OLEH KELOMPOK 3
EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
B. Langkah-Langkah Penafsiran
B. Langkah-Langkah Penafsiran
3.1 Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN
Pembahasan tafsir merupakan hal yang penting pada setiap waktu dan tempat. Hal itu
dikarenakan kebutuhan umat Islam akan petunjuk yang terkandung di dalam al-Qur‟an al
karim untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Adapun kebutuhan petunjuk manusia sangat
beragam satu sama lainnya dalam satu daerah, atau masa dahulu dengan masa kontemporer.
Oleh karena itu tafsir al-Qur‟an membutuhkan aktualisasi agar dapat mudah dipahami oleh
masyarakat Muslim dengan realita mereka yangberbeda-beda adat kebiasaannya. Para ahli
tafsir pun berusaha untuk menafsirkan Al Qur’an dengan pendekatan dan metode yang
berbeda-beda antara satu ahli tafsir dengan lainnya.Mengenai pendekatan tafsir yang melihat
pada sumber penafsiran, ahli tafsir mengkategorikan tafsir Al-Qur‟an menjadi 4 kategori;
pertama tafsir bil ma‟tsur (riwayah).Kedua, tafsir bil ra‟yi (dirayah).Ketiga, tafsir bil-lughah
(bahasa).Keempat, tafsir isyari.
Agar fungsi Al-Qur'an dapat dijalankan, maka kita harus mencari tahu makna dari
kalamullah saat menafsirkan Al-Qur'an. Upaya menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an untuk
mencari dan mengetahui maknanya. Muhammad Arkon, seorang pemikir Aljazair
kontemporer, menulis bahwa “Al-Qur’an menawarkan kemungkinan makna yang tidak
terbatas. Kesan ayat-ayatnya tentang pemikiran dan penafsiran pada tataran eksistensial
adalah mutlak. Dengan demikian, ayat tersebut selalu baru terbuka (ditafsirkan), tidak pernah
pasti, dan tertutup dalam satu tafsir..
Tafsir merupakan salah satu cara untuk mengetahui dan menunjukkan makna dan
maksud menurut kandungan ayat-ayat Al-Qur`an. Adapun metode tafsir yang dipakai para
pakar tafsir pada penafsiran Al-Qur`an bisa dikelompokkan ke dalam empat metode;
Pertama, metode tafsir ijmali. Kedua, metode tafsir tahlili. Ketiga, metode tafsir maudhu`i.
Keempat, metode tafsir muqaran. Pembagian kategori ini adalah pengkategorian baru,
lantaran kategori ini ada sesudah penelitian dalam kitab-kitab tafsir yang beragam, sebagai
akibatnya para pakar ilmu membagi metode tafsir yang dipakai para pakar tafsir sebagai 4
macam.
Metode-metode penafsiran tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing, walaupun
tidak dapat dipungkiri juga terdapat kelemahan-kelemahan, meskipun penggunaan metode-
metode tafsir tersebut tetap disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Perbedaan metode
penafsiran Al-Qur'an tidak lepas dari perbedaan, kecenderungan, motif para mufassir,
perbedaan misi yang diemban, perbedaan kedalaman, dan keragaman bentuk ilmu yang
dikuasai, perbedaan waktu, lingkungan dan perbedaan situasi dan kondisi, dan lain-lain.
1.3 Tujuan
Menurut etimologis, dalam bahasa Arab, kata tahlili berasal dari kata halala-
yuhallilu-tahlil yang berarti membuka sesuatu, melepaskan, menguraikan atau
menganalisis. Secara etimologis, dalam bahasa Arab, kata tahlili berasal dari kata halala-
yuhallilu-tahlil yang memiliki makna membuka sesuatu, membebaskan, mengurai atau
menganalisis.1 Secara terminologi, tafsir tahlili merupakan penafsiran Al-Qur'an
berdasarkan susunan ayat dan surah yang terdapat dalam mushaf. Para mufassir, dengan
menggunakan metode ini, menganalisis setiap kata atau lafal dari segi bahasa dan
maknanya.2
Selain menjelaskan kosa kata dan lafaz, tahlili juga menjelaskan fokus dan isi
kalimat, seperti unsur i`jaz, balaghah dan keindahan struktur kalimat, serta apa yang
dapat dipetik dari kalimat yang bermanfaat bagi hukum fiqh, dalil syar’i, arti secara
bahasa, dan moral. Ada banyak kitab yang menjelaskan tentang Al-Qur'an dan yang
digunakan dalam kajian tafsir adalah penggunaan tafsir tahlili, yaitu menafsirkan ayat-
ayat AlQur'an secara berurutan sesuai urutan ayat-ayat dalam kitab, dari awal Surat al-
Fatihah sampai akhir Surat al-Nas. Di antara faktor yang mendorong munculnya metode
ini adalah ketidakpuasan terhadap metode ijmali dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an
karena dinilai tidak memberikan ruang untuk menyajikan analisis yang utuh.3
Secara umum langkah-langkah metode tahlili dalam kitab tafsir terdiri dari tujuh
langkah. Pertama, jelaskan munasabah ayat antara ayat dengan ayat dan antara surah
dengan surah. Kedua, jelaskan asbabun nuzul ayat (jika ada).Ketiga, makna leksikal
umum dari ayat-ayat Al-Qur’an juga terkait dengan i`rab dan ragam qira`at. Keempat,
sajikan isi kalimat secara umum dan maknanya.Kelima, jelaskan tentang kandungan
balaghah Al-Qur`an. Keenam, uraikan hukum fikih dari ayat. Ketujuh, jelaskan makna
dan tujuan syara` yang terdapat dalam Al-Qur'an, berdasarkan ayat-ayat lain, hadits nabi
Saw., pendapat para sahabat dan tabi`in di samping ijtihad penafsir sendiri.
1 Faizal Amin, “Metode Tafsir Tahlili: Cara Menjelaskan Al-Qur’an dari Berbagai Segi Berdasarkan Susunan Ayat”, Jurnal
Kalam, Vol. 11, No. 11, Juni 2017, h. 245.
2 Kadar M. Yusuf, Studi Alquran, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 137.
3 Yuliza, “Mengenal Metode Al-Tafsir Al-Tahlili (Tafsir Al-Zamakhsyari dan Tafsir Al-Razi), Jurnal Liwaul Dakwah, Vol. 10,
No. 2, Juli-Desember 2020, h. 45.
Terutama tafsir bercorak al-tafsir al`ilmi (penafsiran ilmu pengetahuan) atau al-Tafsr al-
Adabi al-Ijtima`i sering mengutip pendapat ulama terdahulu, teori-teori ilmiah, dan lain-lain.
Dalam praktiknya, juru tafsir yang menggunakan metode tahlili tidak sama urutan langkahnya.
Ada juga langkah-langkah yang tidak menggunakan semua ini, jadi lebih tergantung
pada apa yang dianggap penting oleh mufassir.4
Metode tafsir tahlili atau metode tafsir yang digunakan oleh ahli tafsir sepanjang
masa memiliki banyak faidah yang beragam, dan tujuan yang tinggi. Secara gelobalnya
penulis jelaskan sebagai berikut:
Pertama, metode ini meneliti setiap bagian nash al qur‟an secara detail, tanpa
meninggalkan sesuatupun. Sehingga metode ini memberi pengetahuan yang
komprehensif mengenai ayat yang dibahas baik kata atau kalimat. Di mana metode ini
menyajikan makna dan hukum yang terkandung dalam nash.
Kedua, metode ini menyeru peneliti dan pembacanya untuk
mempelajari/mendalami ilmu-ilmu al qur‟an yang beragam.Untuk itu mufasir
menjelaskan ayat dari berbagai segi dengan metode tahlili ini.
Ketiga, metode ini memperdalam pemikiran, dan menambah kuat dalam
menyelami menganalisis makna ayat, serta tidak puas hanya melihat makna gelobal
saja.Sehingga metode ini dapat membantu dalam meningkatkan kemampuan untuk ber-
istinbat, memilih ragam makna, memilih pendapat yang kuat dari pendapat para ulama.
Keempat, dari metode ini, seorang alim dapat menggunakan informasi dalam
tafsir tahlili menjadi sebuah pembahasan tersendiri, seperti metode tafsir maudhui.Oleh
karena itu tafsir tahlili menjadi pengantar atau asas untuk tafsir maudhui.
Adanya metode tafsir tahlili tidak secara tiba-tiba muncul.Akan tetapi metode ini
muncul dengan melalui beberapa tahapan periode penafsiran.Penelitian tentang sejarah
dan periode yang dilalui „ilmu‟ tafsir ini, kita dapati bahwa tafsir melalui periode yang
banyak, sampai pada zaman sekarang ini.Secara gelobal penjelasannya sebagai berikut;
Periode pertama, pada masa Nabi saw, tafsir waktu itu terbatas pada penjelasan
pada kata-kata yang samar atau asing. Analisa tafsir secara kebahasaan kata dalam ayat
di masa Nabi sangat jarang sekali, dikarenakan waktu itu masyarakat tidak membutuhkan
corak tafsirseperti ini.Mereka sangat paham dengan bahasanya dan belum banyak
tercampur dengan orang-orang asing ( )أعجم7
Pada zaman Nabi saw, tafsir terfokus pada asbab nuzul. Yakni sebab diturunkannya
ayat al Qur‟an kepada Nabi saw. Sahabat yang menyaksikan turunnya ayat
meriwayatkan kepada sahabat yang tidak sempat hadir menyaksikan turunnya ayat.Masa
itu juga, ada penjelasan langsung dari Nabi saw, yaitu menyelaskan al Qur‟an dengan Al
Qur‟an, penjelasan istilah tertentu dalam ayat, penjelasan hukum hala dan haram, atau
penegasan tentang hukum yang terdapat pada ayat. Sehingga banyak hadits yang
memiliki keterkaitan dengan tafsir ayat baik secara langsung atau tidak.
Pada zaman Nabi saw, tersisa banyak ayat yang tidak ditafsirkan oleh Nabi saw.
Dikarenakan masyarakat waktu itu tidak membutuhkannya, atau dibiarkan agar manusia
setelahnya mendalami ilmu tafsir itu dan menggunakan pemahaman mereka untuk ber-
istinbat makna, hukum atau hikmah yang terkandung dalam ayat.
Secara etimologi ijmali berarti umum, sehingga dapat kita jelaskan bahwa tafsir al-
ijmali adalah tafsir terhadap ayat-ayat al-Qur'an yang penjelasannya bersifat umum.
Adapun secara istilah metode ijmali adalah cara mengungkapkan isi Al-Qur'an melalui
pembahasan umum (global), yang tidak deskriptif, sedikit memberikan penjelasan yang
panjang dan luas, dan tidak dilakukan secara rinci. Al-Farmawiy mendefinisikan tafsir
ijmali sebagai berikut;
Deskripsi yang dibuat dalam metode ini mencakup beberapa aspek deskripsi relatif
terhadap kalimat yang ditafsirkan, antara lain, pertama mengartikan setiap kata yang
ditafsirkan dengan kata lain yang tidak jauh berbeda dengan kata yang ditafsirkan.
Kedua, menjelaskan isi setiap kalimat yang ditafsirkan sehingga menjadi jelas.
Menunjukkan asbabun nuzul dari ayat yang ditafsirkan, meskipun tidak semua ayat
disertai dengan asbabun nuzul. Ketiga, memberikan penjelasan dengan pendapat-
pendapat yang telah diberikan mengenai penafsiran ayat tersebut, baik yang diucapkan
oleh Nabi, para sahabatnya, tabi`in, maupun para mufassir lain.11
B. Langkah-Langkah Penafsiran
Proses penafsiran dengan menggunakan metode ijmali sebenarnya tidak jauh beda
dengan metode-metode yang lain, terutama dengan metode tahlili( analitis). Mekanisme
penafsiran dengan metode ijmali dilakukan dengan cara menguraikan ayat demi ayat
ayat serta surat demi surat yang ada dalam al-Qur‟an secara sistematis. Semua ayat
ditafsirkan secara berurutan dari awal sampai akhir secara ringkas dan padat dan bersifat
umum. Uraian yang dilakukan dalam metode ini mencakup beberapa aspek uraian
terkait dengan ayat-ayat yang ditafsirkan, antara lain:
a. Mengartikan setiap kosakata yang ditafsirkan dengan kosakata yang lain yang tidak
jauh menyimpang dari kosa kata yang ditafsirkan.
11
Sasa Sunarsa, “Teori Tafsir: Kajian tentang Metode dan Corak Tafsir al-Qur’an”, Al-Afkar: Journal for Islamic Studies, Vol. 3,
No. 1, Januari 2019, h. 250.
1. Tidak terdapat tempat untuk memberikan analisis yang memadai: Tafsir yang
memakai metode ijmali tidak menyediakan tempat untuk mengemukakan uraian dan
pembahasan yang dapat memuaskan pemahaman terhadap suatu ayat.
2. Menjadikan petunjuk al-Qur’an bersifat parsial: al-Qur’an merupakan satu-kesatuan
yang utuh, sehingga satu ayat dengan ayat yang lain membentuk satu pengertian yang
utuh, tidak terpecah-pecah dan berarti, hal-hal yang global atau samar-samar di dalam
suatu ayat, maka pada ayat yang lain ada penjelasan yang lebih rinci. Diantara buku
tafsir yang menggunakan metode ini adalah tafsir alJalalayn karya Jalaluddin As-
Sayuti dan Jalaluddin Al-Mahalli, Shafwah AlBayan li Ma’ani Al-Qur’an karya
Husnain Muhammad Makhlut, dan AtTafsir Al-Wadhih karya Muhammad Mahmud
Hijazi.13
12
Hendriadi, “Tafsir Al-Qur’an: Kajian Singkat atas Metode Tafsir Ijmali”, Al-Ihda’: Jurnal Pendidikan dan Pemikiran
Vol, No. 2, January 2019, h. 5-6.
13
Kadar M. Yusuf, Op. Cit., 139.
4. Menentukan sikap penafsiran yang dianggap benar dan menolak penafsiran yang
tidak dapat diterima. Jika tafsir muqaran itu membandingkan antara ayat dengan ayat
atau antara ayat dengan hadis, maka proses yang harus dilakukan oleh mufassir
adalah mengidentifikasi ayat-ayat atau hadis yang akan dikomparasikan itu.15
14 Kadar M. Yusuf, Op. Cit., h. 137, 15 Syahrin Pasaribu, “Metode Muqaran dalam Al-Qur’an”, Jurnal Wahana Inovasi, Vol. 9,
No. 1, Januari-Juni 2020, h. 43
1. Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain.
2. Tafsir dengan metode muqaran ini amat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui
berbagai pendapat tentang suatu ayat.
3. Dengan menggunakan metode muqaranini, maka mufassir didorong untuk mengkaji
berbagai ayat dan hadis -hadis serta pendapat pendapat para mufassir yang lain.
1. Penafsiran yang menggunakan metode ini, tidak dapat diberikan kepada para
pemula.
2. Metode muqâran kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang
tumbuh di tengah masyarakat. hal itu disebabkan metode ini lebih mengutamakan
perbandingan daripada pemecahan masalah.
3. Metode muqâranterkesan lebih banyak menelusuri penafsiranpenafsiran yang pernah
di berikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran penafsiran baru.
sebenarnya kesan serupa itu tak perlu timbul bila mufassirnya kreatif.16
Metode tafsir maudhu’i atau menurut Muhammad Baqir al-Shadr sebagai metode Al-
Taukhidiy adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban al-Qur’an dengan cara
mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang satu, yang bersama-sama
membahas topik/judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya dan selaras
dengan sebab-sebab turunnya, kemudian pemperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-
penjelasan, keterangan-keterangan dan hubunganhubungannya dengan ayat-ayat yang lain,
kemudian mengistimbatkan hukum-hukum.
Dari pengertian tersebut dapat difahami bahwa yang dimaksud dengan metode tafsir jenis ini
adalah tafsir yang menjelaskan beberapa ayat alQur’an mengenai suatu judul/tema tertentu,
dengan memperhatikan urutan tertib turunnya masing-masing ayat, sesuai dengan sebab-sebab
turunnya yang dijelaskan dengan berbagai macam keterangan dari segala seginya dan
diperbandingkannya dengan keterangan berbagai ilmu pengetahuan yang benar yang membahas
topik/tema yang sama, supaya pembahasannya bisa lebih tuntas dan lebih sempurna (Ichwan,
2004: 121-122)
15
Syahrin Pasaribu, “Metode Muqaran dalam Al-Qur’an”, Jurnal Wahana Inovasi, Vol. 9 No.2 , Hal 280.
1. Pada tahun 1977, Prof. Dr. Abd Al Hayy Farmawi, yang menjabat guru besar pada
Fakultas Usuluddin Al-Azhar, menerbitkan buku yang berjudul Al-Bidayah Fi Al-Tafsir
Al-Maudhu’i dengan mengemukakan secara terperinci langkah-langkah yang harus
ditempuh untuk menerapkan metode maudhu’i. Langkah-langkah tersebut adalah (Al-
Farmawy, 58): \
16
Moh. Tulus Yamani , Memahami al-Qur’an dengan Metode Tafsir Maudhu’i J-PAI, Vol. 1 No.2 2 Januari-Juni 2015, Hal 280.
Dengan adanya tafsir tematik, mereka akan mendapatkan petunjuk Al-Qur’an secara
praktis dan sistematis serta dapat lebih menghemat waktu, efektif dan efisien. 3)
3. Dinamis
Metode tematik membuat atfsir Al-Qur’an selalu dinamis sesuai dengan tubtutan zaman
sehingga menimbulkan iamage di dalam benak pembaca dan pendengarnya bahwa Al-
Qur’an senantiasa 17
17
Moh. Tulus Yamani , Memahami al-Qur’an dengan Metode Tafsir Maudhu’i J-PAI, Vol. 1 No.2 2 Januari-Juni 2015, Hal 285.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Tafsir tahlili ialah menafsirkan al-Qur’an berdasarkan susunan ayat dan surah yang
terdapat dalam mushaf. Tafsir metode ijmâlî adalah cara mengemukakan isi kandungan
Alquran melalui pembahasan yang bersifat umum (global), tanpa uraian apalagi
pembahasan yang panjang dan luas, dan tidak dilakukan secara rinci. Tafsir metode
muqaran adalah teknik menafsirkan Al-Qur’an dengan cara membandingkan pendapat
seorang mufassir dengan mufassir lainnya mengenai tafsir sejumlah ayat. Tafsir metode
maudhu’i adalah menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan tema yang ingin dikaji. Meskipun
berbeda-beda metode penafsiran Al-Qur’an, namun intinya adalah para mufassir berusaha
menjelaskan makna dari ayat-ayat Al-Qur’an untuk dirinya maupun orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Faizal Amin, “Metode Tafsir Tahlili: Cara Menjelaskan Al-Qur’an dari Berbagai Segi Berdasarkan Susunan
Ayat”, Jurnal Kalam, Vol. 11, No. 11, Juni 2017, h. 245.
Yuliza, “Mengenal Metode Al-Tafsir Al-Tahlili (Tafsir Al-Zamakhsyari dan Tafsir Al-Razi), Jurnal Liwaul
Dakwah, Vol. 10, No. 2, Juli-Desember 2020, h. 45.
Rosalinda, “Tafsir Tahlili: Sebuah Metode Penafsiran Al-Qur’an”, Jurnal Hikmah, Vol. XV, No. 2, 2019, h.
25.
y‟an al-Aisawi, al-Tafsir al-Tahlili; Tarikh wa al-Tathawur, alMu‟tamar al-Ilm al-Thani li-Kulliyah al-
Ulum al-Islamiyah, 2012 M, hal 62
Rosalinda, “Tafsir Tahlili: Sebuah Metode Penafsiran Al-Qur’an”, Jurnal Hikmah, Vol. XV, No. 2, 2019, h.
25.
y‟an al-Aisawi, al-Tafsir al-Tahlili; Tarikh wa al-Tathawur, alMu‟tamar al-Ilm al-Thani li-Kulliyah al-
Ulum al-Islamiyah, 2012 M, hal 62
Abd al-Rahman al-Suyuti, al Itqan fi „Ulum al-Qur‟an, (Madinah Munawarah: Majma‟ al-Malik al-Fahd,
1426H) hal 1/347
Abd al-Rahman al-Suyuti, al Itqan fi „Ulum al-Qur‟an, (Madinah Munawarah: Majma‟ al-Malik al-Fahd,
1426H) 4/212.
Ahmad Al-Tsa‟labi, al-Kasyf wa al-Bayan, (Beirut: Dar al-Ihya‟ al-Turats al-Arabi 2002 M) juz 1/75
Hendriadi, “Tafsir Al-Qur’an: Kajian Singkat atas Metode Tafsir Ijmali”, Al-Ihda’: Jurnal Pendidikan dan
Pemikiran Vol, No. 2, January 2019, h. 5-6.
adar M. Yusuf, Op. Cit., h. 137, 15 Syahrin Pasaribu, “Metode Muqaran dalam Al-Qur’an”, Jurnal Wahana
Inovasi, Vol. 9, No. 1, Januari-Juni 2020, h. 43
Syahrin Pasaribu, “Metode Muqaran dalam Al-Qur’an”, Jurnal Wahana Inovasi, Vol. 9 No.2 , Hal 280.
Moh. Tulus Yamani , Memahami al-Qur’an dengan Metode Tafsir Maudhu’i J-PAI, Vol. 1 No.2 2
Januari-Juni 2015