Anda di halaman 1dari 19

METODE-METODE PENAFSIRAN AL–QURAN

OLEH KELOMPOK 3

1. ERVIN MARTIN 642021015


2. WULANDARI 642021018
3. UMIATI 642021021

DOSEN PENGAMPU : ACMAD TASMI S.Sos.i, M.Pd.i

EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian

Bab II Pembahasan

2.1 Metode Tafsir Ha

A. Pengertian Metode Tafsir

B. Langkah-Langkah Penafsiran

C. Kekurangan Dan Kelebihan Metode Tafsir

2.2 Metode Tafsir Ijmali

A. Pengertian Metode Tafsir

B. Langkah-Langkah Penafsiran

C. Kekurangan Dan Kelebihan Metode Tafsir

2.3 Metode Tafsir Muqaran

2.4 Metode Tafsir Maudho’i

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembahasan tafsir merupakan hal yang penting pada setiap waktu dan tempat. Hal itu
dikarenakan kebutuhan umat Islam akan petunjuk yang terkandung di dalam al-Qur‟an al
karim untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Adapun kebutuhan petunjuk manusia sangat
beragam satu sama lainnya dalam satu daerah, atau masa dahulu dengan masa kontemporer.
Oleh karena itu tafsir al-Qur‟an membutuhkan aktualisasi agar dapat mudah dipahami oleh
masyarakat Muslim dengan realita mereka yangberbeda-beda adat kebiasaannya. Para ahli
tafsir pun berusaha untuk menafsirkan Al Qur’an dengan pendekatan dan metode yang
berbeda-beda antara satu ahli tafsir dengan lainnya.Mengenai pendekatan tafsir yang melihat
pada sumber penafsiran, ahli tafsir mengkategorikan tafsir Al-Qur‟an menjadi 4 kategori;
pertama tafsir bil ma‟tsur (riwayah).Kedua, tafsir bil ra‟yi (dirayah).Ketiga, tafsir bil-lughah
(bahasa).Keempat, tafsir isyari.

Agar fungsi Al-Qur'an dapat dijalankan, maka kita harus mencari tahu makna dari
kalamullah saat menafsirkan Al-Qur'an. Upaya menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an untuk
mencari dan mengetahui maknanya. Muhammad Arkon, seorang pemikir Aljazair
kontemporer, menulis bahwa “Al-Qur’an menawarkan kemungkinan makna yang tidak
terbatas. Kesan ayat-ayatnya tentang pemikiran dan penafsiran pada tataran eksistensial
adalah mutlak. Dengan demikian, ayat tersebut selalu baru terbuka (ditafsirkan), tidak pernah
pasti, dan tertutup dalam satu tafsir..

Tafsir merupakan salah satu cara untuk mengetahui dan menunjukkan makna dan
maksud menurut kandungan ayat-ayat Al-Qur`an. Adapun metode tafsir yang dipakai para
pakar tafsir pada penafsiran Al-Qur`an bisa dikelompokkan ke dalam empat metode;
Pertama, metode tafsir ijmali. Kedua, metode tafsir tahlili. Ketiga, metode tafsir maudhu`i.
Keempat, metode tafsir muqaran. Pembagian kategori ini adalah pengkategorian baru,
lantaran kategori ini ada sesudah penelitian dalam kitab-kitab tafsir yang beragam, sebagai
akibatnya para pakar ilmu membagi metode tafsir yang dipakai para pakar tafsir sebagai 4
macam.
Metode-metode penafsiran tersebut memiliki ciri khasnya masing-masing, walaupun
tidak dapat dipungkiri juga terdapat kelemahan-kelemahan, meskipun penggunaan metode-
metode tafsir tersebut tetap disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Perbedaan metode
penafsiran Al-Qur'an tidak lepas dari perbedaan, kecenderungan, motif para mufassir,
perbedaan misi yang diemban, perbedaan kedalaman, dan keragaman bentuk ilmu yang
dikuasai, perbedaan waktu, lingkungan dan perbedaan situasi dan kondisi, dan lain-lain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana metode tafsir Al Tahlili?


2. Bagaimana metode tafsir Al-Ijmali?
3. Bagaimana metode tafsir Al-Muqarin?
4. Bagaimana metode tafsir Al-Maudhu’i?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui metode tafsir Al Tahlili


2. Menkaji apa itu metode tafsir Al-Ijmali
3. Mengetahui metode tafsir Al-Muqarin
4. Mengkaji apa itu metode tafsir Al-Maudhu’i
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tafsir Al-Tahlili
A. Pengertian Tafsir Al-Tahlili

Menurut etimologis, dalam bahasa Arab, kata tahlili berasal dari kata halala-
yuhallilu-tahlil yang berarti membuka sesuatu, melepaskan, menguraikan atau
menganalisis. Secara etimologis, dalam bahasa Arab, kata tahlili berasal dari kata halala-
yuhallilu-tahlil yang memiliki makna membuka sesuatu, membebaskan, mengurai atau
menganalisis.1 Secara terminologi, tafsir tahlili merupakan penafsiran Al-Qur'an
berdasarkan susunan ayat dan surah yang terdapat dalam mushaf. Para mufassir, dengan
menggunakan metode ini, menganalisis setiap kata atau lafal dari segi bahasa dan
maknanya.2
Selain menjelaskan kosa kata dan lafaz, tahlili juga menjelaskan fokus dan isi
kalimat, seperti unsur i`jaz, balaghah dan keindahan struktur kalimat, serta apa yang
dapat dipetik dari kalimat yang bermanfaat bagi hukum fiqh, dalil syar’i, arti secara
bahasa, dan moral. Ada banyak kitab yang menjelaskan tentang Al-Qur'an dan yang
digunakan dalam kajian tafsir adalah penggunaan tafsir tahlili, yaitu menafsirkan ayat-
ayat AlQur'an secara berurutan sesuai urutan ayat-ayat dalam kitab, dari awal Surat al-
Fatihah sampai akhir Surat al-Nas. Di antara faktor yang mendorong munculnya metode
ini adalah ketidakpuasan terhadap metode ijmali dalam penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an
karena dinilai tidak memberikan ruang untuk menyajikan analisis yang utuh.3

B. Langkah-Langkah Metode Tafsir Al-Tahlili

Secara umum langkah-langkah metode tahlili dalam kitab tafsir terdiri dari tujuh
langkah. Pertama, jelaskan munasabah ayat antara ayat dengan ayat dan antara surah
dengan surah. Kedua, jelaskan asbabun nuzul ayat (jika ada).Ketiga, makna leksikal
umum dari ayat-ayat Al-Qur’an juga terkait dengan i`rab dan ragam qira`at. Keempat,
sajikan isi kalimat secara umum dan maknanya.Kelima, jelaskan tentang kandungan
balaghah Al-Qur`an. Keenam, uraikan hukum fikih dari ayat. Ketujuh, jelaskan makna
dan tujuan syara` yang terdapat dalam Al-Qur'an, berdasarkan ayat-ayat lain, hadits nabi
Saw., pendapat para sahabat dan tabi`in di samping ijtihad penafsir sendiri.
1 Faizal Amin, “Metode Tafsir Tahlili: Cara Menjelaskan Al-Qur’an dari Berbagai Segi Berdasarkan Susunan Ayat”, Jurnal
Kalam, Vol. 11, No. 11, Juni 2017, h. 245.
2 Kadar M. Yusuf, Studi Alquran, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 137.

3 Yuliza, “Mengenal Metode Al-Tafsir Al-Tahlili (Tafsir Al-Zamakhsyari dan Tafsir Al-Razi), Jurnal Liwaul Dakwah, Vol. 10,
No. 2, Juli-Desember 2020, h. 45.

Terutama tafsir bercorak al-tafsir al`ilmi (penafsiran ilmu pengetahuan) atau al-Tafsr al-
Adabi al-Ijtima`i sering mengutip pendapat ulama terdahulu, teori-teori ilmiah, dan lain-lain.
Dalam praktiknya, juru tafsir yang menggunakan metode tahlili tidak sama urutan langkahnya.
Ada juga langkah-langkah yang tidak menggunakan semua ini, jadi lebih tergantung
pada apa yang dianggap penting oleh mufassir.4

C. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tafsir Tahlili

Metode tafsir tahlili atau metode tafsir yang digunakan oleh ahli tafsir sepanjang
masa memiliki banyak faidah yang beragam, dan tujuan yang tinggi. Secara gelobalnya
penulis jelaskan sebagai berikut:

Pertama, metode ini meneliti setiap bagian nash al qur‟an secara detail, tanpa
meninggalkan sesuatupun. Sehingga metode ini memberi pengetahuan yang
komprehensif mengenai ayat yang dibahas baik kata atau kalimat. Di mana metode ini
menyajikan makna dan hukum yang terkandung dalam nash.
Kedua, metode ini menyeru peneliti dan pembacanya untuk
mempelajari/mendalami ilmu-ilmu al qur‟an yang beragam.Untuk itu mufasir
menjelaskan ayat dari berbagai segi dengan metode tahlili ini.
Ketiga, metode ini memperdalam pemikiran, dan menambah kuat dalam
menyelami menganalisis makna ayat, serta tidak puas hanya melihat makna gelobal
saja.Sehingga metode ini dapat membantu dalam meningkatkan kemampuan untuk ber-
istinbat, memilih ragam makna, memilih pendapat yang kuat dari pendapat para ulama.
Keempat, dari metode ini, seorang alim dapat menggunakan informasi dalam
tafsir tahlili menjadi sebuah pembahasan tersendiri, seperti metode tafsir maudhui.Oleh
karena itu tafsir tahlili menjadi pengantar atau asas untuk tafsir maudhui.

Namun, Menurut M. Quraish Shihab, terdapat kelemahan dalam metode penafsiran


tahlili, di antaranya penjelasan-penjelasan dalam beberapa kitab tafsir tahlili terkesan
tidak ada habisnya karena hanya fokus pada kalimat yang dibahas, berargumentasi tanpa
mengaitkannya dengan ayat lainnya yang saling berhubungan. Lebih jauh lagi, metode
penafsiran ini membuat petunjuk-petunjuk Al-Qur'an seolah terpecah-pecah, sehingga
menimbulkan kesan bahwa petunjuk-petunjuk yang disajikan Al-Qur'an tidak lengkap
dan tidak konsisten karena penafsiran diberikan dalam kalimat yang berbeda dengan
penafsiran pada kalimat lain yang sejenis. Penggunaan metode taḥlili juga menimbulkan
interpretasi subjektif akibat fanatisme di beberapa aliran. Apalagi dengan menggunakan
metode tahlili dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an, peluang infiltrasi pemikiran
isra'iliyat cukup besar.6
4 Rosalinda, “Tafsir Tahlili: Sebuah Metode Penafsiran Al-Qur’an”, Jurnal Hikmah, Vol. XV, No. 2, 2019, h. 25.
5
y‟an al-Aisawi, al-Tafsir al-Tahlili; Tarikh wa al-Tathawur, alMu‟tamar al-Ilm al-Thani li-Kulliyah al-Ulum al-Islamiyah,
2012 M, hal 62

6 Rosalinda, Loc.Cit., h. 11-13

D. Perkembangan Tafsir Tahlili

Adanya metode tafsir tahlili tidak secara tiba-tiba muncul.Akan tetapi metode ini
muncul dengan melalui beberapa tahapan periode penafsiran.Penelitian tentang sejarah
dan periode yang dilalui „ilmu‟ tafsir ini, kita dapati bahwa tafsir melalui periode yang
banyak, sampai pada zaman sekarang ini.Secara gelobal penjelasannya sebagai berikut;

Periode pertama, pada masa Nabi saw, tafsir waktu itu terbatas pada penjelasan
pada kata-kata yang samar atau asing. Analisa tafsir secara kebahasaan kata dalam ayat
di masa Nabi sangat jarang sekali, dikarenakan waktu itu masyarakat tidak membutuhkan
corak tafsirseperti ini.Mereka sangat paham dengan bahasanya dan belum banyak
tercampur dengan orang-orang asing (‫ )أعجم‬7
Pada zaman Nabi saw, tafsir terfokus pada asbab nuzul. Yakni sebab diturunkannya
ayat al Qur‟an kepada Nabi saw. Sahabat yang menyaksikan turunnya ayat
meriwayatkan kepada sahabat yang tidak sempat hadir menyaksikan turunnya ayat.Masa
itu juga, ada penjelasan langsung dari Nabi saw, yaitu menyelaskan al Qur‟an dengan Al
Qur‟an, penjelasan istilah tertentu dalam ayat, penjelasan hukum hala dan haram, atau
penegasan tentang hukum yang terdapat pada ayat. Sehingga banyak hadits yang
memiliki keterkaitan dengan tafsir ayat baik secara langsung atau tidak.
Pada zaman Nabi saw, tersisa banyak ayat yang tidak ditafsirkan oleh Nabi saw.
Dikarenakan masyarakat waktu itu tidak membutuhkannya, atau dibiarkan agar manusia
setelahnya mendalami ilmu tafsir itu dan menggunakan pemahaman mereka untuk ber-
istinbat makna, hukum atau hikmah yang terkandung dalam ayat.

Periode kedua, terjadi perluasan penafsiran secara besarbesaran.Hal itu menjadi


kebutuhan primer bagi orang-orang yang baru masuk Islam, di mana mereka tidak
menyaksikan langsung turunnya wahyu.Muailah adanya kebutuhan tafsir secara bahasa
setahap-setahap. Hingga islam menyebar di timur dan barat. Sebagaimanadinukil bahwan
Umar bin Khattab memberikan perhatian khusus pada segi bahasa. Begitu pula Ibnu
Abbas rda merupakan sahabat Nabi saw yang berandil besar dalam menafsirkan al
qur‟an al karim.8
Periode ini, keseriusan para sahabat dan tabi‟in memiliki pengaruh besar dalam
perkembangan tafsir.Mereka berusaha dalam menafsirkan al Qur‟an berlandaskan
kaidah-kaidah syariat dan bahasa.Mereka memiliki pendapat-pendapat tafsir yang
diriwayatkan dan terjaga dalam buku-buku tafsir dan hadits.Hanya saja sebagian
besarnya berkaitan tentang kebahasaan, atau hukum fiqih.
7
Muhsin Abd al-Hamid, Tatawur Tafsir al-Qur‟an.Hal 17.
8
Abd al-Rahman al-Suyuti, al Itqan fi „Ulum al-Qur‟an, (Madinah Munawarah: Majma‟ al-Malik al-Fahd, 1426H)
hal 1/347

Maka pergerakan penafsiran di daerah Islam tumbuh subur seperti madrasah


Makkah. Madinah, Bashrah, Kufah dan Yaman. Oleh karena itu perkataan sahabat dan
tabiin yang berkaitan dengan penafsiran ayat menjadi pilar penafsiran bil-
Ma‟tsur.Adapun perbedaan pendapat di antara mereka pada periode ini sangat sedikit,
dan itu terjadi dalammasalah hukum fiqih.Walaupun terjadi perkembangan tafsir pada
periode ini, al qur‟an secara rincinya belum ditafsirkan seluruhnya. Baik pada masa
sahabat nabi atau masa tabiin.

Periode ketiga, periode tafsir tahlili muncul setelah ilmu-ilmu keislaman


dibukukan.Dan muncul ilmu baru yang berkhidmat pada alQur‟an al-Karim. Mulai
analisa nash ayat al-Qur‟an dengan bentuk yang lebih luas. Pada periode ini, kamus
bahasa banyak dibukukan dan ilmu bahasa menjadi lebih luas, seperti nahwu, sharaf dan
balaghah. Oleh karena itu terjadi peluasan penjelasan nash ayat al-Qur‟an dalam ilmu
bahasa arab dalam rangka menjelaskan kata-kata gharib (asing) dalam al-Qur‟an. Maka
ditulislah buku secara khusus yang menjelaskan makna kata dalam al-Qur‟an.Seperti
buku Majaz al-Qur‟an yang ditulis oleh Abi Ubaidah w 210H. dia menafsirkan petunjuk
kata al-Qur‟an, menjelaskan bacaaan ayat dan berbicara tafsirnya secara keilmuan
bahasa secara murni.
Selain dari majaz al-Qur‟an, ada buku yang bernama kutub ma‟ani, seperti tafsir
Ma‟ani Al-Qur‟an‟ karangan Abi Zakaria al-Fara‟ w 207.Beliau lebih fokus pada kata-
kata seputar bacaannya, I‟rabnya dan kata turunannya.Ada juga buku „Ma‟ani al-Qur‟an
karangan alAkhfasy w 215, dia lebih perhatian pada suara, sifat dan tempat keluarnya
huruf.Secara umum beliau menjelaskan tafsirnya secara bahasa, sharaf, nahwu dan
balaghah.
Dengan meluasnya ruang analisa bahasa dalam tafsir kata-kata dalam al-Qur‟an,
maka perkembangan selanjutnya terjadi keluasan ruang analisa dalam istinbat
(penetapan) hukum fiqih, hal ini sesuai dengan perkembangan yang maju pada madrasah-
madrasah fiqih di dunia Islam. Mereka mulai mempelajari nash al-Qur‟an dari segi
fiqihnya saja. Oleh karena itu muncullah buku „Ahkam al-Qur‟an‟ karangan imam
Syafi‟i w 204 H, selain itu, pengikut madzhab Maliki juga menulis hal yang sama seperti
Ismail bin Ishaq al-Qadhi w 282 H. begitu juga madzhab Hanafi seperti imam Al-
Thahawi w 321 H.11 Pada periode ini juga, mucul pembukuan-pembukuan cabang ilmu-
ilmu al-Qur‟an seperti buku-buku tentang asbab nuzul, salah satunya yang ditulis oleh
guru imam bukhari, Ali bin Al-Madini w 234.
Periode keempat, periode penggabungan dari ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan tafsir. Buku yang paling lama dengan metode tahlili adalah buku yang ditulim
oleh imam Muhammad bin Jarir al-Tabari w 310. Beliau menulis kitab tafsirnya
dengan metode yang komprehensif dalam mempelajari nash al-Qur‟an. Imam Suyuti
rhm mengatakan,kitab tafsir al-tabari adalak kitab tafsir yang paling agung lagi mulia,
karena di dalamnya dipaparkan perkataan-perkataan sahabat, tabi‟in dan ulama dan
merajihkannya.Terdapat juga I‟rab dan instinbat dari altabari.Dengan itu, tafsir ini
lebih dalam dan luas dari tafsir-tafsir terdahulu.9
Imam Al- Nawawi rhm mengatakan juga tentang tafsir al-Tabari, umat sepakat
bahwa belum terdapat kitab yang disusun seperti tafsir alTabari.Dengan demikian,
imam al-tabari adalah orang pertama yang meniti jalan tafsir tahlili dan ditulis dalam
buku.Terkandung di dalamnya kaidah-kaidah ilmu ini dan langkah-langkahnya.
Imam al Zarkasyi rhm mengatakan bahwa sesungguhnya Muhammad bin Jarir
al-Tabari mengabarkan kepada seluruh manusia tentang penafsiran yang beragam, dan
mendekatkan sesuatu yang jauh. Jadi dapat kita katakana bahwa tafsir Ibnu Jarir al-
Tabari memiliki keutamaan tersendiri dari kitab-kitab tafsir lainnya baik dari segi
waktu, segi faniyah, dan segi pembuatannya juga muncul kitab tafsir „Ma‟alim al-
Tanzil‟ karangan imam al-Bagawi (w 516). Tafsir yang lebih jelas dan dalam lagi
dalam penggunaan metode tahlili adalah tafsir Ibnu Hayyan al-Andalusi (w 745),
beliau menulis tafsir yang bernama „al-Bahr al-Muhi>th‟.
Ibnu Hayyan dalam pengantar bukunya menjelaskan langkah-langkahnya dalam
menafsirkan al-Qur‟an secara terperinci dan berurutan.Beliau mengawali penafsiran
ayat dengan menjelaskan mufradat ayat, yakni kata-perkata dijelaskan makna bahasa
dan nahwunya.Kemudian beliau menjelaskan tafsir ayat dengan menyebutkan sebab
nuzul ayat, jika memiliki asbab nuzul. Kemudian beliau menjelaskan nasakh atau
tidaknya ayat yang dibahas, dan menyebutkan keterkaitan ayat dengan ayat
sebelumnya, atau surat sebelumnya. Beliau juga menjelaskan macam-macam qiraat
yang mutawatir dan syad.Dll.10
10
Abd al-Rahman al-Suyuti, al Itqan fi „Ulum al-Qur‟an, (Madinah Munawarah: Majma‟ al-Malik al-Fahd, 1426H)
4/212.
11
Ahmad Al-Tsa‟labi, al-Kasyf wa al-Bayan, (Beirut: Dar al-Ihya‟ al-Turats al-Arabi 2002 M) juz 1/75

2.2 Metode Tafsir Al- Ijmali

A. Definisi Tafsir Al-Ijmali

Secara etimologi ijmali berarti umum, sehingga dapat kita jelaskan bahwa tafsir al-
ijmali adalah tafsir terhadap ayat-ayat al-Qur'an yang penjelasannya bersifat umum.
Adapun secara istilah metode ijmali adalah cara mengungkapkan isi Al-Qur'an melalui
pembahasan umum (global), yang tidak deskriptif, sedikit memberikan penjelasan yang
panjang dan luas, dan tidak dilakukan secara rinci. Al-Farmawiy mendefinisikan tafsir
ijmali sebagai berikut;

“Tafsir ijmali adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Quran dengan mengemukakan


makna-maknanya secara global, hal itu dengan cara dimana seorang mufassir membahas
ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan tertib bacaan dan susunan yang ada dalam mushaf.”

Deskripsi yang dibuat dalam metode ini mencakup beberapa aspek deskripsi relatif
terhadap kalimat yang ditafsirkan, antara lain, pertama mengartikan setiap kata yang
ditafsirkan dengan kata lain yang tidak jauh berbeda dengan kata yang ditafsirkan.
Kedua, menjelaskan isi setiap kalimat yang ditafsirkan sehingga menjadi jelas.
Menunjukkan asbabun nuzul dari ayat yang ditafsirkan, meskipun tidak semua ayat
disertai dengan asbabun nuzul. Ketiga, memberikan penjelasan dengan pendapat-
pendapat yang telah diberikan mengenai penafsiran ayat tersebut, baik yang diucapkan
oleh Nabi, para sahabatnya, tabi`in, maupun para mufassir lain.11

B. Langkah-Langkah Penafsiran

Proses penafsiran dengan menggunakan metode ijmali sebenarnya tidak jauh beda
dengan metode-metode yang lain, terutama dengan metode tahlili( analitis). Mekanisme
penafsiran dengan metode ijmali dilakukan dengan cara menguraikan ayat demi ayat
ayat serta surat demi surat yang ada dalam al-Qur‟an secara sistematis. Semua ayat
ditafsirkan secara berurutan dari awal sampai akhir secara ringkas dan padat dan bersifat
umum. Uraian yang dilakukan dalam metode ini mencakup beberapa aspek uraian
terkait dengan ayat-ayat yang ditafsirkan, antara lain:

a. Mengartikan setiap kosakata yang ditafsirkan dengan kosakata yang lain yang tidak
jauh menyimpang dari kosa kata yang ditafsirkan.
11
Sasa Sunarsa, “Teori Tafsir: Kajian tentang Metode dan Corak Tafsir al-Qur’an”, Al-Afkar: Journal for Islamic Studies, Vol. 3,
No. 1, Januari 2019, h. 250.

b. Menjelaskan konotasi setiap kalimat yang ditafsirkan sehingga menjadi jelas.


c. Menyebutkan latar belakang turunnya (azbabun nuzul) ayat yang ditafsirkan,
walaupun tidak semua ayat disertai dengan azbabun nuzul. Azbabun nuzul ini
dijadikan sebagai pelengkap yang memotivasi turunnya ayat yang ditafsirkan.
Azbabun nuzul menjadi sangat urgen, karena dalam azbabun nuzul mencakup
beberapa hal (a) peristiwa, (b) pelaku, dan (c) waktu.
d. Memberikan penjelasan dengan pendapat-pendapat yang telah dikeluarkan
berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi,
sahabat, tabi‟in maupun tokoh tafsir.12

C. Kelebihan dan Kelemahan Metode Ijmali

Metode ijmali ini memiliki beberapa kelebihan, seperti:


1. Praktis dan mudah dipahami. Tafsir yang memakai metode ijmali relatif lebih praktis
dan mudah dipahami.
2. Bebas dari penafsiran israiliyat, dikarenakan pendeknya penafsiran yang
dikemukakan, maka tafsir ijmali terasa murni dan terbebas dari pemikiran-pemikiran
israiliyat.
3. Dekat dengan bahasa al-Qur’an: Tafsir ijmali ini memakai bahasa yang ringkas dan
padat, sehingga pembaca tidak merasa bahwa ia telah membaca kitab tafsir. Hal ini
disebabkan, karena tafsir dengan metode global menggunakan bahasa yang singkat
dan akrab dengan bahasa arab tersebut.

Sedangkan kelemahan dari metode ijmali adalah sebagai berikut:

1. Tidak terdapat tempat untuk memberikan analisis yang memadai: Tafsir yang
memakai metode ijmali tidak menyediakan tempat untuk mengemukakan uraian dan
pembahasan yang dapat memuaskan pemahaman terhadap suatu ayat.
2. Menjadikan petunjuk al-Qur’an bersifat parsial: al-Qur’an merupakan satu-kesatuan
yang utuh, sehingga satu ayat dengan ayat yang lain membentuk satu pengertian yang
utuh, tidak terpecah-pecah dan berarti, hal-hal yang global atau samar-samar di dalam
suatu ayat, maka pada ayat yang lain ada penjelasan yang lebih rinci. Diantara buku
tafsir yang menggunakan metode ini adalah tafsir alJalalayn karya Jalaluddin As-
Sayuti dan Jalaluddin Al-Mahalli, Shafwah AlBayan li Ma’ani Al-Qur’an karya
Husnain Muhammad Makhlut, dan AtTafsir Al-Wadhih karya Muhammad Mahmud
Hijazi.13
12
Hendriadi, “Tafsir Al-Qur’an: Kajian Singkat atas Metode Tafsir Ijmali”, Al-Ihda’: Jurnal Pendidikan dan Pemikiran
Vol, No. 2, January 2019, h. 5-6.
13
Kadar M. Yusuf, Op. Cit., 139.

2.3 Metode Tafsir Al-Muqaran

A. Definisi Metode Tafsir AL-Muqaran

Secara terminologi Al Muqaran berarti perbandingan (komparatif), menyatukan


atau menggandengkan. Metode muqaran menurut Abd al- Hayy al Farmawi adalah
penafsiran Al- Qur’an dengan cara menghimpun sejumlah ayat – ayat Al-Qur’an,
kemudian mengkaji, meneliti dan membandingkan pendapat sejumlah penafsir
mengenai ayat–ayat tersebut, baik penafsir dari generasi salaf maupun khalaf atau
menggunakan tafsir bi al-ra’yi maupun al-ma’tsur, disamping itu tafsir muqaran
digunakan juga untuk membandingkan sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an tentang suatu
masalah dan membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan Hadis Nabi Muhammad
shaallahu ‘alaihi wasallam.14

Berdasarkan penjelasan di atas, maka tafsir muqaran dapat diklasifikasikan


menjadi tiga bentuk; yang pertama membandingkan satu ayat dengan yang lain, yang
kedua membandingkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan hadits, dan yang ketiga
membandingkan satu tafsir dengan tafsir lain yang melibatkan beberapa ayat yang
diidentifikasi oleh mufassir yang sama itu sendiri.

B. Langkah- Langkah Metode Tafsir Al Muqaran

1. Menentukan Jumlah ayat yang akan di tafsirkan


2. Mengumpulkan dan mengemukakan pendapat para ulama tafsir mengenai
pengertian ayat tersebut, baik ulama salaf maupun ulama khalaf dan baik
berdasarkan riwayat maupun ijtihad.

3. Melakukan analisis komparatif terhadap pendapat para mufassir itu dengan


menjelaskan pola penafsiran, kecendrungan, dan pengaruh mazhab yang mereka anut
yang tergambar dalam penafsiran ayat.

4. Menentukan sikap penafsiran yang dianggap benar dan menolak penafsiran yang
tidak dapat diterima. Jika tafsir muqaran itu membandingkan antara ayat dengan ayat
atau antara ayat dengan hadis, maka proses yang harus dilakukan oleh mufassir
adalah mengidentifikasi ayat-ayat atau hadis yang akan dikomparasikan itu.15
14 Kadar M. Yusuf, Op. Cit., h. 137, 15 Syahrin Pasaribu, “Metode Muqaran dalam Al-Qur’an”, Jurnal Wahana Inovasi, Vol. 9,
No. 1, Januari-Juni 2020, h. 43

C. Kelebihan Dan Kekurangan Tafsir Muqaran

Kelebihan Metode Tafsir Muqâran

1. Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain.
2. Tafsir dengan metode muqaran ini amat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui
berbagai pendapat tentang suatu ayat.
3. Dengan menggunakan metode muqaranini, maka mufassir didorong untuk mengkaji
berbagai ayat dan hadis -hadis serta pendapat pendapat para mufassir yang lain.

Kekurangan Metode Tafsir Muqaran

1. Penafsiran yang menggunakan metode ini, tidak dapat diberikan kepada para
pemula.
2. Metode muqâran kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang
tumbuh di tengah masyarakat. hal itu disebabkan metode ini lebih mengutamakan
perbandingan daripada pemecahan masalah.
3. Metode muqâranterkesan lebih banyak menelusuri penafsiranpenafsiran yang pernah
di berikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran penafsiran baru.
sebenarnya kesan serupa itu tak perlu timbul bila mufassirnya kreatif.16

2.4 Metode Tafsir Al-Maudhu’i

A. Pengertian Tafsir Maudhu’i

Metode tafsir maudhu’i atau menurut Muhammad Baqir al-Shadr sebagai metode Al-
Taukhidiy adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban al-Qur’an dengan cara
mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang satu, yang bersama-sama
membahas topik/judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya dan selaras
dengan sebab-sebab turunnya, kemudian pemperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-
penjelasan, keterangan-keterangan dan hubunganhubungannya dengan ayat-ayat yang lain,
kemudian mengistimbatkan hukum-hukum.

Dari pengertian tersebut dapat difahami bahwa yang dimaksud dengan metode tafsir jenis ini
adalah tafsir yang menjelaskan beberapa ayat alQur’an mengenai suatu judul/tema tertentu,
dengan memperhatikan urutan tertib turunnya masing-masing ayat, sesuai dengan sebab-sebab
turunnya yang dijelaskan dengan berbagai macam keterangan dari segala seginya dan
diperbandingkannya dengan keterangan berbagai ilmu pengetahuan yang benar yang membahas
topik/tema yang sama, supaya pembahasannya bisa lebih tuntas dan lebih sempurna (Ichwan,
2004: 121-122)
15
Syahrin Pasaribu, “Metode Muqaran dalam Al-Qur’an”, Jurnal Wahana Inovasi, Vol. 9 No.2 , Hal 280.

B. Langkah langkah penafsiran maudhu’i

1. Pada tahun 1977, Prof. Dr. Abd Al Hayy Farmawi, yang menjabat guru besar pada
Fakultas Usuluddin Al-Azhar, menerbitkan buku yang berjudul Al-Bidayah Fi Al-Tafsir
Al-Maudhu’i dengan mengemukakan secara terperinci langkah-langkah yang harus
ditempuh untuk menerapkan metode maudhu’i. Langkah-langkah tersebut adalah (Al-
Farmawy, 58): \

a. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik).


b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang
asbab al-nuzul-nya.
d. Memahami korelasi aya-ayat tersebut dalam surahnya masingmasing.
e. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (out line).
f. Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan pokok bahasan.
g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-
ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengompromikan antara yang
‘am (umum) dan yang khash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang pada
lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa
perbedaan atau pemasaan (Shihab, 1994: 114-115).
h. Menyusun kesimpulan-kesimpulan yang menggambarkan jawaban al-Qur’an terhadap
yang dibahas 16

C. Kelebihan dan kekurangan metode tafsir maudhu’

1. Menjawab Tantangan Zaman


Permasalahan dalam kehidupan selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan
perkembangan kehidupan itu sendiri. Semakin modern kehidupan, permasalahan yang
timbul semakin kompleks dan rumit, serta mempunyai dampak yang luas. Hal ini
dimungkinkan karena apa yang terjadi pada suatu tempat, pada saat yang bersamaan, dapat
disaksikan oleh orang lain di tempat yang lain pula, bahkan peristiwa yang terjadi di ruang
angkasa pun dapat dipantau dari bumi.
2. Praktis dan sistematis Tafsir dengan metode ini disusun secara praktis dan sistematis dalam
memecahkan permasalahan yang timbul. Kondisi semacam ini amat cocok dalam
kehidupan umat yang semakin modern dengan mobilitas yang tinggi sehingga mereka
seakan-akan tidak punya waktu untuk membaca kitab-kitab tafsir yang besar, padahal
untuk mendapatkan petunjuk Al-Qur’an mereka harus membacanya.

16
Moh. Tulus Yamani , Memahami al-Qur’an dengan Metode Tafsir Maudhu’i J-PAI, Vol. 1 No.2 2 Januari-Juni 2015, Hal 280.

Dengan adanya tafsir tematik, mereka akan mendapatkan petunjuk Al-Qur’an secara
praktis dan sistematis serta dapat lebih menghemat waktu, efektif dan efisien. 3)
3. Dinamis
Metode tematik membuat atfsir Al-Qur’an selalu dinamis sesuai dengan tubtutan zaman
sehingga menimbulkan iamage di dalam benak pembaca dan pendengarnya bahwa Al-
Qur’an senantiasa 17
17
Moh. Tulus Yamani , Memahami al-Qur’an dengan Metode Tafsir Maudhu’i J-PAI, Vol. 1 No.2 2 Januari-Juni 2015, Hal 285.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Tafsir tahlili ialah menafsirkan al-Qur’an berdasarkan susunan ayat dan surah yang
terdapat dalam mushaf. Tafsir metode ijmâlî adalah cara mengemukakan isi kandungan
Alquran melalui pembahasan yang bersifat umum (global), tanpa uraian apalagi
pembahasan yang panjang dan luas, dan tidak dilakukan secara rinci. Tafsir metode
muqaran adalah teknik menafsirkan Al-Qur’an dengan cara membandingkan pendapat
seorang mufassir dengan mufassir lainnya mengenai tafsir sejumlah ayat. Tafsir metode
maudhu’i adalah menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan tema yang ingin dikaji. Meskipun
berbeda-beda metode penafsiran Al-Qur’an, namun intinya adalah para mufassir berusaha
menjelaskan makna dari ayat-ayat Al-Qur’an untuk dirinya maupun orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Faizal Amin, “Metode Tafsir Tahlili: Cara Menjelaskan Al-Qur’an dari Berbagai Segi Berdasarkan Susunan
Ayat”, Jurnal Kalam, Vol. 11, No. 11, Juni 2017, h. 245.

Kadar M. Yusuf, Studi Alquran, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 137.

Yuliza, “Mengenal Metode Al-Tafsir Al-Tahlili (Tafsir Al-Zamakhsyari dan Tafsir Al-Razi), Jurnal Liwaul
Dakwah, Vol. 10, No. 2, Juli-Desember 2020, h. 45.

Rosalinda, “Tafsir Tahlili: Sebuah Metode Penafsiran Al-Qur’an”, Jurnal Hikmah, Vol. XV, No. 2, 2019, h.
25.

y‟an al-Aisawi, al-Tafsir al-Tahlili; Tarikh wa al-Tathawur, alMu‟tamar al-Ilm al-Thani li-Kulliyah al-
Ulum al-Islamiyah, 2012 M, hal 62

Rosalinda, “Tafsir Tahlili: Sebuah Metode Penafsiran Al-Qur’an”, Jurnal Hikmah, Vol. XV, No. 2, 2019, h.
25.

y‟an al-Aisawi, al-Tafsir al-Tahlili; Tarikh wa al-Tathawur, alMu‟tamar al-Ilm al-Thani li-Kulliyah al-
Ulum al-Islamiyah, 2012 M, hal 62

Muhsin Abd al-Hamid, Tatawur Tafsir al-Qur‟an.Hal 17.

Abd al-Rahman al-Suyuti, al Itqan fi „Ulum al-Qur‟an, (Madinah Munawarah: Majma‟ al-Malik al-Fahd,
1426H) hal 1/347

Abd al-Rahman al-Suyuti, al Itqan fi „Ulum al-Qur‟an, (Madinah Munawarah: Majma‟ al-Malik al-Fahd,
1426H) 4/212.

Ahmad Al-Tsa‟labi, al-Kasyf wa al-Bayan, (Beirut: Dar al-Ihya‟ al-Turats al-Arabi 2002 M) juz 1/75

Hendriadi, “Tafsir Al-Qur’an: Kajian Singkat atas Metode Tafsir Ijmali”, Al-Ihda’: Jurnal Pendidikan dan
Pemikiran Vol, No. 2, January 2019, h. 5-6.

adar M. Yusuf, Op. Cit., h. 137, 15 Syahrin Pasaribu, “Metode Muqaran dalam Al-Qur’an”, Jurnal Wahana
Inovasi, Vol. 9, No. 1, Januari-Juni 2020, h. 43
Syahrin Pasaribu, “Metode Muqaran dalam Al-Qur’an”, Jurnal Wahana Inovasi, Vol. 9 No.2 , Hal 280.

Moh. Tulus Yamani , Memahami al-Qur’an dengan Metode Tafsir Maudhu’i J-PAI, Vol. 1 No.2 2
Januari-Juni 2015

Anda mungkin juga menyukai