Anda di halaman 1dari 5

C.

Larangan Kencing Di Air Tergenang


1. Hadits



:
:


..

Artinya : Dari Ab Hurairah raiyaLlhu anhu, ia berkata;


Rasulullah allaLlhu alaihi wasallam bersabda:
Jangan sekali-kali di antara kalian kencing pada air
yang tidak mengalir, lalu mandi darinya. (a alBukhriy ad no. 232)
2. Kandungan Hadits:
Pada hadits ini mengandung dua larangan:
Pertama, terlarangnya kencing di air yang tergenang.
Kedua, terlarangnya mandi di air tergenang yang telah
dikencingi tersebut.
Sebagian
sebagai

ulama

perinci

menyebutkan

dari

sebab

menyebutkan
hadits
kenapa

bahwa

sebelumnya
terlarang

hadits

ini

Hadits

ini

mandi

di

air

tergenang, yaitu karena air tersebut telah dia kencingi.


Artinya larangan terjadi jika dua aktifitas tersebut menjadi
satu paket yang berurut; dia kencing

kemudian mandi di

air tersebut. Jika dia tidak kencing di air tersebut, maka


tidak terlarang untuk mandi di dalamnya, tetapi larangan
kencing di air tergenang tetaplah mutlak terlarang.
Inilah

yang

dikatakan

Imam

Ash

Shanani

Rahimahullah, sebagai berikut:

Faidah hadits ini adalah bahwa larangan hanyalah


terjadi bagi penggabungan antara kencing dan mandi,
bukan ketika dipisahkan satunya, hanya saja larangan
kencing

di

dalamnya

adalah

larangan

yang

mutlak.

(Subulus Salam, 1/20)


Sementara ulama lain menjelaskan, bahwa larangan
tersebut adalah satu persatu. Mandi junub di air tergenang
adalah terlarang, juga kencing di air tergenang adalah
terlarang, karena keduanya memiliki dalilnya masingmasing.

Ada pun menggabungkan kedua perbuatan itu

lebih terlarang lagi.


Imam

Abu

Thayyib

Syamsul

Azhim

Abadi

Rahimahullah menjelaskan:
(Janganlah salah seorang kalian kencing di air
tergenang dan janganlah mandi janabah di dalamnya)
hadits ini begitu jelas melarang masing-masingnya, baik
kencing dan mandi di dalamnya, secara tersendiri.(Aunul
Mabud, 1/93)
Syaikh

Abul

Hasan

Al

Mubarkafuri

Rahimahullah

menjelaskan bahwa larangan kencing secara tersendiri,


mandi secara tersendiri, dan menggabungkan keduanya,
semuanya ada dalilnya masing-masing:

Dari

hadits

ini,

larangan

ditetapkan

pada

gabungannya (kencing dan mandi), pada riwayat muslim


berikutnya larangan pada mandi secara tersendiri, dari
hadits Jabir larangan pada kencing secara tersendiri, dan
larangan pada setiap masing-masing hal itu menunjukkan
kemestian lebih terlarangnya melakukan keduanya secara
bersama-sama, dan setiap hal ini telah terdapat hadits
yang melarangnya secara tersendiri . (Mirah Mafatih Syarh
Misykah Al Mashabih, 2/169)

Syaikh Abdul Muhsin Hamd Al Abbad Al Badr


Rahimahullah juga berkata:



.
Hadits ini menunjukkan bahwa larangan kencing dan
mandi adalah baik bersama-sama dan masing-masing.
Larangan kencing dan mandi berbarengan,

atau sendiri-

sendiri kencing saja tanpa mandi, atau mandi saja tanpa


kencing. (Syarh Sunan Abi Daud, 1/286)
Jadi, bisa disimpulkan dari uraian para ulama di atas:
a. Larangan

mandi

janabah

di

air

yang

diam,

ada

haditsnya tersendiri. (Lihat hadits ke-5)


b. Larangan kencing di air yang diam, ada haditsnya
tersendiri. (Lihat hadits ke-6)
c. Larangan mandi di air yang

telah

kita

kencingi

sebelumnya, ada haditsnya tersendiri (Lihat hadits ke6)

Air yang diam ( tidak mengalir) menampung apa saja


yang masuk ke dalamnya, baik kotoran ataupun najis.
Apabila air tersebut di pakai oleh orang banyak, maka,
buang air kecil di tempat tersebut, dapat dipastikan akan
menyebabkan

air

tersebut

menjadi

kotor

atau

mengandung najis. Tentu saja apabila dipakai mandi,


bukannya akan membersihkan badan melainkan akan
menyebabkan najis dan mendatangkan penyakit.
Oleh karena itu, sebaiknya sebelum buang air kecil
dilihat dahulu apakah air tersebut banyak sehingga tidak
akan berpengaruh terhadap air tersebut, ataukah sedikit
sehingga akan menyebabkan air tersebut menjadi najis.
Sebaiknya air tersebut dikhususkan untuk mandi saja,
sedangkan untuk buang air kecil dapat dilakukan di tempat
lain yang dikhususkan untuk itu.1
Dengan demikian, kesehatan dan kebersihan sangat
dipentingkan
merupakan

dalam
salah

Islam,

satu

dan

syarat

kesucian
sahnya

dari

najis

shalat,

yang

merupakan tiang agama. Selain itu, orang bersih pun akan


disukai oleh siapa saja. Karena pada prinsipnya manusia
menyukai hal-hal

yang

bersih dan indah. Sebagaimana

firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 222 :


Artinya: Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang Telah
Ku-anugerahkan

kepadamu

dan

Aku

Telah

melabihkan kamu atas segala umat.


Rachmat Syafei, Al-Hadits, (Bandung:Pustaka setia,2000), h.272
https://coretanyessyazwarni.wordpress.com/2013/04/18/ma
kalah-hadits/
1 Rachmat Syafei, Al-Hadits, (Bandung:Pustaka setia,2000),
h.272

https://bkiiainbanten.wordpress.com/2012/10/01/silabusmk-hadis-muhammad-alif/

Anda mungkin juga menyukai