Kelompok 2
Zainul
Asrin
Fondra Surya Surachman
Jasrilapidar
Darinas
DOSEN:
Aguswan Rasyid, Lc. M.A., Ph.D
A. Pendahuluan
Alquran merupakan pedoman hidup yang harus dipahami oleh setiap
muslim. Hanya dengan Alquran lah hidup ini akan terarah dan sesuai dengan
tujuan penghidupan kita di dunia ini.1. Apa-apa yang kita lakukan harus senantiasa
berlandaskan pada tuntunan Alquran. Sehingga sudah menjadi sebuah kewajaran
bagi kita sebagai orang muslim mempelajari isi kandungan dari Alquran agar apa-
apa yang kita lakukan senantiasa sesuai dengan ketentuan agama. Mempelajari
tafsir Alquran adalah salah satu cara yang bisa ditempuh untuk dapat memahami
apa-apa yang menjadi kandungan dari Alquran.
Sebagai kitab yang sakral dan teruji keotentikannya, sangat wajar apabila
Alquran harus diterima secara total sebagai doktrin yang bersifat dogmatis-
1
M Aminullah, “Karakteristik Penafsiran Ayat-Ayat Hukum Dalam Tafsir Ahkam Al-Qur’an Karya
Al-Jashash,” Al-Ittihad: Jurnal Pemikiran Dan Hukum Islam 6, no. 2 (2015): 64–84, http://e-
journal.stisbima.ac.id/index.php/ittihad/article/view/11.
ideologis. Namun alangkah lebih baik dan memuaskan akal pikiran jikalau
Alquran dapat dipahami dengan pendekatan metodologi-rasionalis. Oleh karena
itu beberapa ayat Alquran yang dinilai memiliki makna yang sukar perlu adanya
pemaknaan yang lebih, semisal dengan ta‟wil atau tafsir yang nantinya diharapkan
dapat melahirkan sebuah makna yang jelas dan sesuai dengan konteks yang ada.
Adapun salah satu cara yang dapat ditempuh untuk dapat sampai pada
pemaknaan dan pemahaman yang tepat salah satunya adalah dengan pendekatan
metode tafsir. Dengan memahami metode-metode tersebut akan sangat membantu
kita dalam upaya mencari pemahaman dan pemaknaan suatu ayat secara tepat. Di
dalam ilmu tafsir, dikenal beberapa metode penafsiran yang dapat digunakan
untuk menafsirkan suatu ayat. Setidaknya ada empat metode yang dapat
digunakan, yaitu metode Tahlili (analisis), metode Ijmali (global), metode
Muqaran (komparatif), dan metode Maudhu‟i (tematik)
Metode Tahlili ialah metode penafsiran dengan mengupas seluruh ayat
termasuk seluruh aspek yang berkaitan dengan ayat tersebut. Metode Ijmali
merupakan metode dalam penafsiran dimana dalam menafsirkan ayat hanya
berdasarkan pada gambaran secara umum. Adapun metode Muqaran adalah
penafsiran Alquran dengan membandingkan dengan ayat lain ataupun pendapat
mufasir terdahulu. Dan untuk metode Maudhu‟i yakni menafsirkan ayat-ayat
Alquran berdasarkan tema pembahasan yang sama.
Di dalam karya ini akan dibahas sedikit berkaitan dengan keempat metode
tersebut, termasuk aspek-aspek apa yang berkaitan dengan metode tersebut seperti
ciri-ciri, kelebihan yang dimiliki, kekurangan yang dimiliki dan juga contoh-
contoh penafsiran dengan metode-metode tersebut.
2
Syaeful Rokim, “Mengenal Metode Tafsir Tahlili,” Al - Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir
2, no. 03 (2017): 41–56, https://doi.org/10.30868/at.v2i03.194.
b. Ciri-ciri
Untuk mengetahui metode ini alangkah baiknya kita mengetahui ciri-ciri
yang dimiliki oleh tafsir Tahlili. Adapun ciri-ciri yang dimiliki adalah sebagai
berikut :
1) Keseluruhan ayat ditafsirkan sesuai dengan urutan yang ada dalam mushaf.
2) Penjelasan dilakukan sedikit demi sedikit karena segala segi diteliti dan
dicermati secara mendalam, baik kosakata, hubungan (munasabah), tata bahasa
serta asbabun nuzul.
3) Alat bantu yang digunakan sangat efektif, yakni keahlian suatu disiplin ilmu
yang dimiliki oleh masing-masing mufasir.
4) Acuan awal yang digunakan adalah penekanan pada pengertian filologi.
5) Hadis-hadis atau ayat lain yang mempunyai kosakata serupa digunakan sebagai
batu loncatan.
6) Pemahaman ayat didapatkan melalui pengamatan konteks nas dalam Alquran.
b. Ciri-ciri
Setiap metode penafsiran selalu memiliki karakteristiknya masing-masing, begitu
pula dengan metode Ijmali. Adapun ciri-ciri yang dimiliki oleh metode ini adalah
sebagai berikut :
1) Penafsiran dilakukan sesuai dengan urutan ayat yang tertulis di dalam mushaf.
2) Hasil penafsiran terkesan mirip dengan terjemah maknawi karena tidak
berpegang pada makna kosakata.
3) Penafsiran hanya ditekankan pada penjelasan makna secara umum.
4) Pengungkapan Asbabun Nuzul hanya digunakan sebagai alat bantu jika dirasa
diperlukan dalam menafsirkan suatu ayat.
5) Bentuk kosakata dan penjelasan penafsiran tidak jauh dari siyaq Alquran.5
4
“Muatan Apl. Tafsir Bi Al-Ma’sur Bi Al-Ra’yi.”
5
Ketua Stis Al-ittihad Bima et al., “TAFSIR IJMALI SEBAGAI METODE TAFSIR RASULULLAH,” n.d.,
1–13.
6
Edi Afanurriza, “An-Nafs Al-Muthmainnah Dalam Al-Qur’an Menurut Imam Al-Mahalli Dan Imam
Al-Suyuti Dalam Tafsir Al-Jalalain,” 2015.
pemahaman yang baru dari kedua mufasir yang di bandingkan.7
b. Ciri-ciri
Membandingkan adalah ciri utama yang dimiliki metode ini. Para mufasir
membandingkan ayat dengan ayat lain, ayat dengan hadis ataupun pendapat
mufasir yang satu dengan mufasir yang lainnya. Berikut adalah ciri-ciri metode
muqaran atau komparatif.
1) Cakupan bahasanya sangat luas, sebab membandingkan tiga hal, yakni : ayat,
hadis dan pendapat mufasir yang lainnya.
2) Masing-masing aspek mempunyai ruang lingkup yang berbeda-beda.
3) Ada yang mengaitkan pembahasan dengan konotasi kata atau kalimat (kata
yang sama belum tentu bermakna sama, namun menyesuaikan dengan konteks
yang ada).
4) Membandingkan antara ayat-ayat beredaksi sama, hadis yang memiliki
keserupaan dan pendapat para mufasir mengenai suatu ayat.
10
Wahyudi yasir maladi, Makna Tafsir Maudhui, ed. Eni Zulaiha (Bandung, 2021).
bagi seorang mufasir untuk menuangkan ide-ide ataupun gagasannya dalam
menafsirkan Alquran.
Kekurangan :
1) Ayat-ayat Alquran seolah-olah menjadi bertentangan, hal ini dikarenakan
analisis yang dilakukan oleh seorang mufasir yang biasanya tanpa memerhatikan
ayat-ayat lain yang memiliki kemiripan.
2) Melahirkan penafsiran yang subjektif, biasanya dalam metode ini menimbulkan
corak penafsiran yang cenderung bersifat subjektif. Hal ini bisa saja terjadi akibat
fanatisme mazhab yang terjadi pada diri seorang mufasir. Sehingga kebanyakan
tafsirnya seolah-olah dibuat untuk mendukung mazhabnya.
3) Masuknya cerita isro‟iliyat, hal ini terjadi karena seorang mufasir bebas dalam
mengemukakan pendangannya termasuk yang berkaitan dengan cerita isro‟iliyat
untuk masuk dalam penafsirannya.
Kekurangan :
1) Alquran seolah-olah menjadi parsial, metode ini hanya menjelaskan secara
umum gambaran kandungan yang ada, padahal Alquran adalah satu-kesatuan
yang utuh dimana ketika ditemukan ayat-ayat yang belum memahamkan akan
dijelaskan pada ayat yang lainnya sehingga makna yang terkandung menjadi utuh
dan saling melengkapi. Oleh karenanya, tafsir semacam ini kurang cocok
digunakan untuk memahami Alquran secara utuh.
2) Tidak ada ruang untuk analisis, metode ini tidak bisa digunakan untuk
menganalisis Alquran secara mendalam.
Kekurangan :
1) Memenggal ayat Alquran, pengelompokan pembahasan berdasarkan tema-tema
tertentu mengharuskan mufasir untuk memenggal ayat-ayat yang memuat
beberapa tema dalam satu ayat. Hal ini mungkin dipandang kurang sopan
dikalangan kaum tekstualisme.
2) Membatasi pemahaman ayat pada satu tema, dengan pemenggalan yang
dilakukan, hal ini memaksa pemahaman hanya tertuju pada satu tema. Padahal
bukan tidak mungkin pemahaman suatu ayat dapat dilihat dari berbagai aspek
bahkan ayat lain.
D. Penutup
Secara mendasar didalam upaya menyingkap makna-makna ataupun
maksud dan tujuan yang termuat didalam ayat-ayat al-Quran terdapat empat
metode penafsiran yang dipergunakan oleh para mufasir dalam mengkritisi
maksud-maksud yang terkandunng didalam al-Quran. Keempat metode tersebut
yakni yang pertama, metode Tahlili, kedua, metode Ijmali, ketiga, metode
Muqaran, keempat, metode Maudhu‟i.
Metode tafsir Tahlili dipahami sebagai sebuah metode dalam menganalisis
atau menafsirkan ayat-ayat al-Quran yang dilakukan oleh seorang mufasir dengan
menganalisis keseluruhan ayat yang ada dengan berbagai sisi dan aspek yang
berhubungan dengan ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut.