Anda di halaman 1dari 14

Kelompok 8

METODE MEMAHAMI SUMBER AJARAN ISLAM

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Kuliah: Metodologi Studi Islam

Dosen Pengampu: Nurul Hikmah, M.Pd.I.,

Disusun oleh:

Rizal Ahmad Zikri


NIM.

Tasya Aulia Rahmah


NIM. 2011120146

Muhammad Aqli
NIM.

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS
KELAS A
2021 M/1443 H
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT. yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah,dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang “Metode Memahami Sumber Ajaran Islam”.Adapun makalah Metode Mempelajari
Sumber Ajaran Islam ini telah kami usahakansemaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, sehingga dapatmemperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami tidak lupa menyampaikan bayakterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini. Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa maupun segi lainnya.
Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah kami ini.Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah
“Metode Memahami Sumber Ajaran Islam” ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya
sehingga dapat memberikan inpirasiterhadap pembaca.

Palangka Raya,29 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Metodologi Ulumul Tafsir
Metodologi berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos dan logos,
methodos berarti cara atau jalan, atau cara. Dalam bahasa Inggris kata ini ditulis
method, dalam bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti cara dan terpikir
baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan) atau juga bermakna
cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai sesuatu yang ditentukan.Sedangkan tafsir menurut bahasa berasal dari
bahasa Arab yang bermakna al-‘idlah dan al-tabyi’n yang berarti menjelaskan dan
menerangkan. Sedangkan menurut terminologi tafsir adalah penjelasan atau
keterangan terhadap maksud yang sukar memahaminya dari ayat-ayat Alquran.Jadi
metodologi tafsir adalah ilmu tentang metode menafsirkan Alquran.
1. Macam- macam metode
a. Metode Tafsir
Selama ini sering terjadi kerancuan pemakaian istilah manhaj dengan
naz’ah, padahal keduanya berbeda. Menurut bahasa thariqat atau
manhaj (metode) adalah suatu cara atau alat-alat untuk merealisasikan
tujuan.
Pengertian metode yang bersifat umum dapat digunakan untuk
berbagai obyek,baik yang berhubungan dengan pemikiran maupun
penalaran akal atau menyangkut pekerjaan fisik. Jadi methode
merupakan salah satu sarana yang teramat penting untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kaitan ini, studi tafsir Alquran
tidak dapat dilepaskan dari metode, yakni cara yang teratur untuk dan
terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa
yang dimaksud Allah dalam ayat-ayat Alquran yang diturunkan kepada
nabi Muhammad SAW. Definisi ini menggambarkan bahwa metode
tafsir Alquran berisi seperangkat kaidah dan aturan yang harus ditaati
ketika menafsirkan ayat-ayat Alquran. Bila seseorang menafsirkan
Alquran tanpa menerapkan metode, penafsirannya dipastikan keliru.
Berdasarkan sumber penafsirannya metode dibagi menjadi tiga:
a. Tafsir bi al-Matsur,
b. Tafsir bi al-Ra’yi, danTafsir bi al-Iqtirany.
b. Metode Tahlily
Secara bahasa Tahlily adalah terlepas atau terurai. Sedangkan tafsir
tahlily adalah menafsirkan ayat-ayat Al-qur’an dengan memaparkan dari
seluruh aspeknya serta menerangkan makna-makna yang tercakup di
dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang
menafsirkan ayat-ayat tersebut. Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti
runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun dalam Mushaf. Penafsiran
dimulai dengan mengemukakan kosakata diikuti dengan penjelasan
mengenai arti global ayat, kemudian dijelaskan munasabah-nya (korelasi
ayat-ayat), asbab al-nuzul-nya, juga dalil-dali yang berasal dari Rasulullah
Saw, sahabat, tabiin, yang kadang bercampur baur dengan pendapat para
penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannaya, dan
sering pula bercampur baur dengan pembahasan
kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat membantu memahami nash
Alquran tersebut.Ciri khusus dari metode ini adalah penjelasan makna
Alquran secara komprehensif dan menyeluruh baik yang berbentuk al-
Ma`stur maupun al-Ra`yi. Juga pada pola pembahasan dan analisisnya,
pembahasan tafsir analitis adalah melebar sesuai dengan kapasitas ayat
yang ditafsirinya. Adapun contoh kitab tafsir yang menggunakan metode
ini adalah Jami’ al-Bayan ‘an ta`wil ayi Al-Qur’an karya Ibnu Jarir al-
Thabary, al-Mizan fi tafsir Al-Qur’an karya Husain al-Thaba’thaba’iy,
Bahr al-‘Ulum karya Abu laits al-Samarqandi, dan lain-lain.
c. Metode Muqaran (Komparatif)
Tafsir Muqaran ialah tafsir yang menggunakan pendekatan
perbandingan antara ayat-ayat Alquran yang memiliki persamaan atau
kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, atau membandingkan ayat
Alquran dengan hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan, atau
membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan
Alquran. Adapun contoh kitab tafsir yang menggunakan metode
Komparatif adalah Durrat Al-TanziL Wa Qurrat Al-Ta`wil karya al-Khatib
al-Iskafi, al-Burhan fiTawjih Mutasyabih al-Qur’an karya Taj al-Kirmani,
tafsir al-Maraghi karya al-Maraghi.
d. Metode Maudlu’I (Tematik)
Yang dimaksud metode tematik adalah membahas ayat-ayat Alquran
sesuai dengan tema atau judul telah diterapkan. Semua ayat yang berkaitan
dihimpun kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek
yang terkait dengannya, seperti asbab al-nuzul, kosa kata, dan sebgainya.
Semua dijelaskan secara tuntas serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-
fakta yang dapat dipertanggung jawabkan secara Ilmiyah, baik argument
yang berasal dari Alquran, hadis, maupun pemikiran rasional. Adapun
contoh ktab tafsir yang memakai metode tematik adalah al-Insan fi Al-
qur’an dan al-Marat fi al-Qur’an karya Mahmud al-A’qad, al-Ribafi
Alqur’an karya al-Maududi. Langkah-langkah Metode tematik adalah
sebagai berikut,
1) Menetapkan atau memilih masalah Alquran yang akan dikaji secara
tematik
2) Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan
masalah yang
telah ditetapkan, ayat makiyah atau madaniyah
3) Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi
masa
turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya ayat
4) Mengetahui korelasi ayat-ayat tersebut di dalam masing-masing
suratnya
5) Menyusun tema bahasan di dalam kerangka, yang pas, sistematis,
dan utuh
6) Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadits,bila dipandang
perlu,sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan jelas.
7) Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh
dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian
yang serupa, mengkompromikan antara pengertian ‘am dan khas,
antara mutalaq dan muqayyad, dan mensingkronkan ayat-ayat yang
nampak kontradiktif.
2. Corak(naz’ah) dalam penafsiran
Naz’ah atau ittijahah adalah sekumpulan dari mabadi’ (dasar pijakan),
pemikiran yang jelas yang tercakup dalam satu teori yang mengarah pada
satu tujuan. Sedangkan menurut Istilah tafsir, naz’ah adalah arah
penafsiran yang menjadi kecenderungan mufasir dalam menafsirkan ayat-
ayat Alquran, sehingga timbulah aliran-aliran tafsir Al-qur’an. Corak tafsir
bila ditinjau berdasarkan madzab yang dianut oleh mufasir adalah tafsir
Sunni, mu’tazili, syi’i, dan lain-lain. Sedangkan corak tafsir bila ditinjau
berdasarkan disiplin keilmuan adalah sebagai berikut:
a. Tafsir Lughawy,
b. Tafsir Al-Fiqhy,
c. Tafsir Sufy,
d. Tafsir Falsafy,
e. Tafsir Ilmy, dan
f. Tafsir Adaby Ijtima’iy.
B. Metodologi Ulumul Hadits
1) Pengertian

Hadits menurut bahasa yaitu “al-jadid” artinya sesuatu yang baru. Hadits sering
disebut “al-khabar” yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadits.
Sedangkan menurut ahli hadits, hadits merupakan segala ucapan Nabi SAW,
segala perbuatannya, dan segala keadaan beliau. Menurut ahli ushul hadits, hadits
merupakan segala perkataan, segala perbuatan, dan segala taqrir Nabi SAW, yang
bersangkut paut dengan hukum. Serta menurut para ulama ushul, hadits
merupakan segala perkataan Nabi SAW, perbuatan dan taqrirnya yang berkaitan
dengan hukum syara’ dan ketetapannya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hadits
merupakan sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW berupa perkataan, perbuatan
maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum.

2) Ruang Lingkup Metodologi Hadits


a. Metode Takhrij atau Penelitian Hadits
Menurut Muhaimin,metode penelitian hadits disebut dengan dengan
takhrijul hadits. Secara terminologi takhrij berarti menunjukkan letak
hadits dalam sumber-sumber yang asli (sumber primer) dimana
diterangkan rangkaian sanadnya., kemudian dijelaskan nilai hadits tersebut
bila perlu. Takhrij hadits sangat berguna antara lain untuk memperluas
pengetahuan seseorang tentang seluk beluk kitab-kitab hadits dalam
berbagai bentuk dan sistem penyusunannya, mempermudah seseorang
dalam mengembalikan sesuatu hadits yang ditemukannya dalam sumber-
sumber aslinya, sehingga dengan demikian akan mudah pula mengetahui
derajat keshahihan/tidaknya hadits tersebut.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan takhrij
hadits, yaitu:
- Memperhatikan sahabat yang meriwayatkannya,jika disebutkan,
- Memperhatikan lafadz-lafadz pertama dari matan hadits,
- Memperhatikan salah satu lafadz hadits,
- Memperhatikan tema hadits,dan
- Memperhatikan sifat khusus.
Dengan demikian, untuk melakukan takhrij hadits dapat ditempuh
salah satu metode dari beberapa metode berikut:
1) Metode takhrij melalui pengetahuan tentang nama sahabat
perawi hadits, metode ini hanya dipergunakan bila nama sahabat
itu tercantum pada hadits yang akan ditakhrij. Apa bila nama
sahabat tercantum pada hadits tersebut, atau tidak tercantum tetapi
dapat diketahui dengan cara tertentu, kemudian ditentukan pula
metode takhrij yang didasarkan pada pengetahuan nama sahaba,
perawi hadits, maka digunakan 3 macam kitab, yaitu:
a. Kitab musnad, adalah kitab-kitab yang disusun berdasarkan
urutan nama sahabat, sesuai dengan kedahuluannya masuk
Islam atau sanadnya dalam kitab ini hadits-hadits para sahabat
dikumpulkan secara tersendiri
b. Kitab mu’jam, adalah kitab yang disusun menurut nama
nama sahabat, guru, negeri atau lainnya.
c. Kitab at-Tharaf, adalah semacam kitab atau hadits yang
penyusunannya hanya menyebutkan sebagian matan hadits
yang menunjukkan keseluruhannya.
2) Metode takhrij melalui lafadz awal dari matan hadits, metode ini
dipakai apabila permulaan lafadz hadits-hadits itu dapat diketahui
dengan tepat.
3) Metode takhrij melalui pengetahuan tema hadits, metode ini
akan mudah digunakan oleh orang yang sudah terbiasa dan ahli
dalam hadits. Yang di tuntut dalam meode ini adalah kemampuan
menentukan tema atau salah satu tema dari suatu hadits yang
hendak ditakhrijkan. Misalnya hadits mengenai mandi kita cari
dalam bab thaharah, begitu seterusnya. Pada prinsipnya pentakhrij
yang menggunakan metode ini dihadapkan langsung kitab-kitab.
Sumber asli, tanpa perantara. Kecuali jika memakai kitab miftah
kunuz al-sunnah, pentakhrij tempat suatu hadits dalam kitab-kitab
sumber.
4) Metode takhrij melalui pengetahuan tentang sifat khusus atau
sanad hadits itu, maksudnya adalah memperhatikan keadaan-
keadaan dan sifat hadits yang baik pada matan atau sanadnya,
kemudian mencari asal-asal hadits-hadits itu dalam kitab-kitab
khusus mengumpulkan hadits-hadits yang mempunyai keadaan
atau sifat-sifat tersebut, baik dalam matan maupun sanadnya. Yang
pertama harus dilakukan adalah memperhatikan keadaan atau sifat
yang ada pada matan kemudian yang ada pada sanad dan
selanjutnya yang ada pada kedua-duanya.
b. Metode Pemahaman Hadits
Menurut Bukhari, ada beberapa kecenderungan ulama dalam memahami
hadits Nabi, untuk mendapatkan pelajaran dengan berbagai metode. Maka
metode-metode pemahaman hadits dimaksud dapat diklasifikasikan
kepada metode pemahaman hadits tradisional dan metode pemahaman
hadits modernis. Berikut ini akan dideskripsikan kedua metode tersebut:
1) Metode pemahaman hadits tradisional yaitu memahami hadits
dengan pendekatan kontekstual historis. Metode ini dapat dipilah
kepada metode analitis, metode global, dan metode komparatif.
a. Metode analitis, metode pemahaman hadits dengan
memaparkan segala aspek yang terkandung didalam hadits-
hadits yang dipahami serta menerangkan makna yang tercaakup
didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan
pensyarah yang memahami hadits-hadits tersebut.
b. Metode global, metode global adalah memahami hadits-
hadits secara ringkas tapi mereka mempresentasikan makna
literal hadits, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti
dan enak dibaca.
c. Metode komparatif, metode komparatif adalah memahami
hadits-hadits dengan membandingkan hadits yang memiliki
redaksi yang sama atau mirip dalam kasus yang sama, atau
memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama dan
membandingkan berbagai pendapat ulama syarah dalam
mensyarah hadits. Disini terlihat bahwa memahami hadits
dengan metode ini mempunyai cakupan yang amat luas, tidak
hanya membandingkan hadits dengan hadits, melainkan juga
membandingkan pendapat para pensyarah dalam mensyarah
suatu hadits.

Diperoleh gambaran bahwa dalam dari segi sasaran (objek) bahasan, ada dua aspek yang
dikaji dalam metode komparatif, yaitu perbandingan hadits dengan hadits dan pendapat
ulama. Dalam operasionalisasinya, metode ini dapat dilakukan pada semua hadits baik
pemakaian mufradat, urutan kata maupun kemiripan redaksi jika akan membandingkan
kemiripan redaksi maka langkah-langkahnya sebagai berikut:

a) Mengidentifikasikan dan menghimpun hadits yang redaksinya


bermiripin sehingga diketahui mana yang mirip dan mana yang tidak.
b) Memperbandingkan antara hadits yang redaksinya bermiripan itu,
yang membicarakan satu atau dua kasus yang berbeda dalam redaksi
yang sama.
c) Mengalisis perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi
yang mirip, baik mengenai konotasi hadits maupun redaksinya.
2) Metode Pemahaman Hadits Modernis
Metode pemahaman hadits modernis adalah memahami hadits-hadits
Rasul dengan pendekatan ilmiah dan logika deduktif (filosofis).
Metode pemahaman hadits modernis ini dapat dipilah untuk
memahami hadits dengan pendekatan ilmiah dan logika deduktif
(filosofi). Yang dimaksud dengan pendekatan ilmiah adalah
pemahaman hadits-hadits dengan menilai istilah-istilah yang terdapat
dalam hadits dan mengeksplorasi berbagai ilmu dan pandangan filosofi
yang dikandungnya.
Memahami hadits dengan pendekatan filosofi adalah memahami hadits-
hadits Rasulullah dengan membangun proposisi berdasarkan logika.
Seperti hadits tentang minuman air yang dihinggapi lalat. Sedangkan
pemahaman hadits dengan pendekatan filosofis ialah memahami hadits-
hadits Rasulullah dengan membangun proporsi universal berdasarkan
logika.
Berikutnya, Bukhari juga mengemukakan metodologis dalam rangka
memahami hadits dengan langkah-langkah:
a. Penentuan tema hadits yang akan dipahami
b. Penghimpunan hadits-hadits tentang tema yang dipilih
c. Penentuan orisinalitas hadits yang dijadikan sampel
d. Pemahaman makna hadits dengan meneliti:
1) Komposisi tata bahasa hadits dan bentuk
pengungkapannya
2) Korelasi konteks kemunculan hadits secara sosio-
historis psikologis
e. Pengambilan spirit atau pandangan hidup yang terkandung dalam
keseluruhan hadits
Ilmu-ilmu muthalahul-hadits, rijalul-hadits dan lain-lain adalah merupakan
bentuk intervensi atau campur tangan keilmuan para ulama hadits lewat
metodologi yang mereka gunakan untuk menentukan mana yang shahih,
hasan dan maqtu’, mursal, dha’if, dan seterusnya.
Hadits-hadits yang menyangkut persoalan politik, sosial, ekonomi, dan
budaya merupakan celah untuk dapat dilakukan kajian mendalam dan
sekaligus perlunya pembaruan penafsiran, pemahaman, dan pemaknaan
terhadap khazanah literatur hadits. Menurut Amin Abdullah, diperlukan
ijtihad atau pemikiran yang keras untuk mencapai kemungkinan-
kemungkinan penafsiran baru yang tetap sesuai dengan ruh dan jiwa
keislaman dengan tetap memberi kemungkinan perluasan dan
pengembangan wilayah pranata sosial budaya, politik dan ekonomi yang
sudah ada. Contohnya Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata “Hadis
Ali bahwasanya Al-Abbas meminta kepada rasulullah tentang
mempercepat pembayaran zakat sebelum sampai haulnya, maka rasulullah
memberikan keringan untuknya. Diriwayatkan oleh Ahmad, para
penyusun kitab-kitab sunan, Al-Hakim, dari Ali. Dan diriwayatkan oleh
At-Tarmidzi.
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Metodologi penafsiran adalah suatu cara atau langkah yang mudah untuk melakukan
penalaran, hasil usaha manusia dan ijtihadnya untuk mempelajari nilai-nilai yang
terkandung didalam al-Quran. Adapun macam-macam tafsir al-Quran berdasarkan
metodenya adalah:

1. Metode tahlili (analisis).

2. Metode ijmali (global).

3. Metode muqaran (perbandingan/komparasi).

4. Metode maudhu’i (tematik).

Ada juga Corak(naz’ah) dalam penafsiran Naz’ah atau ittijahah adalah sekumpulan dari
mabadi’ (dasar pijakan), pemikiran yang jelas yang tercakup dalam satu teori yang mengarah
pada satu tujuan. Sedangkan menurut Istilah tafsir, naz’ah adalah arah penafsiran yang
menjadi kecenderungan mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran, sehingga timbulah
aliran-aliran tafsir Al-qur’an.

B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Al-‘Aridl, ‘Ali Hasan. 1994. Sejarah, dan Metodologi Tafsir. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.

Al-qaththan, Syaikh Manna’. 2008. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta : Pustaka
Al-Kautsar.

Hakim, Rosniati. 2009. Metodologi Studi Islam II. Padang : Hayfa Press.

Muhaimin. 2007. Kawasan, dan Wawasan Studi Islam. Jakarta : Kencana.

Nata, Abuddin. 2011. Metodologi Studi Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Panjang, Hasymi Dt. R. 2012. Pembelajaran Qur’an Hadits 1. Padang : Hayfa Press.

Zain, Nurhayati. 2005. Pembaharuan Pemikiran dalam Tafsir. Padang : IAIN IB


Press.

Anda mungkin juga menyukai