Disusun Oleh :
Faza Nailil Muna Syahida (2004026015)
A. Pendahuluan
Kata maudhu’i berasal dari bahasa arab yakni (8وع88 )موضyang berarti meletakkan,
menjadi, mendustakan, dan membuat-buat. Sedangkan kata maudhu’i sendiri memiliki arti
yang diletakkan, yang ditaruh, yang diantar, yang dibicarakan, yang dihinakan, yang
didustakan, yang dibuat-buat, dan dipalsukan.1 Namun kata maudhu’i yang dimaksudkan di
sini ialah yang dibicarakan atau judul dan topik. Tafsir maudhu’i berarti penjelasan ayat-ayat
Al-Qur’an mengenai satu judul atau topic pembicaraan tertentu, berbanding terbalik dengan
pengertian kata maudhu’i dalam hadits yang berarti hadits yang didustakan atau hadits yang
dipalsukan. Berbagai definisi dikemukakan oleh sejumlah ulama’ berkenaan dengan metode
tafsir maudhu’i, dengan pengertian yang hampir sama karena tafsir maudhu’i ini masih
merupakan tafsir yang relatif baru.2
Dari dua definisi tafsir maudhu’i di atas, dapat disimpulkan bahwa metode tafsir
maudhu’i merupakan sebuah upaya untuk memahami dan menjelaskan ayat Al Qur’an
dengan cara menghimpun ayat-ayat dari berbagai surah dalam Al-Qur’an yang masih dalam
satu topik, kemudian dianalisa kandungan ayat-ayatnya, diperkaya dengan keterangan hadits
yang relevan dengan tema yang dibahas hingga menjadi satu kesatuan konsep yang utuh.
1
Muhammad Idris “Abdur-Raif al-Marbawi, Kamus Idris al-Marbawi, (Mesir : Mustafa al babil halabi wa
auladuhu 1350H) h. 392
2
Abdul Djalal H. A., Urgensi Tafsir Maudhu’i Pada Masa Kini, (Jakarta : Kalam Mulia, 1990) h. 84
3
Ibid,.
4
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Jakarta : Lentera Hati, 2013) h. 385
C. Sistematika Tafsir Maudhu’i
Sistematika di atas merupakan sistematika tafsir maudhu’i yang lengkap yang meliputi
berbagai segi pembahasan, namun tidak semua tafsir maudhu’i dalam prosesnya menerapkan
sistem seperti di atas. Ada yang tidak selengkap itu bahkan ada yang memakai sistematika
yang sederhana saja.
D. Contoh Melacak Ayat Al-Qur’an Berdasar Tema Tertentu Melalui Kitab "
"المعجم? الموضوعى أليات القرأن الكريم
Pada makalah ini, penulis mengambil contoh tema pembahasan masalah “riba”. Setelah
menentukan tema, langkah selanjutnya melacak dan menghimpun ayat yang berkaitan dengan
tema melalui kitab "ريم88رأن الك8ات الق88"المعجم الموضوعى ألي, namun sebelumnya kita harus
melihat daftar isi untuk mencari tema yang dibahas. Tampilan pada kitabnya sebagai berikut :
5
Lihat M. Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an, (Bandung : Miza, 1992)
Ayat-ayat yang menyangkut topik riba dalam al-Qur'an sedikitnya ada delapan ayat
dalam empat surat, yaitu surat al-Baqarah ayat 175-179, surat Ali Imran 130, surat An-Nisa
ayat 161 dan surat Rum ayat 39.
Ayat pertama yang berbicara masalah riba adalah surah Rum ayat 39 yang turun di
Makkah, karena selebihnya, ayat-ayat tentang riba turun di kota Madinah. Ayat-ayat tentang
riba yang turun di Madinah ada tiga. Pertama, dalam surah an-Nisa ayat 161 yang
mengisyaratkan tentang keharaman riba dan baru dikatakan bahwa riba adalah perbuatan
yang negatif. Kedua, dalam surah Ali Imran ayat 130, yang secara eksplisit menyatakan
keharaman salah satu bentuk riba. Ketiga, terdapat dalam surah ayat 275-280, yang mana
pada ayat-ayat ini keharaman tentang riba sudah dijelaskan secara tegas dan menyeluruh
(kulli), dan pada larangan ini Al Qur’an sudah tidak lagi membedakan banyak dan sedikitnya
tambahan (riba) tersebut.
DAFTAR PUSTAKA