pleura parietalis dan pleura


24

visceralis. Bentuk bayangan ini akan berubah sesuai dengan gerak

pernapasan, dan jaringan paru yang mengalami atelektasis akan tampak

seperti struktur berbentuk lidah di dalam bayangan efusi pleura. Apabila

didapatkan peninggian hemidiafragma pada rontgen toraks maka dengan

USG toraks dapat dibedakan antara efusi subpulmonal (pengumpulan

cairan subphrenic) atau paralisis diafragma. Pada beberapa penelitian,

USG secara konsisten menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas 100% dan

99,7% dalam menegakkan diagnosis efusi pleura.9 Pada penelitian meta

analisis yang dilakukan Grimberg dkk didapatkan sensitivitas dan

spesifisitas USG dalam menegakkan diagnosis efusi pleura sebesar 93%

(dengan 95% konfiden interval 89-96%) dan 96% (dengan 95% konfiden

interval 95-98%).10

Gambar 10.USG pada thoraks normal10

Pada gambaran foto toraks normal didapatkan (a) Gambaran

transversal melewati sela iga. Toraks akan terlihat sebagai tumpukan garis

yang terbentuk oleh gema yang merupakan lapisan otot dan fascia. pleura

viseralis dan parietalis tampak sebagai garis gema yang bergerak


25

berlawanan satu sama lain pada saat inspirasi dan ekspirasi yang disebut

sebagai sliding sign. Garis reverberation di bawah garis pleura

menandakan adanya jaringan paru yang terisi udara di bawahnya. S, Skin

(kulit); CW, Chest Wall (dinding toraks); P, Pleura; Pp, Pleura Parietalis;

Pv, Pleura Visceralis; L, Lung (paru); R, Reverberation artifact. (b)

Gambar longitudinal melewati sela iga. Iga normal terlihat sebagai garis

hyperechoic yang bersekat (anak panah) dengan acoustic shadow di

bawah iga. (c) Contoh sebuah comettail artefact yang terlihat pada orang

normal. 10

Gambaran USG pada efusi pleura tergantung pada sifat efusi,

penyebab dan kronisitasnya. Berdasarkan tingkat gema yang dipantulkan,

didapatkan 4 macam gambaran pada USG, yaitu: anechoic; kompleks dan

tidak bersekat; kompleks bersekat; dan homogenously echogenic.

Gambaran transudat pada USG adalah anechoic, tidak bersekat dan

mengalir bebas, sebaliknya bila bersekat dan kompleks merupakan

eksudat.Efusi pleura ganas sering memberikan gambaran USG anechoic

meskipun efusinya bersifat eksudat. Penebalan pleura nodular dapat

ditemukan pada sebagian kecil efusi pleura ganas.10

Gambaran yang paling sering ditemukan pada efusi pleura ganas

adalah swirling patterns. Gambaran USG pada efusi oleh karena inflamasi

dapat berupa untaian material echogenic dan bersekat atau mobilitas yang

relatif kecil dibandingkan pernapasan dan denyut jantung.10


26

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara

volume efusi pleura dengan pengukuran dua dimensi.Pengukuran secara

tiga dimensi terhambat oleh distribusi efusi pleura yang tidak merata dan

adanya perlekatan antar pleura. Volume efusi yang diestimasikan melalui

USG dapat dibagi menjadi (1) minimal; apabila daerah bebas gema

(hitam) berhimpitan dengan sudut costophrenicus, (2) sedikit; apabila

daerah bebas gema lebih besar dibandingkan dengan sudut costophrenicus

namun masih didalam daerah yang dapat dijangkau dengan probe

curvilinier, (3) sedang; apabila daerah bebas gema melebihi jangkauan

satu probe, namun masih dibawah jangkauan dua probe, (4) banyak;

apabila daerah bebas gema lebih besar dari jangkauan dua probe.10

Untuk membedakan efusi pleura yang minimal dengan penebalan

pleura yang anechoic merupakan suatu tantangan, di mana keduanya

terlihat sebagai gambaran anechoic pada USG.Mobilitas merupakan tanda

yang signifikan pada efusi. Apabila lesi berubah bentuk mengikuti

pergerakan pernapasan dan terdapat gambaran echo densities yang

bergerak maka lesi tersebut merupakan efusi. Jika terdapat color Doppler

maka fluid color sign merupakan bukti USG yang sensitif dan spesifik

untuk efusi pleura minimal, di mana sinyal warna muncul oleh karena

adanya pergerakan pada saat respirasi dan denyut jantung. Tanda ini

memiliki sensitivitas 89,2% dan spesifisitas 100% dalam mendeteksi

adanya efusi pleura minimal10


27

Gambar 11.Gambaran USG M-mode pada pasien dengan efusi

pleura yang menunjukkan gambaran tanda sinusoid10

Gambar 12.USG Efusi Pleura. (a) Efusi pleura terlihat sebagai daerah

bebas gema di antara pleura viceralis dan parietalis. Efusi pleura dapat

yang anechoic (b)10


28

Gambar 13.USG Efusi Pleura complex non-septated (c), complex

septated (d)10

Gambar 14.USG Efusi Pleura, echogenic homogen (e). (f) Efusi pleura

nodular. PE (efusi pleura), D (diafragma), RLL (lobus kanan hati), L

(Paru), T (Pleura), T (tumor pleura).10


29

Gambar 15.Penebalan pleura menunjukkan anak panah merupakan

penebalan pleura yang tampak seperti berlapis-lapis. Pp (penebalan

pleura), PE (efusi pleura).10

3. CT SCAN

Computed tomography dapat mendeteksi efusi yang tidak jelas

pada foto thoraks, membedakan antara cairan pleura dan penebalan

pleura, dan memberikan petunjuk etiologi apa yang mendasari.11

Efusi pleura muncul sebagai dependen opasitas berbentuk sabit

dengan atenuasi rendah.CT mencirikan morfologi dari setiap penebalan

yangbisa menyertai efusipleura (ganas nodular atau jinak), itu

mengidentifikasi penyakit yang mendasari penyebab terjadinya efusi

pleura.CT scandapat membedakan antara cairan bebas dan terlokalisasi

(tetapi tidak bisamembedakan antara transudat atau eksudat).9


30

a. Lesi pleura: membentuk sudut tumpul dengan dinding dada (lesi

intrapulmonal yang membentuksudut lancip dengan dinding dada)9

b. Penebalan pleura parietal: ini biasanya menunjukkan eksudat pleura9

c. Permukaan hati: ini tidak berbeda dengan cairan pleura, tetapi

berbeda dengan asites9

Gambar 16.CTscan yang dapat membedakan antara efusi pleura

dan asites9

(A) Displaced crus sign: Efusi pleura kanan berkumpul di

posterior crus kanan diafragma (panah) dan menggesernya ke depan.

Tanda diafragma(diaphragma sign): Cairan pleura (p) berada di atas

permukaan luar kubah diafragma, sedangkan fluida (a) ada di dalam

kubah. (B) Interface sign: interface (panah) antara hati dan asites

biasanya lebih tajam daripada antar hati dan cairan pleura. Bare area

sign: Refleksi peritoneal mencegah cairan asites meluas ke seluruh

permukaan posterior hati(mata panah), berbeda dengan cairan pleura

di reses kostofrenik posterior.9


31

Gambar 17.Gambar CT dada aksial seorang pria 71 tahun dengan gagal jantung

kongesti menunjukkan efusi pleura bilateral.Nilai rata-rata attenuation value (HU)

efusi pleura kanan adalah 4 HU (lingkaran). Cairan pleura didefinisikan sebagai

transudat pada thorasentesis12


32

Gambar 18.Gambar CT dada aksial seorang pria 74 tahun dengan pneumonia

menunjukkan atelektasis lobus bawah dan efusi pleura kiri.Nilai rata-rata

attenuation value (HU) efusi pleura kiri adalah 11 HU (lingkaran). Cairan pleura

didefinisikan sebagai eksudat pada thorasentesis12

Dalam mendiagnosis nilai HU pada efusi pleura transudat dan

eksudat dievaluasi dalam analisis ROC yang dapat dilihat pada tabel 1.

Nilai HU pada efusi pleura transudat adalah < 8,5 HU, nilai HU pada efusi

pleura eksudat adalah ≥ 8,5 HU12

Tabel 1.Analisis ROC12


33

Nilai AUC, nilai cutoff, sensitivitas, spesifisitas, dan P untuk nilai

median HU efusi pleura pada berbagai penyakit pada analisis ROC. Area

dibawah kurva : CHF, gagal jantung kongestif.12

C. Pemeriksaan Laboratorium dan Patologi Anatomi

1. Thoracocentesis

Tusukan diagnostik efusi pleura untuk mendapatkan sedikit cairan

(kira-kira 50 mL) selalu diindikasikan bila penyebab efusi tidak

jelas.Tusukan untuk mendapatkan volume yang lebih besar diindikasikan

untuk meredakan gejala terkait efusi, seperti dispnea. Torasentesis tepat

waktu atau insersi drain pleura diperlukan jika efusi pleura besar dan

menyebabkan dekompensasi pernapasan atau jantung. Efusi pada pasien

dengan pneumonia harus disadap untuk menyingkirkan empiema pleura.13

Pasien dengan efusi pleura bilateral tidak selalu membutuhkan

diagnosis atau terapi tap; sebaliknya, penyakit yang mendasari yang telah

teridentifikasi (gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, dll.) harus

diobati. Pungsi adiagnostik diindikasikan jika pasien mengalami nyeri

dada pleuritik, gejala yang tidak proporsional dengan ukuran efusi, atau

kurangnya respons terhadap pengobatan yang tidak dapat dijelaskan.13

Tusukan harus dilakukan di bawah panduan ultrasonografi. Risiko

pneumotoraks iatrogenik setelah torasensesis adalah 0,61-6,0%.

Dianjurkan agar pasien diobservasi selama 1-4 jam setelah intervensi,

karena pneumotoraks biasanya menjadi bukti klinis selama waktu


34

ini.Untuk alasan yang sama, rontgen dada umumnya tidak diperlukan

setelah thoracentesis selama tidak ada gejala baru yang muncul.12

Penyadapan efusi pleura di bawah bimbingan ultrasonik

memainkan peran penting dalam pengobatan perawatan intensif, terutama

pada pasien yang diintubasi dan berventilasi dan untuk evaluasi

diagnostik dari efusi yang lebih kecil dengan penyebab yang tidak

diketahui. Tusukan atau penyisipan saluran yang tidak harus dilakukan

dalam keadaan darurat harus dilakukan dalam pengaturan INR yang

kurang dari 1,5. Rontgen dada saat ini harus tersedia, dan intervensi harus

dilakukan di bawah panduan ultrasonografi.13

2. Sitologi

Pemeriksaan sitology terhadap cairan pleura amat penting untuk

diagnostikpenyakit pleura, terutama bila ditemukan sel sel patologis atau

dominasi sel sel tertentu.7

a. Sel neutrophil : menunjukkan adanya infeksi akut

b. Sel limfosit : menunjukkan adanya infeksi kronis seperti pleuritis

tuberculosa atau limfoma maligna

c. Sel mesotel : meningkat bila adanya infark paru

d. Sel mesotel maligna : pada mesothelioma7

3. Bakteriologi

Biasanya cairan pleura steril, tapi terkadang dapat mengandung

mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulent.Efusi yang purulent dapat

mengandung kuman aerob atau anaerob. Jenis kuman yang paling sering
35

ditemukan dalam cairan pleura adalah Pneumococcus, E.coli, Klebsiella,

Pseudomonas, Enterobacter.7

4. Penanda Tumor

Ada cukup bukti untuk mendukung pengukuran rutin penanda

tumor dalam cairan efusi pleura, atau penanda tumor serum, untuk

kategorisasi etiologi efusi pleura yang tidak jelas asalnya.Peran

mesothelin pada pasien dengan mesothelioma belum dapat dinilai secara

meyakinkan.Dalam satu penelitian, penggunaan biochip protein

multipleks dengan 120 biomarker memungkinkan diferensiasi maligna

dari efusi tuberkulosis, dan efusi akibat adenokarsinoma paru dari salah

satu akibat mesothelioma.13


BAB VI

DIFFERNSIAL DIAGNOSIS

A. Pneumoni

Pneumonia adalah peradangan paru yang menyebabkan nyeri saat

bernafas dan keterbatasan intake oksigen. Pneumonia dapat disebarkan

dengan berbagai cara antara lain pada saat batuk dan bersin. Pneumonia dapat

disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur.Sebagian besar disebabkan oleh

bakteri. Bakteri penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme gram positif

atau gram negatif seperti :Streptococcus pneumoniae (pneumococus),

Staphylococcus aureus, Enterococcus, Streptococus piogenes, Pseudomonas

aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, dan Haemophillus influenzae.

Berdasarkan kelompok umur penduduk, prevalensi pneumonia yang tinggi

terjadi pada 2 kelompok umur 1- 4 tahun, kemudian mulai meningkat pada

umur 45-54 tahun dan terus meningkat pada kelompok umur berikutnya.14

36
37

Gambar 19.Pneumonia.

Pria 64 tahun , radiografi dada menunjukkan massa yang mirip

area konsolidasi di lobus kiri atas (panah)9

Gambar 20.Klebsiella pneumonia. Seorang berusia 50 tahunPria dengan demam

dada posteroanterior radiograf menunjukkan konsolidasi yang padat dari lobus

kanan atas dengan terlihat daerah absesifikasi (mata panah).9


38

B. Atelectasis (kolaps paru)

Atelectasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang

mengalami hambatan berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru

berkurang atau sama sekali tidak berisi udara. Biasanya atelectasis merupakan

akibat suatu kelainan paru yang dapat disebabkan :4

1. Bronkus Tersumbat,  penyumbatan bisa berasal di dalam bronkus ( tumor

bronkus,  benda asing, cairan sekresi yang masiff)  dan penyumbatan

bronkus akibat penekanan dari luar  ar( tumor sekitar bronkus,  kelenjar

membesar)4

2. tekanan ekstrapulmoner

bisa diakibatkan oleh  pneumothorax,  cairan pleura,  peninggian

diafragma,  herniasi alat perut  ke dalam rongga toraks,  dan tumor intra

thorax tapi ekstrapulmoner ( tumor mediastinum)4

3. paralisis atau paresis gerak pernafasan,  akan menyebabkan perkembangan

paru yang tidak sempurna,  misalnya pada kasus poliomyelitis dan

kelainan neurologik lainnya.  gerak napas yang terganggu akan

mempengaruhi kelancaran pengeluaran sekret bronkus dan ini akan

menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan memperberat

keadaan atelectasis4

4. hambatan gerak pernapasan oleh kelainan Pleura atau trauma toraks yang

menahan rasa sakit.  keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran

sekret bronkus yang dapat memperhebat terjadinya atelektasis.4


39

Sebagian besar gambaran radiologi pada atlet taksis adalah pengurangan

volume bagian paru baik lobaris,  segmental,  atau seluruh paru dengan akibat

kurangnya aerasi sehingga memberikan bayangan lebih suram ( densitas

tinggi)  dengan penarikan mediastinum ke arah atelektasis,  sedangkan

diafragma tertarik ke atas dan Sela Iga menyempit.4

Dengan adanya atelektasis maka paru sekitarnya mengalami suatu

emfisema kompensasi yang kadang-kadang begitu hebat sehingga terjadi

herniasi hemothorax yang sehat ke arah  hemitoraks yang atelectasis.4

Gambar 21.Atelectasis .perselubungan paru kiribawah berupa atelectasis

segmental4
40

Gambar 22.Atelectasis. Tampak perselubungan seluruh paru kiri dengan

penarikan mediastinum ke kiri dan sela iga menyempit4


BAB VII

KOMPLIKASI

Efusi pleura pada pasien dengan kanker dikaitkan dengan prognosis yang

buruk, tetapi ini sangat bervariasi.Pasien dengan keganasan hematologi atau

mesothelioma pleura hidup rata-rata hampir setahun, sedangkan pasien dengan

kanker paru memiliki prognosis terburuk, dengan waktu bertahan hidup rata-rata

hanya 2-3 bulan.13

Tusukan terapeutik biasanya diikuti dengan efusi yang kambuh, dan

dengan demikian pleurodesis diindikasikan untuk pasien yang harapan hidupnya

lebih dari 1 bulan. Tusukan pleura yang berulang tidak hanya membuat stres

pasien; mereka juga sangat umum mengarah pada pembentukan adhesi dan

lokulasi efusi, sehingga pengosongan total tidak mungkin lagi.13

Pasien dengan pneumonia yang mengembangkan efusi pleura

parapneumonik memiliki mortalitas yang lebih tinggi. Hal yang sama berlaku

untuk tingkat yang lebih besar dari empiema pleura, suatu kondisi yang

insidennya meningkat. Kematian dari infeksi pleura nosokomial secara signifikan

lebih tinggi daripada yang didapat dari komunitas (47% versus 17%).13

Komplikasi post pleurodesis misalnya nyeri pleuretik atau dapat terjadi

demam. 4

41
BAB VIII

PENGOBATAN

Untuk mengkonfirmasi adanya efusi pleura, maka langkah yang dilakukan

adalah mengkonfirmasi penyebab terjadinya efusi pleura dengan melakukan

torakosentesis dan analisa cairan pleura.15

Bagan 1.Algoritma diagnostik / terapeutik praktis untuk efusi pleura13

42
43

Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai

pipa intubasi melalui sela iga.Bila cairan pusnya kental dan sulit untuk

dikeluarkan perlu tindakan operatif.Dapat dibantu dengan irigasi cairan garam

fisiologis atau larutan antiseptic.4

Untuk mencegah terjadinya kembali efusi pleura setelah aspirasi (efusi

pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yaitu melengketnya pleura visceralis

dan parietal .zat yang dipakai adalah tetrasiklin, bleomicin, corinebacterium

parvum, Tio-tepa, 5 fluorouracil. 4


BAB IX

DAFTAR PUSTAKA

1. Damanik AAR, dan Imawati Sukma. Hubungan Kejadian Efusi Pleura Pada

Pasien Gagal Jantung Kongestif Berdasarkan Foto Thoraks Di Rsup Dr

Kariadi Tahun 2015. Jurnal Kedokteran Diponegoro: Semarang; 2016. Hal.

394-395

2. Wiryansyah OA. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Efusi Pleura Di Rumah

Sakit Pusri Palembang Tahun 2017. Jurnal Kesehatan dan Pembangunan :

Palembang;2019. Hal. 79

3. Anggarsari YD, Setyorini Y, dan Rifai A. Studi Kasus Gangguan Pola Napas

Tidak Efektif Pada Pasien Efusi Pleura. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan :

Surakarta; 2018. Hal. 168-9

4. Kusumawidjaja K, dkk. Radiologi Diagnostik Edisi ke dua. Jakarta: Badan

Penerit FK UI;2015. Hal:109- 114, 117-9

5. Djojodibroto RD. Respirologi. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC;

2014. hal : 174-5

6. Puspita I, Soleha TU, dan Berta G. Penyebab Efusi Pleura di Kota Metro pada

tahun 2015. J AgromedUnila : Bandar Lampung; 2017. Hal: 25-7

7. Halim H, dkk. Buku ajar ilmu Penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing;

2014. Hal : 1631-4

8. Pratomo IP, Yunus F. Anatomi dan fisiologi pleura. Continuing medical

education; 2013. Vol. 40(6). hal : 407-12

44
45

9. Griffin N, Grant L.A. Diagnostic Radiology Essential Second Edition.

London : Elsevier; 2019. Hal : 12-3

10. Winaya E, Koesoemoprodjo W. Peranan ultrasonografi toraks dalam

menegakkan diagnosis beberapa kelainan pada paru. Jurnal respirasi;

2015.Vol 1(1) . hal : 29-3

11. Humaira A, Roekmantara T, Widayanti. Karakteristik dan gambaran hasil

foto torak pasien efusi pleura rawat inap di rumah sakit al-ihsan bandung

tahun 2015. Prosiding pendidikan dokter; 2016. Vol 2(2). hal : 217-9

12. Cullu N, Kalemci S, Karakas O, Eser I, Yalcin F, Boyaci FN, Karakas E, et

al,. Efficacy of CT in diagnosis of transudates and exudates in patients with

pleural effusion. Diagnostic and interventional radiology, Turkish; 2014. hal

116-20

13. Jani B dan Walty T. Pleural Effusion in Adults—Etiology, Diagnosis, and

Treatment. Deutsches Ärzteblatt International; 2019. Hal : 381-4

14. Farida Y, Trisna A, Nur D. Studi penggunaan antibiotik pada pasien

pneumonia di rumah sakit rujukan daerah surakarta. Journal of

pharmaceutical science and clinical research; 2017. hal : 44-52

15. Pandhika R, Cania E, Rini DA. Penegakkan diagnosis efusi pleura

tuberkulosis pada anak laki-laki usia 8 tahun. Medula; 2017. Vol 7(4). hal :

58.

Anda mungkin juga menyukai