Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENYAKIT PADA SISTEM PERNAFASAN


KANKER PARU-PARU

Untuk memenuhi Salah Satu Tugas dari Ibu Heliastuti, S.Pd.,


selaku Guru Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Danu Iswanto
Dela Nurpadilah
Indah Nurtazarah
Ipal
Elgi
Agil Abdurrahman Sugih

KELAS VIII C
MTs NEGERI 4 MAJALENGKA

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat
dan rida-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-sebaiknya
dalam tenggang waktu yang telah ditentukan. Salam dan shalawat tak lupa pula
kami kirimkan buat nabi Muhammad saw, yang telah membawa kita ke alam yang
penuh mulia ini.
Dalam makalah ini yang berjudul KANKER PARU di dalamnya kami
mengulas mengenai pengertian sampai dengan upaya pengobatan penyakit kanker
paru. .
Tak lupa pula, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kami sebagai penyusun menyadari, bahwa makalah yang kami buat
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sebagai pembuat makalah
ini mengharapkan saran dan kritik, yang membangun demi kesempurnaan
pembuatan makalah selanjutnya. Semoga dapat bermanfaat bagi penyusun,
pembaca, dan semua pihak yang terkait.

Bantarujeg, April 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kedokteran
dan merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian utama di dunia serta
merupakan penyakit keganasan yang bisa mengakibatkan kematian pada
penderitanya karena sel kanker merusak sel lain. Sel kanker adalah sel normal
yang mengalami mutasi/perubahan genetik dan tumbuh tanpa terkoordinasi
dengan sel-sel tubuh lain. Proses pembentukan kanker (karsinogenesis)
merupakan kejadian somatik dan sejak lama diduga disebabkan karena
akumulasi perubahan genetik dan epigenetik yang menyebabkan perubahan
pengaturan normal kontrol molekuler perkembangbiakan sel. Perubahan
genetik tersebut dapat berupa aktivasi proto-onkogen dan atau inaktivasi gen
penekan tumor yang dapat memicu tumorigenesis dan memperbesar
progresinya.
Menurut data WHO (2005), jenis kanker yang menjadi penyebab
kematian terbanyak adalah kanker paru (mencapai 1,3 juta kematian
pertahun), disusul kanker lambung (mencapai lebih dari 1 juta kematian
pertahun), kanker hati (sekitar 662.000 kematian pertahun), kanker usus besar
(655.000 kematian pertahun), dan yang terakhir yaitu kanker payudara
(502.000 kematian pertahun).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Kanker Paru?
2. Bagaimana epidemiologi dari Kanker Paru?
3. Apa faktor risiko dan gejala-gejala yang ditimbulkan terhadap penyakit
kanker paru?
4. Bagaimana penemuan Kanker Paru?
5. Bagaimana upaya pencegahan penyakit kanker paru?
6. Bagaimana upaya pengobatan penyakit kanker paru?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui defenisi dari kanker paru.
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari kanker paru.
3. Untuk mengetahui faktor risiko dan gejala-gejala yang ditimbulkan
terhadap Kanker Peru.
4. Untuk mengetahui penemuan Kanker Paru.
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan penyakit kanker paru.
6. Untuk mengetahui upaya pengobatan yang dapat dilakukan dari penyakit
kanker paru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Kanker Paru


Klasifikasi kanker paru secara histologi dibagi menjadi 4 jenis untuk
kebutuhan klinis, yaitu:
1. Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)
2. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)
3. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)
4. Karsinoma sel besar (large cell carcinoma)
Dalam 1554 data-data yang dikombinasikan dari penelitian-penelitian
di Cancer Incidence in Five Continents, dinyatakan bahwa karsinoma sel
kecil berkisar 20% dari seluruh kasus dan karsinoma sel
besar/undifferentiated sekitar 9%. Namun tipe histologi lainnya berbeda
berdasarkan jenis kelamin, yaitu: karsinoma sel skuamosa sekitar 44% dari
seluruh kasus kanker paru pada laki-laki dan 25% pada perempuan,
sedangkan adenokarsinoma sekitar 28% pada laki-laki dan 42% pada
perempuan.

B. Etiologi Kanker Paru


Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi
ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan
insiden kanker paru:
1. Merokok
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan
statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari
dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik).
Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari
pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya
dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan
perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah
ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit
hewan, menimbulkan tumor.
2. Iradiasi
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %
meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif
dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
3. Kanker paru akibat kerja
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan
karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja
pemecah hematite (paru paru hematite) dan orang orang yang bekerja
dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang
lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah
diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer
di kota.
5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker
paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.

C. Diagnosis Kanker Paru


1. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis baik tanda maupun gejala kanker paru sangat
bervariasi. Faktor-faktor seperti lokasi tumor, keterlibatan kelenjar getah
bening di berbagai lokasi, dan keterlibatan berbagai organ jauh dapat
mempengaruhi manifestasi klinis kanker paru.
Manifestasi klinis kanker paru dapat dikategorikan menjadi :
a. Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal)
Gejala yang paling sering adalah batuk kronis dengan/tanpa
produksi sputum. Produksi sputum yang berlebih merupakan suatu
gejala karsinoma sel bronkoalveolar (bronchoalveolar cell carcinoma).
Hemoptisis (batuk darah) merupakan gejala pada hampir 50% kasus.
Nyeri dada juga umum terjadi dan bervariasi mulai dari nyeri pada
lokasi tumor atau nyeri yang lebih berat oleh karena adanya invasi ke
dinding dada atau mediastinum. Susah bernafas (dyspnea) dan
penurunan berat badan juga sering dikeluhkan oleh pasien kanker
paru. Pneumonia fokal rekuren dan pneumonia segmental mungkin
terjadi karena lesi obstruktif dalam saluran nafas. Mengi unilateral
dan monofonik jarang terjadi karena adanya tumor bronkial obstruksi.
Stridor dapat ditemukan bila trakea sudah terlibat.
b. Manifestasi Ekstrapulmonal Intratorakal
Manifestasi ini disebabkan oleh adanya invasi/ekstensi kanker
paru ke struktur/organ sekitarnya. Sesak nafas dan nyeri dada bisa
disebabkan oleh keterlibatan pleura atau perikardial. Efusi pleura
dapat menyebabkan sesak nafas, dan efusi perikardial dapat
menimbulkan gangguan kardiovaskuler. Tumor lobus atas kanan atau
kelenjar mediastinum dapat menginvasi atau menyebabkan kompresi
vena kava superior dari eksternal. Dengan demikian pasien tersebut
akan menunjukkan suatu sindroma vena kava superior, yaitu nyeri
kepala, wajah sembab/plethora, lehar edema dan kongesti, pelebaran
vena-vena dada. Tumor apeks dapat meluas dan melibatkan cabang
simpatis superior dan menyebabkan sindroma Horner, melibatkan
pleksus brakialis dan menyebabkan nyeri pada leher dan bahu dengan
atrofi dari otot-otot kecil tangan. Tumor di sebelah kiri dapat
mengkompresi nervus laringeus rekurens yang berjalan di atas arcus
aorta dan menyebabkan suara serak dan paralisis pita suara kiri. Invasi
tumor langsung atau kelenjar mediastinum yang membesar dapat
menyebabkan kompresi esophagus dan akhirnya disfagia.
c. Manifestasi Ekstratorakal Non Metastasis
Kira-kira 10-20% pasien kanker paru mengalami sindroma
paraneoplastik. Biasanya hal ini terjadi bukan disebabkan oleh tumor,
melainkan karena zat hormon/peptida yang dihasilkan oleh tumor itu
sendiri. Pasien dapat menunjukkan gejala-gejala seperti mudah lelah,
mual, nyeri abdomen, confusion, atau gejala yang lebih spesifik
seperti galaktorea (galactorrhea). Produksi hormon lebih sering terjadi
pada karsinoma sel kecildan beberapa sel menunjukkan karakteristik
neuro-endokrin. Peptida yang disekresi berupa adrenocorticotrophic
hormone (ACTH), antidiuretic hormone (ADH), kalsitonin, oksitosin
dan hormon paratiroid. Walaupun kadar peptide-peptida ini tinggi
pada pasien-pasien kanker paru, namun hanya sekitar 5% pasien yang
menunjukkan sindroma klinisnya. Jari tabuh (clubbing finger) dan
hypertrophic pulmonary osteo-arthropathy (HPOA) juga termasuk
manifestasi non metastasis dari kanker paru. Neuropati perifer dan
sindroma neurologi seperti sindroma miastenia Lambert-Eaton juga
dihubungkan dengan kanker paru.
d. Manifestasi Ekstratorakal Metastasis
Penurunan berat badan >20% dari berat badan sebelumnya
(bulan sebelumnya) sering mengindikasikan adanya metastasis. Pasien
dengan metastasis ke hepar sering mengeluhkan penurunan berat
badan. Kanker paru umumnya juga bermetastasis ke kelenjar adrenal,
tulang, otak, dan kulit. Keterlibatan organ-organ ini dapat
menyebabkan nyeri local. Metastasis ke tulang dapat terjadi ke tulang
mana saja namun cenderung melibatkan tulang iga, vertebra, humerus,
dan tulang femur. Bila terjadi metastasis ke otak, maka akan terdapat
gejala-gejala neurologi, seperti confusion, perubahan kepribadian,
dan kejang. Kelenjar getah bening supraklavikular dan servikal
anterior dapat terlibat pada 25% pasien dan sebaiknya dinilai secara
rutin dalam mengevaluasi pasien kanker paru.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting dalam mendiagnosis suatu
penyakit. Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat
memberikan gambaran normal pada pemeriksaan fisik. Tumor dengan
ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai akibat kompresi
bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan memberikan hasil
yang informatif. Pada pasien kanker paru dapat ditemukan demam,
kelainan suara pernafasan pada paru, pembesaran pada kelenjar getah
bening, pembesaran hepar, pembengkakan pada wajah, tangan, kaki, atau
pergelangan kaki, nyeri pada tulang, kelemahan otot regional atau umum,
perubahan kulit seperti rash, daerah kulit menghitam, atau bibir dan kuku
membiru, pemeriksaan fisik lainnya yang mengindikasikan tumor primer
ke organ lain.
3. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral, kelainan dapat dilihat
bila massa tumor berukuran >1 cm. Tanda yang mendukung
keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai indentasi pleura, tumor
satelit, dan lain-lain. Pada foto toraks juga dapat ditemukan invasi ke
dinding dada, efusi pleura, efusi perikard dan metastasis
intrapulmoner.
Pemberian OAT pada penderita golongan risiko tinggi yang
tidak menunjukkan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan
harus menimbulkan pemikiran kemungkinan kanker paru dan
melakukan pemeriksaan penunjang lain sehingga kanker paru dapat
disingkirkan. Pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelah
pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan
dugaan kemungkinan tumor di balik pneumonia tersebut.
b. CT scan toraks
CT scan toraks (Computerized Tomographic Scans) dapat
mendeteksi tumor yang berukuran lebih kecil yang belum dapat dilihat
dengan foto toraks, dapat menentukan ukuran, bentuk, dan lokasi yang
tepat dari tumor oleh karena 3 dimensi. CT scan toraks juga dapat
mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening regional. Tanda-tanda
proses keganasan tergambar dengan baik, bahkan bila terdapat
penekanan terhadap bronkus, tumor intrabronkial, atelektasis, efusi
pleura yang tidak massif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan
dinding dada meski tanpa gejala. Demikian juga ketelitiannya
mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner. Pemeriksaan CT
scan toraks sebaiknya diminta hingga suprarenal untuk dapat
mendeteksi ada/tidak adanya pembesaran KGB adrenal .
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging Scans)
MRI tidak rutin digunakan untuk penjajakan pasien kanker
paru. Pada keadaan khusus, MRI dapat digunakan untuk mendeteksi
area yang sulit diinterpretasikan pada CT scan toraks seperti
diafragma atau bagian apeks paru (untuk mengevaluasi keterlibatan
pleksus brakial atau invasi ke vertebra).
d. PET scan (Positron Emission Tomography)
PET scan merupakan teknologi yang relatif baru. Molekul
glukosa yang memiliki komponen radioaktif diinjeksikan ke dalam
tubuh kemudian scan diambil. Banyaknya radiasi yang digunakan
sangat kecil. Sel-sel kanker mengambil lebih banyak glukosa daripada
sel yang normal karena sel-sel kanker bertumbuh dan bermultiplikasi
dengan cepat. Oleh karena itu, jaringan dengan sel kanker tampak
lebih terang daripada jaringan yang normal. Tumor primer, kelenjar
getah bening dengan sel-sel keganasan, dan tumor metastasis tampak
sebagai spot yang terang pada PET scan.
PET scan tidak rutin digunakan sebagai tes diagnostik lini
pertama untuk kanker paru, kadang digunakan setelah foto toraks atau
CT scan toraks untuk membedakan antara tumor jinak dan ganas. PET
scan khusus digunakan untuk mendeteksi penyebaran tumor ke
kelenjar getah bening regional dan metastasis jauh. Bagaimanapun,
terdapat beberapa kondisi yang lain dari kanker yang juga dapat
menyebabkan gambaran positif PET scan. Gambaran PET scan
sebaiknya diinterpretasikan dengan hati-hati dan dikorelasikan dengan
hasil pemeriksaan penunjang lainnya.
4. Sitologi Sputum
Sputum adalah sekret abnormal yang berasal/diekspektorasikan
dari sistem bronkopulmoner. Sputum bukanlah air liur (saliva) dan bukan
pula berasal dari nasofaring. Sputum yang dibatukkan oleh seorang
pasien mengindikasikan adanya suatu proses patologis pada sistem
bronkopulmoner yang sedang berlangsung. Sputum terdiri dari material
seluler, non seluler, dan non pulmoner tergantung dari proses patologis
yang mendasarinya. Komponen seluler terdiri dari sel-sel inflamasi atau
sel darah merah dari saluran nafas, sel-sel bronkial dan alveolar yang
dieksfoliasikan, atau sel-sel keganasan dari tumor paru. Sel-sel non
pulmoner seperti sel-sel skuamosa orofaring atau sisa-sisa makanan yang
dapat menjadi bagian dari sputum apabila mengalami aspirasi ke paru dan
kemudian dibatukkan. Air merupakan komponen utama dari sputum
(90%), selebihnya terdiri dari protein, enzim, karbohidrat, lemak, dan
glikoprotein. Yang dapat dievaluasi dari sputum adalah karakteristik
fisiknya, mikroorganismenya, adanya sel-sel keganasan, proses inflamasi,
dan perubahan patologis dari mukosa bronkus.
Analisa sputum dapat melengkapi pemeriksaan CT scan toraks,
oleh karena sel-sel tumor yang terletak di saluran nafas sentral akan ber-
eksfoliatif ke dalam sputum lebih banyak dibandingkan sel-sel tumor
yang berada di perifer. Dasar dari gambaran sitologi sel-sel epitel bronkus
mengalami eksfoliatif ke dalam sputum dapat memprediksikan risiko
terjadinya kanker paru yaitu dari pemikiran bahwa perubahan sitologi sel
epitel bronkus karena sel-sel mengalami progresi melalui tahapan-tahapan
dari inflamasi menjadi kanker paru. Dasar ini dibuktikan dengan sering
ditemukannya gambaran metaplasia skuamosa bronkus dan sel-sel atipik
pada kanker paru yang invasif, dan penemuan dari beberapa kasus bahwa
pasien-pasien dengan sitologi sputum yang jelek atau atipik sedang
memiliki risiko yang tinggi untuk menderita kanker paru.
Pemeriksaan sitologi sputum saat ini menjadi satu-satunya metode
non invasif yang dapat mendeteksi kanker paru dan lesi-lesi pre-
keganasan secara dini. Walaupun spesifitas sitologi sputum konvensional
sangat tinggi (98%), namun sensitivitasnya sangat rendah. Sitologi
sputum memiliki spesifitas 99% dan sensitivitas 66%, tetapi sensitivitas
lebih tinggi pada lesi-lesi sentral (71%) dibandingkan dengan lesi perifer
(49%). 6,14 Jenis sel tumor, lokasi, dan ukuran tumor mempengaruhi
sensitivitas sitologi sputum. Cakupan diagnostik paling tinggi pada
karsinoma skuamosa dan karsinoma sel kecil, tetapi paling rendah pada
adenokarsinoma. Tumor yang lokasinya di sentral atau berada di lobus
bawah dan berdiameter >2 cm memiliki cakupan yang lebih tinggi.
Sitologi sputum memiliki akurasi 50-80% tergantung dari derajat
diferensiasi sel-sel tumor. Tumor berdiferensiasi buruk akan lebih sulit
untuk menentukan subtipe-nya. Pada pasien-pasien dengan tumor perifer
yang berukuran kecil yang dapat dideteksi dengan CT scan toraks, hanya
sekitar 4-11% kasus yang dapat dideteksi dengan sitologi sputum saja,
dan 7-15% kasus dapat terdeteksi dengan kedua modalitas tersebut.
Pemeriksaan sitologi sputum sangatbergantung pada kemampuan untuk
mengumpulkan sampel sputum yang adekuat, yang mencakup elemen-
elemen seluler saluran nafas bawah. Akurasi diagnostik dari sitologi
sputum, bagaimanapun, tergantung dari pengambilan sampel (minimal 3
sampel) dan teknik pengumpulan sputum, serta lokasi (sentral atau
perifer) dan ukuran tumor. Blocking dkk. telah menunjukkan bahwa
sensitivitas sitologi sputum dari 1 sampel berkisar 68%, dari 2 sampel
berkisar 78%, dan dari 3 sampel berkisar 85-86%. Cara yang paling
mudah adalah dengan cara batuk spontan di pagi hari, dengan
mengumpulkan tiga buah sampel sputum sekuensial I selama 3 hari dan 3
buah sampel sputum sekuensial II selama 3 hari, untuk mendapatkan
sputum yang sama adekuat dengan sputum induksi NaCl 3%. Sampel
sputum sekuensial II dapat mencakup lebih banyak kelainan dibandingkan
dengan sekuensial I, oleh karena pasien sudah belajar membatukkan. Pada
pasien-pasien yang tidak dapat mengeluarkan sputum secara spontan,
induksi dengan NaCl 3% dapat lebih efektif. Perkusi dan vibrasi dada
juga dapat meningkatkan cakupan diagnostik sputum.25,27 Sputum
pertama di pagi hari atau sputum setelah/post bronkoskopi cenderung
memiliki cakupan diagnostik yang lebih tinggi. Cakupan diagnostik dari
hanya satu sampel sputum berkisar 40%, namun dengan pengumpulan
yang berulang dapat mencapai >80% dari 4 sampel sputum. Bila
ditangani oleh tenaga yang terampil, maka kekerapan terjadinya false-
postive tidak melebihi dari 1%.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kanker Paru


Keganasan di rongga torak mencakup kanker paru, tumor
mediastinum, metastasis tumor di paru dan mesotelioma ganas (kegasanan di
pleura). Kasus keganasan rongga toraks terbanyak adalah kanker paru. Di
dunia, kanker paru merupakan penyebab kematian yang paling utama di
antara kematian akibat penyakit keganasan. Laki-laki adalah kelompok kasus
terbanyak meskipun angka kejadian pada perempuan cendrung meningkat,
hal itu berkaitan dengan gaya hidup (merokok).
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) dan metastasis
tumor di paru. Metastasis tumor di paru adalah tumor yang tumbuh sebagai
akibat penyebaran (metastasis) dari tumor primer organ lain. Definisi khusus
untuk kanker paru primer yakni tumor ganas yang berasal dari epitel
bronkus. Meskipun jarang dapat ditemukan kanker paru primer yang bukan
berasal dari epitel bronkus misalnya bronchial gland tumor. Tumor paru jinak
yang sering adalah hamartoma (Kanker Paru, 2007).

B. Epidemiologi Kanker Paru


Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering,
berkisar 20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1
dari 13 orang dan 12% dari semua kasus kanker pada perempuan dengan
risiko terkena 1 dari 23 orang. Di Inggris rata-rata 40.000 kasus baru
dilaporkan setiap tahun. Perkiraan insidensi kanker paru pada laki-laki tahun
2005 di Amerika Serikat adalah 92.305 dengan rata-rata 91.537 orang
meninggal karena kanker.
American Cancer Society mengestimasikan kanker paru di Amerika
Serikat pada tahun 2010 sebagai berikut :
1. Sekitar 222.520 kasus baru kanker paru akan terdiagnosa (116.750 orang
laki-laki dan 105.770 orang perempuan).
2. Estimasi kematian karena kanker paru sekitar 157.300 kasus (86.220 pada
laki-laki dan 71.080 pada perempuan), berkisar 28% dari semua kasus
kematian karena kanker.
Risiko terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki
dibandingkan perempuan dan risiko meningkat sesuai dengan usia: di Eropa
insidensi kanker paru 7 dari 100.000 laki-laki dan 3 dari 100.000 perempuan
pada usia 35 tahun, tetapi pada pasien >75 tahun, insidensi 440 pada laki-laki
dan 72 pada perempuan. Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang
luas juga dilaporkan dan hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan
merokok yang bervariasi di seluruh dunia.
Di Indonesia data epidemiologi belum ada. Di Rumah Sakit
Persahabatan pada 2004 mencatat total pasien keganasan rongga torak
mencapai 448 orang. Dari angka sebesar itu, pasien dengan riwayat merokok
aktif mencapai 63,7%. Kekerapan kanker paru di rumah sakit itu merupakan
0.06% dari jumlah seluruh penderita rawat jalan dan 1.6% dari seluruh
penderita rawat inap.

C. Faktor Risiko dan Gejala Kanker Paru


1. Faktor Risiko
a) Laki-laki,
b) Usia lebih dari 40 tahun
c) Perokok
d) Tinggal/bekerja di lingkungan yang mengandung zat karsinogen atau
polusi
e) Paparan industri / lingkungan kerja tertentu
f) Perempuan perokok pasif
g) Riwayat pernah mendapat kanker organ lain atau anggota keluarga
dekat yang menderita kanker paru (masih dalam penelitian).
h) tuberkulosis paru (scar cancer), angka kejadiannya sangat kecil.
Orang-orang yang termasuk dalam kelompok atau terpapar pada
faktor risiko di atas dan mempunyai tanda dan gejala respirasi yaitu
batuk, sesak napas, nyeri dada disebut golongan risiko tinggi (GRT)
maka sebaiknya segera dirujuk ke dokter spesialis paru. (Kanker Paru,
2007).

D. Gejala Kanker Paru


Tanda dan gejala kanker paru ini hanya akan muncul saat
perkembangan abnormal sell ini semakin parah kearah stadium yang lebih
lanjut, dan ini memerlukan waktu bertahun-tahun sejak awal
perkembangannya. Bahkan ada kemungkinan tidak menampakkan adanya
tanda dan gejala khusus, melainkan hanya tampak jika dilakukan X-ray.
Namun jika beberapa tanda dan gejala dibawah ini apabila dirasakan,
sebaiknya segeralah periksa ke dokter:
a. Batuk-batuk yang lama pada orang merokok
b. Kesulitan bernafas (nafas pendek)
c. Batuk mengeluarkan darah (meskipun jumlah sedikit)
d. Sering mengalami infeksi paru (pneumonia atau bronchitis)
e. Adanya nyeri dada, bahu dan bagian punggung
f. Suara yang berubah dari biasanya
g. Batuk lebih dari 2 minggu pada orang yang tidak merokok
h. Lainnya seperti susah menelan, leher dan wajah tampak membengkak,
nafsu makan berkurang, hilangnya berat badan, cepat lelah atau lemah.

E. Penemuan Kanker Paru


Pengenalan awal penyakit ini sulit dilakukan bila hanya berdasarkan
keluhan saja. Biasanya keluhan ringan terjadi pada mereka yang masih dalam
stage dini yaitu stage I dan II. Data di Indonesia maupun laporan negara maju
kebanyakan kasus kanker paru terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada
stage lanjut (stage III dan IV).
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pengenalan awal ini, selain
pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan/atau pemeriksaan
sitologi sputum. Pada foto toraks dapat ditemukan gambaran tumor dengan
tepi yang tidak rata dan penarikan pleura dan bahkan destruksi tulang dinding
dada. Tidak jarang ditemukan gambaran efusi pleura masif sehingga tumor
tidak terlihat. Sitologi sputum akan memberikan hasil positif jika tumor ada
dibagian sentral atau intrabronkus. Kemajuan di bidang teknologi endoskopi
autoflouresensi telah terbukti dapat mendeteksi lesi prakanker maupun lesi
kanker yang berlokasi sentral. Perubahan yang ditemukan pada mukosa
bronkus pada lesi keganasan stadium dini sulit dilihat dengan bronkoskop
konvensional. Hal itu dapat diatasi dengan bronkoskop autoflouresensi karena
dapat mendeteksi lesi karsinoma in situ yang mungkin terlihat normal dengan
bronkoskop biasa.

F. Upaya pencegahan penyakit kanker paru


Prinsip upaya pencegahan lebih baik dari sebatas pengobatan.
Terdapat 4 tingkatan pencegahan dalam epidemiologi penyakit kanker paru,
yaitu:
1. Pencegahan Primordial
Berupa upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang
memungkinkan penyakit kanker paru tidak dapat berkembang karena
tidak adanya peluang dan dukungan dari kebiasaan, gaya hidup maupun
kondisi lain yang merupakan faktor resiko untuk munculnya penyakit
kanker paru. Misalnya : menciptakan prakondisi dimana masyarakat
merasa bahwa merokok itu merupakan statu kebiasaan yang tidak baik
dan masyarakat mampu bersikap positif untuk tidak merokok.
Penelitian tentang rokok mengatakan bahwa lebih dari 63 jenis
bahan yang dikandung asap rokok itu bersifat karsinogenesis. Secara
epidemiologik juga terlihat kaitan kuat antara kebiasaan merokok dengan
insidens kanker paru, maka tidak dapat disangkal lagi menghindarkan
asap rokok adalah kunci keberhasilan pencegahan yang dapat dilakukan.
Keterkaitan rokok dengan kasus kanker paru diperkuat dengan data
bahwa risiko seorang perempuan perokok pasif akan terkena kanker paru
lebih tinggi daripada mereka yang tidak terpajan kepada asap rokok.
Dengan dasar penemuan di atas adalah wajar bahwa pencegahan utama
kanker paru berupa upaya memberantas kebiasaan merokok.
Menghentikan seorang perokok aktif adalah sekaligus menyelamatkan
lebih dari seorang perokok pasif (PDPI, 2003 dalam Agnesa, Adnan.
2011).
2. Pencegahan Tingkat Pertama
Pencegahan tingkat pertama yang dapat dilakukan antara lain:
a. Promosi Kesehatan Masyarakat, seperti: kampanye kesadaran
masyarakat, promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan masyarakat.
b. Pencegahan Khusus: Pencegahan keterpaparan dan Pemberian
kemopreventif.
3. Pencegahan Tingkat Kedua
a. Diagnosis Dini : misalnya dengan Screening.
b. Pengobatan : misalnya dengan Kemotherapi atau Pembedahan.
4. Pencegahan Tingkat Ketiga
Pencegahan tingkat ketiga dapat dilakukan dengan cara rehabilitasi.

G. Upaya pengobatan penyakit kanker paru


Penanganan dan treatment atau pengobatan yang dilakukan pada
orang yang terdiagnosa mengalami penyakit kanker paru akan tergantung dari
tingkat stadiumnya, kemungkinan dilakukannya operasi, serta kondisi umum
si penderita. Hal ini tidak terlepas dari riwayat serta penyebab dari adanya
kanker paru tersebut tentunya.
Beberapa langkah yang biasa dilakukan adalah:
a. Tindakan operasi pembedahan mengangkat sell kanker
b. Tindakan Therapy Radiasi
c. Tindakan Therapy Kemotherapy
d. Tindakan penyuntikan {Photodynamic (PTD)
Menurut Persatuan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (2005),
penatalaksanaan/pengobatan utama penyakit kanker meliputi empat macam
yaitu pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan hormoterapi. Pembedahan
dilakukan untuk mengambil massa kanker dan memperbaiki komplikasi
yang mungkin terjadi. Sementara tindakan radioterapi dilakukan dengan sina
ionisasi untuk menghancurkan kanker. Kemoterapi dilakukan untuk
membunuh sel kanker dengan obat anti-kanker (sitostatika). Sedangkan
hormonterapi dilakukan untuk mengubah lingkungan hidup kanker sehingga
pertumbuhan sel-selnya terganggu dan akhirnya mati sendiri (Sukardja 1996
dalam Lutfia, 2008).
Pemberian Nutrisi dan supplement dapat mengurang gejala yang
disebabkan oleh kanker paru. Vitamin D dan Fe sangat baik untuk diberikan
oleh penderita penyakit kanker paru, Begitu pula dengan makanan antioxidant
seperti blueberri, cherri, dan buah tomat. (Agnesa, Adnan. 2011).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada
wanita maupun pria, yang sering kali di sebabkan oleh merokok.
2. Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering,
berkisar 20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko
terkena 1 dari 13 orang dan 12% dari semua kasus kanker pada
perempuan dengan risiko terkena 1 dari 23 orang.
3. Karena tidak ada penyembuhan dari kanker, penekanan utama adalah
pada pencegahan misalnya dengan berhenti merokok karena perokok
mempunyai peluang 10 kali lebih besar untuk mengalami kanker paru di
bandingkan bukan perokok, dan menghindari lingkungan polusi.
4. Pengobatan pilihan dari kanker paru adalah tindakan bedah pengangkatan
tumor. Sayangnya, sepertiga dari individu tidak dapat dioperasi ketika
mereka pertama kali didiagnosa.

B. Saran
1. Informasi atau pendidikan kesehatan berguna untuk klien dengan kanker
paru misalnya mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok,
memperhatikan lingkungan kerja terkait dengan polusinya.
2. Anda mungkin perlu berkonsultasi dengan dokter tentang faktor risiko
Anda sendiri, serta keuntungan dan kerugian saat menjalani uji skrining
kanker paru-paru. Seperti keputusan medis lainnya, keputusan untuk
melakukan skrining adalah pilihan pribadi. Keputusan Anda akan lebih
mudah jika Anda telah mengetahui keuntungan dan kerugian dari uji
skrining.
DAFTAR PUSTAKA

Agnesa, Adnan. 2011. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Kanker Paru.


(Online) http://kesmas-unsoed.blogspot.com/2011/03/makalah-kanker-
paru.html, diakses 11 Desember 2011.
Apri, Abang. 2005. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kanker Paru.
Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang.
Info Penyakit, 2008. Penyakit Kanker Paru-Paru. (Online) http://www.info
penyakit.com/ 2008/06/penyakit-kanker-paru-paru.html, diakses 11
Desember 2011.
Kanker, Paru. 2006. Focus on Lung Cancer. (Online). http://kanker
paru.org/main/index.php?option=com_content&task=view&id=17&
Itemid=31, diakses 11 Desember 2011.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Kanker Paru-Pedoman Diagnosis &
Penatalaksaan Di Indonesia. (Online). http://www.klikpdpi.com/
konsensus/konsensus-kankerparu/kankerparu.pdf, diakses 11 Desember
2011

Anda mungkin juga menyukai