Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

Kanker Paru

Disusun Oleh:
ELMIRA RACHMA PUTRI SUNDARI
NIM.1608437720

Pembimbing:
dr. Sri Melati Munir, Sp.P (K)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT PARU
RSUD ARIFIN ACHMAD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Berdasarkan The International Agency for Research on Cancer (IARC)

selama 2018 ditemukan 18,1 juta kasus kanker baru dan 9,6 juta kematian yang

disebabkan oleh kanker. Kanker paru, payudara dan colorectal merupakan tiga jenis

kanker dengan insiden tertinggi didunia. Data The International Agency for Research

on Cancer (IARC) 2018 menunjukkan kanker paru bertanggung jawab terhadap

jumlah kematian terbesar yaitu 1,8 juta atau 18,4% dari total kematian akibat kanker.1

Data hasil pemeriksaan di laboratorium Patalogi Anatomik RSUP

Persahabatan kanker paru merupakan lebih dari 50 persen kasus dari semua jenis

kanker yang didiagnosa. Data registrasi kanker Rumah Sakit Dharmais tahun 2003-

2007 menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus dan paru merupakan keganasan

terbanyak kedua pada pria (13,4%) setelah kanker nasofaring (13,63%) dan

merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada pria (28,94%).2,3

Tingginya angka merokok pada masyarakat akan menjadikan kanker paru

sebagai salah satu masalah kesehatan di Indonesia, seperti masalah keganasan

lainnya. Penelitian tentang rokok mengatakan bahwa lebih dari 63 jenis bahan yang

dikandung asap rokok bersifat karsinogenesis.4 Secara epidemiologis juga terlihat

kaitan kuat antara kebiasaan merokok dengan insidens kanker paru, maka tidak dapat

disangkal lagi menghindarkan asap rokok adalah kunci keberhasilan pencegahan yang
dapat dilakukan. Terkait dengan masalah tersebut, penting bagi kita sebagai dokter

umum untuk dapat mendeteksi lebih dini mengenai kanker paru. Oleh sebab itu

diharapkan dokter umum di masa depan untuk dapat memberikan tindakan preventif

dan dapat mendeteksi dini kanker paru guna untuk meningkatkan kualitas hidup para

penderita kanker.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kanker Paru

Kanker merupakan penyakit gen, dimana sebuah sel normal dapat menjadi sel

kanker akibat terjadinya ketidakseimbangan antara fungsi onkogen dan gen tumor

supresor dalam proses tumbuh dan kembangnya sebuah sel. Kanker paru adalah

semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru

sendiri (primer) dan metastasis keparu (sekunder). Dalam pengertian klinik yang

dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel

bronkus (karsinoma bronkus = bronchogenic carcinoma).2

2.2 Klasifikasi Paru

Kanker terjadi apabila sel normal mengalami perubahan genetik secara

abnormal menjadi sel kanker. Kanker paru berawal dari perubahan genetic pada sel di

dalam paru-paru, tepatnya berawal dari sel yang berada didalam saluran udara paru -

paru. Secara klinis karsinoma paru dibagi menjadi small cell lung cancer (SCLC) dan

non-small cell lung cancer (NSCLC).

a. Small-Cell Lung Cancer (SCLC)

Small-cell lung cancer atau yang di sebut kanker paru jenis karsinoma

sel kecil (KPKSK) mencakup sekitar 20% dari semua kanker paru-paru.

SCLC memiliki sifat yang sangat agresif dan dianggap sebagai penyakit
“sistemik” saat didiagnosis. Kanker paru jenis ini berkembang dalam waktu 3-

5 tahun dan meiliki waktu 30 hari untuk menggandakan dirinya. SCLC timbul

dari sel neuroendokrin dan dapat mengeluarkan berbagai macam polipeptida.

Beberapa dari polipeptida ini memiliki sifat umpan balik otomatis yang dapat

menginduksi pertumbuhan tumor lebih lanjut. SLSC juga sering di asosiasikan

dengan beberapa sindrom neoplastik.

b. Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC)

Non-Small Cell Lung Cancer atau kanker paru jenis karsinoma bukan

sel kecil (KPKBSK) mencakup sekitar 80% dari semua kanker paru-

paru. KPKBSK terbagi menjadi 3 kategori berdasarkan histologinya,

yaitu:

1) Adenokarsinoma: Mencakup sekiranya 40% dari kanker paru dan

lebih banyak pasien wanita. Pertumbuhan adenokarsinoma biasanya

lambat dan perlu waktu 15 tahun untuk tumbuh dengan waktu untuk

menggandakan diri lebih dari 200 hari. Adenokarsinoma muncul dari

sel mucus didalam epitel pada bronkus.

2) Karsinoma sel skuamosa: lebih jarang ditemukan dan mencakup

sekiranya 25% dari kanker paru. Karsinoma ini lebih agresif dari pada

adenokarsinoma dan membutuhkan 8 tahun untuk berkembang.

Biasanya karsinoma sel skuamosa dapat menyebabkan obstruksi pada

bronkus yang menyebabkan infeksi.


3) Karsinoma sel besar: karsinoma yang paling jarang ditemukan,

hanya mencakup 10% dari kanker paru. Karsinoma ini metastase lebih

cepat dan memiliki prognosis yang lebih buruk.5

2.3 Faktor Risiko Kanker Paru

a. Jenis Kelamin

Jenis kelamin diduga berkaitan dengan kejadian kanker paru. Hal ini dapat

dilihat dari data epidemiologi bahwa pasien kanker paru pria lebih banyak dari

wanita begitu juga dengan jumlah kematiannya.

b. Umur

Menurut data epidemiologi, kebanyakan penderita kanker paru merupakan

orang yang sudah berumur. Kecenderungan data memperlihatkan bahwa

semakin tuanya umur maka akan semakin tinggi risikonya untuk terkena

kanker.

c. Riwayat Merokok

Merokok memiliki kaitan yang erat dengan kejadian kanker paru. Rokok

memiliki 73 jenis zat pemicu kanker dan 16 diantaranya diakui sebagai

karsinogen. Karsinogen yang erat kaitannya dengan kanker paru adalah NKK,

NNN dan PAH.


d. Berat Badan

Berat badan memiliki kaitan dengan berbagai jenis kanker. Indeks Masa

Tubuh (IMT) yang tinggi merupakan salah satu predisposisi dari berbagai

jenis kanker, akan tetapi kanker paru memiliki kecenderungan yang berbeda

dengan kanker lainnya. Kenaikan IMT justru memberikan efek negative

terhadap risiko kanker paru.

e. Riwayat Penyakit Paru Lainnya

Salah satu penyakit paru yang dapat meningkatkan risiko terjadinya

kanker paru adalah PPOK yang merupakan penyakit fatal dan progressive

pada paru ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak

sepenuhnya reversible. Hambatan aliran ini bersifat progresif dan

berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel beracun. Baik

PPOK maupun kanker paru sama-sama memiliki kaitan erat dengan merokok

seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab merokok diatas.

f. Riwayat Penyakit Ekstrapulmonal

Komorbiditas pada pasien kanker paru memiliki efek positif terhadap

perkembangan kanker dan efek negative terhadap kemampuan survival

pasien. Komorbiditas juga dapat menutupi gejala kanker paru sehingga

menyebabkan diagnosis kanker yang tertunda.


g. Pekerjaan

Beberapa pekerjaan memiliki asosiasi dengan meningkatkan risiko

seseorang untuk menderita kanker paru dikarenakan lingkungan yang dapat

mengganggu fungsi paru. Eksposur dalam pekerjaan yang paling sering

adalah eksposur dari debu serbuk kayu. Pekerjaan yang terpapar dengan debu

serbuk kayu ini diantaranya tukang gergaji, tukang k ayu, pengrajin kayu dan

pekerja furnitur. Pekerjaan lain yang dianggap berisiko terhadap kejadian

kanker paru adalah penambang batu bara, penambang bijih besi dan pemecah

batu. Penambang yang bekerja di bawah tanah memiliki tingkat eksposur

yang tinggi terhadap bahan karsinogenik bagi paru seperti arsenik, asbestos,

kromium, nikel, PAH, silika dan buangan mesin diesel sedangkan pemecah

batu paling sering berkontak dengan silika.

h. Riwayat Keluarga

Keluarga diduga memiliki peranan penting dalam kejadian kanker paru.

Keluarga diduga memiliki peran penting dalam menurunkan polimorfisme

pada gen seseorang. Keluarga juga diduga berperan dalam menurunkan

kebiasaan merokok pada seseorang.3

2.4 Diagnosis Kanker Paru

a. Anamnesis

Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari

penyakit paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari
anamnesis akan didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–

faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama

dapat berupa :

1) Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)

2) Batuk darah

3) Sesak napas

4) Suara serak

5) Sakit dada

6) Sulit / sakit menelan

7) Benjolan di pangkal leher

8) Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan

dengan rasa nyeri yang hebat.

Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat

metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di

otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang tidak

khas seperti :

1) Berat badan berkurang

2) Nafsu makan hilang

3) Demam hilang timbul


4) Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary

osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia. 3

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik mencakup tampilan umum (performance status)

penderita yang menurun, penemuan abnormal terutama pada pemeriksaan

fisik paru benjolan leher, ketiak atau dinding dada, tanda pembesaran hepar

atau tanda asites, nyeri ketok di tulang.

Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru

dapat bervariasi tergantung pada letak, besar tumor dan penyebarannya.

Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) supraklavikula, leher dan aksila

menandakan telah terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada,

kepala atau lokasi lain juga menjadi petanda penyebaran. Sesak napas dengan

temuan suara napas yang abnormal pada pemeriksaan fisik yang didapat jika

terdapat massa yang besar, efusi pleura atau atelektasis. Venektasi (pelebaran

vena) di dinding dada dengan pembengkakan (edema) wajah, leher dan lengan

berkaitan dengan bendungan pada vena kava superior (SVKS). Sindroma

Horner sering terjadi pada tumor yang terletak si apeks (pancoast tumor).

Thrombus pada vena ekstremitas ditandai dengan edema disertai nyeri pada

anggota gerak dan gangguan sistem hemostatis (peningkatan kadar D-dimer)

menjadi gejala telah terjadinya bendungan vena dalam (DVT). Tanda tanda

patah tulang patologik dapat terjadi pada kanker yang bermetastasis ke tulang.
Tanda-tanda gangguan neurologis akan didapat jika kanker sudah menyebar

ke otak atau tulang belakang.

Tampilan umum menjadi suatu parameter untuk menentukan

prognosis penyakit, indikasi untuk menentukan jenis terapi dan agresivitas

pengobatan. 3

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien adalah

darah rutin : Hb, Leukosit, Trombosit, fungsi hati, fungsi ginjal.3

d. Gambaran Radiologi

Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang

yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan

metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM.

Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-

scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan

untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.

1) Foto toraks : Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat

bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang

mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura,

tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke
dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner.

Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan

dengan foto toraks saja.

Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang

penderita penyakit paru dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan

penting diingatkan. Seorang penderita yang tergolong dalam golongan resiko

tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus disertai difollowup yang

teliti. Pemberian OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau bahkan

memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru,

tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelah

pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan dugaan

kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut Bila foto toraks

menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan

pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan

ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan

harus difikirkan bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.

2) CT-Scan toraks : Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru

secara lebih baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor

dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-

tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat

penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura

yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada
meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang

sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran

KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi

kemungkinan metastasis intrapulmoner.

3) Pemeriksaan radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan

toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh.

Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk

mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau

bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh.

USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal

dan organ lain dalam rongga perut. 3

e. Pemeriksaan Khusus

1) Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat

dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan

ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau

perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor

misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah

berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan tindakan biopsi

tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan bronkus.


2) Biopsi aspirasi jarum

Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena

amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya

dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering

memberikan hasil negatif.

3) Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)

TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada

posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni

didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau

paratrakeal.

4) Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)

Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk

fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.

5) Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)

Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan

bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan

terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CT-scan.

6) Biopsi lain

Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau

teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan bila
teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila

diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui. Biopsi

Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB suparaklavikula

dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker. Punksi

dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.

7) Torakoskopi medik

Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura viseralis,

pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.

8) Sitologi sputum

Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan

murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer,

penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum

yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk

merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan yang

diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium

Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan berupa cairan

harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi

dengan alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua bahan jaringan

harus difiksasi dalam formalin 4%.3


f. Pemeriksaan Invasif lain

Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti

Torakoskopi dan tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi, torakotomi

eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan agar diagnosis dapat

ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua cara

pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis tidak dapat

ditegakkan. Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar

dapat ditentukan :

1) Jenis histologis.

2) Derajat (staging).

3) Tampilan (tingkat tampil, "performance status").

Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita. 3

g. Pemeriksaan lain

1) Petanda Tumor

Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya

tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi

hasil pengobatan.
2) Pemeriksaan biologi molekuler

Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling

sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang terkait

dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat utama dari

pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan prognosis penyakit. 3

2.4 Staging Kanker Paru

Karsinoma paru (ICD-10 C33-34), penentuan stadium penyakit berdasarkan

sistem TNM dari American Joint Committee on Cancer (AJCC) versi 8 tahun 2017,

sebagai berikut:1

a. Tumor Primer (T)


Tx tumor primer tidak dapat ditentukan dengan hasil radiologi dan bronkoskopi tetapi
sitologi sputum atau bilasan bronkus positif ditemukan sel ganas.
T0 tidak tampak tumor primer
Tis Carcinoma in situ
T1 ukuran terbesar tumor primer ≤ 3 cm tanpa lesi invasi intra bronkus yang sampai
ke proksimal bronkus lobaris (yaitu tidak dibroncus yang utama )
T1a (mi) Invasive adenocarsinoma minimal.
T1a Ukuran tumor primer ≤ 1 cm
T1b Ukuran tumor primer > 1 cm tetapi ≤ 2 cm
T1c Ukuran tumor primer > 2 cm tetapi ≤ 3 cm
T2 ukuran terbesar tumor primer > 2 cm tetapi ≤ 5 cm atau tumor dengan salah satu
cirri berikut :
- Melibatkan Broncus utama tanpa keterlibatan karina
- Menginvasi pleura visceral
- Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif pada daerah
hillus, melibatkan sebagian atau seluruh paru.
T2a Ukuran tumor primer > 3cm tetapi ≤ 4 cm
T2b Ukuran tumor primer > 4cm tetapi ≤ 5 cm
T3 Ukuran tumor > 5 cm tetapi ≤ 7 cm atau berkaitan dengan nodul tumor yang
terpisah di lobus yang sama dengan tumor primer atau langsung mengenai salah satu
dinding dada berikut pleura parietal, sulkus tumor superior, nervus frenicus,
pericardium parietal.
T4 Ukuran tumor > 7 cm tetapi telah melibatkan atau invasi ke mediastinum, trakea,
jantung, pembuluh darah besar, karina, nervus laringeus rekuren, esophagus, badan
vertebra. Lebih dari satu nodul, berbeda lobus pada sisi yang sama dengan tumor
(ipsilateral).

b. Keterlibatan Kelenjer Getah Bening Regional


Nx Kelenjer getah bening regional tidak bisa dinilai.
N0 Tidak ada daerah metastasis kelenjar getah bening
N1 Metastasis kelenjar getah bening ipsilateral peribronkial, ipsilateral hilus, dan
intrapulmoner
N2 Metastasis kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan atau subkarina
N3 Metastasis ke mediastinum kontralateral, hilu kontralateral, ipsilateral atau
kontralateral sisi tak sama panjang atau kelenjar getah bening supraklavikula

c. Metastasis Jauh
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Ada metastasis jauh
M1a Metastasis ke nodul kontralateral nodul dipleura atau diperikardium, efusi pleura
ganas atau efusi pericardium
M1b Metastasis tunggal diekstratoraks
M1c Metastasis multipel diekstratoraks
Tabel 1. Stadium Kanker

Occult Tx N0 M0
Carcinoma
Stadium 0 Tis N0 M0
T1a N0 M0
Stadium IA T1b N0 M0
Stadium IB T2a N0 M0
Stadium IIA T1a N1 M0
T1b N1 M0
T2a N1 M0
Stadium IIB T2b N1 M0
T3 (>7cm) N0 M0
Stadium IIIA T1a N2 M0
T1a N2 M0
T2a N2 M0
T2b N2 M0
T3 N1 M0
T4 N0 M0
T4 N1 M0
Stadium IIIB T4 N2 M0
Sembarang T N3 M0
Stadium IVA Sembarang T Sembarang N M1a (pleura,
paru
kontralateral)
Stadium IVB Sembarang T Sembarang N M1b
(metastasis
jauh)

2.6 Tatalaksana Kanker Paru

Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti

terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya diharapkan pada

jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga kondisi non-
medisseperti fasiliti yang dimilikirumah sakit dan ekonomi penderita juga merupakan

faktor yang amat menentukan.

a. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK

stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality

therapy”, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA.

Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah,

seperti kanker paru dengan sindroma vena kava superiror berat.

Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap

berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun

pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal

paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku

untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB

mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi

anatomis.

Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan

bedah adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah

yang akan dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur

dengan nilai uji faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil

analisis gas darah (AGD). Syarat untuk reseksi paru :


- Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik,

VEP1>60%.

- Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%, VEP1

> 60%.3

b. Radioterapi

Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif.

Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan

untuk KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak

jarang menjadi alternatif terapi kuratif.

Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan

untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superiror,

nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis tumor di

tulang atau otak. Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan

beberapa faktor :

1) Staging penyakit

2) Status tampilan

3) Fungsi paru

Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :

1) Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan

2) Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)


Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 – 6000 cGy,

dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu. Syarat standar sebelum

penderita diradiasi adalah :

1) Hb > 10 g%

2) Trombosit > 100.000/mm3

3. Leukosit > 3000/dl

Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :

1) PS < 70

2) Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.

3) Fungsi paru buruk. 3

c. Kemoterapi

Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat

utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance

status) harus lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala

WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker

dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1

jenis obat anti kanker dapat dilakukan. Prinsip pemilihan jenis antikanker dan

pemberian sebuah regimen kemoterapi adalah:


1) Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

2) Respons obyektif satu obat antikanker s 15%

3) Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO

4) harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 siklus pada penilaian

terjadi tumor progresif.

Regimen untuk KPKBSK adalah :

1) Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

2) PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)

3) Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin

4) Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin 5. Dosetaksel + sisplatin atau

karboplatin

Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi:

1) Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat

diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu.

2) Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski

Hb < 10 g% tidak pertu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai

dengan penyebab anemia.

3) Granulosit > 1500/mm3


4) Trombosit > 100.000/mm3

5) Fungsi hati baik

6) Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)

Dosis obat anti-kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan

farmakologik masing masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain,

mg/kg BB, mg/luas permukaan tubuh (BSA), atau obat yang menggunakan

rumusan AUC (area under the curve) yang menggunakan CCT untuk

rumusnya. 3

d. Pengobatan Paliatif

Hal yang perlu ditekankan dalam terapi paliatif adalah tujuannya untuk

meningkatkan kualitas hidup penderita sebaik mungkin. Gejala dan tanda

karsinoma bronkogenik dapat dikelompokkan pada gejala bronkopulmoner,

ekstrapulmoner intratorasik, ekstratoraksik non metastasis dan ekstratorasik

metastasis. Sedangkan keluhan yang sering dijumpai adalah batuk, batuk

darah, sesak napas dan nyeri dada. Pengobatan paliatif untuk kanker paru

meliputi radioterapi, kemoterapi, medikamentosa, fisioterapi, dan psikososial.

Pada beberapa keadaan intervensi bedah, pemasangan stent dan cryotherapy

dapat dilakukan.3
e. Rehabilitasi Medik

Pada penderita kanker paru dapat terjadi gangguan muskuloskeletal

terutama akibat metastasis ke tulang. Manifestasinya dapat berupa inviltrasi

ke vetebra atau pendesakan syaraf. Gejala yang tirnbul berupa kesemutan,

baal, nyeri dan bahkan dapat terjadi paresis sampai paralisis otot, dengan

akibat akhir terjadinya gangguan mobilisasi/ambulasi. Upaya rehabilitasi

medik tergantung pada kasus, apakah operabel atau tidak.

- Bila operabel tindakan rehabilitasi medik adalah preventif dan restoratif.

- Bila non-operabel tindakan rehabilitasi medik adalah suportif dan paliatif.

Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan rehabilitasi

medik prabedah dan pascabedah, yang bertujuan membantu memperoleh hasil

optimal tindakan bedah, terutama untuk mencegah komplikasi pascabedah

(misalnya: retensi sputum, paru tidak mengembang) dan mempercepat

mobilisasi. Tujuan program rehabilitasi medik untuk kasus yang nonoperabel

adalah untuk memperbaiki dan mempertahankan kemampuan fungsional

penderita yang dinilai berdasarkan skala Karnofsky. Upaya ini juga termasuk

penanganan paliatif penderita kanker paru dan layanan hospis (dirumah sakit

atau dirumah).3
BAB III

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. UH

Umur : 49 Thn

No RM : 998596

Alamat : Jl. Poros-Rokan Hilir

Tanggal Masuk RS : 26 November 2018

Tanggal pemeriksaan : 30 November 2018

ANAMNESIS

Keluhan utama

Pasien mengeluhkan sesak nafas yang memberat sejak 3 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

10 bulan SMRS, pasien mengeluhkan batuk. Batuk tidak berdahak dan dirasakan
pasien sepanjang hari. Kemudian pasien berobat selama 8 bulan ke puskesmas namun
tidak ada perbaikan.
3 bulan SMRS, pasien kemudian dirujuk ke RSUD Bagan Siapi-api karena batuk
tidak membaik dan mulai mengeluarkan darah. Darah yang dikeluarkan sedikit dan
bercampur dahak, berwarna merah hati. Selain itu, pasien mengeluhkan adanya
benjolan pada leher kanan, benjolan dirasakan sedikit nyeri, lunak dan terasa
membesar. Kemudian pasien menjalani pemeriksaan Rontgen dada dan dirujuk ke
RSUD Arifin Achmad.
1 Bulan SMRS, pasien mengeluhkan batuk berdarah. Darah yang dikeluarkan
sebanyak 2 sdm. Darah bercampur lendir dahak dan berwarna merah segar. Batuk
dirasakan selama 2 hari. Pasien juga mengeluhkan sesak dan nyeri dada. Sesak tidak
disertai bunyi “ngik”, sesak juga tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, makanan,
dan debu. Nyeri dada dirasakan di dada sebelah kanan, nyeri terus – menerus, nyeri
seperti ditusuk – tusuk, nyeri dirasakan menjalar sampai ke punggung. Kemudian
pasien di Rawat di RSUD Arifin Achmad selama 5 hari, dilakukan pemeriksaan
sitologi FNAB dan CT Scan thoraks.
3 hari SMRS, pasien mengeluhkan sesak nafas yang terasa semakin memberat. Pasien
juga mengeluhkan suaranya mulai menghilang (serak) 1 bulan ini dan benjolan
dilehernya semakin membesar sehingga sulit menelan. Nyeri dada dan batuk masih
dirasakan pasien, namun tidak disertai batuk berdarah. Menurut pasien, berat badan
pasien mulai mengalami penurunan dalam 3 bulan ini sebanyak 14 kg. Mual (+),
muntah (-), demam (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat OAT (-)

Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat Penyakit Jantung (-)

Riwayat Asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat OAT (-)

Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat DM (-)

Riwayat Penyakit Jantung (-)

Riwayat Asma (-)

Riwayat Pekejaan, Sosial Ekonomi, dan Kebiasaan :

Pekerjaan pasien merupakan seorang petani sawit selama 24 tahun, menggunakan


gamoxone dan basmilang.

Riwayat merokok : Pasien merokok selama lebih kurang 30 tahun,merokok sebanyak


32 batang per hari. Indeks Brinkman = 30 x 32 = 960 (IB Berat)

Riwayat konsumsi alcohol (-), tattoo (-), seks bebas (-)


PEMERIKSAAN FISIK

Tanda – Tanda Vital :

Kesadaran : Komposmentis kooperatif

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Tekanan Darah : 110/80mmHg

Nadi : 100x/menit

Suhu : 36,5oC

Pernapasan : 24x/menit

SpO2 : 98%

Tinggi Badan : 165cm

Berat Badan : 55kg

Status Gizi : 20,2 (normoweight)

Kepala dan leher :

- Konjungtiva anemis (-/-)


- Sklera ikterik (-/-)
- Pupil bulat, isokor diameter 2mm/2mm, refleks cahaya langsung (+/+), tidak
langsung (+/+)

Telinga : tidak ada kelainan. Cairan (-)

Hidung : tidak ada kelainan. Cairan (-)

Lidah : pucat (-), tidak kotor

Leher : pembesaran KGB (+) ukuran 3x5x4 cm kenyal dan terfiksir, pembesaran
tiroid (-) peningkatan JVP (-)

Paru :

- Inspeksi :
Statis : bentuk dada normochest, gerakan dada simetris,
venektasi (-), bekas operasi,scar (-)
Dinamis : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan

- Palpasi : sulit dinilai


- Perkusi : perkusi paru dilapangan paru kanan atas redup
Perkusi diparu kiri sonor

- Auskultasi : suara napas vesikuler melemah lapangan paru kanan atas,

ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Jantung :

- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba di ICS 5 linea midclavcula

Perkusi :

-Batas jantung kanan terletak di ICS 5 linea parasternal dextra

-Batas jantung kiri terletak di ICS 5 linea midclavicula

Auskultasi : Bunyi jantung S1 & S2 normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

- Inspeksi : bentuk perut cembung, tidak terdapat benjolan pada perut


- Auskultasi : bising usus (+), 8x/ menit.
- Perkusi : timpani seluruh lapangan abdomen, shifting dullness (-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), tidak ada teraba massa

Esktremitas :

atas : oedem (–)

bawah : oedem (-)

akral hangat, capillary refill time CRT< 2 detik, sianosis (-)


PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah rutin (Tanggal 27 November 2018)

Hb : 14,6 g/dL

Leukosit : 18.970u/L

Trombosit : 326.000u/L

Hematokrit : 43,7%

Kimia darah (Tanggal 27 November 2018)

Albumin : 4,1 g/dL

SGOT :22 U/L

SGPT : 18 U/L

Gula Darah Sewaktu : 95 mg/dL

Ureum : 32 mg/dL

Kreatinin : 0,80 mg/dL

Tumor marker (Tanggal 27 November 2018)

CEA : 3,88 ng/mL

Beta HCG : <2,00


Foto Toraks (2 Desember 2018) & (17 oktober 2018)

Identitas sesuai
Foto posisi PA
Marker L
Trakea berada di midline
Tulang dan jaringan lunak baik
Sudut kostofrenikus kanan dan kiri lancip
Diafragma licin
Cor : CTR <50%
Pulmo : tampak perselubungan inhomogen pada lapangan paru kanan dan perihiler.

FNAB benjolan dileher kanan (17 oktober 2018)

Kesimpulan : Gambaran sitologi sediaan ini POSITIF tumor ganas mengesankan


tumor mediastinum (thymoma)
CT Scan (19 oktober 2018)

Ct Scan thorax tanpa dan dengan kontras :


Tampak gambaran massa padat, bentuk lobulated, batas tegas, multipel dengan
berbagai ukuran pada regio colli dextra, para trakea dextra, peri bronkial dextra dan
sinistra, sub carina dan mediastinum anterior.
Pada pemberian kontras tampak enchamcement tidak homogen.
Massa menekan vena cava superior.
Tidak tampak infiltrat pada kedua paru.
Tidak tampak pendesakan pada bronkus utama.
Tidak tampak gambaran atelektase paru.
Tidak tampak pleural effusion.
Tampak nodul dengan diameter 1,15 cm pada paru sinistra lobus superior.

Kesan :
Tumor multiple pada regio colli dextra, para trakea dextra, peri bronkial, dextra dan
sinistra, subcarina, dan mediastinum anterior yang menekan vena cava superior
sehingga menimbulkan sindroma vena cava superior.
ec Suspect lymphoma maligna.
Nodul soliter paru sinistra lobus superior.
ec Suspect metastase.

Bronkoskopi (19 November 2018)

Kesan : Massa pada BUKA dan BUKI.

Sitopatologi (26 November 2018)

Kesan : Ditemukan sel tumor ganas condong squamous cell carcinoma.

Konsultasi sp.THT (27 November 2018)

Parese pita suara dextra ec susp. Tumor paru + susp. LPR + Faringitis

USG Abdomen (27 November 2018)

Kesan : tidak tampak metastase pada hepar.

Tidak tampak limfadenopati paraaorta dan parailiaka bilateral.


RESUME

Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan batuk lama dan disertai batuk
berdarah, benjolan pada leher, sesak nafas, nyeri dada dan suara yang mulai
menghilang (serak). Pasien juga mengeluhkan adanya penurunan berat badan yang
drastis dalam 3 bulan ini. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara vesikuler melemah
pada bagian paru kanan atas. Pada hasil laboratorium didapatkan peningkatan leukosit
dan CEA. Berdasarkan hasil foto thotraks didapatkan adanya gambaran tampak
perselubungan inhomogen pada lapangan paru kanan dan perihiler, selanjutkan
dilakukan CT scan dan diperoleh gambaran suspect lymphoma maligna dengan nodul
soliter paru sinistra lobus superior ec suspect metastase, pada pemeriksaan
bronkoskopi ditemukan adanya massa pada BUKA dan BUKI, serta ditemukan sel
ganas cenderung Skuamous Sel Karsinoma dari pemeriksaan PA. Sedangkan fnab
benjolan dileher kanan didapatkan kesan tumor mediastinum (thymoma).

DIAGNOSIS

Tumor Paru kanan Jenis Skuamouse Sel Karsinoma T4N2M1b Stage IV

Masalah :

- Nyeri kanker VAS 4-5


- Leukositosis

RENCANA PENATALAKSANAAN

Non Farmakologi

Bed rest

O2 3 Liter Nasal Kanul

Farmakologi

IVFD Futrolit 500cc/12jam

Inj. MP 3x62,5mg IV

Inj. Levofloxacin 1x750mg IV

Rethaphyl 2x300 mg PO

Erdosteine 3x300 mg PO

Curcuma 3x1
Duragesic patch 25mg/hari

Rencana kemo Carboplatin dan Etoposid


BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien pada laporan kasus ini didiagnosis karsinoma paru yang terjadi
kemungkinan akibat suatu proses yang berkaitan dengan riwayat serta intensitas
merokok, dimana orang yang merokok memiliki risiko menderita kanker paru 20 kali
lipat lebih tinggi dibanding orang yang tidak merokok. Penelitian di Amerika
menunjukkan bahwa 80% kematian akibat kanker paru disebabkan oleh merokok.
Penelitian membuktikan bahwa terdapat zat karsinogenik yang terkandung dalam
rokok seperti derivat nikotin nitrosamin karsinogen (NNK), serta Kotinin yang
merupakan metabolit utama nikotin.6,7

Pada pasien ini ditemukan beberapa gejala yang mengarah pada kanker paru.
Pasien merupakan golongan resiko tinggi yaitu laki-laki usia >40 tahun, perokok,
riwayat pekerjaan yang terpapar dengan zat karsinogen, terdapat gejala sesak nafas,
nyeri dada, pembesaran kgb, suara mulai menghilang, batuk berdarah dan batuk
kronik. Terdapat gejala sesak nafas bisa saja disebabkan oleh massa intra thorakal.
Pada pemeriksaan fisik, juga didapatkan perkusi redup pada paru kanan atas dan
auskultasi terdengar suara vesikuler melemah pada paru kanan atas yang
memungkinkan adanya cairan atau massa. Pada pemeriksaan foto toraks AP dan PA
didapatkan gambaran perselubungan inhomogen pada paru kanan atas dan perihiler.
Hal ini menunjukkan adanya massa pada paru kanan atas. Pada CT-Scan thoraks
didapatkan gambaran suspect lymphoma maligna dengan nodul soliter paru sinistra
lobus superior ec suspect metastase, pada pemeriksaan bronkoskopi ditemukan
adanya massa pada BUKA dan BUKI, serta ditemukan sel ganas cenderung
Skuamous Sel Karsinoma dari pemeriksaan PA. Sedangkan FNAB benjolan dileher
kanan didapatkan kesan tumor mediastinum (thymoma).

Penentuan staging dari kanker paru pada pasien ini berdasarkan TNM dari
American Joint Committee on Cancer (AJCC) versi 8 tahun 2017 adalah T4 N2 M1a.
Pasien rencana kemoterapi lini I siklus I. Kemoterapi pada kanker paru merupakan
terapi yang paling umum pada SCLC atau pada kanker paru stadium lanjut yang telah
bermetastasis ke luar paru seperti otak, ginjal dan hati. Kemoterapi dapat digunakan
untuk memperkecil sel kanker, memperlambat pertumbuhan dan mencegah
penyebaran sel kanker ke organ lain. Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6
siklus, bila penderita menunjukkan respon yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization, International Agency for Research on Cancer.


Latest global cancer data : cancer burden rises to 18.1 million new cases and
9.6 million cancer deaths in 2018. IARC, 2018.
2. Pedoman nasional pelayanan kedokteran kanker paru. Jakarta : Komite
penanggulangan kanker paru kementerian kesehatan republic Indonesia; 2015.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker Paru: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI; 2003
4. Furrukh M. Tobacco smoking and lung cancer. Sultan Qaboos University.
Med J. 2013;13(3):345–58.
5. Abdi, E. 2014. Lung Cancer. Cancer Council Australia Oncology Education
Committee. Australia.
6. Furrukh M. Tobacco smoking and lung cancer. Sultan Qaboos University.
Med J. 2013;13(3):345–58.
7. Travis WD, Brambilla E, Nicholson AG, Yatabe Y, Dacic S, Duhig E, et al.
The 2015 World Healt Organization of Lung Tumors: Impact of genetic,
clinical and radiologic advances since the 2014 classification. International
Association for The Study of Lung Cancer. Journal od Thoracic Oncology.
2015;10(9):1243–60.

Anda mungkin juga menyukai