SKRIPSI
Oleh
MISBAKHUL MUNIR
NIM. 3103294
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
MOTTO
(163 :ﻢ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﻴﺮﺣ ﻦ ﺍﻟ ﻤ ﺣ ﻮ ﺍﻟﺮ ﻪ ﹺﺇﻷﱠ ﻫ ﺪ ﹶﻻ ﹺﺇﹶﻟ ﺣ ﺍﻪ ﻭ ﻢ ﹺﺇﹶﻟ ﻜﹸﻭﹺﺇﹶﻟﻬ
Adapun Tuhanmu itu adalah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan melainkan dia
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (QS. Al Baqarah : 163)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan tidak mengurangi rasa syukurku kepada Allah swt, Tuhan sumber
segala muara esensi.
Kupersembahkan totalitas usaha, karya, dan buah pikiran Skripsi ini untuk:
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi
ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Misbakhul Munir
NIM. 3103294 (033111294)
viii
KATA PENGANTAR
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................... ii
PENGESAHAN ............................................................................................... iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
DEKLARASI ................................................................................................... v
MOTTO ........................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Penegasan Istilah ....................................................................... 5
C. Perumusan Masalah ................................................................... 7
D Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 8
E. Metodologi Penelitian................................................................ 9
F. Sistematika Penulisan Skripsi .................................................... 12
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 88
B. Saran............................................................................................ 89
C. Penutup........................................................................................ 89
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
tidak ada daya upaya dan kekuatan yang akan mempengaruhi kecuali hanya
Tuhan semata. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu disebut
tauhid,3 Namun banyak anggota masyarakat belum memahami secara
mendalam tentang tauhid, mereka hanya mengetahui tauhid sebatas
pengakuan dan ucapan yang diwujudkan dalam bentuk penyembahan dan
ritual. Padahal kepercayaan manusia kepada Yang Maha Esa itu berkembang
sesuai dengan perkembangan pikiran dan peradaban manusia itu sendiri.
Kepercayaan tentang adanya Tuhan yang amat mendalam dan sangat penting
adalah tidak terdapat dalam kalangan orang-orang biasa.
Keyakinan tentang adanya Tuhan tidak merupakan hasil pikiran
seorang pujangga, akan tetapi merupakan hasil dari pengalaman bertahun-
tahun ketika manusia berjuang melampaui kegelapan spiritisme dan politisme
sampai pada tingkatan yang tertinggi.4 Untuk mencapai ke tingkatan yang
lebih tinggi ini, manusia terlebih dahulu melalui proses pendidikan yaitu
seorang guru terlebih dahulu memberikan ajaran agama kepada murid
terutama tentang ketauhidan.
Hal itu sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah saw, yang
menanamkan akidah tauhid ke dalam jiwa umatnya dengan menundukkan
pandangan, mengarahkan pikiran, membangkitkan rasio dan mengingatkan
perilaku. Rasulullah saw. mereformasi dan menganjurkan penanaman akidah
tauhid dengan pendidikan dan mengembangkannya sehingga dapat
mengantarkan pada puncak kesuksesan, dapat memalingkan umat dari
menyembah berhala dan syirik pada akidah tauhid.5
Esensi peradaban Islam adalah Islam itu sendiri dan esensi Islam
adalah tauhid atau pengesaan Tuhan, yaitu tindakan yang menegaskan bahwa
Allah sebagai Yang Maha Esa, Pencipta yang mutlak dan transenden,
Penguasa segala yang ada.6 Dengan demikian, masalah pendidikan tauhid
3
Zainuddin, Ilmu Tauhid lengkap, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), hlm. 3.
4
Dikutip dari bukunya M. Habib Mustopo, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1998), hlm. 32.
5
Sayid Sabiq, Akidah Islam : Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu, (Surabaya: Al Ikhlas, 1996), hlm. 36.
6
Ismail Raji Al Faruqi, Tauhid, (Bandung: Pustaka, 1995), hlm. 16.
3
dalam Islam mendapat perhatian utama dan menjadi tugas terpenting para
rasul. Tauhid itu sebagai misi yang dibawa oleh seluruh para Nabi Allah swt.
untuk disampaikan kepada umatnya, kemudian misi tersebut dilanjutkan oleh
para pewaris nabi (ulama) hingga sampai ke Indonesia, antara lain pulau Jawa,
dan pelopornya antara lain Wali Sanga. Dalam sejarah penyebaran agama di
Jawa, Islam mengalami perkembangan yang cukup unik.
Suatu hal yang sangat menarik ditinjau dari sudut agama adalah
pandangan yang bersifat sinkretis yang mempengaruhi watak dari kebudayaan
dan kepustakaan Jawa. Dan kepustakaan Jawa sendiri terbagi menjadi dua
bagian, yaitu kepustakaan Islam santri dan kepustakaan Islam kejawen.7Salah
satu kepustakaan Islam kejawen yang dimaksud ialah Serat Wirid Hidayat
Jati, yang untuk selanjutnya disingkat SWHJ. Karya sastra tersebut berisi
ajaran ketauhidan (ilmu kemakrifatan) yang bersumber dari riwayatnya
wiradat, ajaran wali di pulau Jawa. SWHJ merupakan salah satu karya sastra
yang berbentuk prosa, yang disusun oleh R. Ng. Ranggawarsita, seorang
pujangga Jawa Muslim, yang hidup dan berkarya pada pertengahan abad ke-
19.8 Karya sastra ini dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial, karena karya
sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu berkaitan dengan
kehidupan masyarakat, norma-norma dan adat istiadat zaman itu.9
Pengarang menggubah karyanya selaku anggota masyarakat sekaligus
menyapa pembaca yang sama-sama merupakan anggota masyarakat tersebut.
Pembahasan hubungan sastra dan masyarakat, biasanya bertolak dari frase,
menurut De Bonald bahwa “literature is an expression of society “.10
Karya sastra yang unggul, kerap kali dipandang sebagai cerminan
hidup masyarakat. Karya sastra tersebut dapat sampai kepada pembaca lewat
perjalanan yang panjang dari generasi ke generasi. Hubungan sangat kuat
antara karya sastra, pengarang dan pembaca telah membentuk ketiganya
7
Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, (Jakarta: Univesitas
Indonesia Press, 1988), hlm. 2.
8
Ibid., hlm. 37.
9
Zulfahnur Z. F., dkk., Teori Sastra, (Jakarta: Depdikbud, 1998), hlm. 21.
10
Rene Wellek and Austin Warren, Theory of Literature, (New Zealand: Penguin Book,
1973), hlm. 95
4
menjadi satu kesatuan yang saling terkait dalam kehadirannya di jagad sastra.
Sebagai hasil karya seorang pujangga, kehadirannya tidak bisa lepas dari
fungsi penyaluran ide pribadi pengarangnya. Bagi masyarakat pembaca, karya
sastra juga mempengaruhi pola tingkah laku mereka karena karya sastra
mengandung unsur pendidikan dan ajaran yang bisa dianut.11
R. Ng. Ranggawarsita telah mampu membawa perubahan besar pada
peta kesusastraan Jawa pada masa itu. Bahkan melalui karya-karyanya,
akhirnya beliau mampu menciptakan suatu garis anutan bagi pembentukan
watak pribadi suatu pola perilaku masyarakat Jawa secara luas. Ini bisa
dipelajari melalui tulisan-tulisannya. Di antara karya sastranya yang paling
terkenal hingga sekarang serat wirid hidayat jati.12 Serat inilah yang akan
dibahas oleh peneliti karena isinya mengandung nilai pendidikan tauhid.
Pujangga tersebut dalam menyusun karya sastra berupa SWHJ,
memuat ajaran Islam dan tradisi budaya Jawa sehingga menimbulkan
persinggungan antara nilai Islam dan nilai budaya Jawa. Persinggungan Islam-
Jawa menjadi persoalan pelik dan telah menghasilkan sejumlah pemikiran
yang patut dijadikan pertimbangan awal.
Menurut Mark R. Wooward, Islam mengalami keberhasilan yang
sempurna di Jawa karena Islam merupakan kekuatan dominan dalam ritus dan
kepercayaan orang Jawa. Pertemuan Islam dan Jawa secara stereotype
(berpandangan sebelah saja) digambarkan berjalan amat damai dan mulus.
Islam yang universal dan Jawa yang akomodatif dianggap sebagai pilar
penyangga utamanya.13
Sejarah Islam-Jawa tidak sekedar soal konversi (peralihan bentuk), tapi
juga soal penegakan Islam sebagai agama kerajaan, suatu proses yang
11
Zulfahnur Z. F., dkk., op. cit., hlm. 12.
12
Adapaun serat atau karya R. Ngabehi Ronggowarsito yang lain diantaranya:
Pustakaradja (memuat cerita wayang Mahabarata), Tjemporet (cerita roman yang bahasanya
indah), Kalatidha (yang terkenal dengan gambaran zaman edan), Jaka Lodhang (berisi ramalan
tentang datangnya zaman baik atau bisa ditafsiri sebagai ramalan akan datangnya kemerdekaan
negara Indonesia), Sabda tama (ramalan tentang sifat zaman makmur dan tingkah laku manusia
yang loba tamak), Sabdajati (berisi tentang ramalan zaman hingga sang pujangga minta diri untuk
memenuhi panggilan Tuhan), lihat R. M. Ng. Poerbatjaraka, Kapustakan Djawi, (Jakarta:
Djambatan, 1954), hlm. 163.
13
Mark R. Woodward, Islam Jawa, (Yogyakarta: LKiS, 1999), hlm. 4.
5
B. Penegasan Istilah
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang masalah yang akan peneliti
kemukakan dan agar tidak terjadi perbedaan persepsi perlu dijelaskan dan
ditegaskan maksud serta batasan-batasan istilah yang digunakan. Adapun
istilah-istilah yang perlu ditegaskan pengertiannya di sini adalah sebagai
berikut:
14
Selain itu ada juga wedharan wahananing dat, gelaran kahananing dat, panetep iman
dlsb, lihat Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, (Jakarta: Univesitas
Indonesia Press, 1988), hlm. 174-175.
6
15
M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
1996),hlm. 62
16
Pengalaman ketauhidan yang tercermin pada diri manusia disebabkan seseorang telah
mengetahui dan menginsafi kebenaran kedudukan Allah, menyadari akan keagungan dan
kebesaran-Nya sehingga dari sini segala apa yang dilakukan akan mengarahkasn tujuan
pandangannya ke arah yang baik dan benar. Buah mengenal (ma’rifat) akan adanya Allah ini, di
antaranya akan tersimpul dalam bentuk sikap sebagai berikut :
a. Adanya perasaan merdeka dalam jiwa dari kekuasaan orang lain
b. Adanya jiwa yang berani dan ingin terus maju membela kebenaran
c. Adanya sikap yakin, bahwa hanya Allahlah yang Maha Kuasa memberi rizki
d. Dapat menimbulkan kekuatan moral pada manusia (kekuatan Maknawiah) yang dapat
menghubungkan manusia dengan sumber kebaikan dan kesempurnaan (Allah)
e. Adanya ketetapan hati dan ketenangan jiwa.
f. Allah memberikan kehidupan sejahtera kepada orang mukmin di dunia, lihat Sayyid Sabiq,
Aqidah Islam, terj. Moh. Abdul Rahtomy, (Bandung : Diponegoro, 1996), hlm. 133-13
7
C. Perumusan Masalah
Langkah selanjutnya setelah penegasan istilah adalah perumusan
pokok permasalahan yang akan dikaji. Menurut Suharsimi Arikunto,
17
Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, (Jakarta: Univesitas
Indonesia Press, 1988), hlm. 277.
18
Ibid
19
R. Ng. Ronggowarsito Wirid Hidayat Jati, (Semarang: Dahara Prize, 1974), hlm. 3.
8
“permasalahan yang paling baik apabila permasalahan itu datang dari diri
sendiri, karena hal itu didorong oleh adanya kebutuhan untuk memperoleh
jawabannya”.20 Pokok permasalahan pengkajian dalam hal ini sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan tauhid?
2. Bagaimana isi kitab SWHJ karya R. Ng. Ranggawarsita?
3. Unsur atau aspek pendidikan tauhid apa saja yang mungkin terdapat dalam
SWHJ karya R. Ngabehi Ronggowarsito?
20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), hlm. 22.
9
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan
pendekatan pustaka (library research), yaitu suatu pendekatan yang
mengkaji serta mengggunakan literature sebagai bahan acuan dan rujukan
dalam mengelola data.21 Penelitian kualitatif ini sebagai prosedur penilaian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
seseorang yang dapat diamati.22 Dalam hal ini objeknya adalah pemikiran
tauhid yang terkandung dalam SWHJ karya Pujangga R. Ng.
Ranggawarsita.
21
Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gajahmada
University Press, 1999), hlm. 23
22
Sudarto M. Hum., Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Grafindo Persada, 1997),
hlm. 62
10
3. Analisis Data
Data yang telah terkumpul diolah dengan Metode
a. Hermeneutika
Hermeneutika diartikan sebagai proses mengubah sesuatu dari
situasi ketidaktahuan menjadi mengerti, secara harfiah dapat diartikan
sebagai penafsiran atau interpretasi. Karya tokoh diselami untuk
23
Saifudin Anwar, MA., Metode Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1998),
hlm. 91
11
24
Sudarto M. Hum., op.cit., hlm. 84.
25
Dikutip dari seni menerjemahkan karya A. Widyamartaya, hlm. 20
26
Sudarto M. Hum., op.cit.,., hlm. 61.
12
27
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Bina Aksara, 2000), hlm. 321.
28
Rene Wellek and Austin Warren, Theory of Literature, terj. Melani Budianta, Teori
Kesusastraan, (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), hlm. 157.
13
2. BAGIAN ISI
Bagian ini memuat beberapa bab sebagai berikut.
BAB I : Pendahuluan
Bab ini memuat : Latar Belakang Masalah, Alasan Pemilihan
Judul, Penegasan Istilah, Permasalahan Penelitian, Tujuan
Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penelitian untuk
Skripsi.
BAB V: Penutup
Bab ini berisi Simpulan, Saran-saran dan Penutup.
3. BAGIAN AKHIR
Pada bagian ini memuat : Daftar pustaka, Lampiran-lampiran dan
Daftar Riwayat Hidup Penyusun.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PENDIDIKAN TAUHID
A. Pendidikan Tauhid
1. Pengertian Pendidikan Tauhid
Pendidikan merupakan hal yang penting bagi kehidupan
manusia. Dengan pendidikan itulah manusia dapat maju dan berkembang
dengan baik, melahirkan kebudayaan dan peradaban positif yang
membawa kebahagian dan kesejateraan hidup mereka. Hal ini disebabkan
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin tinggi pula
tingkat kebudayaan dan peradabannya. Kata pendidikan berasal dari kata
dasar didik atau mendidik, yang secara harfiah berarti memelihara dan
memberi latihan.29
Dalam bahasa Arab kata pendidikan juga berasal dari kata
rabba-yurabbi-tarbiyatan, berarti mendidik, mengasuh dan memelihara.30
Bahasa Arab pendidikan juga sering diambilkan dari kata ‘allama dan
addaba. Kata allama berarti mengajar (menyampaikan pengetahuan),
memberitahu, mendidik. sedang kata addaba lebih menekankan pada
melatih, memperbaiki, penyempurnaan akhlak (sopan santun) dan berbudi
baik.31 Namun kedua kata tersebut jarang digunakan untuk
diterapkan sebagai wakil dari kata pendidikan, sebab pendidikan itu harus
mencakup keseluruhan, baik aspek intelektual, moralitas atau
psikomotorik dan afektif.
Dengan demikian, ada tiga istilah pendidikan dalam konteks Islam
yang digunakan untuk mewakili kata pendidikan, yaitu tarbiyah,
ta’lim dan ta’dib. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, kata tarbiyah
dipandang tepat untuk mewakili kata pendidikan, karena kata tarbiyah
29
Muhibin Syah, M. Ed., Psikologi Pendidikan, Editor : Anang Solihin Wardan, PT.
Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, hlm 32.
30
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir, (Yogyakarta : PP. Al Munawwir,
1989), hlm. 504
31
Ibid. hlm. 461 dan 1526
14
15
ﻓﺎﻟﺘﺮﺑﻴﺔ ﺍﺫﻥ. ﺇﻥ ﺍﻟﺘﺮﺑﻴﺔ ﻫﻲ ﺍﳌﺆﺛﺮﺍﺕ ﺍﳌﺨﺘﻠﻔﺔ ﺍﱃ ﺗﻮﺟﻪ ﻭﺗﺴﻴﻄﺮ ﳊﻴﺎﺓ ﺍﻟﻔﺮﺩ
34
ﺗﻮﺟﻴﻪ ﻟﻠﺤﻴﺎﺓ ﺍﻭ ﺗﺸﻜﻴﻞ ﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﻣﻌﻴﺸﺘﻨﺎ
Pendidikan adalah berbagai macam pengaruh guna menghadapi
hidup seseorang. Jadi pendidikan berarti menyongsong kehidupan
atau pembentukan pola hidup seseorang.
32
Abdul Halim (ed.), Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hlm. 25
33
St. Vembriarto, dkk., Kamus Pendidikan, (Jakarta : Grasindo, 1994), hlm. 47
34
Shaleh Abdul Aziz, At Tarbiyyah wa Thariq At Tadris, (Lebanon : Daarul Ma’arif,
1979), hlm. 13
35
Dikutip dalam karya Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al Ghazali tentang Pendidikan,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 56
16
36
UU RI. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tahun 2003, hlm. 3
37
Ahmad Warson Munawwir, op. cit., hlm. 164
38
Syekh Muhammad Abduh, Risalah At Tauhid, terj. H. Firdaus A. N., (Jakarta : Bulan
Bintang, 1992), hlm. 3
39
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), hlm. 1
17
40
M. Hamdani B. DZ, Pendidikan Ketuhanan dalam Islam, (Surakarta : Muhammadiyah
University Press, 2001), hlm. 10
41
Ibid., hlm. 10
42
M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
1996),hlm. 62
18
potensi laten yang dimiliki oleh setiap manusia, yang dalam bahasa
Islamnya potensi laten ini disebut dengan fitrah beragama. Oleh sebab itu
pendidikan tauhid lebih diarahkan pada pengembangan fitrah
keberagamaan seseorang sebagai manusia tauhid. Dengan kata lain
pendidikan tauhid adalah usaha mengubah tingkah laku manusia
berdasarkan ajaran tauhid dalam kehidupan melalui bimbingan, pengajaran
dan pelatihan dengan dilandasi oleh keyakinan kepada Allah semata.
Hal ini sesuai dengan karakteristik ajaran Islam sendiri yaitu,
mengesakan Allah dan menyerahkan diri kepada-Nya. Allahlah yang
mengatur hidup dan kehidupan umat manusia dan seluruh alam. Dialah
yang berhak ditaati dan dimintai pertolongan-Nya.43
43
Zaky Mubarok Latif, dkk., Akidah Islam, UI Press, Yogyakarta, 1998, hlm. 80
44
Syekh Muhammad Abu Zahra, Al ‘Aqidah Al Islamiyyah, (ttp : ‘Udhwal Majmu’,
1969), hlm. 18
45
M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an, (Bandung : Mizan, 1996), hlm. 19
19
tentang Tuhan dimulai dengan pengenalan perbuatan dan sifat Tuhan yang
terlihat dari wahyu pertama turun,46 yaitu yang diawali dengan kata
iqra’(bacalah).
Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai tauhid dalam pendidikan model
Islam merupakan masalah pertama dan utama yang dikedepankan sehingga
semua orientasi proses pendidikan akhirnya akan bermuara pada pengakuan
akan kebesaran Allah. Adapun Materi pendidikan tauhid yaitu:
1. Adanya Wujud Allah
Untuk membuktikan mengenai wujud Allah, yaitu dengan upaya
mengingatkan akal pikiran manusia, mengarahkan pandangannya kepada
fenomena alam semesta, melakukan perbandingan dengan dimensi yang
hak, memperhatikan tatanan dan peraturan alam serta berlangsungnya
hukum sebab akibat sehingga manusia dapat sampai kepada suatu konklusi
yang meyakinkan bahwa alam semesta ini mempunyi pencipta dan
pencipta ini pasti wajibul wujud lagi Maha mengetahui, Maha Bijaksana
dan Maha Kuasa.47
Bila kita perhatikan alam ini maka timbul kesan adanya
persesuaian dengan kehidupan manusia dan makhluk lain. Persesuaian ini
bukanlah suatu yang kebetulan melainkan menunjukkan adanya
penciptaan yang rapi dan teratur yang berdasarkan ilmu dan
kebijaksanaan; sebagaimana siang dan malam, matahari dan bulan, empat
musim, hewan dan tumbuhan serta hujan. Semua ini sesuai dengan
kehidupan manusia. Hal ini menampakkan kebijaksanaan Tuhan. Dengan
memperhatikan penciptaan manusia, hewan dan lainnya, menunjukkan
bahwa makhluk-makhluk tersebut tidak mungkin lahir dalam wujud
dengan sendirinya. Gejala hidup pada beberapa makhluk juga berbeda-
beda. Misalnya tumbuh-tumbuhn hidup, berkembang dan berubah.
Hewan juga hidup dengan mempunyai insting, dapat bergerak,
bekembang, makan dan mengeluarkan keturunan. Manusia pun demikian,
46
Ibid., hlm 23
47
M. Hamdani B. Dz., op. cit., hlm 15
20
akan tetapi manusi mempunyai kelebihan yaitu dapat befikir. Hal ini
menunjukkan adanya penciptaan yang mengehendaki supaya sebagian
makhluk-Nya lebih tinggi daripada sebagian yang lain.
Selain itu, seseorang bisa mengetahui keberadaan sesuatu tanpa
harus melihatnya secara materi. Dalam kehidupan sehari-hari ini seseorang
bisa mengakui bahwa untuk mengetahui adanya angin dapat dengan cara
merasakannya dan melihat bekas-bekasnya. Seseorang mengakui adanya
nyawa tanpa melihatnya sehingga hal ini cukup menguatkan asumsi bahwa
untuk membuktikan adanya Tuhan tidak harus dengan pembuktian
material.
Dalam jiwa manusia sebenarnya telah tertanam suatu perasaan
adanya Allah, suatu perasaan naluriah (fitrah) yang diciptakan oleh Allah
pada diri manusia sendiri; sebagaimana Firman Allah dalam Surat Ar
Ruum ayat 30:
ﻪ ﺨ ﹾﻠ ﹺﻖ ﺍﻟﻠﱠ
ﻟ ﻳ ﹶﻞﺒﺪﺗ ﺎ ﹶﻻﻴﻬﻋﹶﻠ ﺱ
ﺎﺮ ﺍﻟﻨ ﻲ ﹶﻓ ﹶﻄﻪ ﺍﱠﻟﺘ ﺮ ﹶﺓ ﺍﻟﻠﱠ ﻓ ﹾﻄ ﺣﻨﹺﻴﻔﹰﺎ ﻳ ﹺﻦﻠﺪﻚ ﻟ ﻬ ﺟ ﻭ ﻢ ﻗﹶﻓﹶﺄ
(30 : ﻮ ﹶﻥ )ﺍﻟﺮﻭﻡﻌﹶﻠﻤ ﻳ ﺱ ﹶﻻ ﺎ ﹺﺮ ﺍﻟﻨ ﻦ ﹶﺃ ﹾﻛﹶﺜ ﻜ ﻭﹶﻟ ﻢ ﻦ ﺍﹾﻟ ﹶﻘﻴ ﻳﻚ ﺍﻟﺪ
ﻟﹶﺫ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah),
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
Agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
(QS. Ar Ruum : 30).48
48
Mahmud Junus, Tarjamah Al Qur’an Al Karim, (Bandung : Al Ma’arif, 1990), hlm.
371
21
Dengan demikian segala sesuatu itu ada pasti ada yang menciptakan, yaitu
Allah Zat Yang Maha Pencipta.49
2. Keesaan Allah
Pendidikan tauhid berikutnya yaitu tentang keesaan Allah. Ajaran
mengenai keesaan Allah ini, sudah diterangkan oleh para rasul Allah
sebelum Nabi Muhammad. Hal ini telihat dari beberapa keterangan yang
terdapat dalam Al Qur’an, misalnya seruan Nabi Shaleh, (QS. 11 : 61),
ajaran Nabi Syu’aib (QS. 11 : 84), ajaran Nabi Musa (QS. 20 : 13-14),
ajaran Nabi Isa (QS. 5 : 72) dan Nabi lainnya semua mengajak kepada
keesan Allah.
Keesaan Allah menurut R. Ng. Ranggawarsita adalah Allah itu Zat
yang pertama kali ada, Maha Awal, Maha Esa dan Maha Suci yang
meliputi sifat, asma dan af’al-Nya.50 Sementara menurut Quraish Shihab
yang menganalisa kata ahad (Esa), ia menggolongkan keesaan Allah
menjadi empat yaitu : keesaan Zat, keesan sifat, keesaan perbuatan dan
keesaan dalam beribadah kepada-Nya.51
Yang dimaksud dengan esa pada Zat ialah Zat Allah itu tidak
tersusun dari beberapa bagian dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Esa pada
sifat berarti sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh
makhluk- Nya. Esa pada af’al berarti tidak seorang pun yang memiliki
perbuatan sebagaimana pebuatan Allah. Ia Maha Esa dan tidak ada
sesembahan yang patut disembah kecuali Allah.52
Dengan demikian dapat dipahami bahwa mulai rasul pertama
sampai generasi terakhir Nabi Muhammad hingga pewaris nabi (ulama),
telah mengajarkan tauhid yang seragam. Yang dinamakan Esa dalam
ajaran Islam adalah tidak atau bukan terdiri dari oknum ganda baik pada
49
Sayid Sabiq, Anshirul Quwwah fil Islam, terj. Haryono S. Yusuf, Unsur-unsur
Dinamika dalam Islam, (Jakarta : PT. Intermasa, 1981), hlm. 7
50
R. Ng. Ranggawarsita, Wirid Hidayat Jati, (Semarang : Dahara Prize, t.t), hlm. 17
51
M Quraish Shihab, op cit., hlm 33
52
M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993), hln. 17
22
nama, sifat maupun zat-Nya. Allah adalah Maha Esa, Zat Yang Maha Suci
yang meliputi nama, sifat dan af’al-Nya, tidak ada Tuhan selain Allah.
3. Hikmah Mengenal Allah
Seseorang yang mengenal sesuatu yang telah memberikan manfaat
pada dirinya maka akan mempunyai kesan atau hikmah terhadap sesuatu
itu. demikian juga apabila seseorang mengenal Tuhan melalui akal dan
hatinya maka ia akan merasakan buah kenikmatan dan keindahan yang
tercermin dalam dirinya. s
Mengenal (ma’rifat) kepada Allah adalah ma’rifat yang paling
agung. Ma’rifat ini menurut Sayid Sabiq adalah asas yang dijadikan
standar dalam kehidupan rohani dan untuk mengenal Allah dengan melalui
cara : berfikir dan menganalisis makhluk Allah, dan mengenal terhadap
namanama dan sifat-sifat Allah.53
Sifat berkenalan dengan Tuhan menurut penjelasan Sutan Mansur
yaitu seseorang merasa berhadapan dengan Tuhan. Keadaan itu terasa
benar-benar dalam diri bukan lagi berupa kira-kira atau meraba-raba.
seseorang merasakan dalam dirinya dan alam semesta dibawah
pengawasan Tuhan dan Tuhan itu memanggilnya supaya berdoa,
mengabdikan diri serta mendekatkan diri kepada-Nya. Seseorang datang
kepada-Nya dengan mengenal siapa Dia, Zat Yang Maha Kuasa.54
Pengalaman ketauhidan yang tercermin pada diri manusia
disebabkan seseorang telah mengetahui dan menginsafi kebenaran
kedudukan Allah, menyadari akan keagungan dan kebesaran-Nya sehingga
dari sini segala apa yang dilkukan akan mengarahkasn tujuan
pandangannya ke arah yang baik dan benar. Buah mengenal (ma’rifat)
akan adanya Allah ini, di antaranya akan tersimpul dalam bentuk sikap
sebagai berikut :
a. Adanya perasaan merdeka dalam jiwa dari kekuasaan orang lain
53
Sayid Sabiq, Aqidah Islam : Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu, (Surabaya : Al Ikhlas, 1996), hlm. 41
54
A.R. Sutan Mansur, Tauhid Membentuk Pribadi Muslim, (Jakarta : Yayasan Nurul
Islam, 1981), hlm 14
23
b. Adanya jiwa yang berani dan ingin terus maju membela kebenaran
c. Adanya sikap yakin, bahwa hanya Allahlah yang Maha Kuasa
memberi rizki
d. Dapat menimbulkan kekuatan moral pada manusia (kekuatan
Maknawiah) yang dapat menghubungkan manusia dengan sumber
kebaikan dan kesempurnaan (Allah)
e. Adanya ketetapan hati dan ketenangan jiwa.
f. Allah memberikan kehidupan sejahtera kepada orang mukmin di
dunia.55
Dengan demikian seorang yang yakin akan keesaan Allah,
mempunyai sikap hidup optimis yang jauh lebih kuat dibandingkan
dengan orang kafir yang menyekutukan Allah, sebagai satu-satunya Rabb,
pencipta alam semesta beserta isinya ini. Keimanan akan hal ini apabila
sudah menjadi kenyatan yang hebat maka akan dapat mengubah dan
beralih, yang merupakan suatu tenaga dan kekuatan tanpa dicari akan
datang dengan sendirinya dalam kehidupan sehigga keimanan dapat
mengubah manusia yang asalnya lemah menjadi kuat, baik dalam sikap,
kemauan, maupun keputusan menjadai penuh harap dan harapan ini akan
dibuktikan dengan perbuatan nyata.
55
Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, terj. Moh. Abdul Rahtomy, (Bandung : Diponegoro,
1996), hlm. 133-139
24
56
Mahmud Junus, op. cit., hlm. 371
25
ﻥ ﻭﺒﺪﻋ ﺎ ﻓﹶﺎﻪ ﹺﺇﻻﱠ ﹶﺃﻧ ﻪ ﻻ ﹺﺇﹶﻟ ﻪ ﹶﺃﻧ ﻴﻲ ﹺﺇﹶﻟﻮﺣﻮ ﹴﻝ ﹺﺇﻻﱠ ﻧﺭﺳ ﻦ ﻣ ﻚ
ﻠﺒﻦ ﹶﻗ ﻣ ﺎﺳ ﹾﻠﻨ ﺭ ﺎ ﹶﺃﻭﻣ
(25: )اﻷﻧﺒﻴﺎء
Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu,
melainkan Kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada
Tuhan melainkan Aku maka sembahlah olehmu sekalian akan
Aku. (QS. An Biya’ : 25).57
Ayat ini menjelaskan bahwa semua rasul itu diutus oleh Allah
untuk menegakkan kalimat tauhid. Tugas mereka yang paling pokok
dan utama adalah menyeru manusia untuk bertauhid kepada Allah,
dengan menyatakan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah
selain Allah. Seruan para rasul itu tentu dengan melalui proses
pendidikan, yaitu dengan memberikan pengajaran tentang ketauhidan.
Pemberian pengajaran tauhid pada diri manusia, pada
hakikatnya adalah menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan
manusia dalam memahami tauhid tersebut sebab setiap manusia sudah
dibekali fitrah tauhid oleh Allah. Sebagaimana Firman Allah
ﺨ ﹾﻠ ﹺﻖ
ﻟ ﻳ ﹶﻞﺒﺪﺗ ﺎ ﹶﻻﻴﻬﻋﹶﻠ ﺱ
ﺎﺮ ﺍﻟﻨ ﻲ ﹶﻓ ﹶﻄﻪ ﺍﱠﻟﺘ ﺮ ﹶﺓ ﺍﻟﻠﱠ ﻓ ﹾﻄ ﺣﻨﹺﻴﻔﹰﺎ ﻳ ﹺﻦﻠﺪﻚ ﻟ ﻬ ﺟ ﻭ ﻢ ﻗﹶﻓﹶﺄ
( 30:ﻮ ﹶﻥ) ﺍﻟﺮﻭﻡﻌﹶﻠﻤ ﻳ ﺱ ﹶﻻ ﺎ ﹺﺮ ﺍﻟﻨ ﻦ ﹶﺃ ﹾﻛﹶﺜ ﻜ ﻭﹶﻟ ﻢ ﻦ ﺍﹾﻟ ﹶﻘﻴ ﻳﻚ ﺍﻟﺪ
ﻟﻪ ﹶﺫ ﺍﻟﻠﱠ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui. (QS. Ar-Ruum : 30)58
57
Ibid., hlm. 292
58
Ibid., hlm. 325
26
b. Hadis
Hadis merupakan dasar kedua setelah Al_Qur’an. Hadis berisi
petunjuk untuk kemaslahatan hidup manusia dan untuk membina umat
menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Inilah tujuan
pendidikan yang dicanangkan dalam Islam.
Dalam sejarah pendidikan Islam, Nabi Muhammad telah
memberikan pendidikan secara menyeluruh di rumah-rumah dan di
masjid-masjid. Salah satu rumah sahabat yang dijadikan tempat
berlangsungnya pendidikan yang pertama adalah rumahnya Arkam di
Mekkah, sedang masjid yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran
adalah masjid Nabawi di Madinah.
Adanya kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad dan dilanjutkan oleh pengikutnya, merupakan realisasi
sunnah Nabi Muhammad sendiri. Adapun hadis yang berkaitan dengan
pendidikan tauhid ialah
ﻣﺎﻣﻦ: ﻋﻦ ﺃﰉ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺍﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﻣﻮﻟﻮﺩ ﺍﻻ ﻳﻮﻟﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻔﻄﺮﺓ ﻓﺄﺑﻮﺍﻩ ﻳﻬﻮﺩﺍﻧﻪ ﻭﻳﻨﺼﺮ ﺍﻧـﻪ ﻭﳝﺠﺴـﺎﻧﻪ) ﺭﻭﻩ
( 59ﻣﺴﻠﻢ
Dari Abu Huraira, ia berkata : Rasulullah saw. bersabda tidak
ada seorang anak pun kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah
59
Muslim, Shahih Muslim, juz II, ( Bairut : Darul Kutub, Al Alamiah, tt), hlm. 458
27
60
Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hlm. 29
61
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisia Psikologi, Filsafat dan
Pendidikan, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1986), hlm. 59
62
UU RI, No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hln. 6
28
63
Abidin Ibnu Rusn, op. cit., hlm. 57
64
Ahmad Tafsir, Ilmu pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Rosda Karya,
2000), hlm. 46
65
M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
1996), hlm. 72
29
66
Zainuddin, op. cit., hln. 8-9
30
keliru atau salah diartikan.Umat Islam harus memahami dan mengerti risalah
yang dibawah Rasulullah saw.
Dalam pembahasan metodologi pengajaran, yang perlu diperhatikan
adalah pengertian metodologi pengajaran itu sendiri. Metodologompengajaran
dapat diartikan sebagai ilmu yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan
tetentu. Dalam konteks pengajaran maka yang dimaksud adalah proses
penyajian bahan pengajaran; proses komunikasi edukatif dengan siswa untuk
mencapai tujuan pengajaran.67
Dilihat dari jenisnya ada beberapa metode pengajaran yang dapat
diterapkan sesuai dewngan materi dan tujuan yang akan dicapai. Beberapa
metode itu antara lain:
1. Metode ceramah,
2. Metode tanya jawab dan diskusi,
3. Metode drill,
4. Metode demonstrasi dan eksperimen,
5. Metode pemberian tugas (resitasi)
6. Metode kerja kelompok,
7. Metode bermain peranan/ sosio drama, dan
8. Metode karya wisata.68
Pelaksanaan berbagai pengajaran atau pendidikan itu bersifat fleksibel
dan sangat bergantung pada berbagai faktor. Memang tidak dapat dikatakan
ada satu metode tertentu yang selalu terbaik (no single methode is the best),
namun dalam konteks pendidikan Islam, apalagi pendidikan tauhid, perlu
diajarkan dengan metode keteladanan, baik saat di kelas maupun dalam sikap
dan perilaku sehari-hari, karena agama Islam sebaagi sunber nilai dan sebagai
sumber tatanan kehidupan masih bersifat abstrak. Untuk itu nilai-nilai Islam
perlu ditampakkan dalam wujud konkrit yang berupa keteladanan dan
pembiasaan.
67
Djamaludin darwis, Dinamika Pendidikan Islam: Sejarah Ragam Dan Kelembagaan,
(Semarang RasAil,2006), hlm. 107
68
Ibid, hlm 107
BAB III
BIOGRAFI DAN KARYA SASTRA R. NG. RANGGAWARSITA
69
Rene Wellek and Austin Warren, Theory of literature, (New Zealand : Penguin Book,
1976), cet. VII, hlm. 75
31
32
70
Komite Ranggawarsita, Babad Cariyos Lelambahanipun Suwargi, (Jakarta:
Depdikbud, 1979), hlm. 11
71
Simuh, Mistik Islam Kejawen R. Ng. Ranggawarsita, (Jakarta: UI Press, 1988), Hlm.
36
72
Kamajaya, Pujangga Ranggawarsita, (Jakarta: Depdikbud, 1980), hlm. 14
73
Bidang Permuseuman dan Kepurbakalaan Kanwil Depdikbud Jawa Tengah, Sejarah
Singkat Raden Ngabehi Ranggawarsita, (Semarang: Depdikbud, 1988), hlm. 2
33
74
Ibid., hlm. 2
75
Komite Ranggawarsita, op. cit., hlm. 12
76
Andjar Any, Rahasia Ramalan Jayabaya Ranggawarsita dan Sabdopalon, (Semarang:
Aneka Ilmu, 1989), hlm. 9
77
Marwan Saridjo, dkk., Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, (Jakarta : Dharma
Bhakti, 1979), hlm. 34
78
Ibid., hlm. 34
34
79
Bidang Permuseuman dan Kepurbakalaan Kanwil Depdikbud Jawa Tengah, Sejarah
Singkat Raden Ngabehi Ranggawarsita, op. cit., hlm. 6
35
80
Umar Hasyim, Sunan Kalijaga, (Kudus : Menara, 1974), hlm. 61
36
81
Dhanu Priyo Prabowo, Pengaruh Islam dalam Karya-karya R. Ng. Ranggawarsita,
(Yogyakarta : Narasi, 2003), hlm 42
37
82
Ibid., hlm. 43
38
85
Dhanu Priyo Prabowo, op. cit, hlm. 45
86
Bidang Permuseuman dan Kepurbakalaan Kanwil Depdikbud Jawa Tengah, op. cit.,
hlm. 8.
87
Kamajaya, op. cit., hlm. 18
88
RT. Sastranegara wafat pada tanggal 21 April 1844 dan dimakamkan di lingkungan
Keraton Surakarta Hadiningrat.
40
89
Bidang Permuseuman dan Kepurbakalaan Kanwil Depdikbud Jawa Tengah, op. cit.,
hlm. 7.
90
Dhanu Priyo Prabowo, op. cit., hlm. 47
91
Ibid., hlm. 48.
41
94
Bidang Permuseuman dan Kepurbakalaan Kanwil Depdikbud Jawa Tengah, op. cit.,
hlm. 9
95
Otto Sukanto Cr, Paramayoga Mitos Asal Usul Manusia, (Yogyakarta: Yayasan
Bintang Budaya 2001), hlm. 1
96
Ibid., hlm. 1
97
Andjar Any, Raden Ngabehi Ronggowarsito Apa Yang Terjadi, op. cit., hlm. 119
43
lirik. Adapun bidang yang ditulis terdiri atas sejarah, pendidikan, seni,
jangka, biografi, politik, filsafat dan ilmu pengetahuan. Karya-karya
tersebut banyak sekali jumlahnya dan dapat dikategorikan menjadi tujuh
kategori: Karya yang ditulis sendiri, Karya Ranggawarsita yang ditulis
bersama orang lain, Karya orang lain yang pernah disalin oleh
Ranggawarsita, Karya almarhum yang ditulis orang lain, Karya orang lain
yang diakui sebagai karya Ranggawarsita, Karya Rangggawarsita yang
digubah bentuknya oleh orang lain dan Karya Ranggawarsita yang diubah
bentuknya oleh orang lain:
a. Karya yang ditulis sendiri meliputi : Serat Wirid Hidayat Jati, Babad
Itih, Serat Pustakaraja Purwa, Serat Mardawa Lagu, Serat
Paramasastra, Serat Pawukon, Rerepen Sekar Trengahan, Sejarah
Pari Sawuli, Serat Iber-Iber, Uran-Iran Sekar Gambuh,
Widyapradana.
b. Karya Ranggawarsita yang ditulis bersama orang lain (C. F. Winter)
meliputi : Kawi Javaansche Woordenboek, Serat Saloka Akaliyan
Paribasan, Serat Saridin, Serat Sidin.
c. Karya orang lain yang pernah disalin oleh Ranggawarsita yaitu : Serat
Bharatayuda, Serat Jayabaya dan Serat Panitisastra.98
d. Karya almarhum yang ditulis orang lain adalah Serat Aji Darma,
Ajinirmala, Aji Pamasa, Budayana, Cakrawati, Cemporet,
Darmasarana, Jakalodang, Jayengbaya, Kalatidha, Nyatnyanaparta,
Pambeganing Nata Binhatara, Panji Jayengtilam, Pamoring Kawula
Gusti, Paramayoga, Partakaraja, Pawarsakan, Purwangkara,
Purwangyana, Purwasana, Sari Wahana, Sidawakya, Wahana
Sampatra, Wedharaga, Wedhasatya, Wirid Sopanalaya, Witaradya,
Yudhayana, Kridamaya, Wirid Maklumat Jati.99
e. Karya orang lain yang diakukan sebagai karya Ranggawarsita yaitu
Serat Kalatidha Piningit.
98
Ketiga Serat tersebut asli dari Yasadipura I
99
Bidang Permuseuman dan Kepurbakalan Kanwil Depdikbud Jateng, op. cit., hlm.8
44
100
Dhanu Priyo Prabowo, op. cit., hlm. 56-57
101
Kamajaya, op. cit., hlm. 19
45
102
Ibid., hlm. 20 – 22.
46
hal. R. Ng. Ranggawarsita hidup dan berkarya di dalam suatu jaman di mana
minat terhadap kesusastraan Jawa sejak masa awal penyebaran Islam bangkit
secara meluas. Menurut Simuh, kebangkitan rohani dan kesusastraan Jawa
Baru ini bermula semenjak pusat kerajaan Mataram dipindahkan dari
Kartasura ke Surakarta (1757) sampai wafatnya R. Ng. Ranggawarsita
(1873).103 Beberapa Pujangga seperti Yasadipura, Sindusastra, Mangkunegara
IV hidup sejaman dengan R. Ng. Ranggawarsita, yaitu jaman Surakarta awal
(1750 –1850).104 Hal ini dapat dilihat dari beberapa cerita sekitar hubungan R.
Ng. Ranggawarsita dengan Mangkunegara IV dan Yasadipura II, dan di dalam
karya sastra mereka pun tampak gagasan, pengalaman dan penghayatan yang
sama.
Menurut Abdullah Ciptoprawiro dalam bukunya Filsafat Jawa
dikatakan bahwa “beberapa karya R. Ng. Ranggawarsita kelihatan adanya
jalur yang menghubungkan karyanya dengan kesusastraan jaman dahulu,
seperti SWHJ ditemukan wawasan yang hidup sejak penyebaran agama Islam
oleh para Walisanga dari jaman Demak“.105 Hal ini bisa dilihat dari isi ajaran
SWHJ banyak dipengaruhi oleh karya sastra orang-orang sufi seperti dari
bangsa arab (Hallaj, Bayazid), Sumatra (Abdullah Rauf pendiri Tarikat
Satariyah), Jawa(Abdullah Muhyi dan Walisanga).
Dalam perjalanan sejarah penyebaran Islam di Jawa, ada dua jenis
kepustakaan atau kesusastraan, yaitu Kepustakaan Islam Santri dan
Kepustakaan Islam Kejawen. Kepustakaan Islam Santri yaitu kepustakaan
yang sangat terikat dengan syariat (agama) sedang Kepustakaan Islam
Kejawen ialah salah satu Kepustakaan Jawa yang memuat perpaduan antara
tradisi Jawa dengan unsur-unsur ajaran Islam. Unsur-unsur ajaran Islam yang
ada dalam Kepustakaan Islam Kejawen memuat aspek ajaran tasawuf yang
terdapat dalam perbendaharaan kitab-kitab tasawuf.
103
Simuh, Sufisme Jawa : Tranformasi Tasawuf Islam ke Mistik Islam, (Yogyakarta :
Bentang Budaya, 1996), hlm. 151
104
R. M. Ng. Poerbatjaraka, Kepustakan Djawi, (Jakarta : Djambatan, 1954), hlm. 33
105
Abdullah Ciptoprawiro, Filsafat Jawa, (Jakarta : Pustaka Pelajar, 1986), hlm. 53
47
106
Simuh, op. cit., hlm. 2
107
Ibid., hlm. 3
108
Sujamto, Reorientasi dan Revitalisasi Pandangan Hidup Jawa, (Semarang :
DaharaPrize, 1992), hlm. 73
109
M. Rasjid, Islam dan Kebatinan, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), hlm.48
48
Syekh Abdul Rauf (ulama sufi dari Singkel Aceh) beserta muridnya Syekh
Abdul Muhyi, yang terkenal sebagai wali negeri Priyangan.110
Gagasan tentang Allah sebagai Zat Yang Mutlak dan kedekatan
Allah dalam diri manusia juga bersumber dari ajaran Tasawuf. Secara
sepintas, ajaran ketuhanan dalam Wirid Hidayat Jati menjelaskan, bahwa
manusia sebagai makhluk yang diciptakan-Nya, wajib mengetahui dan
mengenal tentang keesaan Tuhan Yang Maha Esa, Zat, Sifat, Asma dan
Af’al-Nya yang Agung.
Pengenalan sifat-sifat Tuhan baik yang wajib maupun yang mukhal
(mustahil). Ajaran ketuhanan yang terdapat dalam karya R. Ng.
Ranggawarsita bukanlah ketuhanan sebagai pengetahuan atau ilmu saja,
melainkan semata-mata sebagai kepercayaan kepada Tuhan (iman), sebuah
kekuatan yang tiada taranya dan yang menjadi pusat segala kekuasaan.
Adapun isi SWHJ yang memuat pendidikan tauhid yaitu:
a. Ajaran adanya Tuhan, yang berbunyi :
Sajatine ora ana apa-apa, awit maksih awang-uwung durung ana
sawiji-sawiji, kang ana dingin iku Ingsun sajatining ora ana
Pangeran nanging Ingsun, sajatining dad kang Maha Suci,
angliputi ing sifatingsun, amartani ing asmaningsun,
amratandhani ing apngalingsun.111
110
MH. Ainun Nadjib, Suluk Pesisiran, (Bandung : Bandung, 1989), hlm. 7
111
R. Ng. Ranggawarsita, Serat Wirid Hidayat Jati, Transkripsi Suroyo, (Solo:
Perpustakaan Reksapustaka Istana Mangkunagaran, 1980), hlm. 3
56
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Aku (Allah), dan
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusanKu.
Ajaran tersebut menerangkan tentang hakikat tauhid (kenyataan
Allah Yang Maha Esa). Ajaran ini dalam Wirid Hidayat Jati disebut
panetep santosaning iman (penguat sentosanya iman). Diawali dengan
syahadad jati (kesaksian nyata) sebab mengajarkan dengan jalan
memberi tahu secara batin tentang penguat keyakinan kita, dalam
menghayati yang senyatanyatanya hidup kita pribadi. Bahwa kita
adalah makhluk yang diciptakan oleh tuhan yaitu Allah Yang Maha
Esa dan Allah mempunyai utusan untuk menyampaikan risalah-Nya
yaitu yang bernama Muhammad saw.
112
Ibid., hlm. 5
113
Ibid., hlm. 15
57
114
Ibid., hlm. 16
BAB IV
NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM SERAT WIRID HIDAYAT JATI
KARYA R. NG. RANGGAWARSITA
Salah satu warisan budaya yang ada di Indonesia adalah warisan budaya
Jawa. Warisan ini mengandung banyak nilai budaya yang terdapat dalam karya
sastra Jawa. Dalam khasanah sastra Jawa, nilai pendidikan religius banyak
tersimpan dalam sastra yang berbentuk wirid atau suluk. Nilai tersebut sangat
bermanfaat bagi pembinaan dan pendidikan mental spritual, dalam hal ini disebut
dengan pendidikan tauhid Pendidikan tauhid mempunyai arti suatu proses
bimbingan untuk mengembangkan dan memantapkan kemampuan manusia dalam
mengenal keesaan Allah. Dengan pendidikan tauhid ini, manusia akan menjadi
manusia hamba bukan manusia yang dehumanis, kemudian timbul rasa saling
mengasihi, tolong menolong, selalu waspada terhadap tipu daya dunia dan
manusia zalim, dapat berlaku sederhana (zuhud) dan hati yang wara serta
sebagainya.
Dengan demikian, pendidikan tauhid mempunyai makna yang dapat
dipahami sebagai upaya untuk menampakkan atau mengaktualisasikan potensi
laten yang dimiliki oleh setiap manusia, yang dalam bahasa Islamnya potensi laten
ini disebut dengan fitrah. Salah satu fitrah manusia adalah fitrah beragama, yaitu
mengakui keesaan Allah, Pencipta alam semesta, maka dari itu pendidikan tauhid
lebih diarahkan pada pengembangan fitrah keberagamaan seseorang sebagai
manusia tauhid.
Dalam dunia pendidikan, warisan budaya Jawa yang berbentuk SWHJ ini
dapat digunakan sebagai media dalam pendidikan tauhid, sebab SWHJ ini banyak
mengandung ajaran yang dapat diambil nilai pendidikan tauhidnya. Untuk dapat
mengambil nilai pendidikan tauhid dalam SWHJ, terlebih dahulu mengetahui
muatan pendidikan tauhid yang ada dalam serat tersebut.
A. Muatan Pendidikan Tauhid dalam SWHJ Karya R. Ng. Ranggawarsita
Ajaran keagamaan yang ada dalam SWHJ meliputi ajaran tentang
ketuhanan, manusia dan alam semesta. Ajaran tersebut bersumber pada
58
59
riwayatnya wiradat ajaran wali di Jawa, namun yang dibahas dalam skripsi ini
adalah yang berkaitan dengan pendidikan tauhid.
Keyakinan tentang Allah sebagai Zat Yang Maha Suci dan kedekatan
Allah dalam diri manusia juga bersumber dari ajaran Tasawuf. Secara
sepintas, ajaran ketuhanan dalam Wirid Hidayat Jati menjelaskan, bahwa
manusia sebagai makhluk yang diciptakan-Nya, wajib mengetahui dan
meyakini keesaan Allah Yang Maha Esa, tentang Zat, Sifat, Asma dan Af’al-
Nya yang Agung. Pengenalan sifat-sifat Tuhan baik yang wajib maupun yang
mukhal (mustahil).
Ajaran ketuhanan yang terdapat dalam karya R. Ng. Ranggawarsita
bukanlah ketuhanan sebagai pengetahuan atau ilmu saja, melainkan
sematamata sebagai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (iman),
sebuah kekuatan yang tiada taranya dan yang menjadi pusat segala kekuasaan.
Menurut Simuh, “bentuk ajaran Wirid Hidayat Jati adalah bukan
Hindu-Budha; sebagaimana yang dituduhkan oleh Harun Hadiwijono, bahwa
ajaran Wirid Hidayat Jati adalah “a Hinduistic doctrine with a Muslim
garment”, tetapi Islam Kejawen.115
Sebelum menganalisis lebih lanjut mengenai muatan pendidikan tauhid
dalam SWHJ ini, perlu diingat lagi bajwa pendidikan merupakan sebuah
proses yang berkesinambungan. Jadi pendidikan bukan merupakan sesuatu
yang langsung jadi. Meskipun manusia dibekali potensi, tetapi manusia
dilahirkan tanpa memiliki pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki manusia
merupakan hasil perolehan (proses pendidikan).
Setelah mengetahui bahwa pendidikan merupakan proses yang
berkesinambungan, tentunya dalam proses pendidikan tersebut ada tahapan
yang harus ditempuh. Tahapan-tahapan itu bisa berupa materinya, jenjang
pendidikannya atau pemahaman dalam proses pendidikan itu sendiri.
115
Simuh, Mistik Islam Kejawen R. Ng. Ranggawarsita, (Jakarta: UI Press, 1988), hlm.
375
60
Maka bisa dikatakan, Ronggowarsito juga menjadi pendidik atau guru dalam
pendidikan tauhid dalam SWHJ yang ia karang.
(baik pengorbanannya)
6) Patitis ing nalariun
(tajam pemikirannya)
7) Sae lalabetanipun
(baik rasa pengabdiannya)
8) Boten darbe pakareman
(tidak punya kesenangan khusus)
Meskipun tidak sedetail dalam taksonomi Bloom mengenai
profesionalisme guru (personal, sosial, profesi dan peadagogik), setidaknya
kriteria dan syarat-syarat yang dijelaskan Ronggowarsito diatas cukup
mewakili. Karena menurut menurut peneliti, dalam SWHJ mengenai
profesionalisme guru itu hanya kurang kecakapan dalam bidang profesi.
Selanjutnya kriteria murid (peserta didik), Ronggowarsito menjelaskan
dalam SWHJ Bab I, sebagai berikut.
1. Tedhak turun (keturunan orang baik)
2. Tunggil bangsa (sebangsa dengan gurunya)
3. Tunggil agami (seagama dengan gurunya)
4. Tunggil basa (sebahasa dengan gurunya)
5. Sumerep ing sastra (dapat tulis-baca)
6. Sampun kalangkung tengah tuwuh (sudah lewat setengah usia)
7. Tanpa sesakit (tidak berpenyakit)
8. Tanpa kuciwa (tidak bercacat)
119 Dikutip dari Dinamika Pendidikan Islam: Sejarah, Ragam Dan Kelembagaan karya
Dr. jamaludin Darwis (Semarang: RaSAIL, 2006). Baca lengkapnya di halaman 88.
66
Sebenarnya tidak ada suatu apa pun sebab ketika masih kosong
(awang-uwung) belum ada sesuatu, yang pertama adalah Aku (Allah),
67
tidak ada Tuhan kecuali Aku (Allah), hakekat Yang Maha Suci, meliputi
segala sifat-Ku, memberitakan nama-Ku, menandai perbuatan-Ku.
Jadi pendidikan tauhid yang Ronggowarsito (sebagaimana para
wali dan guru sebelumnya) ajarkan kepada murid atau peserta didik adalah
ajaran tentang adanya Tuhan. Bahwa Tuhan itu yang pertama (yang Awal)
sebelum semua kejadian dan semua penciptaan. Sebelum penciptaan alam
semesta, Allah SWT, telah bersemayam dalam nukat ghaib, tidak sama
dengan kosong seperti pendapat Hadiwijono yang mengatakan, “bahwa
hakikat Allah adalah kekosongan yang kekal”.120 Pendapat ini adalah
kurang tepat, sebab Allah adalah Zat Yang Maha Awal dan Yang Maha
Akhir. Hal ini sesuai dengan Firman Allah yang berbunyi :
﴾3: ﻢ ﴿ ﺍﳊﺪﻳﺪ ﻴﻋﻠ ﻲ ٍﺀ ﺷ ﻮ ﹺﺑ ﹸﻜﻞﱢ ﻭﻫ ﻦ ﻃ ﺎﺍﹾﻟﺒﺮ ﻭ ﻫ ﺍﻟﻈﱠﺎ ﻭﺧﺮ ﻭﹾﺍ َﻷ ﹸﻝﻮﹾﺍ َﻷﻭ ﻫ
Dialah yang awal dan yang akhir, yang lahir dan yang batin, dan
Dia mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Hadid : 3)121
Ayat yang menyatakan bahwa Allahlah Yang Maha Awal dan Dia
pula Yang Maha Akhir. Bila ditinjau dari sini, kita dapat lihat bahwa
awang-uwung yang dimaksud bukanlah Allah, akan tetapi keadaan
sebelum penciptaan yang masih kosong. Selain itu ada ayat kedua dari
surat Al-Fatihah :
☺
☺
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta Alam”
120
Harun Hadiwijono, Kebatinan Islam Abad Enambelas, (Jakarta: Gunung Mulia, 1989),
hlm. 59
121
Mahmud Junus, Tarjamah Al Qur’an dan Al Karim, (Bandung: Al Maarif, 1990), hlm
485
68
122
Dikutip dari Al-Jumanatul ‘Ali, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara
Penerjemah/Penafsir Al-Qur’an, Rev. Terjemah Oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an
DEPAG RI (CV. PENERBIT J-ART, 2005), hlm. 1
69
Suci itu bersifat Esa, yang dinyatakan sebagai Zat mutlak yang
awal abadi, yang bersifat tunggal yang berdiri sendiri ketika
masih kosong….123
123
Dhanu Priyo Prabowo, Pengaruh Islam dalam Karya-karya R. Ng. Ranggawarsita,
(Yogyakarta: Narasi, 2003), hlm.120.
124
Zainuddin Ibnu Abdul Aziz Al Malybari, Irsyadul Ibad, terj. Mahrus Ali, (Surabaya:
Mutiara Ilmu, 1995), hlm. 10
70
misalnya hayyu (hidup), Zat Kang Wisesa (Zat Yang Maha Kuasa), Zat
Kang Sampurna.
c. Asma dapat ditafsirkan sebagai nama Tuhan, sebagaimana yang
terangkum dalam Asmaul Husna.
d. Af’al merupakan kerja atau perbuatan Tuhan. Dalam berbuat Tuhan
tidak membutuhkan bantuan sebab kekuasaan-Nya bersifat Mutlak.125
Dengan demikian, keempat istilah tersebut dapat dibedakan,
namun keempatnya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,
keempatnya saling berhubungan. Muatan pendidikan tauhid yang ada pada
ajaran pertama ini mengandung pengertian bahwa Allah adalah Zat Yang
Maha Suci, Yang Maha Esa, Maha Awal, yang mencipatakan alam
semesta. Alam semesta ini ada karena diciptan oleh Allah. Jadi Dia ada
sebelum adanya alam semesta ini, dan Zat Allah itu ada meliputi Asma,
Sifat dan Af’al-Nya.
Sesudah mengajarkan peserta didik atau murid memperoleh
pengetahuan bahwa alam semesta ini ada yang menciptakan, yaitu Tuhan,
Allah SWT, Ronggowarsito mengajarkan dan menjelaskan ajaran tauhid
tahap yang kedua yaitu : Ajaran tentang wahana zat, yang berbunyi :
Sajatine Ingsun Dat kang Amurba Amisesa kang kawasa
anitahaken sawiji-wiji, dadi padha sanalika, sampurna saka ing
kodratingsun, Ing kene wus kanyatan pratandhaning
apngalingsun kang minangka bebukaning iradatingsun.126
125
Dhanu Priyo Prabowo, op. cit., hlm. 124-125
126
R. Ng. Ranggawarsita, op. cit., hlm. 5
71
dengan cepat dan sempurna karena sudah menjadi Kuasa dan kehendak
Allah sendiri.
Selain itu Ronggowarsito juga menerangkan melalui serat ini
bahwa selain Allah itu Maha Pencipta juga mempunyai sifat Maha Suci,
Maha Luhur dan bersifat kekal. Kata ‘Aku’ di sini, merujuk pada ‘Aku’
Tuhan (Allah) bukan ‘Aku’ manusia. Namun dalam serat ini,
Ronggowarsito maupun guru-guru sebelumnya hanya menerangkan sedikit
tentang 'af'al Allah yang juga meupaka sifat jaiz bagi Allah SWT.
Hendaknya para pendidik setelah mengajarkan ajaran tentang
adanya Tuhan (Allah SWT) langsung mengajarkan tentang sifat wajib,
sifat muhal dan sifat jaiz bagi Allah SWT. Hal ini dimaksudkan untuk
menambah pengenalan peserta didik kepada Allah SWT. Meskipun pada
pengajaran dalam wirid di atas hanya disebutkan sedikit, mengenai sifat
Allah (Dat kang amurba amisesa dan iradat) tetapi sebagai pendidik harus
mengajarkan keseluruhan sifat, asma dan af’al Allah SWT secara
keseluruhan.
Adapun sifat wajib bagi Allah itu ada 20 dan sifat muhal Allah
juga ada 20 diantara yaitu wujud yang berarti ada. Lawannya (yang
menjadi sifat muhal bagi Allah) adalah ‘adam artinya tidak ada.
Selanjutnya qidam artinya Allah itu dahulu dan tidak ada yang
mendahului, lawannya adalah huduts artinya baru. Baqa’ artinya abadi,
lawannya adalah fana’ artinya rusak. Mukholafatu li al-hawadits artinya
tidak serupa (berbeda) dari seluruh makhluk, lawannya adalah
mumatsalatu li alkhawadits artinya Allah itu meneyerupai makhluk. Sifat
wajib yang selanjutnya adalah qiyamuhu binafsihi artinya Allah SWT ada
(berdiri) dengan dzat dan kuasa-Nya sendiri, lawannya adalah ihtiyaj
artinya Allah SWT membutuhkan sesuatu yang lain untuk ada.
Wahdaniyat artinya Allah SWT itu Esa, lawannya adalah ta’addud artinya
Allah itu berbilang. Sifat wajib Allah selanjutnya adalah qudrat artinya
kuasa Allah untuk mewujudkan atau meniadakan segala sesuatu.
Lawannya adalah ‘ajzu artinya Allah itu tidak mampu. Selanjutnya iradat
72
127 Dikutip dari kitab Tijan Al-Darari karya Syekh Ibrahim Al-Bajuri (Jakarta:Karya
Insan Indonesia, TT) hlm, 3-10
73
dunia gejala. Misalnya pohon itu berada karena sudah ada bijinya
(perbendaharaannya).128
Dengan demikian alam seisinya bisa tercipta dengan sempurna
karena perbuatan Allah, yang sudah menjadi kuasa Allah untuk
berkehendak. Kehendak (iradah) Allah ini menurut ajaran Ahli sunnah
wal Jamaah ada dua yaitu :
a. Iradah Kauniyah, yaitu adanya kehendak Allah namun tidak harus
disenangi-Nya, atau dalam istilah lain disebut masy’iyah.
Sebagaimana Firman Allah, “Seandainya Allah menghendaki, tidaklah
mereka tebunuh. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendakinya”.
(Al Baqarah : 253).
b. Iradah Syar’iyah, yaitu kehendak yang tidak mesti harus terjadi namun
kehendak ini disenangi oleh Allah.
Kedua iradah tersebut adalah berdasarkan hikmah dan hikmah itu
hanya Allah yang mengetahui dengan sebenarnya. Manusia mungkin tahu
sebagian atau tidak sama sekali akan hikmah apa yang terjadi, karena
jangkauan akal manusia yang sangat terbatas.
Dalam terminologi syariat Islam, istilah tauhid ini disebut tauhid
rubbubiyah, yang berarti percaya bahwa hanya Allahlah satu-satunya
Pencipta, Penguasa, Pemilik, Pengendali makhluk dan alam raya dengan
kehendak-Nya. Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan
alam seisinya dengan sunnah-sunnah-Nya.
Setelah itu Ronggowarsito melanjutkan materi pendidikan tauhid
yang selanjutnya, yang ketiga, dalan SWHJ adalah ajaran Peneguh
Keimanan, yang berbunyi :
Ingsun anekseni, satuhune ora ana Pangeran anging Ingsun, lan
anekseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan Ingsun.
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Aku (Allah), dan
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Ku.
128
Harun Hadiwijono, op. cit., hlm. 45
74
129
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2002), cet. IV, hlm. 161
130
Ibid, hlm. 159
76
131
Mahmud Junus, op. cit., hlm 477
132
R. Ng. Ronggowarsito, op. cit., hlm. 41
77
(16 : ﺭ )ﺍﻟﺮﻋﺪ ﺎﺪ ﺍﹾﻟ ﹶﻘﻬ ﺣ ﺍﻮ ﺍﹾﻟﻮ ﻭﻫ ﻲ ٍﺀ ﺷ ﹸﻛﻞﱢﻟﻖﺎﻪ ﺧ ﻗﹸ ﹺﻞ ﺍﻟﱠﻠ
katakanlah : “Allah adalah pencipta segala sesuatu dan Dialah
Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”.(QS. Ar_Ra’du: 16).134
133
R. Ng. Ronggowarsito, op. cit., hlm. 18
134
Mahmud Junus, op. cit., hlm. 227
79
ﺼﻔﹸﻮ ﹶﻥ
ﻳ ﺎﻋﻤ ﺵ
ﺮ ﹺ ﻌ ﺏ ﺍﹾﻟ
ﺭ ّﹺ ﷲ
ِ ﻦ ﺍ ﺤﺴﺒ
ﺎ ﹶﻓﺪﺗ ﺴ
ﻪ ﹶﻟ ﹶﻔ ﻬ ﹲﺔ ﹺﺇﻟﱠﺎ ﺍﻟﱠﻠ ﻟﺎ َﺁﻴ ﹺﻬﻤﻮ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻓ ﹶﻟ
(22 : )ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya
itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada
136
apa yang mereka sifatkan. (QS. Al_Anbiya’:22)
135
Abdurrahman An Nahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha fil Baiti wal
Madrasati wal Mujtama, terj. Shihabuddin, Pendidikan di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,
(Jakarta : Gema Insani Press, 1995), hlm. 87
136
Mahmud Junus, op. cit., hlm. 292
80
dia melihat bahwa jasad, ruh, akal dan nuraninya adalah ciptaan
Allah._Oleh karena itu dia berkeyakinan bahwa Allah adalah penciptanya
dan pemiliknya yang hakiki.
2 Nilai Uluhiyyah
Nilai Uluhiyah yang dimaksud di sini ialah pengakuan dan
keyakinan akan adanya Allah sebagai satu-satunya Tuhan, dengan kata
lain meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Dengan keesaan Allah
maka manusia hanya bersujud kepada Allah dan wajib mentaati perintah-
Nya serta menjauhi larangan-Nya.137 Uluhiyah inilah yang dibawa oleh
para rasul Allah di muka bumi ini.
Ronggowarsito menjelaskan tentang tauhid pendidikan uluhiyyah
ini dalam ajaran peneguh sentosaning iman dan sasahidan. Ia menulis dan
mengajarkan peneguh sentosaning iman demikian :
Ingsun anekseni, satuhune ora ana pangeran anging Ingsun, lan
anekseni Ingsun satuhune Muhammad iku utusan Ingsun.
Setelah itu Ronggowarsito mengajarkan wejangan sasahidannya demikian:
Ingsun anekseni ing Datingsun dhewe, satuhune ora ana Pengeran
anging Ingsun, lan anekseni Ingsun satuhune Muhammad iku
utusan Ingsun, iya sajatine kang aran Allah iku badan Ingsun,
Rasul iku rahsaningsun, Muhammad iku cahyaningsun, iya Ingsun
kang urip ora kena ing pati, iya Ingsun kang eling ora kena ing
lali, iya Ingsun kang langgeng ora kena owah gingsir kahanan jati,
iya Ingsun kang waskitha ora kasamaran ing sawiji-wiji, iya
Ingsun kang amurba amisesa, kang kawasa wicaksana ora
kukurangan ing pangerti, byar sampurna padhang terawangan,
ora karasa apa-apa, ora katon apa-apa, amung Ingsun kang
angliputi ing alam kabeh kalawan kodratingsun.
Hal ini sesuai dengan berbagai dalil naqli dalam Al-Qur'an.
Adapun di antara ayat yang menyatakan keesaan Allah ialah
(163 :ﻢ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﻴﺮﺣ ﻦ ﺍﻟ ﻤ ﺣ ﻮ ﺍﻟﺮ ﻪ ﹺﺇﻷﱠ ﻫ ﺪ ﹶﻻ ﹺﺇﹶﻟ ﺣ ﺍﻪ ﻭ ﻢ ﹺﺇﹶﻟ ﻜﹸﻭﹺﺇﹶﻟﻬ
Adapun Tuhanmu itu adalah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan
melainkan dia yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (QS. Al
Baqarah : 163).138
137
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), hlm. 17
138
Mahmud Junus, op. cit., hlm. 23
81
139
Muhammad Thahir Badrie, op. cit., hlm. 25
140
Ronggowarsito, Wirid Hidayat Jati, terj. R. Tanojo, (Surakarta: t. p, 1954), hlm. 10
82
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah utusan Allah. Kalimat syahadat ini merupakan revolusi rohani yang
Maha Dasyat, sebuah proklamasi kemerdekaan jiwa dari penjajahan ilah-
ilah yang tercipta dalam sejarah; sebagaimana yang dialami Nabi Ibrahaim
dalam masa pencarian Tuhan Yang Maha Benar. Apabila kalimat tersebut
dianalis dengan arti kata “ilah” sebagai pelindung, yang menguasai aturan
hukum alam, penguasa yang tunggal, yang ditaati, maka akan didapati
implikasi yang dapat menimbulkan statemen bahwa tidak ada pelindung,
tidak ada penguasa tunggal, tidak ada yang ditaati secara mutlak kecuali
Allah SWT.
Dengan mengetahui makna tersebut tanpa ada pengamalan dalam
keseharian, manusia tidak akan pernah dapat menyadari pentingnya ajaran
Islam. Perbedaan antara orang yang beriman dengan orang yang tidak
beriman bukan hanya terletak pada kalimat tauhid (syahadat) saja, sebab
beberapa kata tidak akan dapat membuat perbedaan yang begitu besar
diantara manusia. Kekuatan yang sesungguhnya terletak pada penerimaan
secara utuh dan mutlak terhadap ajaran Islam dan penerapannya di dalam
kehidupan nyata. Hal ini disebabkan, tauhid dalam Islam diyakini sebagai
tauhid i’tiqodi ilmi (keyakinan teoritis) dan tauhid amali suluki (tingka
laku praktis).
Syahadat yang benar adalah harus mendasarkan atas pengetahuan
dan pengertian terhadap apa yang diyakini kebenarannya. Dalam hal ini
syahadat yang benar yang harus dimulai dengan ilmu pengetahuan dan
pengertian yang benar tentang Allah SWT. sehingga syahadat dapat
dikatakan sebagai puncak klimak, titik kulminasi dan keseimbangan akhir
dari pengetahuan, pengertian, kesadaran seseorang tentang wujud Allah
dan ke-illahi-an-Nya.
Hal ini sebagaimana dalam ajaran Wirid Hidayat Jati, sebelum
mengajarkan tentang syahadat terlebih dahulu di mulai dengan
pengetahuan dan pengertian tentang keesaan Allah beserta penciptaan-
Nya, yaitu bahwa Allah adalah Zat Yang Maha Esa dan Maha Awal
83
141
R. Ng. Ronggowarsito, dkk., Hidayat Jati Kawedhar Sinartan Wawasan Islam,
(Surabaya : Citra Jaya, 1984), hlm. 99
85
" ﻡ ﻮ ﻧ ﻭ ﹶﻻ ﻨ ﹲﺔﺳ ﺬﹸﻩﺗ ﹾﺄﺧ " ﹶﻻyang berarti, “Dia tidak mengantuk dan tidak pula
tidur”.143 Ayat ini menegaskan bahwa sembahan yang hak, tidak bisa
dikuasai oleh rasa kantuk dan tidak pernah jatuh ke dalam tidur. Dia suci
dari sifat kekurangan dan sifat-sifat_yang serupa dengan makhluknya.
Dengan demikian, walaupun sebutan dan kata asma wa sifat Tuhan
menyerupai manusia, akan tetapi hakikat dari nama-nama itu tidaklah
sama dengan apa yang berlaku pada makhluk atau manusia,
transendensinya selalu terjaga di dalam Al Qur’an.
Kaitannya dengan pendidikan tauhid, dimensi asma dan sifat
memegang peranan yang sangat penting. Diibaratkan seseorang tidak akan
sayang kepada orang lain kalau dia sendiri tidak mengenal orang tersebut,
begitu juga halnya jika dikaitkan dengan Allah. Seorang hamba akan lebih
dekat dengan Tuhannya manakala ada suatu proses pengenalan dengan
Tuhannya (Allah) yaitu pengenalan dengan nama dan sifat-Nya. Dengan
142
Mahmud Junus, op. cit.,, hlm. 436
143
Ibid, hlm. 39
86
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan analisis skripsi yang berjudul “Nilai
Pendidikan Tauhid Dalam Serat Wirid Hidayat Jati Karya R. Ng.
Ranggawarsita”, dapat ditarik beberapa kesimpulan
1 Dalam khasanah sastra Jawa, nilai pendidikan religius banyak tersimpan
dalam sastra yang berbentuk wirid atau suluk. Nilai tersebut sangat
bermanfaat bagi pembinaan dan pendidikan mental spritual, dalam hal ini
disebut dengan pendidikan tauhid. Pendidikan tauhid adalah suatu proses
bimbingan untuk mengembangkan dan memantapkan kemampuan
manusia (fitrah) dalam mengenal keesaan Allah, dan
mengaktulisasikannya (nilai-nilai ilahiyah) dalam kehidupan sehari-hari.
2 Ajaran yang ada dalam SWHJ berisi tentang pendidikan tauhid yang
dipengaruhi oleh ajaran tasawuf. Misalnya tasawufnya Al Hallaj, Abdul
Rauf (Sumatra), Syeh Abdul Muhyi (Pamijahan, Jawa Barat) dan para wali
di Jawa. Pengaruh ajarannya ialah manusia hendaknya berusaha
mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Suci dengan cara pembersihan
hati dan berperilaku luhur. Muatan pendidikan tauhid dalam SWHJ yaitu,
bahwa sebelum ada alam semesta ini yang terlebih dahulu ada ialah Allah.
Dialah yang menciptakan alam semesta beserta pengaturannya. Allah
Yang Maha Esa, meliputi zat, nama, sifat dan af’al-Nya. Selain itu Allah
juga Zat Yang Maha Suci dan Sempurna jauh dari segala kekurangan baik
itu asma, sifat maupun af’al-Nya.
3 SWHJ mengandung nilai-nilai pendidikan tauhid di antaranya adalah nilai
Rububiyah, nilai Uluhiyah dan nilai Asma wa Sifat. Nilai tersebut dapat
diambil untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
tertanamnya tauhid dalam jiwa manusia secara kokoh dan kuat, akan
merefleksikan dan mewarnai dalam kehidupan di masyarakat, karena
87
88
B. Saran-saran
1. Dalam rangka mengantisipasi semakin gencarnya arus kehidupan yang
mengarah kepada pengabaian atas pengakuan kepada keesaan Allah SWT,
maka hendaknya pendidikan ketauhidan diberikan kepada peserta didik
sedini mungkin dan secara continue agar terhindar dari perbuatan sesat
(musyrik) dan terjangkitnya kekeringan jiwa spritual.
2. Untuk memberikan pendidikan tauhid kepada peserta didik, tidak hanya
dengan melalui proses pembelajaran secara langsung antara guru dan
murid, tetapi bisa melalui dengan menggunakan media. Dalam hal ini
karya sastra bisa digunakan sebagai media pendidikan, untuk diambil
nilai-nilai pendidikannya yang terkandung di dalamnya.
3. Dalam SWHJ terdapat ungkapan-ungkapan yang biasa diucapkan oleh
seorang sufi, yang mengandung makna filsafati dan kata-kata itu sulit
dipahami bagi orang yang belum mengerti tentang tasawuf atau ilmu
filsafat. Oleh karena itu ajaran tersebut hendaknya diberikan kepada orang
lain dengan hati-hati.
C. Penutup
Sebagai kata terakhir, penyusun mengucapkan syukur alhamdulillah,
skripsi ini dapat terselesaikan. Namun penyusun menyadari akan segala
kekurangan dan kesalahan, yang masih jauh dari sempurna. Hal ini
dikarenakan keterbatasan kemampuan dan minimnya pengalaman penyusun.
Akhirnya, harapan penyusun atas segala kekurangan dan kesalahan
yang ada dalam penyusunan skripsi ini, penyusun mohon maaf dan menerima
saran dan kritik yang bersifat konstruktif dari semua pihak demi perbaikan
selanjutnya.
89
DAFTAR PUSTAKA
Al Malybari, Zainuddin Ibnu Abdul Aziz., Irsyadul Ibad, terj. Mahrus Ali,
Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995.
_______., Apakah Yang Dimaksud Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, terj.
Muslim Aboud Ma’ani, Surabaya: Bina Ilmu Offset, 1985.
Ali, Muhammad Daud., Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002, Cet. IV.
Badrie, Muhammad Thahir., Syarah Kitab Tauhid Muhammad bin Abdul Wahab,
Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
Cr, Otto Sukanto., Paramayoga Mitos Asal Usul Manusia, Yogyakarta: Yayasan
Bintang Budaya 2001.
Daradjat, Zakiah, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Departemen Agama RI., Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan
Tinggi Umum, 2002.
Ernst, Carl W., Words Ectasy in Sufism, terj. Heppisi Rudatin, Ekspresi Ekstase
dalam Sufisme, Yogyakarta: Putra Langit, 2003.
Hadi, Sam., Gaya Kebatinan dan Watak Islam, Bandung: Al Ma’arif, 1983.
Halim, Abdul (ed.), Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Mansur, A.R. Sutan., Tauhid Membentuk Pribadi Muslim, Jakarta: Yayasan Nurul
Islam, 1981.
Muhammad Mar’i., Dengan Tauhid Kita Bangun Masyarakat yang Hanif, Jakarta:
Al Azhar, 1996.
Muslim, Shahih Muslim, juz II, Bairut: Darul Kutub, Al Alamiah, tt.
Rais, M. Amin., Cakrawala Islam antara Cita dan Fakta, Bandung: Mizan, 1991.
_______., Hidayat Jati Kawedhar Sinartan Wawasan Islam, Surabaya: Citra Jaya,
1984.
Sabiq, Sayid, Anshirul Quwwah fil Islam, terj. Haryono S. Yusuf, Unsur-unsur
Dinamika dalam Islam, Jakarta: PT. Intermasa, 1981.
_______., Akidah Islam: Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu, Surabaya: Al Ikhlas, 1996
93
_______., Aqidah Islam, terj. Moh. Abdul Rahtomy, Bandung : Diponegoro, 1996
Tafsir, Ahmad., Ilmu pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Rosda Karya,
2000
Wellek, Rene and Austin Warren, Theory of Literature, terj. Melani Budianta,
Teori Kesusastraan, Jakarta: PT. Gramedia, 1989.
Misbakhul Munir