Anda di halaman 1dari 9

“UJIAN TENGAH SEMESTER”

Disusun Oleh :

LISA LESTARI

NIM. 2020207062

Mata Kuliah : Studi keislaman

Kelas : Pendidikan Biologi 2 (20072)

Dosen pengampu : Dr. Indah Wigati, M.Pdi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH

PALEMBANG

2020
Silahkan Gunakan Analisis Penalaran Dalam Menjawab Ujian Berikut ini:

Kemampuan berpikir dan bernalar sangat dibutuhkan dalam menulis karangan


ilmiah untuk menghasilkan karya yang baik. Menurut Keraf (1992:5) Penalaran
(reasoning, jalan pikiran) yaitu suatu bentuk proses berpikir yang berusaha
menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui
menuju kepada suatu kesimpulan. Menurut teori Toulmin penalaran, mencakup
enam unsur argumen yaitu C (claim), pernyataan , G (ground) alasan atau bukti,
W (warrant) pendukung, B (backing) pendukung tambahan, M (modal qualifier)
kepastian pernyataan atau ukuran klaim, dan R (rebuttal) penyangkalan. Silahkan
pilih salah satu makalah yang sudah dipresentasikan oleh pemakalah kemudian
cari enam unsur penalaran yaitu C (claim), pernyataan , G (ground) alasan atau
bukti, W (warrant) pendukung, B (backing) pendukung tambahan, M (modal
qualifier) kepastian pernyataan atau ukuran klaim, dan R (rebuttal) penyangkalan
dalam pembahasan dan berikan alasan masing-masing.

Penyelesaian :

Makalah Kajian Al – qur’an

Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran islam dan pedoman hidup bagi setiap
muslim. Al-quran bukan sekdar memuat petunjuk tentang hubungan manusia
dengan tuhan, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan sesama nya,
serta manusia dengan alam sekitar nya.
Al – qur’an merupakan kitab suci pedoman dalam setiap lini kehidupan. Al-
qur’an sudah seharusnya dijadikan sebagai landasan utama untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Namun untuk mencapai kebahagiaan di dua
alam itu, seseorang harus mempunyai bekal ‘ulum al-qur’an yang cukup
memadai. Akan lebih baik bila dilakukan beberapa metode penafsiran al – qur’an
yaitu metode ijmali, metode tahliliy, metode muqaran, dan metode mawdlu’i.

Dari definisi diatas tersebut menggambarkan bahwa cakupan ilmu tafsir terdapat
beberapa metode salah satunya ialah metode ijmali.

1. (claim) pernyataan penulis

Dari uraian-uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, Al-Qur’an


adalah sumber utama ajaran islam dan pedoman hidup bagi setiap
muslim. Al-quran bukan sekdar memuat petunjuk tentang hubungan
manusia dengan tuhan, melainkan juga mengatur hubungan manusia
dengan sesama nya, serta manusia dengan alam sekitar nya.

 Kata tersebut menunjukkan kesimpulan yang disampaikan oleh


penulis.
Dari definisi diatas tersebut menggambarkan bahwa Akan lebih baik
bila dilakukan beberapa metode penafsiran al – qur’an yaitu metode
ijmali, metode tahliliy, metode muqaran, dan metode mawdlu’i.

 Kata tersebut menunjukkan pendapat penulis mengenai metode


penafsiran.

2. Ground (alasan atau Bukti)


Adapun metode penafsiran Al-Qur’an sebagai berikut:
A. Ijmali (Umum)
Metode ini, dapat juga kita sebut metode ringkas (ikhtishari),
merupakan teknik pemahaman dengan pemaparan umum, ringkas, dan
sederhana sehinggga memungkinkan untuk di mengerti dengan mudah
oleh pembaca kebanyakan. Objek penafsirannya ayat per ayat secara
berurutan (tartibi). Pembahasannya banyak menanggalkan uraian
mufradat, munasabah, asbab nuzul, dan atsar-nya, namun langsung pada
makna dan maksud globalnya.
B. Tahlili (Uraian Analitis)
Metode tahlili ini merupakan metode tajzi’i karena mengurai secara
detail aspek atau bagia-bagian ayat. Objek penfsirannya, ayat per ayat
secara tartibi-mushafi. Segala sesuatunya dibahas, mulai dari mufradah,
munasabah, asbab nuzul dan atsar-nya secara terperinci.
C. Muqaran
Metode tafsir muqaran merupakan metode perbandingan suatu tema
antara satu atau sejumlah ayat dengan ayat yang lain atau juga dengan
hadist Nabi, qawi tabi’in, pendapat-pendapat para mufasir, atau bahkan
teks injil dan Taurat.
Adapun teknik dari Muqaran sebagai berikut:
a) Perbandingan antar ayat Al-Qur’an baik yang sesuai atau secara
dhahir tampak bertolak belakang. Ilmu musyikil Al-Qur’an
membutuhkan metode ini.
b) Perbandingan antara ayat Al-Qur’an dan hadist Nabi baik yang
sesuai secara dhahir tampak bertolak belakang. Seperti ilmu musyikil
Al-Qur’an, ilmu musyikil al-hadist juga berkepentingan dengan
perbandingan ini.
c) Perbandingan ayat Al-quran dan teks injil-taurat. Perbandingan ini
dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan keunggulan dan
keistimewaan Al-Qur’an dari kitab-kitab samawi yang lain.
d) Perbandingan antar pendapat para musafir tentang suatu ayat.
Dengan perbandingan ini, akan tampak letak perbedaan pendapat
dan aliran para musafir. Dengan perbandingan ini akan tampak dasar
dan dalil pandangan musafir sehingga dapat di alaisis kekurangan
dan kelebihannya.
D. Mawdlu’i (Tematis)
Mawdlu’i merupakan metode yang membahas ayat-ayat al-qur’an
sesuai dengan tema atau judul yang ditetapkan. Secara pratikal, metode
ini digunakan sejak awal islam terutama berkenaan dengan masalah-
masalah topik tertentu. Tetapi secara definitif, dengan metode ini
mengemukakan pada abad ke 14 Hijriyah.ulama-ulama dahulu
menunjukkan beberapa aplikasi kompensional sebagai embrio terknik
mawdlu’i, yaitu
a) Tafsir al-qur’an bi al-qur’an
Menurut al-rumi, jenis ini merupakan elemen paling esensial dalam
metode mawdlu’i. Rasulullah SAW sudah memperaktikkan nya
dahulu dan di contoh oleh para sahabat. Rasulullah SAW
menggunakan teknik ini ketika menafsirkan tentang mafati al ghayb.
b) Tafsir ayat al-Ahkam
Para musafir terdahulu memiliki perhatian besar pada aturan hukum
dalam al-qur’an sehingga muncul tren pembahasan khusus ayat-ayat
hukum dalam Al-Qur’an. Tafsir khusus genre hukum ini mewariskan
jejak terhadap metode mawdlu’i.
c) Al-Asybah wa al-Nadha’ir
Dua istilah diatas ini berhubungan dengan dimensi kata dan makna
dalam Al-Qur’an. Seperti halnya tafsir ayat hukum, dimensi
linguistik Al-Qur’an juga dapat perhatian tematis dari ulama
terdahulu. Kekuatan bahasa al-qur’an mengundang perhatian
tersendiri para ulama sehingga mendorong mereka menyusun karya
tematis kebahasaan al-qur’an dari sisi relasi lafazd dan makna baik
berkenaan dengna aspek keragamanan makna dalam suatu kata atau
keragaman kata sebagai medium makna.
d) Dirasat ulum Al-Qur’an
Perhatian ulama dahulu tidak berhenti pada relasi lafazd dan makna
saja tetap seluruh aspek al-qur’an. Perhatian lebih lanjut ini
memunculkan karya-karya tematik tentang aspek-aspek tertentu dari
ayat-ayat al-qur’an dan menyatuh dalam satu diskursus ilmu bantu
al-qur’an.
 Kata Tersebut Memberikan penjelasan spesifik tentang definisi
metode kajian al-qur’an.

3. Warrant (pendukung)
 Ijmali
Metode tafsir ijmali adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
dengan cara mengemukakan makna global. Menjelaskan ayat-ayat
al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup dengan bahasa yang
populer, mudah dipahami dan mudah dibaca. Sistematika
penulisannya menurut susunan ayat-ayat di dalam mushaf.
Penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an
sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap
mendengar al-Qur’an padahal yang didengarnya itu tafsirnya.
Ciri-Ciri Metode Tafsir Ijmali. Ciri-ciri dari metode ini adalah
mufassir menafsirkan al-Qur`an dari awal sampai akhir tanpa
perbandingan (muqarin) dan penetapan judul (maudu’i). Dalam
metode ijmali tidak ada ruang untuk mengemukakan pendapat
sendiri. Itulah sebabnya, kitab kitab tafsir ijmali tidak memberikan
penafsiran secara rinci, tapi ringkas dan umum, sehingga seakan-
akan kita masih membaca al-Qur`an padahal yang dibaca adalah
tafsirnya. Namun pada ayat-ayat tertentu diberikan juga penafsiran
yang agak luas, tetapi tidak seluas pembahasan pada tafsir tahlili.
Metode ijmali digunakan untuk memahami tafsir dengan
Praktis dan mudah dipahami, hal ini dikarenakan pada metode ini
bahasa yang digunakan cukup umum dan tidak berbelit-belit.
Tafsirnya semacam ini baik digunakan untuk kalangan pemula.
 Tahlili
Tafsir ini berangkat dari kata hallala-yuhallilu-tahiilan yang berarti
menganalisis, mengurai, melepas dan keluar. Ditinjau dari segi
istilah, tafsir Tahlili adalah menafsirkan kandungan Alquran
disertai disertai dengan pemaparan segala aspek yang
berhubungan dengan ayat serta memaparkan makna yang
terkandung sesuai dengan kemampuan seorang mufasir.
Metode ini mengupas makna seluruh ayat di dalam Alquran dari
berbagai sisi sesuai dengan urutan surah dalam mushaf dengan
mengutamakan kandungan kosakata, hubungan antar surah,
hubungan antar ayat (munasabah), sebab-sebab turunnya ayat
(asbabun nuzul), hadis-hadis yang berkaitan dengan ayat, beberapa
pendapat ulama salaf serta pendapat dari mufasir sendiri.
Metode tahalili digunakan untuk Memuat berbagai ide,
metode ini memberikan kesempatan yang begitu luas bagi seorang
mufasir untuk menuangkan ide-ide ataupun gagasannya dalam
menafsirkan Alquran.
 Muqaran
Secara bahasa al-muqaran berangkat dari kata qaarana-yuqaarinu-
muqaaranatan yang mempunyai pengertian menggandeng,
membandingkan, dan menyatukan. Secara istilah, tafsir Muqaran
adalah menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan membandingkan
antara ayat dan ayat atau ayat dengan hadis, baik dari segi isi
ataupun redaksinya. Atau juga dapat didefinisikan dengan suatu
metode tafsir dimana dalam penafsirannya dilakukan dengan
membandingkan hasil penafsiran mufasir yang satu dengan
mufasir yang lainnya sehingga dihasilkan pemahaman yang baru.
Metode muqaran digunakan untuk menambahkan
wawasan yang luas, bagi para pembaca akan sangat diuntungkan
karena dalam metode ini setiap ayat yang dikaji dilihat dari
berbagai disiplin ilmu pengetahuan sehingga pemahaman yang
dihasilkan sangat luas.
 Mawdhu’i
Maudhu’i terbentuk dari kata wadha’a-yadhi’u-wadhi’un-
maudhuu’un yang diartikan menjadikan, meletakkan atau
menetapkan sesuatu pada tempatnya. Secara istilah, tafsir
Maudhu’i adalah menafsirkan ayat-ayat Alquran sesuai dengan
tema-tema yang terkandung di dalam Alquran atau menafsirkan
dengan mengelompokkan ayat-ayat yang memiliki topik atau tema
yang sama. Metode ini dapat dilakukan dengan langkah sebagai
berikut :
1) Mengelompokkan atau mengumpulkan seluruh ayat yang
mempunyai kesamaan topik atau tema.
2) Mendalami kosakata dan asbabun nuzul secara tuntas dan
terperinci.
3) Mencari dalil-dalil yang dijadikan sebagai pendukung, baik
berasal dari Alquran, hadis, maupun ijtihad.
Metode mawdhu’i digunakan untuk menjawab tantangan
zaman, karena pada metode ini seluruh tema dibahas secara
menyeluruh sehingga pemahaman yang dihasilkan sangat luas.

 Terdapat penandaan kebahasaan yang menunjukkan unsur warrant


(Pendukung) yaitu adalah,definisi frasa tersebut memberikan
landasan atau dasar pengertian dari beberapa metode dan
kegunaan dari metode tersebut.

4. Backing (pendukung tambahan)


Terdapat hasil penelitian tentang metode kajian islam :
A. Ijmali (umum)
Menurut al- Rumi membuktikan bahwa, metode ini mirip dengan
translasi makna. Musafir menerangkan pengertian umum dari suatu ayat
dan tidak banyak mengurai masalah etimologi-terminologi. Beberapa hal
penting terkait asbab nuzul, kisah, munasabah, dan lainnya, kalaulah
ditambahkan karena dianggap penting, hanya dikemukakan seraca ringkas.
B. Tahlili (uraian Analitis)
Quraish Shihab membuktikan bahwa, metode tahlili ini dengan
tafsir yang mula-mula mucul secara mandiri dan bersifat tartib mushafi.
Kemunculan metode ini menurut Quraish Shihab mulai dikenal pada
masa penafsiran al-fara’ (w.206 H/819 M), atau Ibn Majah (w.273
H/886 M), atau paling telat pada saat tafsir al-Thabari (w. 310 H/923M)
C. Muqaran
Adapun teknik dari Muqaran sebagai berikut:
a) Perbandingan antar ayat Al-Qur’an baik yang sesuai atau secara
dhahir tampak bertolak belakang. Ilmu musyikil Al-Qur’an
membutuhkan metode ini.
b) Perbandingan antara ayat Al-Qur’an dan hadist Nabi baik yang
sesuai secara dhahir tampak bertolak belakang. Seperti ilmu musyikil
Al-Qur’an, ilmu musyikil al-hadist juga berkepentingan dengan
perbandingan ini.
c) Perbandingan ayat Al-quran dan teks injil-taurat. Perbandingan ini
dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan keunggulan dan
keistimewaan Al-Qur’an dari kitab-kitab samawi yang lain.
d) Perbandingan antar pendapat para musafir tentang suatu ayat.
Dengan perbandingan ini, akan tampak letak perbedaan pendapat
dan aliran para musafir. Dengan perbandingan ini akan tampak dasar
dan dalil pandangan musafir sehingga dapat di alaisis kekurangan
dan kelebihannya.
D. Mawdlu’i (tematis)
Metode mawdlu’i, atau menurut syahrur (lahir 1938) membuktikan
bahwa, metode tartili yaitu metode penafsiran dengan membahas
seluruh ayat yang berkaitan dengan tema tertentu yang di inginkan.
Ayat-ayat sub tema tersebut dikonfigurasi secara kronologis
berdasarkan azbab nuzul, memahami azbab nuzul ayat dengan baik,
memahami korelasi antar ayat termasuk dalam posisinya di suatu surah,
melengkapi data dengan hadis-hadis relevan, dan menyusun krangka
logis makna ayat dalam satu kesatuan gagasan. Produk dari metode ini
berupa tafsir-tafsir mubawwab yang cocok untuk kebutuhan masyarakat
saat ini yang cenderung praktis namun taktis dan sistematis.
Menurut mustafa muslim membuktikan bahwa, istilah tafsir
mawdlu’i baru muncul di abad ini, 14 H/20 M. Ia juga menegaskan
informasi dari al-farmawi bahwa secara metodis, pada masa ini tafsir al-
mawdlu’i diinspirasi oleh ahmad sa’id al-kumi, ketua jurusan tafsir
fakultas usuludin di universitas al- azhar pada akhir tahun 60an.

 Terdapat penandaan kebahasaan yaitu membuktikan bahwa. Frasa


tersebut menegaskan pendapat dari metode-metode kajian islam.

5. Modal Qualifier (Ukuran Kepastian)


Dari metode tersebut maka yang harus dilakukan :
A. Metode ijmali, Metode ini adalah tidak cukup menyediakan informasi
ayat yang intensif (mendalam) dan ekstensif (luas) sehingga
berpotensi mereduksi kekhasan pesan-pesan suatu ayat.
Metode ini cocok untuk keperluan instan bagi kebutuhan pembaca
tafsir kalangan umum dalam memahami Al-Qur’an secara garis besar
Maka yang harus dilakukan penyiaran seperti televisi dan radio
sering menyiarkan kajian tafsir.
B. Metode tahlili, hampir semua tafsir Al-Qur’an era awal dan
pertengahan menggunakan uraian dengan bantuan metode tahlili.
Karena uraian detailnya, Maka yang harus dilakukan menggunakan
teknik analitis-atomistik, cocok untuk keperluan kajian mendalam
untuk memahami al-qur’an.
Informasi yang ditampilkan dapat membingungkan (karena
detailnya dapat sangat beragam), sehingga sukar disimpulkan, parsial
(menyangkut sepotong ayat tertentu), bertele-tele dalam pengulangan
pada ayat-ayat serupa berikutnya, bahkan terkadang keluar dari
konteks (karena sumber tertentu yang digunakan untuk menjelaskan
misalnya sumber israiliyat yang cenderung berlebihan.
C. Metode muqaran, Metode ini tidak cukup memadai memahami pesan
Al-Qur’an bila perbandingannnya bersifat segmented (terbatas pada
bagian tertentu satu-dua ayat saja) akan tetapi sebanding dengan
beban kerja teknik yang lebih sederhana dari pada metode mawdlu’i
yang komprehensif. Metode ini bisa berdiri sendiri dlam bentuk satu
produk tafsir muqaran dan dapat juga menjadi bagian paket metode
tahlili, ijmali, dan mawdlu’i.
Maka yang harus dilakukan dalam memahami metode ini adalah
menggunakan teknik munsabah untuk menemukan, baik keterkaitan
koherensinya ataupun kontradiksinya.
D. Mawdlu’i, Untuk memudahkan pembaca atau penikmat tafsir, dalam
metode ini berupa tafsir-tafsir mubawwab maka yang harus
dilakukan adalah disusun dalam satu bab/tematik tertentu.

6. Rebbutal (Penyangkalan)
a) Namun Metode ijmali ini tidak cukup menyediakan informasi ayat
yang intensif (mendalam) dan ekstensif (luas) sehingga berpotensi
mereduksi kekhasan pesan-pesan suatu ayat. Maka perlu penyiaran
seperti televisi dan radio sering menyiarkan kajian tafsir.
b) Namun Metode tahlili, hampir semua tafsir Al-Qur’an era awal dan
pertengahan menggunakan uraian dengan bantuan metode tahlili.
Karena uraian detailnya, Maka perlu menggunakan teknik analitis-
atomistik, cocok untuk keperluan kajian mendalam untuk memahami
al-qur’an.
c) Namun Metode muqaran, Metode ini tidak cukup memadai
memahami pesan Al-Qur’an bila perbandingannnya bersifat
segmented (terbatas pada bagian tertentu satu-dua ayat saja). Maka
perlu menggunakan teknik munsabah untuk menemukan, baik
keterkaitan koherensinya ataupun kontradiksinya.
d) Namun metode Mawdlu’i ini berupa tafsir-tafsir mubawwab maka
yang harus dilakukan adalah disusun dalam satu bab/tematik
tertentu.
 Dalam rangkaian kalimat tersebut menyampaikan kelemahan dari
claim, penanda yang menunjukan rangkaian kalimat tersebut,
menunjukan rebbutal (penyangkalan pada claim) yaitu terdapat
kata maka yang harus dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai