Disusun Oleh:
SEMARANG
2
Kata Pengantar
Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat serta hidayahnya , kami
dapat menyelesaikan makalah tentang “Makna dan Konteks Risalah Nabi Muhamad” guna
memenuhi tugas mata kuliah Tarikh Al-Quran
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita nabi agung
Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari zaman kegelapan hingga zaman yang
terang benderang seperti ini ,semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya kelak di yaumul
qiyamah .
Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyelesaikan makalah ini, Meskipun masih banyak kekurangan semoga makalah ini dapat
memberi manfaat bagi penulis dan pembacanya.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Penyusun sadar bahwa pembuatan makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca guna memperbaiki kekurangan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat untuk masyarakan dan dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.
Tim Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Mengetahui tentang risalah Nabi Muhammad
Agar bisa memahami perbedaan tekstual dan kontekstual
Meneladani risalah Nabi Muhamad
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makna risalah Nabi Muhammad SAW
Secara etimologis al-risalah berasal dari kata رسلterdiri dari ل-س-ر. Menurut para
languist, sruktur ini menunjukan makna االنبعاثdan االمتدادyang berarti bangkit, hidup, dan
terbentang atau memanjang1. Kata risalah merupakan bentuk masdar dari kata رسل.
Dalam kamus istilah fikih disebutkan bahwa risalah mengandung beberapa makna,
seperti: surat, keterangan, atau perintah yang dibawa nabi Muhamad sebagai bukti
kerasulannya2 .
Kata risalah sering diartikan dalam kehidupan sehari-hari dengan surat atau pesan
tertuis. Ha itu dapat diartikan demikian, karena wahyu sebagai risaah yang datang dari
Aah yang berisi keterangan dan pesan-pesan tertulis yang dikirimkan oeh Allah kepada
manusia melauli malaikat jibril sebagai rasulNya. Orang yang diutus atau diberi amanat
untuk menyampaikan risalah disebut rashul, kata risalah dan rosul terbentuk dari asal kata
yang sama yaitu ra, sin, lam.
Apabila kata Risalah disandarkan pada kata rosul, maka berarti segala yang
diperintahkan oleh Allah untuk disampaikan atau mengajak manusia pada apa yang telah
diwahyukan Allah kepada Rosulnya3 yakni mengajak kepada perkara yang benar. Dapat
pula dikatakan bahwa risalah adalah ajaran-ajaran Allah yang disampaikan melalui
perantaraan seseorang atau beberapa orang rosul untuk mengatur kehidupan manusia
dalam hubungan dengan Allah atau Hablumminallah, Hablumminannas dan
hablumminalalam4. Kata risalah dapat ditemukan dalam Al-Quran sebanyak 10 kali dan
termuat dalam 5 surat sebagai berikut:
1. QS Al-Maidah ayat 67
2. QS Al-An'am ayat 124
3. QS Al-Araf ayat 62, 68, 79, 93, dan 144
4. QS Al-Ahzab ayat 39
1
Abu husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lughah, juz 11 (t.tp: Dar al-Fikr, 1979), h.392; lihat
pula Mu’jam Mufradat al-Faz al-Quran (Bairut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 200-201
2
M. Abd. Mujieb, dkk. Kamus Istilah fiqhi (Cet I; Jakarta: ustaka Firdaus, 1994) h. 297
3
Ibrahim Anis, et. Al., al-mu'jam al-Wasit, juz 1 (cet.II;Qahirah: t.tp., 1972) hal. 344
4
Dewan redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, jilid 4 (cet. III; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), h.
172-173
5
5. QS Al-jin ayat 23 dan 28.5
Salah satu contoh ayat yang berkaitan dengan risalah yakni QS Al-Araf ayat 62:
َص ُح لَ ُك ْم َوأَ ْعلَ ُم ِمنَ هَّللا ِ َما اَل تَ ْعلَ ُمون ِ أُبَلِّ ُغ ُك ْم ِر َسااَل
َ ت َربِّي َوأَ ْن
Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa risalah pada perinsipnya merupakan pesan
Tuhan yang dibawa oleh Mahluk pilihan Allah yang bertugas menyampaikan dan
mangajari umatnya atas rekomendasi dari Allah6.
Pendekatan tekstual merujuk pada terminologi teks. Kata teks, yang dalam bahasa Arab
disebut sebagai nash, yang berarti lafal yang hanya bermakna sesuai dengan ungkapannya dan
tidak dapat dialihkan pada makna yang lain. 7 Sedangkan konteks dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia yaitu bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah
kejelasan makna; situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian.
5
Muhammad Fuad Abd al-baqi, al-mu'jam al-Mufahras li al-faz Al-Quran al-karim (t.tp: Dar al-fikr, t.th), h. 319
6
Mukhlis Mukhtar. Risalah Menurut Konsepsi Al-Quran, Vol. 9,No.1, Juni 2021:1-8. Maros: Hunafa: jurnal Studia
Islamika
7
Abd. Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid IV (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), hlm. 1303.
6
Model pemahaman tekstualis dalam sejaranhnya erat sekali hubungan dengan model
pemahaaman yang digagas Khawarij. Model berpikir tekstualis tumbuh kembali pada abad ke-12
Hijriyyah oleh sekelompok orang yang menginduk pemikirannya kepada Ibnu Taimiyyah.
Seperti diketahui, Ibnu Taimiyyah pada tahun 600-an Hijriyyah, mengusung doktrin kembali
kepada Al-Qur’an dan Sunnah.8 Pendekatan tekstual merupakan model pendekatan yang
menjadikan teks atau nash sebagai objek kajiannya. Pendekatan ini lebih menekankan analisnya
dalam sisi kebahasaannya dalam memahami teks dan nash tersebut. Dalam prakteknya,
pendekatan ini dilakukan dengan memberikan perhatian pada ketelitian redaksi dan bingkai teks
ayat-ayat Al-Qur’an.9 Sehingga pendekatan tekstual ini sudah umum digunakan oleh para
ulama’-ulama’ salaf dalam dalam hal penafsiran. Pemahaman agama dengan pendekatan tekstual
ini cenderung normatif, kaku, sempit, dan bersifat statis.
Secara etimologi istilah kontekstual berasal dari kata benda bahasa Inggris yaitu context
yang diindonesiakan dengan kata ”konteks.” Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ini
setidaknya memiliki dua arti. Pertama, bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung
atau menambah kejelasan makna dan kedua situasi yang ada hubungannya dengan suatu
kejadian.10 secara terminologi Noeng Muhadjir menegaskan bahwa kata kontekstual memiliki
tiga pengertian: Pertama, upaya pemaknaan dalam rangka mengantisipasi persoalan dewasa ini
yang umumnya mendesak, sehingga arti kontekstual identik dengan situasional. Kedua,
pemaknaan yang melihat keterkaitan masa lalu, masa kini, dan masa mendatang atau memaknai
8
Muhammad Abu Zahroh, Tarikh Madzahib Al-Islamiyyah (Beirut: Dar Fikr, t.t), hlm. 179.
9
M.Fauzan .Zenrif, Sintesis paradigm Studi Al-Qur’an, (Malang: UIN- Malain Press, 2008), hlm. 51.
10
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 485.
7
kata dari segi historis, fungsional, serta prediksinya yang dianggap relevan. Ketiga,
mendudukkan keterkaitan antara teks al Qur’an dan terapannya.11
Dari sini dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual ini adalah pendekatan yang
tidak hanya melihat keumuman lafadz, namun lebih melihat latar belakang teks tersebut. Atau
lebih mudahnya, pendekatan kontekstual ini tidak hanya bertumpu pada makna teks secara literal
(lahiriah), namun juga melibatkan dimensi sosio-historis teks dan keterlibatan subjektif penafsir-
penafsirnya dalam menafsirkan teks tersebut.
Islam adalah agama yang membawa kedamaian, keselamatan, dan kebahagiaan hidup
bagi manusia di dunia dan akhirat. Dalam penyebarannya Islam dapat tumbuh dan dianut oleh
masyarakat luas tidak dilakukan dengan paksaan maupun dengan cara kekerasan, melainkan
dengan jalan yang damai, bijaksana, dan santun. Penyebaran Islam yang dipenuhi dengan nilai-
nilai cinta damai dan kasih sayang ini sejalan seiring dengan misi risalah Nabi Muhammad.
Misi risalah atau tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia ini tidak lain
hanyalah untuk memberikan rahmat dan kasih sayang kepada seluruh alam semesta yang dibawa
Nabi secara tegas sebagaimana disebutkan Allah SWT dalam Al-Qur’an QS. Al-Anbiya’: 107
َ َو َم ۤا اَ ۡر َس ۡل ٰن
َك اِاَّل َر ۡح َمةً لِّ ۡـل ٰعلَ ِم ۡين
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
seluruh alam.”
Ayat tersebut menjelaskan mengenai tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW ke muka
bumi secara eksplisit dan tegas, agar Nabi Muhammad dapat menebar dan menyampaikan
rahmat atau kasih sayang Allah kepada seluruh alam semesta. Rahmat dan kasih sayang
mencerminkan Islam yang ramah, santun, toleran, dan penuh dengan cinta damai. Islam tidak
menebarkan kebencian dan permusuhan. Kehadiran risalah kenabian tidak hanya ditujukan bagi
mereka yang muslim saja, tetapi juga bagi mereka yang non muslim.
11
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), Edisi IV, hlm. 263-264.
8
Ala’uddin Ali dalam tafsirnya Tafsir Al-Khozin menyebutkan, dikatakan bahwa ayat ini
turun berkenaan dengan kondisi masyarakat kafir jahiliyyah yang pada saat itu dalam kesesatan,
dan ahli kitab menghadapi kebingungan dalam persoalan agamanya, karena jeda waktu turunnya
wahyu yang lama dan terjadi perselisihan dan perbedaan dalam di dalam kitab suci mereka.
Sehingga Allah mengutus Nabi Muhammad dalam kondisi ketika para pencari Tuhan tidak lagi
menemukan jalan kebahagiaan dan pahala, maka Nabi Muhammad mengajak mereka kepada
jalan Allah, menjelaskan kebenaran, dan menerapakan syariat.
Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat tersebut berpendapat bahwa rahmat yang dimaksud
dalam ayat tersebut bersifat umum, meliputi haknya mereka yang beriman dan juga mereka yang
tidak beriman. Untuk mereka yang beriman rahmat itu berupa kebahagiaan baik di dunia dan di
akhirat. Sedangkan bagi mereka yang tidak beriman rahmat itu hanya di dunia saja, yaitu dengan
ditundanya siksaan dari mereka di kehidupan dunia. 12 Ibnu Katsir dalam tafsirnya berpendapat
bahwa Allah SWT menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam, yakni
bahwa Rasulullah diutus untuk menyampaikan rahmat kepada seluruh manusia. Barang siapa
yang menerima rahmat ini dan mensyukurinya, maka akan bahagia di dunia akhirat. Barang
siapa yang menolak rahmat dan mengingkarinya, maka merugi dunia dan akhirat.
Misi kenabian yang bawa oleh Rasulullah selama kurang lebih 23 tahun baik di Makkah
dan Madinah dijalankan dengan sukses dan mendapatkan ridla Allah SWT. Sebagaimana hal ini
dijelaskan Allah SWT pada ayat yang menjadi penutup wahyu-Nya kepada Nabi Muhammad,
Allah berfirman; “Pada hari ini aku sempurnakan agamamu untukmu, dan aku cukupkan nikmat-
Ku bagimu, dan telah aku ridlai Islam sebagai agamamu.” (QS. al- Maidah: 3).
Tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW, sekali lagi tidak bertujuan untuk meng-
islamkan seluruh penduduk dunia, sebagaimana pandangan kelompok radikal, yang selalu
berlindung dan berkedok menggunakan topeng agama untuk melancarkan segala tindak
kekerasan dalam seruan dakwahnya. Tujuan diutusnya Nabi Muhammad tidak lain adalah untuk
menebar kasih sayang dan perdamaian kepada alam semesta. Sehingga misi risalah sebagai
subtansi dari misi Islam yang rahmatan lil ‘alamin bersifat universal.
12
0Ala’uddin Ali Bin Ibrahim al-Baghdadi, Tafsir al-Khozin, Jilid: 3 (Kairo: Dar al-Kutub al-Arabiyyah al-Kubra, t.t),
hlm. 297.
9
Rahmat dan kasih sayang yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang bersifat
universal tentunya berlaku bagi siapapun tanpa memandang suku, warna kulit, bangsa, dan
agama seseorang. Hal-hal tersebut sebagaimana tercantum dalam point-point yang terdapat pada
Piagam Madinah. Peneguhan misi risalah Rosulullah ini menjadi sangat penting untuk
menegaskan Kembali bahwa islam adalah agama yang cinta damai, toleran, ramah, dan juga
menghargai perbedaan dan keragaman dan sebaliknya, Islam bukanlah agama yang mendukung
kekerasan, kebencian dan terorisme.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Misi risalah atau tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia yaitu untuk
membawa dan menebar rahmat dan kasih sayang kepada alam semesta. Misi risalah kenabian
bersifat universal untuk semua manusia, tidak hanya untuk mereka yang beriman, tetapi juga
bagi mereka yang tidak beriman. Rahmat dan kasih sayang mencerminkan Islam yang ramah,
santun, toleran, dan penuh dengan cinta damai. Islam tidak menebarkan kebencian dan
permusuhan. Aksi kekerasan dan anakhis oleh kelompok radikal yang mengatasnamakan
pembelaan dan dakwah untuk agama Islam akhir-akhir ini, menunjukkan adanya pemahaman
ajaran agama Islam secara tekstual, kaku dan eksklusif.
Pemahaman secara tekstual memunculkan doktrin kebenaran sepihak dan hak justifikasi
atas kesalahan kelompok lain yang dianggap tidak sepaham. Pemahaman ini semakin
mempertajam perbedaan yang menjadi sunnatullah. Berdakwah untuk menyampaikan misi
risalah yang dilakukan dengan cara-cara yang baik dan benar, santun, beradab, dan bijaksana,
bukan dengan paksaan dan dilakukan dengan cara kekerasan. Dakwah yang sangat baik telah
dipraktikkan oleh Rasulullah SAW yang terbukti efektif dan sukses. Semangat untuk meneladani
akhlak Nabi Muhammad SAW yang ramah, santun, cinta damai, toleran, dan penuh kasih sayang
harus terus diaktuliasaikan dan dikontekstualiasikan dengan semangat zaman sebagai bentuk
tanggung jawab seorang muslim baik secara individual maupun sosial.
11
DAFTAR PUSTAKA
12