Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

NASH DAN KHAT AL-QUR’AN DI ERA NABI

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada

Mata Kuliah “Tarikhul Qur’an”

Dosen Pengampu :

Bapak Muhammad Shihabbudin, M.ag.

Disusun oleh :

1. Habib Ali Ghaza (2004026097)


2. Delinda Puteri Indriyani (2004026068)

JURUSAN ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2021

I
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu dengan
judul “ Nash dan Khat Al-Qur’an Di Era Nabi ”. Makalah ini menjelaskan tentang
kepenulisan al-qur’an pada masa Rasulullah SAW dan setelahnya serta mengetahui
bagaimana perkembangan khat al-qur’an.

Tujuan makalah ini disusun adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah tarikhul
qur’an.Kami dari penulis makalah mengucapkan terimakasih kepada Bapak Shihabuddin
selaku dosen pengampu mata kuliah tarikhul qur’an.

Kami berterimakasih kepada semua pihak yang sudah berpartisipasi dan membantu
,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami sendiri maupun bagi pembacanya.

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... II


DAFTAR ISI .......................................................................................................... III
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
I.A Latar Belakang Masalah …………………………………………………….. 1
I.B Rumusan Masalah …………………………………………………………… 1
I.C Tujuan ……………………………………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 2
II.A Pengertian Khat …………………………………………………………….. 2
II.B Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Rasullullah dan Setelahnya ...………….… 2
II.C Perkembangan Khat Al-Qur’an …………………………………………….. 9
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 13
III.A Kesimpulan .................................................................................................... 13
III.B Kritik dan Saran……………………………………………………………... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 14

III
BAB I
PENDAHULUAN

I.A Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an menurut Dr. Subhi Al Salih berarti "bacaan", sedangkan dari segi kebahasaan,
sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari
kata kerja qara'a yang artinya membaca. Al-Qur’an diturunkan secara beransur-ansur dalam
masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah.
Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril as. Sejarah penurunannya selama 23 tahun secara
berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam kehidupan seluruh manusia.
Al-Quran diturunkan dalam 2 periode yaitu periode mekkah dan periode madinah. Sejarah
kodifikasi Al-Qur’an diturunkan dari zaman Rasullah SAW , zaman Khalifah Abu Bakar As-
Sidiq, zaman khalifah Umar bin Khatab, zaman khalifah Usman bin. Al-Qur’an sebagai kitab
suci terbesar telah menyedot perhatian banyak orang. Dalam pandangan umat islam, Al-
Qur’an merupakan teks yang diwahyukan Allah SWT kepada nabi Muhammad sebagai
pedoman dan petunjuk bagi manusia. kitab suci ini diturunkan untuk menjawab persoalan-
persoalan nyata yang muncul di tengah kehidupan manusia. Ia adalah kitab bacaan yang
mendapatkan kedudukan istimewa.

I.B Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari khat ?


2. Bagaimana penulisan Al-Qur’an pada masa Rasullullah dan setelahnya ?
3. Bagaimana perkembangan khat Al-Qur’an ?

I.C Tujuan Masalah

Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan kepahaman
kita,sehingga dengan ini kita bisa mengamalkan ilmu yang kita miliki kepada orang lain dan
sebagai sarana dan motivasi bagi kita untuk selalu berbuat kebaikan serta bisa kita
aplikasikan di kehidupan nyata. Serta untuk mengetaui kepenulisan Al-Qur’an pada masa
Rasullullah, dan setelahnya, serta mengetahui perkembangan khat Al-Qur’an.
BAB II

PEMBAHASAN

II.A Pengertian Khat

Secara bahasa, (‫ )الخط‬atau khat berasal dari bahasa arab, kaligrafi disebut khat, yang berarti
dasar garis,coretan pena, atau tulisan tangan. Bentuk kata kerjanya adalah khatta yang berarti
kataba (menulis) atau rasama (menggambar).1 Bahasa Arab mengistilahkan kaligrafi dengan
kata khat (tulisan atau garis), yang ditujukan pada tulisan yang indah (al-kitabah al-jamilah
atau al-khat al-jamil).2

Secara istilah, Syaikh Syamsudin al Afkani (ahli kaligrafi) mengemukakan di dalam


kitabnya Irsyad al Qasid pada bab Hasyr al 'Ulum: "Khat adalah ilmu yang memperkenalkan
bentuk huruf tunggal, penempatannya, dan cara merangkainya menjadi tulisan atau apa yang
ditulis dalam baris-baris (tulisan), bagaimana cara menulisnya dan (menentukan mana) yang
tidak perlu ditulis, mengubah ejaan yang perlu digubah dan bagaimana mengubahnya."
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa ilmu khat mencakup tata cara menulis huruf,
menyusun dan merangkainya dalam komposisi tertentu demi mencapai keserasian dan
keseimbangan yang dituntut setiap karya seni.3

Khat tidak hanya kategori kepenulisan yang menekankan fisik atau rupa suatu huruf dalam
membentuk kata dan kalimat saja,melainkan khat juga mengandung nilai estetika.Khat
merupakan salah satu kebudayaan islam murni yang mana terus tumbuh dan berkembang di
dalam islam itu sendiri dikarenakan keberadaannya merupakan bentuk manifestasi firman-
firman Allah SWT yang suci.

II.B Penulisan Al-Qur’an Dari Masa Nabi dan Setelahnya

A. Masa Rasulullah SAW


Pada masa ini Rasulullah SAW mengangkat beberapa orang untuk dijadikan sebagai
jurutulis, diantaranya Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Zaid bin Tsabit dan lain-lain.
Tugas mereka adalah merekam dalam bentuk tulisan semua wahyu yang diturunkan
kepada Rasulullah. Alat yang digunakan masih sangat sederhana.4
1
Laily Fitriani, “Seni Kaligrafi: Peran dan Kontribusinya Terhadap Peradaban Islam”, Halaman 3
2
Ibid.
3
Ibid.
4
Muhammad bin Muhammad Abu syahbah, Al-Madkhal li Dirasat Al-Qur’an Al-Karim, Maktabah As-Sunnah,
Kairo, 1992, 241

2
Para sahabat menulis Al-Qur’an pada :
a. Ujung pelepah kurma (al-usb)
b. Batu-batu tipis (al lakhaf)
c. Kulit binatang/ pohon (ar-riqa’)
d. Pangkal pelepah kurma yang tebal (al-karanif)
e. Tulang belikat yang telah kering (al-aktaf)
f. Kayu tempat duduk pada unta (al-aktab)
g. Tulang rusuk binatang (al-adhla’)

Faktor yang mendorong penulisan Al-Qur’an pada masa nabi adalah5 :


 Mem-back up hafalan yang telah dilakukan nabi dan para sahabatnya
 Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna. Bertolak dari
hafalan para sahabat saja tidak cukup karena terkadang mereka lupa atau
sebagian dari mereka ada yang sudah wafat. Adapun tulisan tetap terpelihara
walaupun tidak ditulis pada satu tempat.

Untuk menghindari kerancuan akibat bercampuraduknya ayat-ayat Al-Qur’an


dengan yang lainnya, misalnya hadits Rasulullah, maka beliau tidak membenarkan
seorang sahabat manulis apa pun selain Al-Qur’an. Kegiatan itu didasarkan pada
sebuah hadist Nabi sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, “Janganlah kamu
menulis sesuatu yan berasal dariku, kecuali Al-Qur’an. Barang siapa telah menulis
dariku selain Al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya.” 6 Larangan ini dipahami oleh
Dr. Adnan Muhammad Zarzur sebagai suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk
menjamin nilai akurasi Al-Qur’an.7 Setiap kali turun ayat Al-Qur’an Rasulullah
memanggil jurutulis wahyu. Kemudian Rasulullah berpesan, agar meletakkan ayat-
ayat yang turun itu disurat yang beliau sebutkan.
Cara yang telah dilakukan Rasulullah dalam rangka memperhebat dan memperlancar
penulisan Al-Qur’an kepada kaum muslimin untuk memberantas buta huruf antara
lain sebagai berikut :
1) Memberikan penghormatan dan penghargaan yang tinggi kepada orang-orang
yang telah pandai menulis dan membaca.

5
Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an, CV Pustaka setia, bandung, 2009, 74-75
6
Ibid, 74
7
Kamaludin Marzuki, ‘Ulumul Qur’an, hal. 68

3
2) Rasulullah menggunakan tenaga para tawanan perang dalam usaha
pemberantasan buta huruf. Pada perang Badr al-Kubra, kaum muslimin memperoleh
kemenangan. Orang-orang musyrik banyak ditawan, dan diantara para tawanan ini
banyak pula yang tidak dapat menebus dirinya sendiri itu, tetapi pandai tulis baca,
maka Rasulullah memberikan suatu ketentuan, bahwa tawanan-tawanan tersebut
dapat dibebaskan kembali dengan syarat masing-masing telah berhasil mengajar
sampai pandai tulis baca 10 orang muslim.

Dengan adanya berbagai macam usaha tersebut, bertambah besarlah keinginan


masyarakat muslimin untuk meperlajari tulis baca, dan semakin banyak orang yang
bebas dari buta huruf. Hal ini menyebabkan bertambah banyak pula jumlah kaum
muslimin yang dapat ikut serta memelihara Al-Qur’an dengan tulisan-tulisan
disamping hafalan-hafalan mereka.
Pengumpulan Al-Qur’an dimasa nabi ini dinamakan : a) penghafalan, dan b)
pembukuan yang pertama.8

B. Masa Abu Bakar Ash-Shidiq


Setelah Nabi Muhammad SAW. wafat dan Abu Bakar diangkat sebagai Khalifah
maka banyak terjadi gerakan-gerakan yang menimbulkan perpecahan dan meresahkan
umat islam, seperti gerakan keluar dari agama Islam yang dipimpin Musailamah
Alkadzab, maka terjadilah peperangan, yang umat Islam sendiri dipimpin oleh Khalid
bin Walid. dalam perang itu menimbulkan banyak korban dari pihak Islam yaitu 700
orang sahabat yang hafal Alquran terbunuh kemudian setelah kejadian itu mendorong
umat agar Abu Bakar membukukan Al-Quran dan kemudian diutuslah Zaid bin Tsabit
sebagai penulis penghimpun Al-Qur’an. Usaha pengumpulan tulisan Al-Qur’an itu
terjadi setelah perang Yamamah pada tahun 12 H.9

Dalam melaksanakan tugasnya, Zaid menetapkan kriteria yang ketat untuk setiap
ayat yang dikumpulkannya. Ia tidak menerima ayat yang hanya berdasarkan hafalan,
tanpa didukung tulisan.10 Pekerjaan yang dibebankan kepundak Zaid dapat
diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu tahun, pada tahun 13 H. Dibawah

8
Nur Kholis, Pengantar Studi Al-Qur’an dan Al-Hadits, Teras, 2008, 85
9
Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an, CV Pustaka setia, bandung, 2009, 75
10
Manna Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-Ashr Al-Hadits, ttp, 1973, 126

4
pengawasan abu bakar, umar dan tokoh sahabat lainnya.11 Tidak layak lagi ketiga
tokoh yang telah disebut-sebut dalam mengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu bakar,
yakni Umar yang terkenal dengan terobosan-terobosan jitunya menjadi pencetus ide,
Zaid mendapatkan kehormatan karena di percaya untuk mengumpulkan kitab suci Al-
Qur’an yang memerlukan kejujuran, kecermatan, dan kerja keras. Khalifah Abu bakar
sebagai decision maker menduduki porsi tersendiri.
Setelah sempurna, berdasarkan musyawarah tulisan Al-Qur’an yang sudah terkumpul
itu dinamakan “mushaf”.

C. Masa Utsman bin Affan


Perbedaan pengumpulan mushaf Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan Ustman ada
dalam hal motif dan caranya. Motif pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar
adalah kehawatiran akan hilangnya Alquran karena banyak nya para huffadz yang
gugur dalam peperangan, sedangkan motif pada masa Utsman adalah karena
banyaknya perbedaan cara membaca Al-Qur’an, sedangkan dalam perbedaan dari segi
cara, yaitu pada masa Abu Bakar ialah memindahkan tulisan atau catatan Al-Qur’an
yang semula bertebaran pada kulit binatang, tulang, pelepah kurma dsb. kemudian
dikumpulkan dalam mushaf dengan ayat dan surat yang tersusun serta terbatas pada
bacaan yang tidak dimansuhk dan mencakup ke tujuh huruf (dialek) sebagai mana Al-
Qur’an diturunkan. sedang cara pengumpulan yang dilalukan pada masa Utsman
adalah menyalinnya dalam satu dialek dengan tujuan untuk mempersatukan kaum
muslimin.
Sahabat Hudzaifan pada masa pemerintahan Utsman menyarankan kepada beliau agar
segera mengusahakan penyeragaman bacaan Al-Qur’an dengan cara penyeragaman
penulisannya. Hal itu disebabkan oleh perbedaan tentang bacaan Al-Qur’an.

Utsman dapat menerima pemahaman atas usul Hudzaifah, kemudian di bentuk


panitia yang terdiri dari 4 orang, yakni terdiri dari :
1) Zaid bin Tsabit
2) Sa’id bin Ash
3) Abdullah bin Zubair
4) Abdurrahman bin Harits

11
Ash-Shalih,Op.Cit,. Hlm 77

5
Prinsip yang mereka ikuti dalam menjalankan tugas bahwa dalam kasus kesulitan
bacaan, dialek quraisy- suku dari mana nabi berasal harus dijadikan pilihan. Al-
Qur’an direvisi dengan nabi berasal dan dibandingkan dengan suhuf yang berada
ditangan hafshah. Dengan demikian suatu naskah otoriatif ( absah ) Al-Qur’an disebut
mushaf “ustmani”, telah ditetapkan. Sejumlah salinan dibuat dan dibagikan ke pusat-
pusat utana daerah islam.
Riwayat lain yang dikeluarkan dari Abu Qulbah menjelaskan bahwa pada masa
Khalifah Utsman, seorang guru mengajarkan qira’at tokoh tertentu, sedangkan guru
(lainnya) mengajarkan qira’at tokoh (lainnya). Lalu muridnya bertemu dan berselisih.
Persoalan ini terangkat sampai para guru yang padagilirannya saling mengafirkan.
Utsman memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf-mushaf yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad.12
 Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakh dan ayat tersebut tidak diyakini
dibaca kemabli dihadapan nabi pada saat – saat terakhir.
 Kronologis surat dan ayat seperti yang sekarang ini, berbeda dengan mushaf
Abu bakar yang susunan suratnya berbeda dengan mushaf Utsman.
 Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampu mencakupi qira’at yang
berbeda dengan lafazh-lafazh Al-Qur’an ketika turun
 Semua yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan. Misalnya yang ditulis
dimushaf sebagian sahabat juga menulis maknaayat atau penjelasan nasikh-
mansukh didalam mushaf.13
D. Masa Setelah khalifah
Utsman bin ‘Affan r.a kemudian mulai melakukan pengiriman mushaf Al-Qur’an ke
beberapa wilayah Islam. Para ulama Islam sendiri berbeda pendapat tentang jumlah
eksemplar mushaf yang ditulis dan disebarkan pada waktu itu. Al-Zarkasyi misalnya
menggambarkan ragam pendapat itu dengan mengatakan, “Abu ‘Amr al-Dany
menyatakan dalam kitab al-Muqni’: mayoritas ulama berpandangan bahwa ketika
‘Utsman menuliskan mushaf-mushaf itu ia membuatnya dalam 4 (eksemplar), lalu
mengirimkan satu eksemplar ke setiap wilayah: Kufah, Bashrah dan Syam, lalu
menyisakan satu eksemplar di sisinya. Ada pula yang mengatakan bahwa beliau
menuliskan sebanyak 7 eksemplar. (Selain yang telah disebutkan –pen) ia
12
Ibid, 81
13
Marzuki,Op.Cit, hlm. 76

6
menambahkan untuk Mekkah, Yaman, dan Bahrain. (Al-Dany) mengatakan:
‘Pendapat pertamalah yang paling tepat, dan itu dipegangi para imam.”14

Sementara Al-Suyuthi menyebutkan pendapat lain –disamping pendapat di atas-


yang menurutnya masyhur, bahwa jumlah mushaf itu ada 5 eksemplar.15
Semua naskah itu ditulis di atas kertas, kecuali naskah yang dikhususkan ‘Utsman bin
‘Affan r.a untuk dirinya –yang kemudian dikenal juga dengan Al-Mushaf Al-Imam-.
Sebagian ulama mengatakan ditulis di atas lembaran kulit rusa. 16Mushaf-mushaf
tersebut oleh para ahli al-Rasm kemudian diberi nama sesuai dengan kawasannya.
Naskah yang diperuntukkan untuk Madinah dan Mekkah kemudian dikenal dengan
sebutan Mushaf Hijazy, yang diperuntukkan untuk Kufah dan Bashrah disebut
sebagai Mushaf ‘Iraqy, dan yang dikirim ke Syam dikenal dengan sebutan Mushaf
Syamy.17
Dalam proses pendistribusian ini, ada langkah penting lainnya yang juga tidak lupa
dilakukan oleh ‘Utsman bin ‘Affan r.a. Yaitu menyertakan seorang qari’ dari
kalangan sahabat Nabi saw bersama dengan mushaf-mushaf tersebut. Tujuannya tentu
saja untuk menuntun kaum muslimin agar dapat membaca mushaf-mushaf tersebut
sebagaimana diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya. Ini tentu saja sangat beralasan,
sebab naskah-naskah mushaf ‘Utsmani tersebut hanya mengandung huruf-huruf
konsonan, tanpa dibubuhi baris maupun titik. Tanpa adanya para qari’ penuntun itu,
kesalahan baca sangat mungkin terjadi. Ini sekaligus menegaskan bahwa pewarisan
pembacaan Al-Qur’an yang juga berarti pewarisan Al-Qur’an itu sendiri- sepenuhnya
didasarkan pada proses talaqqi, bukan pada realitas rasm yang tertuang pada
lembaran-lembaran mushaf belaka.

Tentu saja, pasca pendistribusian naskah-naskah mushaf ‘Utsmani tersebut, kaum


muslimin telah memiliki sebuah mushaf rujukan –karena itulah ia disebut sebagai Al-
mushaf Al-imam-. Sejak saat itu, mulailah upaya-upaya penulisan ulang naskah Al-
Qur’an berdasarkan mushaf ‘Utsmani untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin
akan mushaf Al-Qur’an. Dalam kurun yang cukup panjang, yaitu pasca kodifikasi
Khalifah ‘Utsman r.a. hingga sekarang terdapat banyak perkembangan baru dalam
14
Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, 1/334
15
Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, 1/132
16
Al-Mushaf al-‘Utsmany, hal.5
17
Ibid.

7
perbanyakan naskah tersebut. Meskipun upaya itu sama sekali tidak berarti merubah
hakikat Al-Qur’an sebagai Kalamullah.

E. Pemberian Harakat (Nuqath Al-I’rab)


Sebagaimana telah diketahui, bahwa naskah mushaf ‘Utsmani generasi pertama
adalah naskah yang ditulis tanpa alat bantu baca yang berupa titik pada huruf (nuqath
al-i’jam) dan harakat (nuqath al-i’rab) yang lazim kita temukan hari ini dalam
berbagai edisi mushaf Al-Qur’an-. Langkah ini sengaja ditempuh oleh Khalifah
‘Utsman r.a. dengan tujuan agar rasm (tulisan) tersebut dapat mengakomodir ragam
qira’at yang diterima lalu diajarkan oleh Rasulullah saw. Dan ketika naskah-naskah
itu dikirim ke berbagai wilayah, semuanya pun menerima langkah tersebut, lalu kaum
muslimin pun melakukan langkah duplikasi terhadap mushaf-mushaf tersebut;
terutama untuk keperluan pribadi mereka masing-masing. Dan duplikasi itu tetap
dilakukan tanpa adanya penambahan titik ataupun harakat terhadap kata-kata dalam
mushaf tersebut.18Hal ini berlangsung selama kurang lebih 40 tahun lamanya.

Hal ini kemudian menjadi sumber kekhawatiran tersendiri di kalangan penguasa


muslim. Terutama karena mengingat mushaf Al-Qur’an yang umum tersebar saat itu
tidak didukung dengan alat bantu baca berupa titik dan harakat.
Dalam beberapa referensi disebutkan bahwa yang pertama kali mendapatkan ide
pemberian tanda bacaan terhadap mushaf Al-Qur’an adalah Ziyad bin Abihi, salah
seorang gubernur yang diangkat oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan r.a. untuk wilayah
Bashrah (45-53 H). Kemudian Ziyad meminta kepada Abu Al-Aswad untuk
mengerjakannya. Abu al-Aswad sendiri pada mulanya menyatakan keberatan untuk
melakukan tugas itu. Namun Ziyad membuat semacam ‘perangkap’ kecil untuk
mendorongnya memenuhi permintaan Ziyad. Inilah yang kemudian membuatnya
memenuhi permintaan yang diajukan oleh Ziyad. Ia pun menunjuk seorang pria dari
suku ‘Abd al-Qais untuk membantu usahanya itu.

Tanda pertama yang diberikan oleh Abu al-Aswad adalah harakat (nuqath al-i’rab).
Metode pemberian harakat itu adalah Abu al-Aswad membaca Al-Qur’an dengan
hafalannya, lalu stafnya sembari memegang mushaf memberikan harakat pada huruf
terakhir setiap kata dengan warna yang berbeda dengan warna tinta kata-kata dalam
18
Tarikh al-Mushaf al-Syarif, hal. 73, dan Naqth al-Mushaf al-Syarif, hal. 1

8
mushaf tersebut. Harakat fathah ditandai dengan satu titik di atas huruf, kasrah
ditandai dengan satu titik dibawahnya, dhammah ditandai dengan titik didepannya,
dan tanwin ditandai dengan dua titik. Demikianlah, dan Abu al-Aswad pun membaca
Al-Qur’an dan stafnya memberikan tanda itu. Dan setiap kali usai dari satu halaman,
Abu al-Aswad pun memeriksanya kembali sebelum melanjutkan ke halaman
berikutnya.

F. Pemberian Titik pada Huruf (Nuqath al-I’jam)


Pemberian tanda titik pada huruf ini memang dilakukan belakangan dibanding
pemberian harakat. Pemberian tanda ini bertujuan untuk membedakan antara huruf-
huruf yang memiliki bentuk penulisan yang sama, namun pengucapannya berbeda.
Ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai siapakah yang pertama kali
menggagas penggunaan tanda titik ini untuk mushaf Al-Qur’an. Namun pendapat
yang paling kuat nampaknya mengarah pada Nashr bin ‘Ashim dan Yahya bin
Ya’mar.

Setelah melewati berbagai pertimbangan, keduanya lalu memutuskan untuk


menghidupkan kembali tradisi nuqath al-i’jam (pemberian titik untuk membedakan
pelafalan huruf yang memiliki bentuk yang sama). Muncullah metode al-ihmal dan al-
i’jam.19Al-ihmal adalah membiarkan huruf tanpa titik, dan al-i’jam adalah
memberikan titik pada huruf.

II.C Perkembangan Khat Al-Qur’an

Sebelum kedatangan Islam, dunia penulisan Arab tidaklah serancak dengan zaman
selepasnya kerana ia hanya tertumpu pada keadaan-keadaan tertentu sahaja. Khat kaum Nibti
yang diwarisi oleh orang Arab hanya dipecah kepada dua bentuk sahaja yaitu Khat Kuufi dan
Khat Jazm (Khat Hijaazi).

Setelah datangnya Islam, tabiat Islam itu sendiri yang sememangnya mengajak manusia
kepada cintakan ilmu pengetahuan ditambah pula aktiviti pencatatan Wahyu Ilahi pada masa
hayat Baginda S.A.W. telah menyemarakkan perkembangan khat Arab. Daripada khat Kuufi
dan Hijaazi, ia terpecah kepada beberapa bentuk, antaranya Kuufi Masyaq, Kuufi Madani,

19
Nuqath al-Mushaf al-Syarif, hal. 2

9
Kuufi Basiit, khat Hijaazi Daarij dan khat Makki Madani. Pada zaman itu, kesemua jenis khat
yang ada mempunyai ciri-ciri antaranya tidak bertitik, tidak berbaris dan penyusunan yang
tidak teratur.

Pada zaman Khulafa’ al-Rasyidin, khat Arab telah diperkembangkan kepada berbagai
bentuk dalam rumpun Kuufi seperti Kuufi Klasik, Shaami, Basri, Al-Asfaraaani, Al-Mashab,
Al-Samni, Al-Qairamuuz dan lain-lain. Khat pada zaman ini lebih teratur walaupun tanpa
bertitik dan berbaris. Apabila Saidina Uthman R.A. mengisytiharkan pembukuan Al-Qur’an,
baginda memperkemas tanda dan perundangan dalam Al-Qur’an yang dikenali sebagai
Musyaf Uthmani. Dalam seni musyaf Al-Qur’an, tulisan khat penting kerana merakamkan
segala ayat Tuhan. Kegagalan menyalin Al-Qur’an dengan khat yang baik, jelas, dan tepat
bermakna tidak kesampaianlah maksud Al-Qur’an dalam erti kata yang luas.

Bentuk tulisan khat ketika itu adalah khat Kuufi Klasik yang tidak bersambung dan
mungkin sukar dibaca pada hari ini. Mengikut sejarah, penulisan khat ini dihasilkan di Kufah,
Iraq pada kurun ketujuh, hasil ilham mimpi seorang sufi. Ia dinamakan Kuufi, iaitu tulisan
yang tidak bercantum dan dinamakan sedemikian sebagai tanda penghargaan kepada bandar
Kufah. Al-Qur’an itu ditulis dengan khat kufiy pada masa Khalifah Rasyidin. Selanjutnya
pada Bani Umaiyah. Kalam ini mereka persembahkan kepada seorang juru tulis bernama
Quthbah. Dialah ahli tulis yang menulis mushaf-mushaf Bani Umaiyah.20

Gaya khat Kuufi digunakan selama lebih kurang tiga abad. Ketika ini, yang menguasai seni
dalam Al-Qur’an adalah kekuatan khatnya dan tidak pada hiasan yang terdapat pada jidar
kepala sesuatu lembaran berhias. Lebih kurang pada kurun ke-4 Hijrah, khat Kuufi beransur-
ansur digantikan oleh khat Naskh hingga kini. Khat Naskh melahirkan pelbagai gaya tulisan
dengan diberi nama yang berlainan. Hal ini tidak pula bermakna bentuk seni khat lain tidak
digunakan untuk menyalin ayat Al-Qur’an. Antara bentuk khat termasuklah khat Nastaiq di
Parsi dan khat Sini di China. Seni khat yang lain seperti Thuluth, Muhaqqa dan Rayhani
digunakan pada tajuk surah sahaja. Kini, khat Naskh diterima sebagai bentuk tulisan baku
dalam menyalin Al-Qur’an. Seseorang yang arif tentang khat akan berasa kagum kerana
pelbagai gaya khat dapat digunakan dalam hanya satu musyaf.

Zaman kerajaan Umawiyah telah menyaksikan pembangunan ketara seni khat Arab,
antaranya kemunculan dua bentuk khat yang baru selepas Kuufi iaitu Khat Thuluth dan Khat
Nasakh. Selain Khat Thuluth, terdapat khat-khat yang lain yang seakan-akan mirip dengan
20
Ibrahim Al-Abyadi, Sejarah Al-Qur’an, PT Rineka Cipta, 1992, 100

10
Khat Thuluth seperti Khat Toomar, Tauqi, Muhaqqiq, Thuluthain, Jalil, Musalsal dan
sebagainya. Khat Nasakh pula muncul dari cabangan Khat Daarij semasa zaman permulaan
Islam. Pada abad ini, seni khat menyaksikan banyak perubahan antaranya ialah peletakan
sistem titik dan baris di samping kemunculan ramai pakar-pakar penulis khat, antaranya
Imam Hasan al-Basri, Malik bin Dinar dan Ibnu Hasan al-Maliih.

Tulisan khat terus berkembang pada zaman Kerajaan Abbasiyah, Fatimiyah dan
Uthmaniyah. Sebagaimana ketiga-tiga zaman ini terkenal sebagai zaman kegemilangan
peningkatan taraf ilmu, begitu juga berlaku kepada dunia Khat Arab. Dikatakan lebih
daripada 50 cabangan Khat yang terhasil pada zaman ini yang dikembangkan melalui bentuk-
bentuk yang lama. Antara bentuk baru yang muncul ialah Khaat Taliq dan Nastaliq, Nasakh
Badi, Khat Hazqaaj, pelbagai cabangan Kuufi dan sebagainya.

Pada kurun ke-10, seni khat tersebar ke Parsi dengan gabungan-gabungan huruf yang lebih
berseni. Tulisan ini terdiri daripada beberapa jenis, iaitu khat Kuufi, Khat Nasakh, Khat
Diwani, Khat Thuluth dan Khat Riqa.

Pada kurun ke-16 dan 17, seni khat pernah menjadi medium komunikasi terpenting dalam
menyampaikan mesej diplomatik. Ia diperkenalkan oleh Housam Roumi semasa era
Suleyman 1 di wilayah Turki. Kesenian tulisan khat jenis ini terserlah melalui tanda dan
tulisan yang menarik. Seni khat yang dikenali dengan nama Diwani ini berkembang seiring
dengan variasinya iaitu Diwani al-Jali yang berbingkai.

Setelah kejatuhan Kerajaan Uthmaniyyah, warisan seni khat yang kebanyakannya yang
berpusat di Turki telah berpecah ke serata Tanah Arab. Akhirnya, tahun demi tahun, bentuk-
bentuk khat yang banyak tadi telah dihadirkan kepada beberapa bentuk tertentu saja. Had ini
dibuat bagi menetapkan jenis-jenis khat yang kemas teratur, cantik dan berseni untuk diguna
pakai oleh masyarakat umum. Untuk itu, khat-khat yang kekal sehingga sekarang ialah Khat
Thuluth, Nasakh, Farsi yang muncul dari cabangan Nastaliq dan Kuufi, Diwaani yang
muncul daripada Hazqaaj dan khat baru yang lain seperti khat Riqah, Ijazah dan yang terbaru
seperti Khat Moden. Antara tokoh-tokoh khat zaman moden terkenal ialah Sheikh Abd. Aziz
Al-Rifaaei (seorang ulama Islam yang faqih dari Turki), Hamid Aamidi (Turki), Mustafa
Izzat (Turki), Said Ibrahim (Mesir), Mahmud Shahaat (Mesir), Hashim Muliammad
(Baghdad) dan lain-lain.

11
BAB III

PENUTUP

III.A Kesimpulan

Rasulullah mengangkat beberapa orang untuk dijadikan sebagai jurutulis, diantaranya Abu
Bakar, Umar, Utsman, Ali, Zaid bin Tsabit dan lain-lain. Tugas mereka adalah merekam
dalam bentuk tulisan semua wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Alat yang digunakan
masih sangat sederhana, seperti : Ujung pelepah kurma (al-usb), Batu-batu tipis (al lakhaf),

12
Kulit binatang/ pohon (ar-riqa’), Pangkal pelepah kurma yang tebal (al-karanif), Tulang
belikat yang telah kering (al-aktaf), Kayu tempat duduk pada unta (al-aktab) dan Tulang
rusuk binatang (al-adhla’).

Abu al-Aswad adalah orang yang diutus oleh Ziyad bin Abihi untuk memberi Harakat
(Nuqath Al-I’rab) pada Al-Qur’an dan orang yang memeberi titik pada huruf (Nuqath al-
I’jam) adalah Nashr bin ‘Ashim dan Yahya bin Ya’mar.

Pada mulanya Al-Qur’an ditulis dengan Khat Kuufi dan Khat Jazm (Khat Hijaazi).
Akhirnya, tahun demi tahun, bentuk-bentuk khat tersebut telah dihadirkan kepada beberapa
bentuk tertentu saja. Had ini dibuat bagi menetapkan jenis-jenis khat yang kemas teratur,
cantik dan berseni untuk diguna pakai oleh masyarakat umum. Untuk itu, khat-khat yang
kekal hingga sekarang ialah Khat Thuluth, Nasakh, Farsi yang muncul dari cabangan Nastaliq
dan Kuufi, Diwaani yang muncul daripada Hazqaaj dan khat baru yang lain seperti khat
Riqah, Ijazah dan yang terbaru seperti Khat Moden.

III.B Kritik dan Saran

Pada zaman sekarang era globalisasi sudah sangat canggih dan ilmu pengetahuan sangat
luas diperoles alangkah baiknya seseorang tetaplah mempelajari dan menghafal al-Qur’an
lebih-lebih bisa mengamalkan nya pada kehidupan sehari-hari. Dan dapat memeplajari
sejarah-sejarah awal mula knapa bahasa arab bisa menjadi bahasa al-Qur’an terkait dengan
pembahasan makalah ini. Dan semoga kita semua slalu mendapat kmudahan dalam mencari
ilmu.

Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kami menyadari bahwa dalam pembuatan
Makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, maka dari itu kami
mengharapkan kritik, saran dan masukan dari pembaca mengenai makalah ini untuk
memperbaiki makalah ini di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Aamiin

DAFTAR PUSTAKA

Laily Fitriani.2019. “Seni Kaligrafi: Peran dan Kontribusinya Terhadap Peradaban Islam”.
https://media.neliti.com/media/publications/23739-ID-seni-kaligrafi-peran-dan-
kontribusinya-terhadap-peradaban-islam.pdf. Diakses pada tanggal 2 Juni 2021 pukul 20.33
Zumratunnajiyah.2020. Pembelajaran Kaligrafi Dalam Ramgka Meningkatkan Kecintaan
Terhadap Al-Quran Di Madrasah Tsanawiyah Subulussalam, Desa Mendahara Tengah
Kecamatan Mendahara Kabupaten Tanjab Timur.Skripsi.Tidak Diterbitkan. Fakultas

13
Tarbiyah Dan Keguruan.Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin : Jambi. Diakses
dari http://repository.uinjambi.ac.id/5755/1/zumratun%20najiyah%20.pdf
Al-Abyadi, Ibrahim, Sejarah Al-Qur’an, PT Rineka Cipta, 1992

Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, 1

Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, 1

Al-Qaththan, Manna, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an, Mansyurat Al-Ashr Al-Hadits, ttp, 1973

Anwar, Rosihon, Pengantar Ulumul Qur’an, CV Pustaka Setia, bandung, 2009

Kholis, Nur, Pengantar Studi Al-Qur’an dan Al-Hadits, Teras, 2008

Marzuki, Kamaludin, ‘Ulumul Qur’an

Muhammad bin Muhammad Abu syahbah, Al-Madkhal li Dirasat Al-Qur’an Al-Karim,


Maktabah As-Sunnah, Kairo, 1992

Tarikh al-Mushaf al-Syarif, hal. 73, dan Naqth al-Mushaf al-Syarif

Abd. Chalik, Drs. H. A. Chaerudji.2007.Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Nabi. Diakses pada
tanggal 31 Mei 2021 dari http://ajiraksa.blogspot.com/2011/05/penulisan-al-quran-pada-
masa-nabi.html.

Diakses pada tanggal 31 Mei 2021 dari http://wahdah.or.id/berita/umum/sejarah-penulisan-al-


quran.html.

14
15

Anda mungkin juga menyukai