Anda di halaman 1dari 6

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus kematian akibat pembunuhan menjadi salah satu topik hangat

karena maraknya kejadian yang terjadi saat ini. Mayat bisa ditemukan di

berbagai tempat dan penyebab kematian pun bermacam-macam. Untuk

mengungkapkan misteri dari mayat yang ditemukan, mayat tersebut harus di

identifikasi. Dengan demikian pertanyaan yang sering muncul seperti siapa,

kapan, dimana, dan bagaimana orang tersebut bisa meninggal bisa terjawab

(Laksmita dkk, 2013). Berdasarkan data WHO telah tercatat bahwa telah

terjadi setidaknya 475.000 kasus pembunuhan di seluruh dunia pada tahun

2012 (6,7/100.000 populasi) dengan 60% korban adalah laki-laki dengan

rentan usia 15-44 tahun (World Health Organization, 2014). Di Indonesia,

Biro Pengendalian Operasi Mabes Polri mencatat setidaknya telah terjadi

1.024 kasus pembunuhan pada tahun 2018. Dimana Sulawesi Tenggara

sendiri tercatat telah terjadi 7 kasus pembunuhan di tahun 2018 (Badan Pusat

Statistik, 2019).

Pada kasus pembunuhan masalah yang sering dihadapi adalah

penentuan waktu kematian atau post-mortem interval (PMI) dan pemindahan

lokasi mayat. Penentuan waktu kematian atau post-mortem interval (PMI)

memiliki kaitan yang erat dengan alibi pelaku dan keberhasilan investigasi

suatu kasus kematian. Salah satu hal yang mempersulit dalam proses

investigasi mayat adalah ketika mayat yang ditemukan sudah dalam kondisi

membusuk. Berbagai metode telah dikembangkan dalam upaya untuk

1
mengungkap kasus penemuan mayat. Salah satu metode yang bisa

diaplikasikan adalah dengan menggunakan entomologi forensik ( Rusidi dan

Yulianti, 2019).

Entomologi forensik merupakan salah satu cabang ilmu forensik yang

dapat memberikan informasi mengenai pengungkapan suatu kasus

kriminalitas baik secara pidana maupun perdata melalui pemanfaatan aktifitas

serangga yang ditemukan pada tubuh jenazah (Intan, 2015). Dari aspek

medikolegal,pemanfaatan entomologi forensik ditujukan untuk perkiraan post-

mortem interval (PMI) berdasarkan perkembangan serangga yang ditemukan

pada mayat (Wangko, 2014).

Hal – hal yang sering diperhatikan pada saat penentuan Post-mortem

interval (PMI) adalah melihat beberapa perubahan pada tubuh jenazah seperti

kaku mayat (rigor mortis), adanya lebam mayat pada tubuh mayat (livor

mortis), suhu jenazah dan lingkungan sekitar (Park dkk, 2018). Setelah

kematian, jika jenazah tidak dibuang dan dibiarkan terbuka, proses

pembusukan dan bau khas pembusukan akan menarik serangga terbang

terutama lalat (Bardale, 2011).

Serangga yang paling sering ditemui adalah blowflies (calliphoridae),

tetapi lalat dan kumbang lain sering ditemukan. Dalam suhu yang lebih

hangat, blowflies dapat mulai bertelur ditubuh dalam beberapa jam setelah

kematian. Jika suhu lebih dingin, atau jika tubuh tertutup, perilaku tersebut

dapat tertunda atau terhalang (James dkk, 2011).

2
Spesies lalat ( Diptera : Calliphoridae) biasanya yang pertama

mendatangi mayat dan bertelur . Telur lalat spesies ini dapat memberikan

informasi penting dalam bidang forensik antara lain untuk menentukan lokasi

kematian dan membantu memperkirakan lama waktu kematian. Siklus hidup

lalat secara umum yaitu telur-larva-pupa-lalat dewasa. Periode antara lalat

bertelur dan membentuk stadium perkembangan tertentu, dapat digunakan

untuk membantu memperkirakan lama waktu kematian. (Pais dan Archer,

2018).

Berdasarkan uraian diatas, penentuan waktu kematian dapat dilakukan

dengan memperhatikan fase perkembangan lalat yang ditemukan pada mayat

manusia maupun bangkai hewan. Periode antara lalat bertelur dan membentuk

stadium tertentu pada mayat manusia dan bangkai hewan sangat dipengaruhi

oleh faktor suhu pada lokasi kejadian. Lokasi kejadian yang berbeda akan

memiliki suhu yang berbeda sehingga fase perkembangan lalat yang akan

ditemukan akan berbeda juga. Maka dari itu, penulis tertarik ingin melakukan

penelitian terkait “Perbedaan Waktu Munculnya Telur Lalat Dari Bangkai

Mencit BALB/c Pada Suhu Ruangan dan Suhu Luar Ruangan Dalam

Penentuan Waktu Kematian”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana waktu munculnya telur lalat dari bangkai mencit BALB/c

pada suhu ruangan?

2. Bagaimana waktu munculnya telur lalat dari bangkai BALB/c pada

suhu luar ruangan?

3
3. Apakah terdapat perbedaan waktu munculnya telur lalat dari bangkai

mencit BALB/c pada suhu ruangan dan suhu luar ruangan dalam

penentuan waktu kematian?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menentukan waktu

kematian berdasarkan munculnya telur lalat yang didapatkan saat

pemeriksaan bangkai mencit BALB/c.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui waktu munculnya telur lalat dari bangkai mencit

BALB/c pada suhu ruangan.

b. Mengetahui waktu munculnya telur lalat dari bangkai mencit

BALB/c pada suhu luar ruangan.

c. Mengetahui adanya perbedaan waktu munculnya telur lalat dari

bangkai mencit BALB/c pada suhu ruangan dan suhu luar ruangan

dalam penentuan waktu kematian.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini menambah pengetahuan serta pemahaman dalam

menentukan waktu kematian berdasarkan waktu munculnya telur lalat

dari bangkai mencit BALB/c pada suhu ruangan dan suhu luar ruangan.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Institusi

4
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi

instansi terkait seperti tim investigasi kepolisian dan ahli entomologi

forensik dalam menentukan waktu kematian berdasarkan munculnya

telur lalat dari bangkai mencit BALB/c pada suhu ruangan dan suhu

luar ruangan.

b. Bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi penting yang dapat dimanfaatkan bagi

masyarakat.

3. Manfaat Metodologis

Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam bidang kedokteran

forensik sehingga dapat dikembangkan dan dijadikan dasar penelitian

selanjutnya.

5
6

Anda mungkin juga menyukai