Anda di halaman 1dari 6

TANGGAPAN METODE TAFSIR IJMALI

Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Tambahan Mata Kuliah
Tafsir I

Dosen Pengampu:
Danial Achmad, M.Th.I.

Oleh:
Iing Ahsanus Syahirin
2021.01.01.1933

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-ANWAR
SARANG REMBANG JAWA TENGAH
2022

1
TANGGAPAN METODE TAFSIR IJMALI
Oleh: Iing Ahsanus Syahirin.

A. Pendahuluan

Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad


melalui malaikat jibril dan pembacanya merupakan ibadah. Al-Qur’an sebagai
pentunjuk bagi manusia untuk melihat mana jalan yang benar dan salah dalam
kehidupan dunia dan akhirat. Untuk bisa di terapkan dikehidupan tafsir al-Qur’an
hadir  untuk memahamkan isi dan kandungan didalam Al-Qur’an. Tafsir Al-
Qur’an sangat penting karna ayat-ayat Al-Qur’an ada sejak era Nabi sampai
sekarang. Dalam penafsiran memiliki banyak metode yang di gunakan oleh ulama’
diantaranya metode tafsir ijmali, metode tafsir tahlily, metode tafsir muqarin, dan
metode tafsir maudhu’iy. Dari semua metode tafsir tersebut mempunyai kelebihan
dan kekurangan masing-masing. Dalam penulisan ini akan membahas mengenai
tanggapan metode tafsir menggunakan metode ijmali.

Penafsiran Al-Qur’an ada sejak zaman Rasulullah sampai sekarang. dan pada
masa Rasulullah sendiri sebagai orang pertama yang menjelaskan menganai
wahyu yang di turunkan oleh Allah ke dalam hatinya kepada umatnya. Karna pada
masa itu tidak ada yang berani dalam menafsirkan al-Qur’an. dan Rasulullah
menunaikan kewajiban sebagai al-Mufassir al-Awwal. kenapa di sebut al-Mufassir
al-Awwal? Karna Rasulullah yang menerima wahyu dari Allah yang harus
disampaikan dan dibacakan kepada sahabatnya serta menyuruh para khattib untuk
menulisnya. Juga dimasa Rasulullah yang berhak menafsirkan ayat Al-Qur’an
adalah Rasulullah sendiri. Rasulullah memahamkan Al-Qur’an kepada sahabatnya
dengan global dan terperinci. 

2
B. Tanggapan Mengenai Tafsir Metode Ijmali
Menanggapi tafsir metode ini, sesuai dengan namanya, metode ijmali (global)
merupakan suatu metode penafsiran Al-Quran yang menguraikan kandungan ayat
secara umum, singkat, dan ringkas mengenai hukum dan hikmah yang dapat
ditarik. Bahasa yang digunakan juga mencakup bahasa-bahasa yang populer,
sehingga menjadi mudah untuk dimengerti oleh pembaca.
Penggunaan bahasa yang ringan, membuat penafsiran menjadi mudah
dipahami oleh beragam kalangan, baik yang berpengetahuan dalam bahkan
berpengetahuan ala kadarnya sekalipun. Quraish Shihab dalam Kaidah tafsirnya
mentamsilkan sang mufasir ijmali bagai menyajikan buah segar yang telah
dikupas, dibuang bijinya, dan telah di iris-iris pula, sehingga siap untuk segera
santap. 
Pada peraktiknya, metode ini diuraikan ayat per ayat, surat per surat sesuai
urutannya, sehingga memperlihatkan hubungan makna antara urutan ayat dan
tartib mushafi. Metode ini tidak perlu menyinggung asbabun
nuzual atau munasabah-nya apalagi makna kosakata bahasa Al-Quran yang indah
tiada tanding itu. Tak ayal, jika metode ini dikenal lebih jelas dan lebih mudah
menjelaskan pesan ideal Allah dibalik ayat-ayat Nya.
Sekilas, tafsir ini memang hampir sama dengan model tafsir tahlili,
perbedaannya adalah praktik penafsiran ijmali makna ayatnya diungkap secara
ringkas akan tetapi cukup jelas, sedangkan yang digunakan metode tahlili ialah
menguraikan makna ayat secara terperinci dari berbagai tinjauan dan berbagai
aspek yang diulas secara luas.1
C. Metode Ijmali Tafsir Era Rasulullah dan Relevansi Masa Kini
Sejatinya, kesadaran akan pentingnya tafsir sudah ada sejak masa Rasulullah.
Para pakar sepakat menganggap metode ijmali sebagai metode pertama yang

1
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer dalam pandangan Fazlur Rahman,
(Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007).

3
dipraktikkan oleh Rasulullah, tentu, menjadi metode perdana pula yang lahir
dalam sejarah perkembangan dunia penafsiran.
Sebagai orang pertama yang memahami kandungan Al-Quran baik secara
global ataupun terperinci, Rasulullah memiliki kewajiban untuk menjelaskan Al-
Quran kepada para Sahabat. Metode ijmali dipilih Rasulullah karena di era itu
bahasa Al-Quran tidak terlalu menjadi penghambat bagi para sahabat, mengapa?
Karena Al-Quran diturunkan dengan bahasa mereka, di masa itu para sahabat juga
tahu betul hal apa yang melatar belakangi turunnya ayat tesersebut. Terang saja,
manakala terdapat kandungan makna yang tidak dimengerti, sahabat langsung
mengacu pada Rasulullah untuk menjelaskan maksud umum maupun kata asing
Al-Quran yang tidak dipahaminya.
Waba’du, ketika sang al-Mufassir al-Awwal meninggalkan umatnya, dunia
penafsiran semakin berkembang, ragam corak penafsiran setelah ijmali banyak
terlahir seiring dengan zamannya, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in hingga
ulama terus berupaya memahami kandungan Al-Quran dengan menuangkan karya-
karya tafsir berdasarkan pola yang meresponsi fenomena pada masanya.
Kendati demikian, metode ijmali yang praktis dan mudah dipahami rupanya
tidak pernah mati, sebagian para mufasir telah merumuskan metode ijmali dalam
beberapa karyanya, diantaranya seperti karya Muhammad Farid Wajdi,
bertajuk Tafsir Al-Quran al-Azhim, karya Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf,
bertajuk Shafwah al-bayan li Ma’any Al-Quran, dan yang tidak asing lagi, Jalal al-
Din as-Suyuthi, pengarang kitab tafsir al-Jalalain, yang kitabnya tetap populer
hingga saat ini.
Menanggapi relevansi tafsir ijmali dilingkup perkembangan penafsiran era
kontemporer, Quraish Shihab dalam kontekstualitas Al-Quran menjelaskan, di
tengah peradaban masyarakat maju beserta penemuan-penemuan ilmiah yang telah
mapan, menjadikan dasar pertimbangan yang sangat urgen dalam menafsirkan Al-
Quran. Menurut beliau, validitas penafsiran dapat diterima, asal penafsiran
tersebut memenuhi kaidah-kaidah yang telah disepakati oleh para mufasir.

4
Abdul Mustaqim menawarkan tiga toeri yang mampu menjadi tolak ukur
validitas penafsiran. Pertama, teori koherensi, dalam teori ini penafsiran dikatakan
benar apabila konsisten menerapkan metodologi yang dibentuk setiap
mufasir. Kedua, teori korespondensi, sebuah penafsiran dikatakan benar bila
terdapat kecocokan dan sesuai dengan penemuan fakta ilmiah. Ketiga, teori
pragmatisme, sebuah penafsiran dikatakan benar bila secara praktis dapat memberi
solusi bagi masalah sosial. Wallahu A’lam.2

D. Kesimpulan
Pada peraktiknya, metode tafsir ijmali ini diuraikan ayat per ayat, surat per
surat sesuai urutannya, sehingga memperlihatkan hubungan makna antara urutan
ayat dan tartib mushafi. Metode ini tidak perlu menyinggung asbabun
nuzual atau munasabah-nya apalagi makna kosakata bahasa Al-Quran yang indah
tiada tanding itu. Tak ayal, jika metode ini dikenal lebih jelas dan lebih mudah
menjelaskan pesan ideal Allah dibalik ayat-ayat Nya.
Menanggapi relevansi tafsir ijmali dilingkup perkembangan penafsiran era
kontemporer, Quraish Shihab dalam kontekstualitas Al-Quran menjelaskan, di
tengah peradaban masyarakat maju beserta penemuan-penemuan ilmiah yang telah
mapan, menjadikan dasar pertimbangan yang sangat urgen dalam menafsirkan Al-
Quran. Menurut beliau, validitas penafsiran dapat diterima, asal penafsiran
tersebut memenuhi kaidah-kaidah yang telah disepakati oleh para mufasir.

2
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), Cet. Ke-2.

5
DAFTAR PUSTAKA

Saleh, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kontemporer dalam pandangan


Fazlur Rahman, (Jakarta: Sulthan Thaha Press, 2007)

Shihab, M. Quraish, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), Cet. Ke-2

Anda mungkin juga menyukai