Anda di halaman 1dari 13

TUGAS:

MAKALAH USHUL FIKIH 2

MURADIF DAN MUSYTARAK

DI SUSUN OLEH KELOMPOK: 5

 SYAHRUDDIN
 JULFIKAR RAHMAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TERNATE

FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

PROGRAM STUDI MUAMALAH

2018
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................

DARTAR ISI...............................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN............................................................................................

A. Latar Belakang............................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................
C. Tujuan Penulisan........................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN..............................................................................................

A. Pengertian Muradif dan musytarak................................................................


B. Penyebab adanya lafal musytarak..................................................................
C. Bentuk-Bentuk Lafal muradif dan musytarak..................................................

BAB III. PENUTUP...................................................................................

A. Kesimpulan..........................................................................
B. Daftar Pustaka.....................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu ushul fiqh sebenarnya merupakan ilmu yang tidak bisa di abaikan oleh seorang
mujtahid dalam upaya memberi penjelasanmengenai nash-nash syariat islam dan dalam
mengali hukum islam yangtidak terdapat nash padanya.ia juga merupakan ilmu yang
diperlukan bagi seorang Hakim (Qadhi) dalam usaha memahami materi secara sempurna.

Untuk dapat memahami al-Quran secara tepat dan efektif maka merupakan keharusan
memahami kaidah kebahasaan terlebih dahulu. Hal ini mengandung arti, seseorang pengkaji
al-Quran harus memahami arti kata, maksud kalimat hingga apresiasi sastra.Kata adalah seni
sehingga dalam memahami kata harus memahami unsur intrinsik kata itu sendiri.

Sering kali dijumpai dalam al-Qur’an lafadh-lafadh yang berbeda namun memiliki arti
yang sama atau yang disebut muradif, begitu pula sebaliknya yang disebut Musytarak,
Muradif atau mutaradif al-Quran memiliki arti sinonim atau kata-kata yang searti. Namun
dalam pembahasan ini apa yang dimaksud sebagai mutaradif al-Quran sebenarnya adalah
merupakan kata-kata yang seakan-akan bersinonim namun sebenarnya tidak. Dan inilah
maksud istilah yang terkandung di dalam berbagai literatur.Sedangkan lafadh yang musytarak
sering kita jumpai seiring dengan siyaqul kalam yang mempengaruhi arti dari lafadh tersebut.

Oleh karena itu makalah ini kami buat guna memahami aspek-aspek yang terdapat pada
muradif dan musytarak, sehingga dapat memahami al-Qur’an secara mendalam dan tidak
terjadi kesalahan dalam memahami ayat-ayat yang kiranya sulit dipahami.
B. Rumusan Masalah

Dari isi pembahasan yang terdapat dalam rumusan masalah ialah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Muradif dan Musytarak

2. Bagaimana Penyebab Adanya Lafazh Musytarak

3. Bagaimana Bentuk-Bentuk Lafal Muradif dan Musytarak

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari isi makalah tersebut ialah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Muradif dan Musytarak

2. Untuk mengetahui Penyebab Adanya Lafadz Musytsrak

3. Untuk mengetahui Bentuk-Bentuk Lafadz Muradif dan Musytarak


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Muradif dan Musytarak

Menurut KH. Mahfudh Shiddiq, yang dimaksud muradif adalah yang memiliki arti satu,
akan tetapi memiliki beberapa lafahz. Sedangkan yang dimaksud dengan musytarak adalah
yang memiliki lafahz satu, akan tetapi memiliki arti lebih dari satu.

Untuk lebih jelasnya dalam memahami pengertian muradif dan musytarak, adalah
sebagai berikut:

1. Pengertian Muradif

Yang dimaksud muradif ialah kalimat yang lafadznya banyak, sedangkan artinya sama,
(sinonin), seperti lafadz al-asad dan al- laitis artinya singa.

2. Pengertian Musytarak

Musytarak ialah lafadz yang digunakan untuk dua arti atau lebih dengan pengunaan yang
bermacam-macam. Dalam definisi lain yaitu lafadz yang digunakan dua makna yang berbeda
atau lebih. Seperti lafadz quruu’ yang memiliki arti berbeda, ada yang mengartikan suci, dan
haidh.

Lafadz musytarak diciptakan untuk beberapa makna yang penunjuknya kepada makna itu
dengan jalan bergantian tidak sekaligus. Misalnya lafadz ‘ain yang diciptakan untuk beberapa
makna. Yakni mata untuk melihat, mata air,dan lain sebagainya

Jadi lafadz musytarak dapat diartikan lafadz yang diletakan atas dua makna atau lebih
dengan peletakan bermacam-macam dimana lafadz itu menunjukan makna yangditetapkan
secara bergantian, artinya lafadz itu menunjukan makna ini atau makna itu. Sebagaimana
lafadz ain ditetapkan menurut bahasa untuk pandangan, untuk mata air yang bersumber, dan
mata-mata. Lafadz alquru ditetapkan dalam bahasa untuk pengertian suci dan haidh.

Ketika kita menjumpai suatu lafadz dalam al-qur’an dan ditemukan pemaknaian yang
berbeda dari referensi yang lain maka lafadz tersebut termaksuk lafadz musytark.
B. Penyebab Adanya Lafadz Musytarak

Penyebab adanya lafasz musytarak dalam bahasa banyak sekali, diantaranya yang
terpenting ialah perbedaan kabilah dalam mempergunakan lafazd untuk menenjukan kepada
beberapa makna. Sebagian kabilah memutlakan lafadz yad pada seluruh hasta, sebagian
kabilah yang lain memutlakan lafadz yad pada lengan dan telapak tangan. Dan sebagian lain
kabilah memutlakannya pada telapak tangan secara khusus. Selanjutnya para ulama mengutip
bahasa menetapkan bahwasanya tangan dalam bahasa arab adalah lafadz musytarak antara
pengertian yang tiga tersebut. Dimana sebabnya lagi ialah penetapan suatu lafadz itu
dipergunakan tidak pada penetapannya secara majas.

Apapun yang menjadi persekutuan makna dalam bahasa maka sesungguhnya lafadz yang
musytarak antara dua makna atau lebih tidaklah sedikit didalam bahasa, dan terdapat dalam
nash-nash syar’iyyah, baik ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadis Rasulullah.

1. Timbulnya Lafadz Musytarak

a. perbedaan beberapa suku di dalam lafadz-lafadz untuk menunjukan beberapa arti. Suku
bangsa arab terdiri dari dua golongan, yaitu, golongan Adnan, dan golongan Qathan. Masing-
masing golongan ini terdiri dari suku yang bermacam-macam dan dusun yang terpencar-
pencar, yang berbeda-beda tempat dan lingkungannya. Kadang-kadang suatu suku membuat
nama untuk suatu pengertian. Kemudian suku lain menamakan suku tersebut untuk suatu
pengertian lainnya yang tidak dimaksuk dengan suku pertama. Kadang-kadang antara kedua
pengertian itu tidak ada sangkut pautnya. Tatkala bahasa arab diambil orang lain dan
dibukukan kedua pengertian itu diambil begitu saja tanpa memperhatikan hubungan dengan
suku yang membuatnya semula.

Misalnya sebagian suku mengartikan ( ‫ ) اليد‬dengan keseluruhan hasta (tangan), yang


lain mengartikan dengan lengan tangan atau telapak tangan, dan yang lain lagi mengartikan
dengan tapak tangan saja. Maka para ahli bahasa menetapkan bahwa ( ‫ ) اليد‬menurut bahasa
arab adalah lafadz yang mempunyai tiga arti yaitu lafadz yang digunakan untuk arti secara
hakiki, kemudian digunakan untuk arti lain secara majas.

b. antara kedua pengertian terdapat arti dasar yang sama. Karenanya satu lafadz bisa
digunakan untuk kedua pengertian tersebut. Inilah yang di sebut isytarak ma’ani (persekutuan
batin). Kadang-kadang orang lantas melupakan arti yang dapat mengumpulkan kedua
pengertian tersebut, dan disangkanya hanya isytarak lafzi (persekutuan), lafadz saja.
Sebagaimana lafadz qur’un yang artinya semula ialah waktu tertentu. Karena malaria disebut
qur’un, karena mempunyai waktu yang tertentu. Orang perempuan dikatakan mempunyai
qur’un sebab ia mempunyai datang bulan yang tertentu dan waktu suci yang tertentu.

Arti dasar yang menghubunkan berbagai pengertian qur’un ialah waktu yang tertentu
(isytirak ma’nawi). Tetapi arti yang menghubungkan arti kemudian dilupakan, sehingga tidak
dikenal hubungan suci dan datang bulan dan dinamakan isytirak lafzi.

c. Mula-mula sesuatu lafadz digunakan untuk suatu arti, kemudian berpindah kepada arti
yang lain dengan jalan majas, karena adanya ‘ alaqah (hubungannya). Alaqah ini kemudian
dilupakan dan kemudian hilang maka disangka kata tersebut digunakan untuk kedua arti yang
sebenarnya (haqiqi) tanpa mengetahui adanya alaqah tersebut.

2. Hukum Lafadz Musytarak dan Dalalahnya

Maksud dari pada syar’at ialah agarkita beramal menurut ketentuan arti lafal-lafal yang
datang dari padanya. Lafadz musytarak tidak menunjukan salah satu artinya yang tertentu.
(dari arti-arti lafadz musytarak) selama tidak ada hal-hal (qarinah) yang menjelaskannya.
Apabila ada lafadz musytarak tanpa penjelasan, padahal yang dikehendaki oleh salah satu
artinya maka dengan sendirinya lafadz musytarak tersebut ditinggalkan. Sebab tidak mungkin
kita bisa beramal sesui dengan petunjuknya (lafal musytarak) selama kita tidak mengetahui
maksud sebenarnya. Berhubungan dengan itu, tiap-tiap lafadz musytarak yang datang dari
syari’at tentu disertai qarinah, baik qawliah (perkataan) atau haliyah (keadaan/suasana).

Contoh:

(228 : ‫صنَ ِبا َ ْنفُ ِس ِهيْنَ ث َ ََلثَةُ قُ ُر ٍؤ ) البقرة‬ َ ‫َو ْال ُم‬
ُ َّ‫طلٌقَاتُ َيت ََرب‬
Artinya:

“Istri-istri yang diceraikan, hendaklah berdiam diri (beribadah) tiga kali suci. (QS. Al-
baqarah : 228)

Lafal qur’un memiliki dua arti, yaitu datang bulan (haid) dan suci. Mana yag dikehendaki
ayat tersebut dari kedua arti ini. Yang dikendaki ialah datang bulan menurut satu pendapat.
Keterangan adalah sebagai berikut.
Sebagaimana yang telah diterangkan diatas, bahwa arti qur,un semula ialah waktu yang
tertentu. Waktu yang tertentu hanya dapat dalam hal-hal yang bergiliran, yang datang kepada
keadaan yang asal (pokok). Maka yang bergiliran disini tidak hanya yang datang bulan sebab
suci adalah keadaan yang asal. Dapat pula ditambahkan keterangannya:

a. maksud Iddah ialah untuk mengetahui tantang tidak adanya kandungan. Tidak adanya
kandungan hanya dapat diketahui dengan adanya datang bulan.

b. Qur’an tidak bisa menyebutkan hal-hal yang baik didengar.

Dari contoh diatas kita mengetahui bahwa yang dimaksud lafadz musytarak disini hanya
satu arti saja. Qarinah disini ialah haliyyah (keadaan).

Contoh lain:

Kata yad (tangan) dalam firman Allah SWT.

(38 : ‫) المعدة‬ َ ‫ارقَةُ فَا ْق‬


‫طعُوا ا َ ْي ِديَ ُه ْم‬ ِ ‫س‬َّ ‫ار ُق َوال‬
ِ ‫س‬َّ ‫َوال‬
Artinya:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonlah tangan keduanya”
(QS, Al-Maidah : 38)

Kata tersebut adalah musytarak antara dzira’ (Dari ujung jari hingga ujung bahu), antara
telapak tangan dan lengan (Dari ujung jari hingga siku).dan antara tangan kiri dan kanan.
Jumhum mujtahid beristidlal dengan sunah amaliyyah untuk menentukan yang dimaksud
dengan tangan ayat itu, yakni dari ujung jari sampai dengan dua pengelangan pada tangan
kanan.

Tidaklah sah menghendaki suatu lafadz musytarak dengan dua makna atau lebih secara
sekaligus, sekiranya hukum yang ada dalam satu waktu, karena sebenarnya suatu lafadz
tidaklah dikehendaki oleh syar’i kecuali pada satu makna saja dari beberapa maknanya,
artinya bahwa lafadz itu adaklanya menunjukan arti itu.

Demikian pula dalam halnya nash perundang-undangan hukum positif, apabila lafadz
musytarak didalamnya antara sejumlah makna kebiasaan, dan pembuat undang-undang tidak
menjelaskan makna yang dikehendakidari lafadz itu, maka wajib dilakukan ijtihad untuk
menentukan maknanya. Tidaklah sah memalsukan lebih dari satu makna pada lafadz
musytarak yang terdapat dalam nash, karene lafadz musytarak tidaklah ditetapkan kecuali
untuk satu makna saja,akan tetapi satu makna itu berkisar antara satu makna atau lebih.

Jika lafadz musytarak ada dalam nash syara’ itu musytarak antara makna kebahasaan dan
makna terminologi syar’i, maka wajib dimaksudkan sebagai maknanya yang bersifat
terminologi syar’i. Kata sholat misalnya ditetapkan menurut bahasa untuk pengertiao doa,
dan ia ditetapkan menurut syara’ untuk ibadah tertentu. Yang dimaksud lafadz itu adalah
maknanya yang bersifat syar,i.yaitu ibadah tertentu. Bukan makna kebahasaan yaitu doa.
Kata thalaq ditetapkan menurut bahasauntuk melepaskan ikatan saja, dan menurut syara’ ia
diletakan untuk pelepasan ikatan pernikahan yang shahih. Maka yang dikehendaki adalah
makna syaribukan makna secara bahasanya saja.

Demikian lafadz musytarak antara makna lughowi dan makna syar’i apabila dalam nash
syar,i maka maksud syar’idari lafadz itu adalah makna yang ditetapkannya untuknya.
Sebabketika lafadz tersebut diindahkan dari pengertian kebahasaannya kepada pengertian
khusus yang dipergunakannya, maka lafadz dalam bahasa syar’i dalalahnya atas pengertian
yang ditetapkan syar’i kepadanya,demikian pula dalam nash perundang-undangan hukum
positif apabila lafadz yang ada dalam nash mempunyai dua makna yaitu makan dalam bahasa
dan makan dalam termininologi perundang-ungdangan, maka wilayah yang dikehendaki
adalah pengertian yang bersifat perundang-undangan bukan kebahasaan, karena sebab yang
telah kami jelaskan

Apabila lafadz musytarak dalam nash syar’i adalah musytarak antara sejumlah makna
kebahasaan, maka wajib dilakukan ijtihaduntuk menentukan makna yang dikehendaki dari
padanya, karene syar’i tidaklah tidaklah menghendakipada suatu lafadz kecuali salah satu
makna saja. Dan seorang mujtahid berkewajiban untuk mengambil penunjuk dengan berbagai
qarinah dan tanda-tanda serta dalil-dalil untuk menentukan maksudnya itu.

Hal-hal diatas dilakukan untuk tidak menimbulkan kebingunan pada masyatakat awan
jika menjumpai lafadz musytarak. Tidaklah sah menghendaki lafadz musytarak dengan dua
makna atau lebih secara sekaligus, sekiranya hukum yang ada dalam satu waktu karena
sebenarnya suatu lafadz tidaklah dikehendaki oleh syar’i kecuali pada satu makna saja.dari
beberapa maknanya.
C. Bentuk-Bentuk Lafal muradif dan musytarak.

Dalam mengetahui bentuk-bentuk lafadz muradif dan musytarak, hal utama yang harus
diperhatikan adalah siyaqul kalamnya.oleh kare itu kami akan berikan contoh-contoh sebagai
berikut.

a. Contoh Lafadz Muradif

dalam Al-Qur’an seorang akan sering menjumpai lafadh-lafadh muradif seperti berikut:

1. Al-Khauf dan khasyah artinya ( Takut). Kedua kata ini memiliki arti yang sama akan tetapi
jelas sudah menjadi rahasia jika kata Al-Khasayah adalah lebih tinggi atau lebih kuat makna
ketakutannya dari pada kata Al-Khauf. Seperti contoh berikut:

‫ب‬ َ ‫سو َء ْال ِح‬


ِ ‫سا‬ َ ‫َّللاُ ِب ِه أ َ ْن يُو‬
ُ َ‫ص َل َو َي ْخش َْونَ َربَّ ُه ْم َويَخَافُون‬ َّ ‫صلُونَ َما أ َ َم َر‬
ِ ‫َو َّالذِينَ َي‬

Artinya:

“ Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah diperintahkan supaya


dihubungkan dan mereka takut kepada tuhannya dan takut terhadap hisab yang buruk.”

Dalam ayat ini memberitahukan bahwa sesungguhnya al-khasyah di khususkan hanya


untuk Allah SWT. Sebab lafadz al-khasyah berfaedah memuliakan. Sedangkan lafadz al-
khauf melemahkan atau dha’if.

2. Asy-syukh dan al-bukhl.artinya pelit atau kikir. Al-Askary juga membedakan al-bukhl
dengan kata adl-dlann. Dengan adl-dlann yang berarti kecelanaan atau aibnya, namun al-
bukhl karena keadaannya. Seperti contoh berikut:

ِ ‫علَى ْالغَ ْي‬


‫ب‬ َ ‫َو َما ُه َو‬
‫ضنِين‬
َ ِ‫ب‬

Artinya:

“Dan dia (muhammad) bukanlah orang yang bakhiluntuk menerangkan yang gaib.”

3. Hasad dan Al-Hiqdu (dengki). Seperti pada contoh berikut:


َّ ‫طلَ ْقت ُ ْم إِلَى َمغَانِ َم ِلت َأ ْ ُخذُوهَا ذَ ُرونَا نَتَّبِ ْع ُك ْم ي ُِريدُونَ أ َ ْن يُبَ ِدلُوا َك ََل َم‬
‫َّللاِ قُ ْل لَ ْن‬ َ ‫سيَقُو ُل ْال ُمخَلَّفُونَ إِذَا ا ْن‬
َ
َ‫تَت َّ ِبعُون‬

Artinya:

“ Orang-orang yang badwi yang tertinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat
untuk mengambil barang rampasan, biarlah kami niscaya kami mengikutimu, mereka hendak
merubah janji Allah. Katakanlah: “kamu sekali-kali tidak boleh mengikuti kami; demikian
Allah telah menetapkan sebelumnya; mereka mengatakan: “sebenarnya kamu dengki kepada
kami. Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali.”

3. As-sabil dan at-thariq (jalan). Seperti pada contoh berikut:

‫س ِبي ُل‬
َ ِ ‫ص ُل ْاْل َيا‬
َ‫ت َو ِلت َ ْستَبِين‬ ِ َ‫نُف‬ َ‫َو َكذَلِك‬
َ‫ْال ُمجْ ِر ِمين‬

Artinya:

“Dan demikianlah kami terangkan ayat-ayat al-Qur’an supaya jelas jalan orang-orang
yang saleh, dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.”

b. Contoh Lafadz musytarak

contoh lafadz musytarak yang sering kita jumpai dalam surah Al-Baqarah : 288adalah
sebagai berikut:

َ ‫َو ْال ُم‬


‫طلَّقَاتُ َيت ََربَّصْنَ ِبأَنفُ ِس ِه َّن ث َ ََلثَةَ قُ ُروء‬

Artinya:

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.”

Lafadz quruu’dalam ayat tersebut, dalam bahasa bahasa arab bisa berarti suci dan bisa
berarti pula berarti masa haidh. Oleh karena itu, seorang mujtahid harus mengerahkan
segala.kemampuaanya untuk mengetahui arti yang dimaksud oleh syari’dalam ayat tersebut.

Para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan lafadz quru’tersebut diatas. Sebagian
ulama yaitu iman syafi’i mengartikannya dengan masa suci. Alasan beliau antara lain adalah
karena adanya indikasi tanda muanas pada adad’ (kata bilangan: tsalatsah) yang menurut
kaidah bahasa ma’dudnya harus mudzakkar, yaitu lafadz al-thuhr (suci). Sedangkan iman abu
hanifah mengartikan masa haidh. Dalam hal ini beliau beralasan bahwa lafadz tsalasah adalah
lafadz yang khas secara dzhirvmenunjukan sempurnanya masing-masing quru’dan tidak ada
pengurangan dan tambahan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari isi makalah diatas yang menjadi kesimpulan pembahasan ialah sebagai berikut:

1. Yang dimaksud muradif ialah kalimah yang lafadznya banyak, sedangkan artinya sama,
(sinonin), seperti lafadz al-asad dan al- laitis artinya singa. Musytarak ialah lafadz yang
digunakan untuk dua arti atau lebih dengan pengunaan yang bermacam-macam. Dalam
definisi lain yaitu lafadz yang digunakan dua makna yang berbeda atau lebih. Seperti lafadz
quruu’ yang memiliki arti berbeda, ada yang mengartikan suci, dan haidh.

Jadi lafadz musytarak dapat diartikan lafadz yang diletakan atas dua makna atau lebih
dengan peletakan bermacam-macam dimana lafadz itu menunjukan makna yangditetapkan
secara bergantian, artinya lafadz itu menunjukan makna ini atau makna itu. Sebagaimana
lafadz ainditetapkan menurut bahasa untuk pandangan, untuk mata air yang bersumber, dan
mata-mata. Lafadz alquru ditetapkan dalam bahasa untuk pengertian suci dan haidh.

2. Penyebab adanya lafasz musytarak dalam bahasa banyak sekali, diantaranya yang
terpenting ialahperbedaan kabilahdalam mempergunakan lafazd untuk menenjukan kepada
beberapa makna. Sebagian kabilah memutlakan lafadz yad pada seluruh hasta, sebagian
kabilah yang lain memutlakan lafadz yad pada lengan dan telapak tangan. Dan sebagian lain
kabilah memutlakannya pada telapak tangan secara khusus.

3. dalam Al-Qur’an seorang akan sering menjumpai lafadh-lafadh muradif seperti berikut:

1. Al-Khauf dan khasyah artinya ( Takut). Kedua kata ini memiliki arti yang sama akan tetapi
jelas sudah menjadi rahasia jika kata Al-Khasayah adalah lebih tinggi atau lebih kuat makna
ketakutannya dari pada kata Al-Khauf. Seperti contoh berikut:

‫ب‬ َ ‫سو َء ْال ِح‬


ِ ‫سا‬ ُ َ‫ش ْونَ َربَّ ُه ْم َويَخَافُون‬ َ ‫َّللاُ ِب ِه أ َ ْن يُو‬
َ ‫ص َل َو َي ْخ‬ َّ ‫صلُونَ َما أ َ َم َر‬
ِ ‫َو َّالذِينَ َي‬

Artinya:
“ Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah diperintahkan supaya
dihubungkan dan mereka takut kepada tuhannya dan takut terhadap hisab yang buruk.”

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qathan, Manna’Khalil, Mudzakir As, 1992. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, terjemahan,


Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa.

Shiddiq, Mahfudh, 1992. Ibanatun Nathiqi Fi Ilmi Mmanthiqi, Jepara: t.p

Yahya, Mukhtar, 1986. Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fikih Islam, Bandung: Al-Ma’arif.

Anda mungkin juga menyukai