Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH AL QUR’AN DAN HADIST

“METODE PENAFSIRAN AL QUR’AN”


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Al Qur’an dan Hadits
Dosen Mata Kuliah : Fadlurrahman, S.Pd.I., M. Pd

Disusun Oleh:
MARINI URFIANTI 2100006073
MUFLIHATUL AZKIYAH 2100006074
TRI YULIASIH 2111006028
BELA SAPUTRI DEWI 2115006065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai sumber utama ajaran Islam, Al-Qur’an dalam membicarakan
suatu masalah sangat unik, tidak tersusun secara sistematis sebagaimana
buku-buku ilmiah yang dikarang oleh manusia. Al-Qur’an jarang sekali
membicarakan suatu masalah secara rinci, kecuali masalah aqidah, pidana dan
beberapa masalah hukum keluarga. Umumnya, Al-Qur’an lebih banyak
mengungkapkan suatu persoalan secara global, parsial dan seringkali
menampilkan suatu masalah dalam prinsip-prinsip dasar dan garis besar.
Keadaan demikian, sama sekali tidak mengurangi keistimewaan Al-Qur’an
sebagai firman Allah.
Bahkan sebaliknya, di situlah letak keunikan dan keistimewaan Al-
Qur’an yang membuatnya berbeda dari kitab-kitab lain dan buku-buku ilmiah.
Hal ini membuat Al-Qur’an menjadi objek kajian yang selalu menarik dan
tidak pernah kering bagi kalangan cendikiawan, baik muslim maupun non
muslim, sehingga Al-Qur’an tetap aktual sejak diturunkannya. Kandungan Al-
Qur’an yang luas dan tinggi, membuat para ulama tafsir menggunakan
berbagai metode dan corak yang beragam untuk memahaminya. Ada empat
metode yang sering dipergunakan, yaitu: metode tafsir tahlili, metode tafsir
ijmali, metode tafsir muqaran, dan metode tafsir maudhu’i.
Tafsir adalah penjelasan tentang maksud firman Allah sesuai dengan
kemampuan manusia. Metode tafsir yang dimaksud adalah cara (langkah dan
prosedur) yang digunakan oleh mufassir untuk menjelaskan ayat al-Qur’an.
Dengan kata lain metode mengandung seperangkat kaidah dan aturan-aturan
yang harus diperhatikan oleh para mufassir agar terhindar dari kesalahan-
kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam menafsirkan ayat al-
Qur’an1.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Tafsir Al-Quran?
2. Apa saja metode metode penafsiran Al-Qur’an, macam-macam
kitabnya, dan langkah penafsirannya sesuai metode yang digunakan?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Mengetahui dan memahami definisi tafsir Al-Quran
2. Mengetahui dan memahami metode penafsiran Al-Qur’an
3. Mengamalkannya dengan meneliti tafsir Al-Qur’an secara universal

1
Supiana dan M.Karman, “Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir”, (Bandung: Pustaka
Islamika, 2012), h. 302
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tafsir Tahlili

Taḥlīlī berasal dari kata hallala-yuhallilu-tahlil yang diterjemahkan


dengan “mengurai, menganalisis" atau bisa juga berarti membuka sesuatu atau
tidak menyimpang darinya atau membebaskan.2 Metode taḥlīlī atau metode
analisis adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan ayat-ayat Al-
Qur’an dari segala aspeknya.3 Metode tahlili merupakan salah satu metode yang
paling banyak digunakan oleh para mufasir, ini adalah metode menafsirkan Al-
Qur'an yang berusaha menjelaskan Al-Qur'an dengan menguraikan berbagai
seginya dan menjelaskan apa yang dijelaskan oleh Al-Qur'an. Tafsir ini dilakukan
secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir
sesuai dengan susunan mushaf Al-Qur'an, menjelaskan kosa kata, konotasi
kalimatnya, latar belakang turunnya ayat, kunjungan dengan ayat lain, baik
sebelum maupun sebelumnya (munasabah), dan tidak ketinggalan pendapat-
pendapat yang telah diberikan sehubungan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut,
baik yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, sahabat, para tabi'in
maupun ahli tafsir lainnya, dan menjelaskan arti yang diharapkan, sasaran yang
dituju dan konten ayat.

Hampir seluruh kitab tafsir Al-Qur'an yang ada sekarang dan yang
digunakan dalam studi tafsir adalah menggunakan metode tafsir tahlili, yaitu
memantau ayat-ayat Al-Qur'an secara berurutan menurut urutan ayat-ayat yang
ada dalam mushaf, mulai dari awal surat Al -Fatihah sampai akhir surat An-Naas.
2
Muhammad bin Mukrim bin Manzur al Afriqy al Mishary jamaludin Abu Fadh, Lisan al-‘Arabi, juz 11,
(Beirut: Dr Sadir, 2010), h. 163
3
Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i:Dirasah Manhajiyyah Maudhu’iyyah,
terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhu’iDan Cara Penerapannya.(Bandung: Pustaka Setia,
2002), h. 23.
Tujuan utama para ulama mengawasi Al-Qur'an dengan metode ini adalah untuk
meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukjizatan Al-Qur'an.

Ciri khas metode tafsir tahlili dengan metode tafsir yang lain yakni
penafsiran Al-Qur’an dengan menggunakan metode tahlili merupakan penafsiran
yang bersifat luas dan menyeluruh (komprehensif). Ciri yang paling dominan dari
metode tafsir taḥlīlī ini tidak hanya pada penafsiran Al-Qur’an dari awal mushaf
sampai akhir, melainkan terletak pada pola pembahasan dan analisisnya.4

Faktor yang mendorong adanya tafsir tahlili ialah seiring perkembangan


zaman maka kuantitas umat Islam semakin berkembang tidak hanya yang berasal
dari bangsa Arab namun juga dari non-Arab. Perubahan dalam wacana pemikiran
Islam pun tidak dapat dihindari dimana peradaban yang beragam dan tradisi non-
Islam ikut berbaur dalam khazanah intelektual Islam serta mempengaruhi
kehidupan umat. Oleh karena itu para pakar Al-Qur’an berupaya menghidangkan
penafsiran ayat Al-Qur’an yang sesuai dengan perkembangan zaman dan
kebutuhan masyarakat yang mejemuk.5 Jadi bisa disimpulkan munculnya tafsir
tahlili karena kebutuhan umat Islam terhadap penjelasan yang rinci terhadap ayat-
ayat Al-Qur’an. Di antara karya tafsir dengan menggunakan metode taḥlīlī adalah
kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini ada yang ditulis dengan sangat
panjang seperti karya Ibnu Jarir al-Thabari, Fakhr al-Din al-Razi dan tafsir karya
al-Alusi. Sementara di antara karya tafsir dengan mentode taḥlīlī yang ditulis
dengan penjelasan sedang adalah seperti tafsir karya al-Naisaburi dan Iman al-
Baidhawi. Adapun contoh karya tafsir yang menggunakan metode ini dengan
penjelasan yang ringkas namun jelas dan padat adalah kitab tafsir karya Jalal al-
din suyuthi.

B. Tafsir Maudhu’i

4
Zuailan, “Metode Tafsir Tahlili”, Diya al-Afkar, vol.iv, no. 01, Juni 2016.
5
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. 49.
Metode tafsir maudhu’i atau menurut Muhammad Baqir al-Shadr sebagai
metode al-Taukhidiy adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban al-
Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan
yang satu, yang bersama-sama membahas topik/judul tertentu dan
menertibkannya sesuai dengan masa turunnya dan selaras dengan sebab-sebab
turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-
penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat
yang lain, kemudian mengistimbatkan hukum-hukum.
Dari pengertian tersebut dapat difahami bahwa yang dimaksud dengan
metode tafsir jenis ini adalah tafsir yang menjelaskan beberapa ayat Al-Qur’an
mengenai suatu judul/tema tertentu, dengan memperhatikan urutan tertib turunnya
masing-masing ayat, sesuai dengan sebab-sebab turunnya yang dijelaskan dengan
berbagai macam keterangan dari segala seginya dan diperbandingkannya dengan
keterangan berbagai ilmu pengetahuan yang benar yang membahas topik/tema
yang sama, sehingga lebih mempermudah dan memperjelas masalah, karena Al-
Qur’an banyak mengandung berbagai macam tema pembahasan yang perlu
dibahas secara maudhu’i, supaya pembahasannya bisa lebih tuntas dan lebih
sempurna.6
Dari definisi metode maudhu’i, sekurang-kurangnya ada dua langkah
pokok dalam proses penafsiran secara maudhu’i :
1. Mengumpulkan ayat-ayat yang berkenaan dengan satu maudhu’i tertentu
dengan memperhatikan masa dan sebab turunnya.
2. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara cermat dengan memperhatikan nisbat
(korelasi) satu dengan yang lainnya dalam peranannya untuk menunjuk pada
permasalahan yang dibicarakan.7

Ada beberapa alasan yang dipaparkan oleh Dr. H. Sa’ad Ibrahim, M.A
tentang latar belakang menggunakan tafsir maudhu’i yaitu:
6
Nor Ichwan, Tafsir Ilmy, (Yogyakarta: Menara Kudus Jogja. 2004), h. 121-122
7
Pengantar Ilmu Tafsir. R Syafe'i. Bandung: Pustaka Setia, 2006, h. 293-294
a. Sudah ada contoh sebelumnya, pada penyusunan Hadits Nabi sudah
ditentukan topik.
b. Sebagai jawaban dari kekurangan tafsir tahlili yang bersifat parsial, tahlili
sebagai antitesisnya.
c. Sesuai dengan relevannya, tidak ditemukan dalam tafsir tahlili.
d. Untuk memberi ruang kepada orang-orang sesuai dengan kapasitas yang
dimiliki.
e. Dengan berkembangnya disiplin ilmu, maka memerlukan kajian yang juga
spesifik.

Sesuai dengan namanya tematik, maka yang menjadi ciri utama dari
metode ini ialah :

1. Menonjolkan tema, judul atau topik pembahasan, sehingga disebut metode


topikal. Jadi, mufassir mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di tengah
masyarakat atau berasal dari Al-Qur’an itu sendiri, ataupun dari lain-lain.
2. Pengkajian tema-tema yang dipilih secara tuntas dan menyeluruh dari
berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas atau petunjuk yang termuat di
dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut.8
C. Tafsir Muqaran

Muqaran berasal dari kata qarana, yang berarti membandingkan dua hal
atau dua perkara. Metode tafsir muqaran adalah membandingkan ayat-ayat Al-
Quran yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi, yang berbicara tentang
masalah atau kasus yang berbeda, dan yang memiliki redaksi yang berbeda bagi
masalah atau kasus yang sama atau diduga sama. Termasuk dalam objek bahasan
metode ini adalah membandingkan ayat-ayat Al-Quran dengan sebagian yang

8
Tafsir maudhui : Solusi Qurani atas masalah sosial kontemporer. oleh Nasruddin Baidan Terbitan:
Pustaka Pelajar, 2001. H. 152
lainnya, yang tampaknya bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat
ulama tafsir menyangkut penafsiran ayat-ayat Al-Quran.9

Secara global, tafsir muqaran antar ayat dapat diaplikasikan pada ayat-ayat
al-Quran yang memiliki dua kecenderungan. Pertama adalah ayat-ayat yang
memiliki kesamaan redaksi, namun ada yang berkurang ada juga yang berlebih.
Kedua adalah ayat-ayat yang memiliki perbedaan ungkapan, tetapi tetap dalam
satu maksud. kajian perbandingan ayat dengan ayat tidak hanya terbatas pada
analisis redaksional (mabahits lafzhiyat) saja, melainkan mencakup perbedaan
kandungan makna masing-masing ayat yang diperbandingkan. Disamping itu,
juga dibahas perbedaan kasus yang dibicarakan oleh ayat-ayat tersebut, termasuk
juga sebab turunnya ayat serta konteks sosio-kultural masyarakat pada waktu itu

Penerapan metode tafsir muqâran pada masing-masing aspek:

1. Perbandingan Ayat dengan Ayat yang redaksinya sama/mirip, cara


mengaplikasikannya :
a. Menghimpun redaksi yang mirip.
b. Memperbandingkan antara berbagai pendapat para mufassir tentang ayat
yang dijadikan objek bahasan.
2. Perbandingan antara Ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits-hadits Nabi Muhammad
‫ﷺ‬, cara mengaplikasikannya :
a. Menghimpun nilai hadis yang akan diperbandingkan dengan ayat al-
Quran. Hadist itu haruslah shahih.
b. Membandingkan dan menganalisis pertentangan yang dijumpai di dalam
kedua teks ayat dan hadits itu.
c. Membandingkan antara berbagai pendapat para ulama tafsir dalam
menafsirkan ayat dan hadits tersebut.
3. Perbandingan Pendapat Mufassir/ahli tafsir

9
Ansori,Tafsir bil Ra’yi Menafsirkan Al -Qur`an dengan Ijtihad, h. 86-87
Ciri khas metode muqaran
o Cakupan bahasanya sangat luas, sebab membandingkan tiga hal, yakni : ayat,
hadis dan pendapat mufasir yang lainnya.
o Masing-masing aspek mempunyai ruang lingkup yang berbeda-beda.
o Ada yang mengaitkan pembahasan dengan konotasi kata atau kalimat (kata
yang sama belum tentu bermakna sama, namun menyesuaikan dengan konteks
yang ada).
o Membandingkan antara ayat-ayat beredaksi sama, hadis yang memiliki
keserupaan dan pendapat para mufasir mengenai suatu ayat.10

Latar belakang munculnya metode ini khususnya yang berhubungan


dengan perbandingan unsur ayat dengan ayat, hal ini berhubungan dengan dua
sifat Al-Qur‟an, yaitu :
a. Al-Qur‟an mengklaim sebagai suatu kitab yang mencakup segala sesuatu
(Q.S. al-Baqarah: 38). Hanya saja bersifat lugas dan cermat dalam susunannya
dalam bentuk sistematika penyusunan kalimat ataupun dalam pemilihan kata.
b. Al-Qur‟an yang mengklaim sebagai suatu kitab yang bebas dari kontradiksi
dalam (Q.S. al-Nisa‟: 82). Karena itu setiap perbedaan redaksi tidak boleh
mengimplikasikan perbedaan makna.11

D. Tafsir Ijmali
Secara harfiah, kata ijmali berasal dari ajmala yang berarti menyebutkan
sesuatu secara tidak terperinci.12 Metode ijmali adalah menafsirkan al-Qur’an
dengan ayat al-Qur’an dengan singkat dan global, yaitu penjelasannya tanpa
menggunakan uraian atau penjelasan yang panjang lebar, sehingga mudah untuk

10
Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 122
11
Sukardi K.D, Belajar Mudah Ulum al-Qur‟an (Jakarta: Lentera, 2002), 267-269s
12
Kadar M. Yusuf, Studi al-Quran (Jakarta: Amzah, 2010), 145.
difahami oleh masyarakat awam maupun intelektual, dan dapat menjelaskan
sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki.13
Perbedaan utama antara metode ijmali dengan metode tahlili, muqarran, ataupun
maudhu‟i adalah terletak pada :
1. Cara seorang mufassir melakukan penafsiran, di mana seorang mufassir
langsung menafsirkan ayat al-Qur‟an dari awal sampai akhir tanpa
perbandingan dan penetapan judul,
2. Mufassir tidak banyak mengemukakan pendapat dan idenya,
3. Mufassir tidak banyak memberikan penafsiran secara rinci tetapi ringkas dan
umum, meskipun pada ayat tertentu memberikan penafsiran yang agak luas,
namun tidak pada wilayah analitis.

Kelebihan pada metode ijmali, terletak pada :


1. Proses dan bentuknya yang mudah dibaca dan sangat ringkas serta bersifat
umum,
2. Terhindar dari upaya-upaya penafsiran yang bersifat isra‟iliyat, karena
pembahasan tafsir yang ringkas dan padat, sehingga sangat tidak
memungkinkan seorang mufassir memasukkan unsur-unsur lain, dan
3. Bahasanya yang akrab dengan bahasa Al-Qur‟an.
Adapun kekurangan metode ijmali adalah :
1. menjadikan petunjuk alQur‟an bersifat parsial,
2. Tidak ada ruang untuk analisis yang memadai. 14
Meskipun demikian model penafsirannya yang sangat ringkas, maka metode
ijmali sangat cocok bagi mereka yang berada pada tahap permulaan mempelajari
tafsir, dan mereka yang disibukkan oleh pekerjaannya sehari-hari atau mereka
yang tidak membutuhkan uraian yang detail tentang pemahaman suatu ayat.

13
Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta : Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm 119. Baca juga
Murtadha, R., & Mutawali, M. (2017, October 28). Tafsir Ijmali Sebagai Metode Tafsir Rasulullah.
14
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman,
(Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007), 49
Langkah-langkah yang ditempuh para mufassir dalam penafsiran metode
Ijmali:
1. Membahas ayat demi ayat sesuai dengan urutan yang tertuang dalam mushaf.
2. Mengemukakan arti global yang dimaksud oleh ayat tersebut
3. Makna yang diutarakan biasanya diletakkan di dalam rangkaian ayat (ayat
diletakkan di antara dua tanda kurung, sementara tafsirnya diletakkan di luar
tanda kurung tersebut) atau menurut pola yang diakui oleh jumhur Ulama dan
mudah dipahami semua orang.
4. Bahasa yang digunakan, diupayakan lafaznya mirip bahkan sama dengan lafaz
yang digunakan Al-Qur`an (dalam bentuk sinonim).15

Di antara kitab Tafsir yang menggunakan metode ini adalah sebagai berikut :
o Tafsir Al-jalalain, karya Jalal al-Din al-Suyuthi dan Jalal al Din al-Mahally.
o Tafsir Al-Qur`an al-Azhim karya Muhammad Farid Wajdi.
o Shafwah al-bayan li Ma`any Al-Qur`an karya Syaikh Hasanain Muhammad
Makhluf
o Tanwir al-Miqbas min tafsir Ibnu Abbas karya Ibnu Abbas yang dihimpun al-
Fairuz abady
o Tafsir al-Wasith, produk lembaga Pengkajian Universitas alAzhar Mesir,
karya suatu komite Ulama
o Al-Tafsir al-Muyassar karya Syaikh Abd al-jalil Isa
o Al-Tafsir al-Mukhtashar, produk Majelis Tinggi Urusan Umat Islam, karya
suatu komite ulama.16
Contoh penafsiran Ijmali dapat kita lihat pada tafsir al Jalalain, yang
hanya membutuhkan beberapa baris saja saat menafsirkan lima ayat pertama di

15
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman,
(Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007), 48
16
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman,
(Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007), 48
dalam surat al Baqarah. Al Jalalain saat menafsirkan Firman Allah Q.S al-Baqarah
1 memaparkan “‫ “ الم‬misalnya dia berkata Allah Yang Maha Tahu maksudnya.
Demikian pula halnya saat menafsirkan Firman Allah “‫“ الكتاب‬hanya menyatakan
yang dibaca oleh Muhammad SAW. “ ‫“ )ال فيه ريب‬la syakka) berfungsi sebagai
predikat dan subjeknya adalah “‫ ”ذالك‬.“‫ “ ه]]دى‬berfungsi sebagai predikat kedua
bagi “‫ “ ذالك‬yang mengandung arti memberi petunjuk bagi orang yang bertaqwa.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

Sanaky, H. A. (2008). Metode Tafsir [Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna


atau Corak Mufassirin]. Al-Mawarid Journal of Islamic Law, 18, 58227.
Tolchah, H. M. (2016). Aneka pengkajian studi Al-Qur’an. LKIS PELANGI
AKSARA.
Murtadha, R., & Mutawali, M. (2017). Tafsir Ijmali Sebagai Metode Tafsir
Rasulullah.
Yasin, H. (2020). MENGENAL METODE PENAFSIRAN AL QURAN. Tahdzib Al-
Akhlaq: Jurnal Pendidikan Islam, 3(1), 34-51.
Wijaya, I. (2016). Tafsir Muqaran. At-Tabligh, 1(1), 27-39.
Yamani, M. T. (2015). Memahami Al-Qur’an dengan metode tafsir maudhu’i. J-PAI:
Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1(2).
al-Qaththan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur`an, Bogor: Litera antar Nusa,
2013.

Anda mungkin juga menyukai