Anda di halaman 1dari 18

KHUTBAH JUM’AT

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran Fiqih

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Fira
Nuraeni
Nadila
Nurul
Tasya

KELAS VII B
MTsN 4 MAJALENGKA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul “Tata Cara Khutbah Jum’at”.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman yang telah memberi kontribusi baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Kami sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami
harapkan demi kesempurnaan karya kami. Semoga makalah ini dapat membawa
pemahaman dan pengetahuan bagi kita semua tentang Tata Cara Khutbah Jum’at.

Majalengka, Februari 2020

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian Khutbah Jum’at...........................................................................3
B. Dalil-dalil Tentang Khutbah Jum’at.............................................................3
C. Persyaratan Khotib........................................................................................4
D. Fungsi Khutbah.............................................................................................5
E. Syarat Sahnya Khutbah.................................................................................6
F. Rukun Khutbah.............................................................................................7
G. Sunnah-Sunnah Khutbah...............................................................................8
H. Hal-hal Yang Dimakhruhkan Dalam Khutbah..............................................8
I. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Khotib......................................................9
J. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Ketika Khutbah........................................9
K. Beberapa Kejadian yang Mengecewakan Para Pendengar.........................10
L. Contoh Khutbah Jum’at..............................................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................14
A. Kesimpulan.................................................................................................14
B. Saran............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Khutbah Jum’at merupakan perkataan yang mengandung mau’izhah
dan tuntunan ibadah yang diucapkan oleh Khatib dengan syarat yang telah
ditentukan syara’ dan menjadi rukun untuk memberikan pengertian para
hadlirin, menurut rukun dari shalat Jum’at.
Secara etimologis (harfiyah), khuthbah artinya : pidato, nasihat, pesan
(taushiyah). Sedangkan menurut terminologi Islam (istilah syara’); khutbah
(Jum’at) ialah pidato yang disampaikan oleh seorang khatib di depan jama’ah
sebelum shalat Jum’at dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun tertentu,
baik berupa tadzkiroh (peringatan, penyadaran), mau’idzoh (pembelajaran)
maupun taushiyah (nasehat).
Berdasarkan pengertian di atas, maka khutbah adalah pidato normatif,
karena selain merupakan bagian dari shalat Jum’at juga memerlukan
persiapan yang lebih matang, penguasaan bahan dan metodologi yang mampu
memikat perhatian. Selain khutbah Jum’at, ada pula khutbah yang
dilaksanakan sesudah sholat, yaitu: khutbah ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha, khutbah
sholat Gerhana (Kusuf dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah dilaksanakan
sebelum akad nikah. Dalam makalah ini yang akan dikaji adalah khusus
tentang khutbah Jum’at.
Sedangkan khutbah nikah dilaksanakan sebelum akad nikah. Dalam
makalah ini yang akan dikaji adalah khusus tentang khutbah Jum’at.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat dalam latar belakang, pemakalah
mengajukan permaslahan sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan Khutbah Jum’at, beserta dalil-dalil yang
menerangkan tentang Khutbah Jum’at?
2. Apa sajakan yang menjadi fungsi, dan syarat sahnya Khutbah?

1
3. Apa sajakah Rukun dan Sunah Khutbah?
4. Apa sajakah hal yang makruh dilakukan ketika berkhutbah, dan hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam Khutbah?
5. Apa sajakah yang membuat pendengar kecewa usai mendengarkan
Khutbah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Khutbah Jum’at dan dalil-dalilnya.
2. Untuk mengetahui fungsi dan syarat sahnya khutbah.
3. Untuk mengetahui rukun dan sunah khutbah.
4. Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkhutbah.
5. Untuk mengetahui khutbah yang bisa membuat pendengar kecewa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Khutbah Jum’at


Secara etimologis (harfiyah), khuthbah artinya: pidato, nasihat, pesan
(taushiyah). Sedangkan menurut terminologi Islam (istilah syara’); khutbah
(Jum’at) ialah pidato yang disampaikan oleh seorang khatib di depan jama’ah
sebelum shalat Jum’at dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun tertentu,
baik berupa tadzkiroh (peringatan, penyadaran), mau’idzoh (pembelajaran)
maupun taushiyah (nasehat).
Berdasarkan pengertian di atas, maka khutbah adalah pidato normatif,
karena selain merupakan bagian dari shalat Jum’at juga memerlukan
persiapan yang lebih matang, penguasaan bahan dan metodologi yang mampu
memikat perhatian.
Selain khutbah Jum’at, ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah
sholat, yaitu: khutbah ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha, khutbah sholat Gerhana (Kusuf
dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah dilaksanakan sebelum akad nikah.
Dalam makalah ini yang akan dikaji adalah khusus tentang khutbah Jum’at.

B. Dalil-dalil Tentang Khutbah Jum’at


1. Firman Allah SWT dalam surat Al-Jumu’ah ayat 9

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat


pada hari Jum’at (shalat Jum’at), maka segeralah kamu mengingat Allah
dan tinggalkanlah urusan jual beli (urusan duniawi). Yang demikian itu
lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Jumu’ah : 9)

3
2. Riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar r.a.
“Adalah Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jum’at dengan berdiri,
kemudian beliau duduk dan lalu berdiri lagi sebagaimana dijalankan oleh
orang-orang sekarang”.
3. Riwayat Bukhari, Nasai dan Abu Daud dari Yazid bin Sa’id r.a.
“Adalah seruan pada hari Jum’at itu awalnya (adzan) tatkala Imam duduk
di atas mimbar, hal demikian itu berlaku pada masa Rasulullah SAW.
hingga masa khalifah Umar r.a. Setelah tiba masa khalifah Usman r.a. dan
orang semakin banyak, maka beliau menambah adzan ketiga (karena
adzan dan iqomah dipandang dua seruan) di atas Zaura (nama tempat di
pasar), yang mana pada masa Nabi SAW. hanya ada seorang muadzin”.
4. Riwayat Muslim dari Jabir r.a.:
"Pada suatu ketika Nabi SAW. sedang berkhutbah, tiba-tiba datang
seorang laki-laki, lalu Nabi bertanya kepadanya: Apakah Anda sudah
shalat? Hai Fulan! Jawab orang itu : Belum wahai Rasulullah! Sabda
beliau: Berdirilah! Shalatlah lebih dahulu (dua raka’at) (HR. Muslim).

C. Persyaratan Khotib
1. Ikhlas, terhindari dari pamrih, riya dan sum’ah (popularitas). Perhatikan
firman Allah SWT. dalam menceritakan keikhlasan Nabi Hud AS:

“Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini,
ucapanku tidak lain hanyalah dari Allah yang menciptakan aku. Tidakkah
kamu memikirkannya?”. (QS. Hud:51).
2. ‘Amilun bi’ilmihi (mengamalkan ilmunya), Allah SWT. berfirman:

4
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang
tidak kamu lakukan? Amat besar kemurkaan di sisi Allah terhadap orang
yang mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. As-Shaf : 2-3).
3. Kasih sayang kepada jama’ah, Rasulullah SAW. bersabda:
“Bahwa sesungguhnya aku terhadap kamu semua laksana seorang ayah
terhadap anaknya”. (HR. Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ibnu
Hibban dari Abu Hurairah).
4. Wara’ (menghindari yang syubhat), perhatikan sabda Nabi SAW:
“Jadilah kamu sebagai seorang yang wara’, maka kamu adalah manusia
yang paling tekun beribadah”. (HR. Baihaqi dari Abi Hurairah)
5. ‘Izzatun Nafsi (tahu harga diri untuk menjadi khairunnas), Allah SWT.
berfirman:

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang


memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar (dalam
menegakkan kebenaran), dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”.
(QS. As-Sajdah : 24).

D. Fungsi Khutbah
1. Tahdzir (peringatan, perhatian)
2. Taushiyah (pesan, nasehat)
3. Tadzkir/mau’idzoh (pembelajaran, penyadaran)
4. Tabsyir (kabar gembiran, harapan)
5. Bagian dari syarat sahnya sholat Jum’at
Berkenaan dengan fungsi khutbah tersebut di atas, maka khutbah
disampaikan dengan bahasa yang mudah difahami oleh jama’ah (boleh
bahasa setempat), kecuali rukun-rukun khutbah. Allah SWT. berfirman:

5
“Dan tidaklah Kami mengutus Rasul, melainkan dengan bahasa yang
difahami oleh kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan kepada mereka”.
(QS. Ibrahim : 4).

E. Syarat Sahnya Khutbah


1. Dilaksanakan sebelum sholat Jum’at. Ini berdasarkan amaliyah Rasulullah
SAW.
2. Telah masuk waktu Jum’at, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Anas bin
Malik r.a. ia berkata:
“Sesungguhnya Nabi SAW. melaksanakan shalat Jum’at setelah zawal
(matahari condong ke Barat)”. (HR. Bukhari).
3. Tidak memalingkan pandangan
4. Rukun khutbah dengan bahasa Arab, ittiba’ kepada Rasulullah SAW.
5. Berturut-turut antara dua khutbah dan shalat
6. Khatib suci dari hadats dan najis, karena berkhutbah merupakan syarat
sahnya shalat Jum’at.
7. Khatib menutup ‘aurat, sama dengan persyaratan shalat Jum’at.
8. Dilaksanakan dengan berdiri kecuali darurat, berdasarkan hadits Nabi
SAW. dari Ibnu Umar r.a:
“Sesungguhnya Nabi SAW. apabila keluar pada hari Jum’at, beliau duduk
yakni di atas mimbar hingga muadzin diam, kemudian berdiri lalu
berkhutbah”. (HR. Abu Daud).
9. Duduk antara dua khutbah dengan tuma’ninah, berdasarkan hadits Nabi
SAW. dari Ibnu Umar r.a. ia berkata:
“Adalah Nabi SAW. berkhutbah sambil berdiri, kemudian duduk, dan
berdiri lagi sebagaimana kamu semua melakukannya sekarang ini”. (HR.
Bukhari dan Muslim).
10. Terdengar oleh semua jama’ah
11. Khatib Jum’at adalah laki-laki
12. Khatib lebih utama sebagai Imam sholat

6
F. Rukun Khutbah
1. Hamdalah, yakni ucapan “Alhamdulillah” , berdasarkan hadits Nabi
SAW. dari Jabir r.a.:
“Sesungguhnya Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jum’at, maka (beliau)
memuji Allah (dengan mengucap Alhamdulillah) dan menyanjung-Nya”.
(HR. Imam Muslim).
Hamdalah Khutbah jumat itu wajib dimulai dengan hamdalah. Yaitu lafaz
yang memuji Allah SWT. Misalnya lafaz alhamdulillah, atau innalhamda
lillah, atau ahmadullah. Pendeknya, minimal ada kata alhamd dan lafaz
Allah, baik di khutbah pertama atau khutbah kedua.
2. Syahadat (Tasyahud), yaitu membaca “Asyhadu anla ilaaha illallah
wahdahu laa syarikalahu wa Asyhadu anna Muhammadan abduhu
warasuluhu”, berdasarkan hadits Nabi SAW:
“Tia-tiap khutbah yang tidak ada syahadatnya adalah seperti tangan yang
terpotong”. (HR. Ahmad dan Abu Dauwd).
3. Shalawat
4. Wasiyat Taqwa, antara lain ucapan “Ittaqullah haqqa tuqaatih”.
5. Membaca ayat Al-Qur’an, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir bin
Samurah r.a.:
“Adalah Rasulullah SAW. berkhutbah (dalam keadaan) berdiri dan
duduk antara dua khutbah, membaca ayat-ayat Al-Qur’an serta
memberikan peringatan kepada manusia”. (HR. Jama’ah, kecuali Bukhari
dan Tirmidzi).
6. Berdo’a
Semua rukun khutbah diucapkan dalam bahasa Arab. Empat rukun yang
pertama (Hamdalah, Syahadat, Shalawat dan wasiyat) diucapkan pada
khutbah yang pertama dan kedua, sedangkan ayat Al-Qur’an boleh dibaca
pada salah satu khutbah (pertama atau kedua) dan do’a pada khutbah yang
kedua.

7
G. Sunnah-Sunnah Khutbah
1. Berdiri di tempat yang tinggi (mimbar)
2. Memberi salam, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir ra.:
“Sesungguhnya Nabi SAW. apabila telah naik mimbar, (beliau) memberi
salam”. (HR. Ibnu Majah).
3. Menghadap Jama’ah, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Adi bin Tsabit
dari ayahnya dari kakeknya: “Adalah Nabi SAW. apabila telah berdiri di
atas mimbar, shahabat-shahabatnya menghadapkan wajah mereka ke
arahnya”. (HR. Ibnu Majah).
4. Suara jelas penuh semangat, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir r.a:
“Adalah Rasulullah SAW. apabila berkhutbah kedua matanya menjadi
merah, suaranya lantang/tinggi, berapi-api bagaikan seorang panglima
(yang memberi komando kepada tentaranya) dengan kata-kata “Siap
siagalah di waktu pagi dan petang”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
5. Singkat, padat, akurat dan memikat, Rasulullah SAW. bersabda :
“Adalah Rasulullah SAW. biasa memanjangkan shalat dan memendekkan
khutbahnya”. (HR. Nasai dari Abdullah bin Abi Auf).
6. Gerakan tangan tidak terlalu bebas, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari
Abdurrahman bin’ Sa’ad bin ‘Ammar bin Sa’ad ia berkata: “Adalah Nabi
SAW. apabila berkhutbah dalam suatu peperangan beliau berkhutbah atas
anak panah, dan bila berkhutbah di hari Jum’at belaiu berpegangan pada
tongkat”. (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi).
7. Seusai khutbah kedua segera turun dari mimbar, berdasarkan hadits Nabi
SAW. “Adalah shahabat Bilal itu menyerukan adzan apabila Nabi SAW.
telah duduk di atas mimbar, dan ia iqomah apabila Nabi SAW. telah
turun”. (HR. Imam Ahmad dan Nasai).
8. Tertib dalam membacakan rukun-rukun khutbah, yaitu: Hamdalah,
Syahadat, Shalawat, wasiyat, Ayat Al-Qur’an dan Do’a.

H. Hal-hal Yang Dimakhruhkan Dalam Khutbah


1. Membelakangi Jama’ah.

8
2. Terlalu banyak bergerak.
3. Meludah.

I. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Khotib


1. Melakukan persiapan, mental, fisik dan naskah khutbah
2. Memilih materi yang tepat dan up to date
3. Melakukan latihan seperlunya
4. Menguasai materi khutbah
5. Menjiwai isi khutbah
6. Bahasa yang mudah difahami
7. Suara jelas, tegas dan lugas
8. Pakaian sopan, memadai dan Islami
9. Waktu maksimal 15 menit
10. Bersedia menjadi Imam shalat Jum’at

J. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Ketika Khutbah


1. Pakaian hendaklah sopan dan jangan menyalahi adat istiadat kebiasaan
masyarakat itu.
2. Bahasanya hendaklah fasih, jelas dan tepat.
3. Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits hendaklah diucapkan dengan lidah fasih
dan jitu. Hendaklah jangan melakukan kesalahan mengatakan ayat Al-
Qur’an sebagai Hadits dan Hadits dinyatakan sebagai Al-Qur’an.
4. Berkhutbah hendaknya tenang dan susunan bahasanya dapat dimengerti
orang.
5. Khutbah hendaklah telah siap ditulis, sehingga khatib dapat berbicara
tepat tidak bertele-tele.
6. Kuatkanlah keyakinan, bahwa tujuan khutbah adalah ibadat.
7. Seorang khatib hendaklah betul-betul menjadi teladan yang baik dan
memberi pimpinan yang baik kepada masyarakat.
8. Jangan membanggakan diri.

9
9. Isi khutbah jangan menyinggung kehormatan golongan lain dan pilihlah
acara khutbah yang sifatnya umum.
10. Dengan suarayang keras cukup didengar seluruh pengunjung Jum’at.

K. Beberapa Kejadian yang Mengecewakan Para Pendengar


Dalam melaksanakan khutbah sering terjadi peristiwa yang
Menimbulkan kekecewaan pra pendengar, yakni para pengunjung Jum’at
misalnya :
1. Khutbah sangat panjang dan dalam khutbah bukan menganjurkan amal
ibadat, melainkan berkisar pada persoalan politik yang tidak dimengerti
oleh sebagian para pengunjung Jum’at.
2. Diwaktu berkhutbah kadang-kadang dipakai kata-kata bahasa asing yang
tidak dimengerti oleh sebagian besar para pengunjung Jum’at.
3. Khutbah Jum’at sering dipakai memberikan jawaban suatu masalah
pertentangan khilafiyah, yang akibatnya pada Jum’at berikutnya
dilanjutkan lawannya untuk membalas dan memberikan penjelasan yang
tidak ada habis-habisnya. Atau setidak-tidaknya membuat ketegangan
dikalangan para pengunjung Jum’at setelah selesainya shalat.

L. Contoh Khutbah Jum’at


“Memaknai Keberkahan di Bulan Rajab”
Khutbah Pertama

10
Suatu hari Rasulullah bersama sahabatnya mendapati situasi krisis air.
Hingga waktu shalat Ashar tiba, mereka yang berikhtiar mencarinya di
berbagai tempat tidak berhasil memperolehnya. Air yang tersedia hanyalah
air sisa yang jumlahnya tak banyak.
Dalam situasi tersebut, Nabi melakukan sesuatu yang membuat orang
tercengang. Rasulullah memasukkan tangan beliau ke dalam air sisa yang
berada dalam sebuah wadah itu dan berseru kepada para sahabatnya, “Ayo
mulailah berwudhu. Barakah datang dari Allah.”
Para sahabat menyaksikan di sela-sela jari Nabi memancar air. Para
sahabat tak hanya bisa wudhu dengan sempurna, tapi juga menghilangkan
rasa haus karena air juga bisa diminum. Kisah ini bisa kita temukan dalam
‘Umdatul Qari’ Syarah Shahih Bukhari.
Yang menarik dari cerita tadi adalah kata-kata Rasulullah tentang “al-
barakah mina-Llâh”. Kisah tersebut menunjukkan bahwa berkah bersumber
dari Allah, bukan manusia, air, pohon, matahari, atau lainnya. Meskipun,
objek yang diberkahi itu bisa apa saja, termasuk air dan jemari Nabi. Krisis
air bukan halangan bagi para sahabat untuk beribadah, bahkan mereka bisa
sekaligus menyaksikan mukjizat Nabi yang tentu kian meningkatkan
keteguhan iman mereka.
Jamaah sidang Jumat rahimakumullah,
Dalam Lisanul Arab, “barakah” dimaknai sebagai an-mâ’ waz
ziyâdah, tumbuh dan bertambah. Sebagian ulama merinci lagi bahwa berkah
adalah bertambahnya kebaikan (ziyâdaatul khair). Kebaikan yang dimaksud
tentu bukan kenikmatan duniawi, melainkan tingkat kesadaran kita kepada
Allah, taqarrub ilallah.
Berkah dengan demikian tidak terkait dengan banyak atau sedikitnya
harta benda. Orang yang kaya raya bisa jadi tidak mendapat keberkahan
hidup ketika harta bendanya justru membuatnya merasa perlu dihormati,
merendahkan orang miskin, berfoya-foya, atau untuk aktivitas maksiat.
Sebaliknya, kemiskinan bisa mendatangkan berkah saat hal itu melatihnya
bersabar, mensyukuri nikmat, atau bersikap baik kepada tetangga.
Berkah juga tidak harus berhubungan dengan kesehatan. Sebab,
kondisi sakit pun kadang bisa membuat orang instrospeksi diri (muhasabah),
tobat, dzikir, dan mengingat-ingat hak-hak orang lain yang mungkin ia
langgar. Meskipun, sakit pun juga bisa berbuah malapetaka ketika seseorang
justru lebih banyak mengeluh, mencibir karunia Allah, atau melakukan
sesuatu yang melampaui batas.
Tempat yang berkah tak mesti subur, sejuk, atau yang
pemandangannya indah. Buktinya Allah memberi keistimewaan kepada tanah
Makkah yang gersang. Begitu pula dengan waktu. Waktu yang berkah belum

11
tentu saat-saat hari raya atau hari berkabung. Tapi keberkahan waktu itu
datang manakala segenap peristiwa di dalamnya membuat kita sekain dekat
dengan Allah.
Jamaah sidang Jumat rahimakumullah,
Terkait dengan berkah atau barokah, Rasulullah memberi teladan
kepada umatnya untuk memanjatkan doa ketika memasuki bulan Rajab:
‫ان‬
َ ‫ض‬َ ‫ان َو َبلِّ ْغ َنا َر َم‬
َ ‫ب َو َشعْ َب‬ ِ ‫اللَّ ُه َّم َب‬
َ ‫اركْ لَ َنا فِيْ َر َج‬
“Duhai Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan
pertemukanlah kami dengan bulan Ramadlan.” (Lihat Muhyiddin Abi
Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Adzkâr, Penerbit Darul Hadits,
Kairo, Mesir)
Bulan Rajab merupakan salah satu bulan haram, artinya bulan yang
dimuliakan. Dalam Islam, terdapat empat bulan haram di luar Ramadhan,
yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Saat tiba waktu Rajab,
yang Rasulullah minta adalah keberkahan bulan ini, lalu keberkahan bulan
Sya’ban, hingga ia dipertemukan dengan bulan suci Ramadhan.
Saat bulan Rajab tiba, Rasulullah tidak memohon kekayaan,
kesehatan, atau kenikmatan duniawi secara khusus. Beliau berdoa agar
dilimpahi keberkahan di bulan Rajab dan Sya’ban seiring dengan
menyongsong bulan Ramadhan. Secara tidak langsung, doa ini adalah
permohonan panjang umur. Tentu saja bukan sekadar usia panjang, tetapi usia
yang bermanfaat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Inti dari berkah adalah peningkatan taqarrub kita kepada Allah,
sehingga kepribadian kita diliputi oleh sifat-sifat yang mencerminkan
perintah Allah: jujur, adil, rendah hati, peduli sesama, penyayang, tidak
serakah, tidak gemar menggunjing atau menghakimi orang lain, dan lain
sebagainya. Kita juga semakin rajin memaknai setiap aktivitas kita atas dasar
nilai ibadah. Bekerja untuk menafkahi keluarga karena Allah, ikut kerja bakti
tingkat RT karena Allah, bertegur sapa dengan tetangga karena Allah, dan
seterusnya.
Apakah kita tak boleh berdoa memohon harta atau kesehatan di bulan
Rajab ini? Tentu saja boleh. Hanya saja, yang lebih penting dari banyaknya
kekayaan dan kesehatan adalah berkah, yakni suatu kondisi yang mampu
menambah ketaatan kita kepada Allah subhanahu wata’ala.
Diterangkan dalam Shahih Bukhari, Rasulullah sendiri pernah
mendoakan sahabatnya, Anas dengan pernyataan:
‫ك لَ ُه فِي َما أعْ َط ْي َت ُه‬ ِ ‫ َو َب‬،ُ‫ َو َولَ َده‬،ُ‫اللَّ ُه َّم ْأكثِرْ َمالَه‬
#َ ‫ار‬

12
Artinya: “Ya Allah perbanyaklah harta dan anaknya serta berkahilah karunia
yang Engkau berikan kepadanya.”
Kata berkah di sini merupakan kunci dari segenap nikmat lahiriah.
Dengan keberkahan seseorang tidak hanya kaya harta tapi juga kaya hati:
merasa cukup, bersyukur, dan tidak tamak; tidak hanya mementingkan
kuantitas anak, tapi juga kualitasnya yang shalih, cerdas, dan berakhlak.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Dari uraian ini jelas bahwa bulan Rajab menjadi berkah tatkala ada
perkembangan dalam diri kita terkait kedekatan dan ketaatan kita kepada
Allah. Ketika keberkahan itu datang, secara otomatis kualitas kepribadian kita
pun meningkat, baik dalam kondisi sulit maupun lapang, sehat maupun sakit,
punya banyak utang maupun dilimpahi keuntungan.
Keberkahan di bulan Rajab dan Sya’ban ini penting mengingat kita
akan menghadapi bulan Ramadhan, bulan yang jauh lebih mulia dan
berlimpah keutamaan. Semoga kita menjadi pribadi-pribadi yang senantiasa
diberkahi, senantiasa diberi petunjuk, dan dipanjangkan umurnya hingga bisa
menjumpai Ramadhan. Wallahu a’lam.
‫ َو َن َفعَ نِي َوِإيَّا ُك ْم ِبمَافِ ْي ِه مِنْ آ َي ِة َوذ ِْك ِر ْالحَ ِكي ِْم َو َت َق َّب َل هللاُ ِم َّنا َو ِم ْن ُك ْم ِتالَ َو َت ُه َوِإ َّن ُه ه َُو ال َّس ِم ْي ُع‬،‫آن ْالعَ ظِ ي ِْم‬
ِ ْ‫بَارَ كَ هللا لِي َولَ ُك ْم فِى ْالقُر‬
‫حيْم‬ َ ‫ َوَأ ُق ْو ُل َق ْولِي ه ََذا َفأسْ َت ْغفِ ُر‬،‫العَ لِ ْي ُم‬
ِ َّ‫هللا العَ ظِ ْي َم ِإ َّن ُه ه َُو الغَ ُف ْو ُر الر‬

Khutbah Kedua

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Selain khutbah Jum’at, ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah
sholat, yaitu: khutbah ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha, khutbah sholat Gerhana (Kusuf
dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah dilaksanakan sebelum akad nikah.
Dalam makalah ini yang akan dikaji adalah khusus tentang khutbah Jum’at.
Berkenaan dengan fungsi khutbah tersebut di atas, maka khutbah
disampaikan dengan bahasa yang mudah difahami oleh jama’ah (boleh
bahasa setempat), kecuali rukun-rukun khutbah. Allah SWT. berfirman:

“Dan tidaklah Kami mengutus Rasul, melainkan dengan bahasa yang


difahami oleh kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan kepada mereka”.
(QS. Ibrahim : 4).
Selain khutbah jum’at ada juga khutbah-khutbah yang lain yang telah
ditentukan syara’. Selain Khutbah Jum’at, ialah Khutbah “Idul Adl-ha, ‘Idul
Fitri, gerhana matahari, gerhana bulan, dan Khutbah istitsqa/meminta hujan.
Khutbah-khutbah ini dilakukan sesudah shalat.

B. Saran
Dengan kerendahan hati, penulis merasa makalah ini sangat sederhana
dan jauh dari kesempuraan. Saran kritik sangat diperlukan demi
kesempurnaan makalah sehingga akan lebih bernanfaat kontibusinya bagi
hazanah keilmuan. Wallahu a’lam.

14
DAFTAR PUSTAKA

Rifa’i, Muhammad. Fiqih Islam. Semarang: Karya Putra Thoha.


Rasjid, Sulaiman. 2011. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
http://assunnah.or.id
http://www.gaulislam.com/adab-adab-khutbah-jumat
http://blog.re.or.id/tata-cara-khutbah-pada-shalat-jumat.htm

15

Anda mungkin juga menyukai