Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Ilmu Kedokteran Forensik (IKF) merupakan penerapan ilmu kedokteran yang digunakan untuk kepentingan peradilan. Dilihat dari fungsinya, IKF dapat dikelompokkan ke dalam ilmu-ilmu forensik (Forensic Sciences) seperti Ilmu Kimia Forensik, Ilmu Fisika Forensik, Kedokteran Gigi Forensik, Psikiatri Forensik, Balistik, Entomologi Forensik, dan lain sebagainya. Entomologi forensik merupakan salah satu cabang dari ilmu forensik yang mengevaluasi aktivitas serangga dengan berbagai teknik untuk membantu memperkirakan saat kematian dan menentukan apakah ada jaringan tubuh atau tubuh mayat yang telah dipindah dari suatu lokasi ke lokasi lain, atau tubuh pernah dikacaukan di waktu tertentu, baik oleh hewan, maupun oleh pembunuh yang datang kembali ke TKP (Tempat Kejadian Perkara). Entomologi tidak hanya bergelut dengan biologi dan histologi arthropoda, namun saat ini entomologi dalam metode-metodenya juga menggeluti ilmu lain seperti kimia dan genetika. Dengan penggunaan pemeriksaan DNA dalam entomologi forensik, saat ini juga sedang diteliti kemungkinan mengidentifikasi DNA jaringan tubuh yang terkena kontak atau dimakan oleh serangga. Dengan makin banyak dan makin kecilnya marker DNA yang dapat digunakan untuk identifikasi manusia, maka kemungkinan deteksi semakin besar. Hal ini akan memungkinkan untuk mengidentifikasi jaringan tubuh atau mayat seseorang melalui serangga yang ditemukan pada tempat kejadian perkara.

1.2

Permasalahan Masalah - masalah yang diangkat pada referat ini adalah : 1. Apakah yang dimaksud dengan entomologi forensik? 2. Bagaimana cara memperkirakan waktu kematian dengan memanfaatkan

entomologi forensik? 3. Bagaimana prosedur pemeriksaan dalam entomologi forensik, meliputi

pengumpulan, pengawetan, dan pengemasan spesies?

1.3

Tujuan Penulisan a. Tujuan Umum


1

Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai entomologi forensik sehingga diharapkan dengan mengetahui lebih mendalam tentang entomologi dalam melaksanakan penyelidikan yang lebih mendalam. b. Tujuan Khusus Mengetahui perihal entomologi forensik, serta hubungan dan batasannya dalam ilmu forensik. Mengetahui cara memperkirakan waktu kematian dengan memanfaatkan entomologi forensik. Mengetahui prosedur pemeriksaan dalam entomologi forensik, meliputi pengumpulan, pengawetan, dan pengemasan spesies.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Entomologi Forensik Entomologi forensik adalah ilmu pengetahuan tentang serangga dan arthropoda

dalam kaitan dan aplikasinya untuk kepentingan hukum. Ilmu tersebut dikaitkan dengan jenazah manusia sesuai dengan tujuan utamanya untuk menentukan lama perkiraan waktu sejak kematiannya.1,2 Entomologi forensik pertama kali digunakan pada abad ke-13 di Cina dan pada abad ke-19 ditemukan penggunaan ilmu tersebut di berbagai negara, dan pada awal abad ke-20 entomologi forensik banyak berperan pada banyak kasus-kasus besar. Dalam lima belas tahun terakhir, entomologi forensik semakin sering digunakan dalam membantu proses investigasi yang dilakukan oleh polisi. Berkaitan dengan hal tersebut, pengunaan entomologi forensik terutama diterapkan pada kasus-kasus kematian yang diperkirakan telah berlangsung selama tujuh puluh dua jam atau lebih, karena metode forensik lainnya dinilai lebih akurat dalam menentukan waktu kematian sebelum tujuh puluh dua jam atau lebih. Namun, bila kematian telah berlangsung lebih dari tiga hari bukti serangga dinilai lebih akurat dan terkadang bisa menjadi satu-satunya metode pilihan dalam menentukan waktu kematian.2 Entomologi forensik dibagi dalam tiga aspek, yaitu urban, stored-product, dan medikolegal/medikokriminal. Aspek urban menekankan keberadaan serangga hidup dalam lingkungan di sekitar manusia. Hal tersebut dapat berguna dalam masalah hukum dengan ditemukannya serangga atau hama urban yang hidup pada manusia baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati. Serangga tersebut dapat menyerang tubuh dan kemudian menimbulkan kerusakan berupa luka yang dapat diinterpretasikan salah sebagai tanda kekerasan yang terjadi sebelumnya. Aspek entomologi strored-product melibatkan keberadaan serangga atau arthropoda atau bagian-bagian tubuh serangga pada makanan atau produk lainnya. Contohnya terdapat serangga atau larva yang berada pada makanan, sayuran atau makanan kaleng membuat konsumen menuntut pihak pembuat makanan atau restoran yang terkadang bisa merupakan suatu penipuan yang dilakukan oleh seseorang dengan memasukkan serangga atau bagian tubuhnya ke dalam makanan yang sudah dibeli terlebih
3

dulu untuk menuntut produsen makanan. Kasus tersebut dapat diselesaikan dengan bantuan entomologi forensik. Entomologi medikolegal atau saat ini lebih dikenal dengan sebutan entomologi medikokriminal, merupakan aspek yang penting karena kegunaannya dalam memecahkan kasus kriminal, terutama kekerasan. Hal ini berkaitan dengan adanya suatu jenis serangga, larva ataupun telur, kapan dan darimana asalnya, atau dalam keadaan yang bagaimana organisme tersebut dapat muncul di tubuh manusia. Hal tersebut dapat sangat berguna dalam memperkirakan waktu atau interval post mortem (post mortem interval) dan menentukan lokasi terjadinya kematian karena beberapa spesies hanya berada pada tempat tertentu atau hanya aktif pada saat-saat tertentu (musim atau waktu tertentu). Contoh kasus seperti yang terjadi di Ohio ketika seorang laki-laki terbukti bersalah membunuh anak dan istrinya di California karena pada mobilnya ditemukan belalang dan serangga yang muncul di malam hari dan banyak terdapat pada daerah Amerika bagian barat. Aspek lain yang termasuk dalam forensik medikolegal adalah entomotoksikologi, yaitu pengunaan serangga untuk analisis toksikologi dengan menguji beberapa zat yang diduga menyebabkan kematian pada korban karena jaringan serangga dapat mengasimilasi zat toksin yang terkumpul pada jaringan tubuh sebelum kematian.2 Sebagaimana telah dijelaskan, entomologi medikolegal merupakan aspek yang lebih sering digunakan dalam suatu proses investigasi kematian, pertama kali tercatat pada abad ke-13 oleh Sung Tzu dalam bukunya Washing Away of Wrongs yang menuliskan beberapa kasus tentang bagaimana seseorang meninggal dan sebab kemungkinan kematiannya. Dalam bukunya, Sung Tzu juga menggambarkan sebuah kasus pembunuhan yang terungkap pembunuhnya hanya gara-gara lalat. Hakim kampung tempat Sung Tzu tinggal mengundang semua pekerja di kampung itu untuk berkumpul dengan membawa sabitnya sehingga ia dapat menanyainya tentang mayat seorang laki-laki yang ditemukan mati di dekat sawah. Luka bacokan di tubuh korban membuat hakim mencurigai seorang pekerja sawah yang membunuh orang itu. Tidak lama setelah para pekerja tiba di depan sang hakim, lalat mulai mengitari sabit milik seorang pekerja. Partikel-partikel mikroskopik darah kering dan kulit yang menempel ke sabit menarik lalat yang memaksa pekerja itu mengakui tindakannya. Informasi Sung Tzu yang terdapat di bukunya memperlihatkan awal pengetahuan Timur tentang perilaku dan biologi serangga. Sung Tzu tidak hanya memasukkan pertimbangan kasusnya, tetapi juga menggambarkan perilaku lalat pada mayat yang sedang membusuk, pola lalat menginvasi berbagai lubang tubuh
4

alami, dan berbagai ketertarikan serangga pada luka. Selain itu, dalam bukunya juga dijelaskan bagaimana memeriksa jenazah sebelum atau sesudah dimakamkan, dan penjelasannya mengenai beberapa kasus yang dialaminya menjadi dasar bagi perkembangan entomologi forensik.3 Dr Bergeret d' Arbois merupakan yang pertama kali menerapkan ilmu entomologi forensik dalam menentukan interval post mortem. Kemudian selanjutnya entomologi semakin berkembang sejak awal abad ke-20 dengan adanya pembagian taksonomi serangga-serangga yang berkaitan dengan kepentingan medikolegal. Didalamnya termasuk dua famili utama, yaitu Sarcophagidae dan Calliphoridae.4 Berkaitan dengan tujuan penerapan entomologi forensik dalam memperkirakan waktu kematian, terdapat dua cara untuk menghubungkan serangga dengan terjadinya waktu kematian. Cara pertama yaitu berdasarkan fakta bahwa tubuh manusia atau bangkai lainnya mendukung terjadinya perubahan ekosistem dalam beberapa saat tergantung dari kondisi geografisnya. Selama proses pembusukan, terjadi perubahan fisik, biologi dan kimia. Perbedaan stadium dari fase pembusukan tersebut dapat menarik jenis serangga tertentu untuk muncul. Jenis Calliphoridae dan Muscidae dapat ditemukan berada di daerah atau cairan tubuh lainnya dalam beberapa menit sesudah kematian. Jenis Piophilidae tidak muncul saat jenazah masih baru, tetapi akan muncul beberapa saat setelah terjadinya fermentasi protein dalam tubuh. Cara kedua dalam memperkirakan interval kematian adalah dengan menggunakan umur larva. Umur larva dapat menentukan perkiraan interval kematian yang terjadi dalam satu minggu pertama sejak kematian. Spesies tertentu ditemukan di tubuh jenazah kemudian meninggalkan telurnya yang kemudian nantinya akan berkembang sesuai siklus hidupnya Stadium dalam siklus hidup larva tersebut dapat ditentukan berdasarkan ukuran dan spirakelnya. Selanjutnya perkembangan stadium memerlukan waktu tertentu yang dipengaruhi juga oleh temperatur di sekitarnya, karena serangga adalah makhluk berdarah dingin yang perkembangannya tergantung pada suhu sekitar.2 Terdapat beberapa jenis serangga yang memiliki peranan yang penting bagi entomologi forensik.

2.2

Kegunaan Entomologi Forensik Entomologi forensik digunakan untuk membantu penanganan kasus kriminal untuk

memperkirakan interval postmortem dan perkiraan waktu kematian. Interval postmortal merupakan hal yang penting dalam penyelidikan kasus pembunuhan dan kematian tidak
5

wajar lainnya. Hasil investigasi dapat membantu mengungkapkan kasus kejahatan dengan menyingkirkan tersangka atau menghubungkan kematian seseorang dengan interval waktu tertentu. Jika identifikasi spesies tidak tepat maka perkiraan interval postmortal menjadi tidak tepat pula. Secara umum kegunaan Entomologi forensik adalah:5 2.2.1 Memperkirakan Interval Postmortem Perubahan postmortem pada tubuh mayat dipengaruhi beberapa faktor, sehingga interval postmortem akan sulit ditentukan. Perubahan biologi dan fisik yang merupakan fungsi yang masih terjadi setelah kematian merupakan petunjuk dalam menentukan saat kematian. Namun pada kasus kematian yang telah berlangsung lama metode tersebut menjadi tidak berguna dan petunjuk yang tepat didapat dari informasi entomologi. Mayat yang mengalami pembusukan dapat mempengaruhi perilaku dan komposisi spesies di sekitarnya. Telah banyak dilakukan pengamatan terhadap serangga-serangga yang berkaitan dengan proses pembusukan mayat. Salah satu proses ini adalah perkembangan spesies yang memakan bangkai, contohnya adalah lalat dari famili Calliphoridae,

Sacrophagidae, dan Muscidae, yang merupakan serangga yang umum ditemukan pada mayat. Perkiraan umur serangga yang imatur yang telah memakan bangkai menunjukkan interval postmortem yang pendek karena, dengan pengecualian yang sangat jarang, lalat betina dewasa tidak meletakkan anak mereka pada inang yang masih hidup. Tergantung pada spesies serangga dan kondisi tempat kejadian, stadium perkembangan larva dapat menunjukkan interval postmortem 1 hari sampai lebih dari 1 bulan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan serangga pada mayat adalah: 5,6 a. Karakteristik spesies Implikasi penting untuk memperkirakan interval postmortem adalah bahwa spesies serangga pada bangkai berbeda dalam kecepatan pertumbuhan dan waktu tiba di bangkai. b. Iklim dan cuaca Temperatur memiliki peran penting pada kecepatan pertumbuhan dan metabolisme serangga. Perkembangan serangga akan semakin cepat apabila temperaturnya meningkat. c. Tipe makanan

Beberapa lalat bangkai dapat berkembang biak dalam beberapa macam tipe makanan. Contohnya Megaselia scalaris yang dapat memakan invertebrata yang hidup maupun yang sudah mati. Lucilia sericata tumbuh lebih lambat pada medium sayuran daripada medium daging. d. Obat-obatan dan racun Korban yang meninggal karena bahan kimia seperti bunuh diri atau overdosis obat-obatan memiliki efek pada serangga pemakan bangkai.

Pertumbuhan serangga dapat cepat atau lambat tergantung dari konsentrasi zat kimia tersebut.5 Pada hampir semua kasus, sampel serangga yang terkumpul berguna untuk memperkirakan waktu kematian. Keadaan mati adalah unik sehingga tidak ada satu algoritme terbaik untuk memperkirakan waktu kematian. Salah satu cara untuk memperkirakan interval postmortem adalah dengan mengamati tahap

perkembangan serangga tersebut. Model referensi untuk perkembangan spesies adalah kurva pertumbuhan, perkiraan terbaik usia larva tergantung pada ukuran kurva. Garis mendatar dari nilai panjang atau berat larva akan memotong kurva yang di bawahnya yang merupakan nilai usia. Kurva pertumbuhan belatung berbentuk huruf "S", yang menunjukkan berat berdasarkan usia, dengan pertumbuhan yang lambat pada 2 stadium larva yang pertama dan menurun lambat pada saat penghentian makan oleh stadium ketiga clan munculnya pupa. Pada daerah kurva yang landai ini merupakan bagian yang berguna untuk memperkirakan usia. 2.2.2 Menentukan Waktu Kematian Analisis mengenai serangga dapat digunakan untuk menentukan waktu kematian. Ketika jenazah ditemukan setelah beberapa minggu atau beberapa bulan setelah kematian, bukti entomologi seringkali menjadi satu-satunya metode yang tersedia untuk menentukan waktu kematian dengan tepat. Beberapa spesies tertarik pada jenazah segera setelah kematian, jenis lainnya tertarik setelah tahap pembusukan aktif, dan yang lainnya tertarik dengan kulit dan tulang yang kering. Serangga terus berkoloni di tubuh mayat sampai tidak ada lagi makanan. 2.2.3 Menentukan Lokasi Mayat Analisis berdasarkan suatu serangga spesifik yang mendiami wilayah tertentu bila terdapat pada tubuh mayat, maka dapat hampir dapat disimpulkan
7

bahwa mayat yang diidentifikasi berasal dari tempat yang merupakan wilayah dari habitat serangga tersebut. 2.2.4 Menentukan Sebab Kematian Ketika serangga bermigrasi dari jenazah, mereka selalu meninggalkan bukti kehadiran mereka sebelumnya, seperti cetakan kulit dari kulit larva dan selubung pupa yang kosong. Sementara itu jenazah mengalami perubahan serta menarik jenis serangga lain sehingga terbentuk koloni selanjutnya. Ketika jenazah ditemukan, ahli Entomologi forensik akan memeriksa serangga yang terdapat di atas permukaan jenazah pada waktu ditemukan, selain itu dilakukan juga pemeriksaan terhadap bukti yang ditinggalkan oleh koloni-koloni sebelumnya. Mereka juga akan mencatat spesies yang tidak ada, namun secara normalnya diharapkan muncul dalam serangkaian koloni. Dari informasi ini, waktu kematian secara akurat dapat ditentukan. 5,6

2.3

Siklus Hidup serangga

Perkembangan serangga Konsep dasar dari penggunaan serangga dalam menentukan perkiraan waktu kematian didasarkan pada cara serangga tersebut bertumbuh dan berkembang. Beberapa jenis serangga mengalami metamorfosis sempurna dan memiliki bentuk immatur yang tidak dapat bergerak dan bentuk dewasa yang dapat bergerak bebas.7 Beberapa jenis serangga ini memiliki kekhususan untuk berkembang pada tubuh yang telah mati. Bentuk dewasa akan terbang dan kemudian hinggap dan meletakan telur-telurnya pada tubuh mayat. Telur-telur ini lalu menetas menjadi larva yang akan mengalami tiga fase perkembangan. Larva melepaskan diri dari kapsul pembungkusnya namun tetap berada di dalam kapsul. Kapsul ini akan mengeras yang kemudian disebut kantung pupa atau puparia yang berfungsi untuk melindungi larva yang sedang mengalami fase perubahan menjadi pupa.8 Pupa yang baru terbentuk kemudian akan berwarna pucat, dan tidak dapat bergerak. Ia akan berubah menjadi semakin gelap sampai akhirnya berwarna coklat gelap dalam beberapa jam. Pupa merupakan bentuk dewasa yang tidak bersayap dan tidak mampu bergerak.7 Dalam waktu beberapa hari ia akan berkembang menjadi bentuk dewasa bersayap.8 Namun bentuk dewasa bersayap ini tidak akan terbang dalam satu hingga dua hari sampai seluruh tubuhnya mengeras. Bentuk dewasa akan terbang dan meninggalkan
8

kantung pupa yang kosong yang dapat menjadi bukti perkembangannya.8 Kantung pupa ini biasanya ditemukan bukan pada tubuh mayat namun terletak di sekitarnya. Sebagai contoh dapat ditemukan pada daerah lipatan baju, atau bahkan sampai 30 kaki jaraknya dari posisi mayat, pada celah diantara tumpukan karpet atau pada lipatanlipatan tirai di dalam ruangan Penemuan kantung pupa sangat berguna pada kasus-kasus kriminal mengingat bentuk ini merupakan bentuk tertua dari serangga yang secara pasti dapat dikaitkan dengan tubuh mayat yang ditemukan.7 Sebaliknya, bentuk dewasa terbang merupakan salah satu makhluk dengan tingkat mobilitas yang sangat tinggi, sekaligus dapat sangat nyata terlihat pada tubuh mayat. Bentuk ini dapat membantu pekerjaan ahli entomologi forensik apabila ditemukan namun seringkali tidak bermakna sebagai indikator akibat daya mobilitasnya yang tinggi.7 (1) Telur Telur berwarna putih dengan bentuk seperti sosis dan berukuran sangat kecil, bergerombol, dan sering ditemukan pada luka terbuka, lubang yang ada pada tubuh maupun pada pakaian yang menempel pada tubuh mayat.8 Telur-telur ini akan berkembang menjadi larva yang berkembang dengan cara memakan bagian tubuh mayat.7 (2) Larva Larva muncul dari telur yang menetas. Berwarna sangat putih namun berbentuk menyerupai kerucut. Terdapat mulut pada puncak kerucut dengan sepasang kait yang digunakan oleh larva untuk melekatkan dirinya pada jenazah ketika ia memakannya. Larva tidak dapat bergerak terlalu jauh dan berubah menjadi dewasa dengan melalui fase intermediate yang disebut pupa.7 (3) Pupa Pupa terbentuk setelah larva mengalami tiga kali pengelupasan kulit. Kulit akan memendek sehingga memberi kesan bentuk seperti kapsul, yang semakin lama akan semakin keras namun rapuh. Kulit ini sebenarnya tidak benar-benar terlepas, namun hanya berganti menjadi lapisan baru yang menutupi serangga di bagian dalamnya.7 (4) Dewasa Bentuk ini sebenarnya kurang bermakna sebagai indikator untuk kepentingan forensik. Serangga pada fase dewasa memiliki mobilitas yang tinggi sehingga mereka hanya berguna untuk membantu menetapkan spesies serangga apa
9

yang berada pada tubuh mayat walaupun kita tidak dapat menentukan dengan pasti apakah serangga tersebut benar berasal dari mayat tersebut atau merupakan serangga yang datang dari luar untuk meletakkan telurnya.8

Gambar 1. Skema metamorfosis serangga

2.4 Jenis-Jenis Serangga 2.4.1 Lalat (ordo Diptera) Lalat termasuk ordo diphtheria pada kelas insecta, dengan ciri - ciri sepasang sayap yang terletak di mesothorax. Sepasang sayap lainnya bereduksi menjadi alat keseimbangan terbang yang disebut halter. Bentuk mulut bervariasi untuk menghisap, menusuk dan mengunyah.9 Lalat adalah jenis serangga yang dapat ditemukan di habitat manapun.10 Ordo diptera dibagi menjadi 3 subordo yaitu Nematocera, Brachycera, Cyclorrhapha. Subordo Nematocera dan Brachycera disebut juga ordo Orthorrapha yang akan meninggalkan bekas pecahan seperti huruf T atau Y pada kulit larvanya saat menjadi dewasa. Sedangkan ordo Cyclorrapha meninggalkan pecahan berbentuk sirkuler.11 Terdiri dari segolongan famili, tetapi hanya tiga famili lalat yang berperan dalam entomologi forensik yaitu famili Calliphoridae, Sarcophagidae dan Muscidae. Ketiganya tergolong dalam subordo Cyclorrapha.11 a. Famili Calliphoridae (blow flies) Famili ini dibagi menjadi dua golongan yaitu metallic calliphoridae berwarna hijau, biru atau ungu dan non-metallic calliphoridae dengan warna hitam,
10

abu-abu tua atau jingga. Green bottle flies (genus phaenicia), blue bottle flies (genus calliphora), genus cochliomyia dan genus chrysomyia adalah termasuk dalam famili ini. Lalat dewasa dari famili ini rata-rata panjangnya 6-14 mm, dengan mayoritas warna yang metalik mulai dari hijau, biru, perunggu atau hitam.11

Gambar 2. Ordo diptera

Larva matur blow flies memiliki panjang 8-23 mm, berwarna putih atau coklat muda. Pada segmen terminal larva memiliki enam atau lebih tuberkel berbentuk kerucut dan spirakel posterior yang digunakan untuk respirasi. Pada kelompok metallic, spirakel posterior seperti buah alpukat, peritreme jelas, spiracular slits lurus dan mengarah ke bawah. Pada kelompok non metallic, spirakel posterior bervariasi bentuknya, peritreme tidak jelas, spiracular slits bentuk lurus atau kantong dan tidak mengarah ke bawah. 11 Blowflies dalam beberapa menit muncul dan membentuk koloni pertama kali pada mayat. Lalat betina akan meletakan telur dalam jumlah besar di lubang hidung, mulut dan luka terbuka. Telur akan menetas dalam waktu 24 jam. Sedangkan larva dan pupa akan menjadi lengkap masing-masing dalam waktu 10
11

hari. Genus dari famili ini diantaranya calliphora, chrysomya, cochliomyia, cynomyopsis, lucilia, phaenicia, phormia dan protophormia.11

Gambar 3. Chrysomyia sp.

b. Famili Sarcophagidae (flesh flies) Spesies dari famili ini ditemukan pada daerah dengan iklim tropis dan panas. Dinamakan sebagai lalat daging didasarkan pada perilaku larvanya yang memakan materi-materi yang berasal dari binatang.7 Lalat dewasa memiliki panjang 2-14 mm, dengan warna belang abu-abu hitam pada thorax. Beberapa spesies memiliki warna mata merah terang. Larva flesh flies memiliki spirakel posterior di ujung abdomen dan dikelilingi oleh tuberkel. Spirakel posterior pada famili Sarcophagidae memiliki 3 buah spiracular slits yang tersusun convergen terhadap botton.7 Lalat ini tertarik terhadap mayat atau bangkai dalam berbagai keadaan, baik panas, kering, teduh, basah, dalam maupun luar ruangan. Berbeda dari famili lainnya, mereka tidak meletakkan telurnya pada tubuh mayat. Sehingga ketika menghitung interval postmortem, waktu yang diperlukan bagi telur untuk berkembang menjadi larva harus dihilangkan.11

Gambar 4. Sarcophaga sp.

12

c. Famili Muscidae Lalat dari famili ini berukuran sedang, dengan panjang sekitar 3-10 mm. Mereka biasanya berwarna keabuan hingga gelap, meskipun beberapa spesies memiliki warna metalik. Larva maturnya memiliki panjang 5-12 mm dan berwarna putih hingga kekuningan.7 Famili ini biasanya muncul pada tubuh mayat sesudah blow flies dan flesh flies. Mereka juga meletakkan telur-telurnya pada lubang-lubang yang ada pada tubuh.

Gambar 5. Musca domestica Terlihat letak spirakel terdapat di bagian anterior dan posterior tubuh. Fungsi spirakel pada larva adalah sebagai alat pernapasan. Spirakel mulai terbentuk pada larva instar ke-2 dan sempurna pada instar ke-3.11

Siklus Hidup Lalat mengalami metamorfosis lengkap dengan stadium-stadiumnya yang terdiri dari telur-larva-pupa-dewasa. Terjadi metamorfosis lengkap

(homometabolous) sebab terdapat perubahan bentuk yang sama sekali berbeda dari stadium larva sampai stadium dewasa. Lalat betina akan meletakkan telur dalam jumlah besar pada awal bloat stage dari pembusukan. Dalam waktu 8 jam sampai tiga hari telur menetas dan menjadi larva. Lalu larva akan menjadi pupa dalam waktu 2-19 hari. Dalam waktu tiga hari, pupa akan berubah menjadi lalat dewasa.11
13

Gambar 6. Siklus Hidup Lalat Siklus hidup lalat adalah sebagai berikut : (1) Telur Telur lalat bervariasi bentuk dan ukurannya. Lalat biasanya meletakkan telurnya secara berkelompok yang dapat mencapai 40-200 telur sekali bertelur. Telur lalat akan menetas menjadi larva kira-kira setelah 1 hari. (2) Larva Larva lalat tidak memiliki kaki (legless larva / apodous). Larva akan mengalami pengelupasan kulit sebanyak tiga kali sebelum akhirnya bermigrasi untuk menjadi pupa. Terdapat tiga perkembangan larva lalat: 1st instar Stadium ini membutuhkan waktu paling sedikit diantara stadium lain. Kebanyakan menyelesaikan larva lalat membutuhkan ini sejak telur waktu 11-38 jam untuk puncak

stadium

menetas,

dengan

pertumbuhan pada 22-28 jam. Panjang larva pada stadium ini mencapai kurang lebih 5 mm atau seukuran bulir nasi. 2nd instar Kebanyakan larva menyelesaikan 11-22 jam sejak 1st instar untuk kemudian menjadi 3 rd instar. Larva membentuk koloni yang disebut maggot mass dan menyebabkan temperature di sekitar larva sedikit meningkat yang disebut maggot mass temperature. Panjang larva pada
14

stadium ini kurang lebih 10 mm dan mulai terbentuk spirakel posterior untuk respirasi. 3rd instar Stadium ini adalah stadium terlama yang dibagi menjadi dua tahap.Tahap pertama larva melanjutkan memakan mayat sampai 20-96 jam, pada tahap ini larva memiliki empat spirakel posterior dan mencapai panjang kurang lebih 17 mm. Tahap kedua akan berlangsung 80-112 jam. Setelah larva berhenti makan, kemudian akan berpindah ke daerah yang lebih kering untuk memulai stadium pupa. Larva berubah warna agak coklat kemerahan. (3) Pupa Diperlukan waktu kira-kira 10 hari dalam puparium, untuk transformasi dari larva menjadi lalat dewasa. Tahap pupa dapat bertahan dari keadaan panas, dingin ataupun banjir. (4) Dewasa Setelah 3 hari, larva yang sudah berubah menjadi bentuk lalat dewasa akan keluar dari pupa dan dapat memulai siklus hidupnya lagi dengan bertelur.12

2.4.2 Kumbang (ordo Coleoptera) Serangga ini memiliki karakteristik yaitu sayap yang berkulit keras yang menutupi dan melindungi lapisan sayap dibawahnya. Mereka dapat memakan bangkai, tumbuhan, maupun segalanya, dengan beberapa diantaranya dapat hidup sebagai parasit. 7

Gambar 7. Ordo Coleoptera


15

Jenis jenis kumbang : a. Famili Silphidae (Kumbang Bangkai) Bentuk dewasanya memiliki kebiasaan mengubur bangkai dalam ukuran kecil di bawah tanah untuk disiapkan bagi anaknya. Larva dari famili ini memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, namun umumnya mempunyai panjang 15-30 mm. Selain itu larva ini dikatakan juga memiliki kemampuan untuk bergerak.11

Gambar 8. Famili Silphidae b. Famili Staphylinidae (Kumbang Pengelana) Merupakan jenis kumbang yang ramping, panjang, dan memiliki sayap yang pendek atau juga disebut elytra. Larvanya yang berbentuk ramping, panjang, berwarna pucat, dan memiliki kepala yang berwarna gelap. Larva dan bentuk dewasa bergerak cepat dan bersifat predator terhadap serangga yang lebih kecil. Bentuk dewasa dari beberapa anggota famili ini termasuk serangga yang pertama datang ke tubuh mayat, lalu memakan larva dari semua jenis lalat. Mereka juga akan meletakkan telurtelurnya pada tubuh mayat tersebut. Famili ini bahkan mampu merobek puparia atau kantung pupa dari lalat untuk menopang keberlangsungan hidup mereka pada tubuh mayat.11

16

Gambar 9. Famili Staphylinidae

2.5

Perkiraan Waktu Kematian Perkiraan waktu kematian dalam suatu kasus forensik adalah hal yang penting,

sehingga hampir selalu dicantumkan dalam sebuah kesimpulan autopsi forensik. Perkiraan saat kematian membantu pihak kepolisian dalam konfirmasi alibi seseorang, yang pada gilirannya akan mempersempit daftar tersangka di tangan kepolisian. Tersusunnya daftar tersangka yang tajam dan tepat akan menghemat waktu, tenaga dan dana dalam suatu penyidikan.13 Dalam ilmu kedokteran, memperkiraan saat kematian tidak dapat dilakukan dengan 1 metode saja, gabungan dari 2 atau lebih metode akan memberikan hasil perkiraan yang lebih akurat dengan rentang bias yang lebih kecil. Beberapa metode yang lazim digunakan dalam membuat perkiraan saat kematian adalah pengukuran penurunan suhu tubuh, interpretasi lebam dan kaku mayat, interpretasi proses dekomposisi, pengukuran perubahan kimia pada vitreous, interpretasi isi dan pengosongan lambung serta interpretasi aktivitas serangga yaitu melalui entomologi forensik.13,14 Entomologi forensik mengevaluasi aktifitas serangga dengan berbagai teknik untuk membantu memperkirakan saat kematian dan menentukan apakah jaringan tubuh atau mayat telah dipindah dari suatu lokasi ke lokasi lain. Entomologi tidak hanya bergelut dengan biologi dan histologi artropoda, namun saat ini entomologi dalam metode metodenya juga menggeluti ilmu lain seperti kimia dan genetika termasuk melalui DNA. Hal ini memungkinkan untuk mengidentifikasi jaringan tubuh atau mayat seseorang melalui serangga yang ditemukan pada tempat kejadian perkara.13,14

17

2.5.1 Aktivitas Serangga Serangga yang tertarik pada mayat, secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu spesies nekrofagus yang memakan jaringan tubuh mayat, kelompok predator dan kelompok parasit yang memakan serangga

nekrofagus. Kelompok parasit adalah kelompok spesies omnivora yang memakan baik jaringan tubuh mayat dan juga memakan serangga yang lain. Dari tiga kelompok ini, kelompok spesies nekrofagus adalah kelompok spesies yang paling penting dalam membantu membuat perkiraan saat kematian. Bergantung pada waktu dan spesies dari serangga, serangga dapat mendatangi, memakan dan berkembang biak segera setelah kematian. Sejalan dengan proses pembusukan, beberapa gelombang generasi serangga dapat menetap pada tubuh mayat. Berbagai faktor seperti derajat pembusukan, penguburan, terendam dalam air, proses mumifikasi dan kondisi geografi dapat menentukan kecepatan kerusakan tubuh mayat, dan berapa tipe serangga serta berapa generasi serangga yang dapat ditemukan.13,14 Lalat adalah serangga yang paling umum dikaitkan dengan pembusukan. Lalat cenderung menempatkan telurnya dalam orificium tubuh atau pada luka terbuka. Kecenderungan ini akan mengakibatkan berubahnya bentuk luka atau bahkan hancurnya daerah sekitar luka. Telur lalat umumnya terdeposit pada mayat segera setelah kematian pada siang hari. Bila mayat tidak dipindahkan dan hanya telur yang ditemukan pada mayat, maka dapat diasumsikan bahwa waktu kematian berkisar antara 1 - 2 hari. Angka ini sedikit variatif, tergantung pada temperatur, kelembapan dan spesies lalat. Setelah menetas, larva berkembang sehingga mencapai tahap pupa. Tahap ini memakan waktu 6 - 10 hari pada kondisi tropis biasa. Lalat dewasa keluar dari pupa pada 12 - 18 hari. Banyak variabel yang mempengaruhi perkembangan serangga, karenanya suatu usaha memperkirakan saat kematian dengan menggunakan metode dari entomologi, harus dibantu oleh seorang ahli entomologi medik.14 2.5.2 Tahap Tahap Pembusukan Terdapat lima tahap dekomposisi disertai aktivitas serangga yang berbeda yang terdiri dari :14 (1) Fresh stage
18

Dalam fresh stage, serangga pertama yang tiba adalah lalat. Beberapa peneliti menganggap keseluruhan kolonisasi sebagai blowflies sedangkan peneliti lain melihat blowflies dan fleshflies sebagai jenis yang terpisah. Deskripsi yang lebih akurat adalah melalui klasifikasi yang sebenarnya dimana blowflies termasuk dalam famili Calliphoridae dan dikenal sebagai green bottles, blue bottles, dan lalat rumah sedangkan fleshflies termasuk dalam famili Sarcophagidae. Cara membedakannya adalah bowflies dapat berwarna metalik, hijau, biru atau hitam sedangkan fleshflies cenderung tidak berwarna, dapat bergaris dengan tonjolan merah di bagian perut belakang. Blowflies bertelur di luka atau daerah terbuka seperti mata, hidung, penis atau vagina. Sedangkan fleshflies langsung mendepositkan larva hidup ke dalam tubuh. Serangga yang datang pada fase ini adalah green bottle dan blue bottle. Serangga ini datang mulai dari beberapa menit sampai beberapa jam setelah kematian tergantung pada kondisi lingkungan. Lalat betina bertelur di setiap bagian tubuh yang terbuka. Tempat telur pertama tidak dapat segera terlihat karena telur terdeposit sangat jauh di dalam rongga tubuh. Telur blowfly memiliki panjang sekitar 2 mm, dan berwarna putih atau kuning. Fleshflies dapat datang pada waktu yang sama atau beberapa jam setelah blowflies. Seperti yang telah disebutkan Fleshflies mendepositkan larva hidup di tubuh. Pada tahap ini mereka dapat menjadi mangsa bagi lalat dewasa. Semut juga dapat muncul dan memangsa telur dan belatung. Selama tahap ini ada beberapa metode yang digunakan untuk memperkirakan PMI (post mortem interval). Telur dikumpulkan, kemudian dibawa ke laboratorium. Di laboratorium para peneliti harus menciptakan kondisi lingkungan seperti saat tubuh itu ditemukan. Beberapa peneliti menyarankan hati sapi sebagai sumber makanan yang baik untuk pembiakan belatung. Telur menetas dan muncullah lalat dewasa. Beberapa lalat dewasa dikumpulkan dan diidentifikasi. Siklus kedua mungkin terjadi sehingg penyelidik harus mencatat waktu yang tepat dari masing-masing tahap dan total lamanya waktu yang diperlukan untuk satu siklus lengkap. Siklus hidup lalat terdiri dari lima tahap. Yang pertama adalah telur. Kedua tahap tiga instar, masing-masing menghasilkan belatung yang lebih
19

besar. Yang keempat adalah tahap pra-pupa di mana belatung meninggalkan tubuh dan mencoba untuk membungkus diri di daerah di mana ia akan menjadi kepompong dan menjadi lalat dewasa. Tahap pembentukan pupa adalah tahap kelima dan terakhir. Tahap tiga instar diidentifikasi melalui morfologi dari mulut dan spirakel posterior. Belatung hidup yang ditemukan dikumpulkan dan dibandingkan dengan kecepatan pertumbuhan. Bagaimanapun juga, kecepatan pertumbuhan ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan spesies dari lalat itu sendiri. (2) Bloated Stage Tahap ini dibedakan dari terdapatnya produksi gas oleh bakteri yang memecah jaringan. Telur berkontribusi terhadap lalat akan menetas dan larva secara aktif dekomposisi melalui peningkatan aktivitas

pengrusakan jaringan yang dapat mengakibatkan peningkatkan suhu tubuh hingga 127 derajat fahrenheit . Semakin tinggi suhu tubuh lebih banyak aktivitas bakteri yang terjadi. (3) Decay Stage Pada decay stage, kulit telah pecah dan cairan tubuh menyerap ke area sekitarnya. Belatung (larva) akan berhenti makan dan pergi dari tubuh. Belatung berada dalam tahap instar ketiga selama fase ini. Belatung akan bergerak lepas dari tubuh secara massal atau individu tergantung dari spesiesnya. Beberapa akan bergerak sejauh 20 meter dari tubuh. Kumbang menjadi serangga yang paling umum pada akhir fase ini. (4) Post-Decay stage Pada tahap post decay yang paling banyak ditemukan pada tubuh adalah kumbang. Spesies akan bervariasi sesuai dengan kondisi. Beberapa kumbang tidak dapat hidup dalam kondisi basah sementara yang lainnya membutuhkan kondisi lembab. (5) Skeletal Stage Pada tahap ini hanya serangga tanah yang dapat ditemukan. Pada tahap ini penting untuk mengambil contoh tanah dari bawah tubuh sampai jarak 3 kaki dari tubuh.

20

2.6

Prosedur Pemeriksaan

2.6.1 Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel adalah hal yang amat penting dan harus dilakukan dengan benar. Pengumpulan sampel dan prosedur hukum tiap negara mungkin berbeda, namun Mark Benecke telah membuat suatu pedoman umum mengenai pengumpulan sampel entomologi yang dinamainya Ten Basic Rules for Collection (1) Ambil foto close-up dari semua lokasi artropoda diambil. (2) Karena larva umumnya tidak terlihat saat penggunaan blitz, usahakan untuk tidak menggunakan blitz terutama pada foto digital. (3) Selalu sertakan alat ukur dalam setiap foto yang diambil untuk menjelaskan ukuran larva atau bentuk serangga lain. (4) Kumpulkan kira-kira satu sendok makan penuh sertangga dari minimal 3 lokasi berbeda dari tempat kejadian perkara dan untuk serangga dari tubuh mayat, letakkan pada 3 wadah bertutup yang bening. (5) Jangan memasukkan serangga ke dalam isopropyl atau formalin, sebagai gantinya gunakan ethanol 98% bagi setengah dari jumlah serangga yang kita kumpulkan. (6) Matikan serangga dengan air panas sebelum meletakkannya dalam ethanol. (7) Masukkan setengah jumlah spesimen pada pendingin. (8) Lengkapi setiap wadah sampel dengan label yang dilengkapi dengan informasi tanggal, inisial, waktu dan lokasi. (9) Konsultasikan dengan entomology forensik yang berpengalaman untuk setiap pertanyaan yang timbul saat pengumpulan sampel dan pemrosesannya. (10) Identifikasi dan analisa harus dilakukan dengan bantuan entomolog.15

Metode modern yang saat ini umum digunakan dalam analisa bidang entomologi adalah Scanning electron microscopy (SEM), sebuah metode yang meneliti morfologi telur dan larva dengan seksama di bawah sebuah mikroskop elektron. Melalui sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2007, telah dibuktikan bahwa SEM dapat membuat identifikasi secara array morfologi dari serangga hingga penentuan spesies menjadi jauh lebih akurat. Penentuan spesies ini akan amat membantu dalam membuat perkiraan saat kematian yang lebih akurat, serta menentukan penanganan yang tepat pada kasus entomologi forensik urban dan bidang produk.

21

Observasi dan pencatatan tentang entomologi forensik dapat memberikan informasi yang berharga untuk kepentingan penyidikan. Berdasarkan observasi yang terperinci selama pengumpulan bukti entomologi mungkin dapat membantu keseluruhan investigasi dengan memberikan pengetahuan tentang kemungkinan penyebab dan cara kematian. Beberapa jenis serangga dapat terlihat segera ketika pertama kali melakukan observasi pada tubuh mayat, tetapi dalam waktu yang dekat serangga tersebut sudah tidak dapat ditemukan kembali. Keadaan ini dikarenakan terjadinya kerusakan pada tubuh mayat yang disebabkan proses investigasi sehingga mengakibatkan larinya serangga tersebut. Sampel yang dikumpulkan mencakup semua stadium serangga dan diambil dari area tubuh berbeda, antara lain diambil dari pakaian dan dari tanah atau karpet. Serangga lebih sering berkumpul di luka dan di area orifisium natural.11 (1) Telur Telur dapat dikumpulkan dengan menggunakan kuas atau forsep dan dimasukkan di dalam air. Sebahagian sebaiknya dilarutkan ke dalam 75% alcohol atau 50% isopropyl alhokol. Sisanya ditempatkan pada sebuah botol kecil dengan sedikit kertas saring yang basah untuk mencegah dehidrasi. Jika pengumpulan tersebut membutuhkan waktu beberapa jam sebelum diterima oleh ahli entomolgi forensik sebaiknya tembahkan seiris hati sapi dan pastikan terdapat tissue untuk mencegah telur tersebut tenggelam.15,16 (2) Larva Larva dikumpulkan berdasarkan ukuran. Larva yang berukuran besar biasanya lebih tua dan sangat penting untuk penyelidikan. Larva dikumpulkan dari berbagai area tubuh dan sekitarnya kemudian dipisahkan. Setelah dikumpulkan larva harus diawetkan segera. Jika terdapat banyak larva pada tubuh, maka diawetkan kira-kira setengah dari seluruh ukuran. Jika hanya dua puluh sampai tiga puluh, diawetkan satu atau dua. Pengawetan spesimen dilakukan dengan cara mencelupkannya ke dalam air panas selama beberapa menit kemudian dimasukkan ke dalam alcohol 70% atau isopropyl alcohol 50%. Perlu diingat bahwa sebagian larva harus tetap hidup. Sampel sebaiknya mengandung seratus larva (setiap ukuran jika mungkin). Spesimen yang hidup ditempatkan dalam botol kecil dengan udara dan makanan sama seperti telur.15

22

(3) Pupa Siklus pupa sangat penting dan sangat mudah hilang. Pupa dimasukkan ke dalam botol kecil yang disertakan dengan selembar tissue untuk mencegah kerusakan. Dapat pula dilembabkan dengan air tapi hati-hati jangan sampai tenggelam. Pupa tidak boleh diawetkan. Mereka tidak akan berkembang dan hamper tidak mungkin dapat diidentifikasi sampai pupa tersebut berubah menjadi dewasa.15,16 (4) Lalat Dewasa Lalat dewasa tidak terlalu penting. Lalat dewasa ini hanya digunakan sebagai indikasi untuk menentukan jenis serangga mana yang langsung berkembang dari mayat dan jenis serangga mana yang berasal dari tempat lain..Lalat ini dapat dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam botol kecil tanpa air dan makanan.15, 17 (5) Kumbang Kumbang bergerak dan berpindah dengan cepat serta sering ditemukan di bawah tubuh atau di bawah pakaian. Serangga ini dapat ditempatkan pada sebuah botol dengan sedikit udara. Mereka membutuhkan makanan jika disimpan lebih dari dua puluh empat jam sebelum diberikan kepada ahli entomologi forensik. Kumbang adalah kanibal sehingga tidak boleh ditempatkan dalam botol yang sama.15

2.6.2 Pemberian Label Spesimen Serangga yang dikumpul dari suatu bagian tubuh harus dipisahkan dari bagian tubuh yang lain. Spesies yang berbeda juga dipisahkan. Setiap botol sebaiknya diberi label yang terdiri dari :15 (1) Area tubuh / tanah. (2) Tanggal dan waktu pengumpulan (3) Nama kolektor (4) Fase hidup serangga

2.6.3 Pengambilan Spesimen Hampir semua spesimen rapuh dan mungkin paling baik diambil dengan menggunakan sarung tangan, yaitu spesimen yang ramping dan diambil dengan
23

menggunakan sikat yang dicelupkan pada air atau alkohol. Yakinkan bahwa semua ampul tersebut tertutup dengan baik.2

2.6.4 Pengemasan Spesimen Serangga sebaiknya dibawa ke ahli entomologi forensik sesegera mungkin untuk mempertahankan kontinuitasnya. Serangga ini dikemas dalam sebuah kotak yang mempunyai banyak udara dan berada dalam posisi tegak.2

Gambar 10. Tempat sampel disimpan

Apabila mayat didinginkan dalam kamar mayat sebelum pengumpulan, kemudian harus diketahui kapan mayat akan didinginkan dan kapan akan dikeluarkan.2 Dua spesies lalat, Calliphora fomitoria, dan Phorima regina kedua spesies merupakan lalat pertama yang menghinggapi mayat. Stadium Calliphora fomitoria dikumpulkan kemudian diperhatikan ukuran, jumlah lubang pernafasan dan tingkah laku. Pada temperature 15C, Calliphora fomitoria membutuhkan minimal sembilan hari untuk mencapai stadium prepupa.2 Ketika menyelidiki suatu kasus kematian, beberapa pertanyaan utama yang dibutuhkan dan harus dijawab oleh ahli entomologi forensik adalah :8 (1) Serangga jenis apa yang terdapat pada tubuh? (2) Spesimen mana yang paling tua? (3) Berapa umur spesimen yang tertua? (4) Apakah suhu lingkungan di tempat kejadian sesuai ketika lalat berkembang pada tubuh mayat?

24

Faktor-faktor lain yang sebaiknya diketahui pada suatu kasus kematian yaitu: 18 a. Habitat Lokasi umum : apakah hutan, pantai, rumah, atau pinggir jalan. Vegetasi : pepohonan, rumput, atau semak-semak. Jenis tanah : berbatu-batu, berpasir, atau berlumpur Cuaca pada saat pengumpulan specimen : panas terik atau berawan. Suhu. Lokasi kejadian : teduh atau di bawah sinar matahari langsung.

b. Jenazah Keberadaan dan tipe pakaian. Penyebab kematian jika diketahui, apakah ada darah atau cairan tubuh disekitarnya. Keberadaan luka dan jenisnya. Keberadaan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kecepatan dekomposisi.

c. Posisi jenazah Tahap-tahap dekomposisi. Keberadaan larva dan jumlahnya. Keberadaan daging atau bangkai di sekitar jenazah yang mungkin dapat menarik serangga. d. Mencatat keadaan yang tidak umum, yang disebabkan oleh manusia, dan tanda sudah terdapatnya tanda pembusukan.

25

BAB III KESIMPULAN


Penentuan perkiraan saat kematian dalam suatu kasus forensik adalah hal yang memegang peranan penting sehingga selalu dicantumkan dalam sebuah kesimpulan autopsi forensik. Perkiraan saat kematian membantu pihak kepolisian dalam menyelidiki dan melakukan konfirmasi alibi seseorang, yang pada gilirannya akan mempersempit daftar tersangka di tangan kepolisian. Tersusunnya daftar tersangka yang tajam dan tepat akan menghemat waktu, tenaga dan dana dalam suatu penyidikan. Dalam ilmu kedokteran, memperkiraan saat kematian tidak dapat dilakukan dengan 1 metode saja, gabungan dari 2 atau lebih metode akan memberikan hasil perkiraan yang lebih akurat dengan rentang bias yang lebih kecil. Entomologi forensik mengevaluasi aktifitas serangga dengan berbagai teknik untuk membantu memperkirakan saat kematian dan menentukan apakah jaringan tubuh atau mayat telah dipindah dari suatu lokasi ke lokasi lain. Penetuan waktu kematian dapat dilakukan dengan mengidentifikasi umur serangga maupun telur yang ada pada mayat, sehingga dapat memperkirakan dengan lebih tepat waktu kematian mayat tersebut. Asumsi pokok bahwa mayat manusia yang masih baru belum dikerumuni serangga dan serangga tersebut belum berkembang dalam mayat. Dengan demikian umur serangga yang semakin tua beserta telur yang ditemukan pada mayat dapat dijadikan dasar perkiraan interval postmortem minimum. Untuk menentukan apakah suatu mayat telah dipindahkan dari lokasi pembunuhan yang sebenarnya dapat dilakukan dengan mengidentifikasi serangga yang terdapat pada mayat dan dibandingkan dengan serangga serupa yang terdapat di sekitarnya. Identifikasi terutama secara molekular akan diperoleh data apakah serangga yang terdapat pada mayat berasal dari daerah tempat mayat tersebut ditemukan ataukah berasal dari tempat lain, karena pada dasarnya bahkan serangga yang sejenis dapat memiliki variasi genetik yang berbeda antara lokasi satu dengan yang lain. Entomologi medik termasuk di dalamnya entomologi forensik terus berkembang pesat, dan jasa entomolog medik amat dibutuhkan. Keahlian tenaga entomolog dibutuhkan dalam penyidikan, di peradilan maupun dalam pengawasan bidang kedokteran untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Walau di Indonesia bidang ini belum

26

sepopuler ilmu medik yang lain, namun dengan era informasi dan globalisasi saat ini, trend entomologi diharapkan akan sepopuler disiplin entomologi di bagian dunia yang lain.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Byrd JH. Forensic entomology [online]. 1998 [cited on 20013 Desember 19]. Available from : URL http://www.forensicentomology.com/definition.htm 2. Anonymous. Forensic Entomology. 2008 [cited 2013 Desember 19]. Available from URL : http://www.en.wikipedia.org/wiki/forensic_entomological/decomposition 3. Hadley D. An Early History of Forensic Entomology, 1300-1900. 2010. Available at: www.insects.about.com/od/forensicentomology/p/early_forensic/ento_history.htm 4. Anonym. Forensic entomology [online].2008 [cited on 2013 Desember 19]. Available from URL : http://www.en.wikipedia.org/wiki/forensic_entomological 5. Anonymous. Insect and Forensic Entomology 2008 [cited 2013 Desember 19]. Available from URL: http://agspsrv34.agrie.wa.gov.au/ento/forensic.htm 6. Morten Staerkeby. What is Forensic Entomology? 2002 [cited 2013 Desember 19]. Available from URL: http://cienciaforense.com/pages/entomology/overview.htm 7. Bullington, Stephen. Forensic Entomology. 1998 [cited 2013 Desember 19]. Available from URL: http://www.FORENSIC-ENT.com 8. Gail. S, dr. Forensic Entomology : The Use of Insect in Death Investigation. 1998 [cited 2013 Desember 19]. Available from URL :

http://www.sfu.ca/ganderso/forensicentomology.htm 9. Serangga. In Scribd. [serial online]. 2010 [cited 2013 Desember 19]. Available from : http://www.scribd.com/doc/13066004/Insecta 10. Meyer Jhon R. Diptera. Department of Entomology NC State University: 2005 [cited 2013 Desember 20]. Available from:

http://www.cals.ncsu.edu/course/ent425/library/compendium/diptera.html 11. Isfandiari Adelia B. Perbedaan Genus Larva Lalat Tikus Wistar Mati pada Dataran Tinggi dan Rendah di Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro. 2009. 12. Putra NS. Entomologi forensic : satu lagi manfaat serangga bagi kepentingan manusia. 2009 [cited 2013 Desember 20]. Available from :

http://ilmuserangga.wordpress.com/2009/12/23/entomologi-forensik-satu-lagi-manfaatserangga-bagi-kepentingan-manusia/ 13. Idries AM, et al. Peran Ilmu Kedokteran Forensik dalam proses penyidikan. Jakarta : Sagung Seto, 2008. Page : 190 210.
28

14. Wangko T, et al. Peran Entomologi Forensik Dalam Perkiraan Saat Kematian Dan Oleh Tempat Kejadian Perkara Sisi Medis (Introduksi Entomologi Medik). Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK UNSRAT.2009. 15. Anderson, S Gall. Forensic Entomology : The Use of Insects In Death Investigations. School of Criminology, Simon Fraser University. 1998. Available on : http://www.rcmplearning.org/docs/ecdd0030.htm 16. Dadour, Ian and Cook, David. Forensic Entomology, Collecting From A Corpse. Available on : agspsrv34.agric.wa.gov.au/ento/forensic.htm 17. Brandt, Amoret and Hall, Martin. Forensic Entomology. Natural History Museum. London. 2006. Available on : www.scienceinschool.org/2006/issue2/forensic/ 18. Mayasari D. Hubungan Panjang Larva Lalat dengan Lama Waktu Kematian Tikus Wistar yang Didislokasi Tulang Leher di Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro. 2008

29

Anda mungkin juga menyukai