Anda di halaman 1dari 15

HADIS TENTANG MEMULIAKAN TAMU, TETANGGA

DAN BERKATA BAIK

Disusun

Oleh :

Nama
Ketua :: REZA SABIRIN
DESTURIANI
Semester : III
Unit :I
Prodi : HPI

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH


PTI AL-HILAL SIGLI
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan limpahan karunia

yang tidak terhingga sehingga penyusunan makalah ini terselesaikan dengan

baik,shalawat dan salam kepada janjungan alam Nabi besar Muhammad Saw.

pembawa risalah Allah swt mengandung pedoman hidup yang terang bagi umat

manusia didunia dan diakhirat.

Makalah ini membahas tentang“Hadist Tentang memuliakan Tamu,

Tetangga dan Bertutur baik”.Saya sadar bahwa penyusun makalah ini sangatlah

jauh dari kesempurnaan, maka dari ini saya sangat mengharapkan kritik dan saran

dari pembaca. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca

khususnya mahasiswa/i. Semoga juga menjadi amal yang baik dan diterima disisi

Allah SWT. Amiin.

Sigli, 12 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN .................................................................... 1


A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN......................................................................... 3
A. Bagaimana Substansi Hadits...................................................... 3
B. Bagaimana Relevansi Hadits dengan Ayat................................. 3
C. Bagaimana Ajaran dalam Hadits................................................ 4
D. Bagaimana Asbabul Wurud Hadits ............................................ 4
E. Bagaimana Kata Kunci Hadits................................................... 6

BAB III : PENUTUP ................................................................................. 10


A. Kesimpulan ............................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 12

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Rangka berinteraksi sosial dan bersilaturrahmi, setiap orang akan
saling mengunjungi, bertamu, dan menerima tamu. Bahkan, Allah Swt. Akan
menjadikan orang yang memuliakan tamu sebagai orang yang beruntung.
Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hasyr ayat 9 yang artinya : “Dan
mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan
kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya
sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari
kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung”. Berdasarkan pada
ayat tersebut memuliakan tamu adalah kewajiban semua muslim, bertamu itu
merupakan ajaran Islam, kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Sebagian
ulama mewajibkan menghormati tamu tetapi sebagian besar dari mereka
berpendapat hanya merupakan bagian dari akhlaq yang terpuji.
Memuliakan tamu, di antaranya dapat dilakukan dengan memberikan
senyuman dan sambutan yang ramah serta menyenangkan. Bahkan, jika tuan
rumah memiliki rezeki, tamu dijamu dengan baik. Selain itu, jika tamu datang dari
jauh, tawarkan untuk menginap di rumah. Perlakukan tamu dengan sopan,
meskipun tamu tersebut tidak membuat perjanjian terlebih dahulu atau datang
secara mendadak.
Dalam makalah ini, akan membahas hadist memuliakan tamu serta adab
memuliakan tamu. Agar kita mengetahui dan bisa mengamalkan bagaimana adab
memuliakan tamu yang baik sesuai dengan ajaran Rasulullah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, maka rumusan
masalahnya yaitu:
1. Bagaimana Substansi Hadits?
2. Bagaimana Relevansi Hadits dengan Ayat
3. Bagaimana Ajaran dalam Hadits?
4. Bagaimana Asbabul Wurud Hadits?

4
5. Bagaimana Kata Kunci Hadits?
C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, Secara khusus makalah ini akan
menginformasikan dan menjelaskan hal-hal sebagai berikut.
1. Mengetahui Substansi Hadits
2. Mengetahui Relevansi Hadits dengan Ayat
3. Mengetahui Ajaran dalam Hadits
4. Mengetahui Asbabul Wurud Hadits
5. Mengetahui Kata Kunci Hadits

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadits Tentang Memuliakan Tamu, Tetangga dan Bertutur Baik

ِ‫ َﻣ ْﻦ ﻛَﺎ َن ﻳـ ُْﺆِﻣ ُﻦ ﺑِﺎﷲ‬:‫َﺎل‬


َ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ‬ َ ِ‫ْل اﷲ‬ َ‫َﻋ ْﻦ أَِﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮةَ َر ِﺿ َﻲ اﷲُ َﻋْﻨﻪُ أَ ﱠن َرﺳُﻮ‬
،ُ‫اﻵﺧ ِﺮ ﻓَـ ْﻠﻴُ ْﻜ ِﺮْم ﺟَﺎ َرﻩ‬
ِ ‫ َوَﻣ ْﻦ ﻛَﺎ َن ﻳـ ُْﺆِﻣ ُﻦ ﺑِﺎﷲِ َواْﻟﻴـَﻮِْم‬،‫ُﺖ‬
ْ ‫ﺼﻤ‬ ْ َ‫اﻵﺧ ِﺮ ﻓَـ ْﻠﻴَـ ُﻘ ْﻞ ﺧ َْﲑاً أ ًْو ﻟِﻴ‬
ِ ‫وَاﻟْﻴـَﻮِْم‬
(‫ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري وﻣﺴﻠﻢ‬.ُ‫ﺿْﻴـ َﻔﻪ‬
َ ‫اﻵﺧ ِﺮ ﻓَـ ْﻠﻴُ ْﻜ ِﺮْم‬
ِ ‫َوَﻣ ْﻦ ﻛَﺎ َن ﻳـ ُْﺆِﻣ ُﻦ ﺑِﺎﷲِ وَاﻟْﻴـَﻮِْم‬
Artinya :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah
shallallahu`alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan
tamunya”. (Riwayat Bukhari dan Muslim)1
B. Mufrodat

Diam ‫ﻟِﯿَﺼْ ﻤُﺖ‬ Barang siapa ‫َﻣ ْﻦ ﻛَﺎ َن‬

Menghormati ‫ﻓَ ْﻠﯿُ ْﻜ ِﺮ ْم‬ Beriman ‫ﻳـ ُْﺆِﻣ ُﻦ‬

‫وَاﻟْﻴـَﻮِْم‬ ِ‫ﺑِﺎﷲ‬
Kepada Allah dan
Tetangganya ُ‫ﺟَ ﺎرَ ه‬
Hari Akhir
‫اﻵﺧﺮ‬
ِ

Tamunya ُ‫ﺿَ ْﯿﻔَﮫ‬ Berkata baik ً‫ﻓَـ ْﻠﻴَـ ُﻘ ْﻞ ﺧ َْﲑا‬

1
Musthofa Dieb Al-Bugha, Al- Wafi Fi syarhil An- Nawawiyah, Jakarta: Muhil Dhofir
Lc, 1998. Hlm: 101

6
C. Substansi Hadits
Mengenai hadist ini, jika ditinjau dari kualitas hadist, sudah tentu bisa
dikatakan hadist shohih, karena diriwayatkan oleh imam Bukhori dan imam
muslim. Mengapa dapat kami katakan demikian? Karena dikalangan ummat islam
sudah sangat familiar dikenal bahwa hadist yang masuk dalam hadist yang
diriwayatkan oleh imam bukhori dan imam muslim adalah hadist shohih, karena
telah melalui proses penyaringan yang sangat ketat.2

D. Asbabul Wurud Hadits


Ketika Allah melihat salah satu bentuk, dimana Allah Swt memperlihatkan
kepada hamba-hamba Nya bahwa Allah melihat semua perbuatan yang terkecil
sekalipun. Maka disaat itu datanglah tamu kepada Sang Nabi saw dan Sang Nabi
saw tidak bisa menjamunya karena tidak ada makanan. Rasul tanya pada
istrinya “punya makanan apa kita untuk menjamu tamu ini?”, istri Nabi saw
menjawab “tidak ada, yang ada cuma air”. Maka Rasul berkata “siapa yang mau
menjamu tamuku ini?” Satu orang anshar langsung mengacungkan tangan “aku
yang menjamu tamumu ya Rasulullah”.
Kemudian sahabat itu membawa tamu rasul itu ke rumahnya, sampai
dirumah mengetuk pintu dengan keras hingga istrinya bangun. “Kenapa suamiku?
kau tampak terburu-buru”. “akrimiy dhaifa Rasulillah, kita dapat kemuliaan
tamunya Rasulullah. Ayoo.. muliakan, keluarkan semua yang kita miliki daripada
pangan dan makanan, semua keluarkan. Ini tamu Rasulullah bukan tamu kita,
datang kepada Rasul, Rasul saw tidak bisa menyambutnya. Rasul tanya “siapa
yang bisa menyambutnya?”, aku buru - buru tunjuk tangan, ini kemuliaan besar
bagi kita.” Istrinya berkata “suamiku, makanannya hanya untuk 1 orang. Tidak
ada makanan lagi, itu pun untuk anak- anak kita. 2 orang anak- anak kita hanya
akan makan makanan untuk 1 orang, kau ini bagaimana menyanggupi undangan
tamu Rasul? kau tidak bertanya lebih dulu? apakah kita punya kambing, punya
ayam, punya beras, punya roti, jangan main terima sembarangan!” Maka

2
Syaikh Muhammad Nashiruddin, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, Jakarta:Pustaka
Sahifa, 2008. Hlm: 77

7
suaminya sudah terlanjur menyanggupi “sudah kalau begitu anak kita tidurkan
cepat- cepat, matikan lampu agar anaknya tidur”. “belum makan, suruh tidur
jangan suruh makan malam, biar saja”.
Di tidurkan anaknya tanpa makan. Lalu tinggal makanan yang 1 piring
untuk 1 orang, “ini bagaimana? tamunya tidak mau makan kalau hanya ditaruh 1
piring kalau shohibul bait (tuan rumah) tidak ikut makan karena cuma 1 piring
makanannya”. Suaminya berkata “nanti sebelum kau keluarkan piringnya, lampu
ini kau betulkan lalu saat makan tiup agar mati pelitanya, jadi pura- pura lampu
mati. Taruh piring, silahkan makan dan kita taruh piring kosong di depan kita,
tamu makan kita tidak usah makan tapi seakan “ akan makan dan tidak kelihatan
lampunya gelap”.
Maka tamunya tidak tahu cerita lampunya mati, pelitanya rusak,
tamunya makan dengan tenangnya, nyenyak dalam tidurnya, pagi-pagi shalat
subuh kembali kepada Rasul saw “Alhamdulillah ya Rasulullah aku dijamu
dengan makanan dan tidur dengan tenang”. Rasul berkata “Allah semalam
sangat ridho kepada shohibul bait (tuan rumah) yang menjamumu itu” (shahih
Bukhari).3
Allah tersenyum, bukan Allah itu seperti manusia bisa tersenyum tapi
maksudnya Allah sangat sayang dan sangat gembira. Dengan perbuatan itu Allah
sangat terharu, bukan terharu karena tamunya saja tapi juga karena shohibul
bait berucap. “akrimiy dhaifa Rasulillah” muliakan tamu Rasulullah. Ini yang
membuat Allah terharu, untuk tamunya Rasulullah rela anaknya tidak makan,
tidur semalaman dalam keadaan lapar untuk memuliakan tamunya Rasulullah
saw.

3
‘abdul ‘aziz, Nada bin Fathi as-sayyid. 2007. Ensiklopedi Adab Islam menurut al-qur’an
dan as-sunnah, Jakarta: pustaka Imam Asy-Syafi’i. hal. 153

8
E. Ajaran dalam Hadits
Dalam hadis diatas berisi tentang:
1. Hubungan antar anggota masyarakat.
Manusia hidup di dunia ini berbaur degan manusia lain. Islam telah
berusaha agar hubungan tersebut terjalin dengan baik dan benar. Ini akan
terealisasikan ketika antara satu dengan yang lainnya saling menghormati, dan
komitmen satu sama lain.4
2. Membatasi diri untuk berkata yang baik adalah tanda kesempurnaan iman
seseorang.
Dalam hadist ini Rasulullah SAW mendorong kita untuk berkomitmen
terhadap etika yang baik dan perbuatan yang bermanfaat. Dorongan tersebut
dilakukan dengan cara menjelaskan kepada kita bahwa diantara tanda
kesempurnaan iman seseorang adalah membatasi diri berbicara yang
bermanfaat baginya, baik yang berhubungan dunia maupun akhirat, dan hal-
hal yang membawa manfaat bagi masyarakat.
3. Berlaku baik kepada tetangga
Diatara tanda kesempurnaan iman dan islam adalah berlaku baik
kepada tetangga dan tidak menyakitinya. Berbuat baik kepada tetangga
merupakan keharusan. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial
yang saling membutuhkan antara satu sama lain. Adapun cara berbuat ada
berbagai macam diantaranya memberikan bantuan kepada tetangga, saling
tolong-menolong dan lain-lain.
4. Menghormati tamu.
Menghormati tamu merupakan tanda kesempurnaan iman. Dalam
hadist disebutkan bahwa barang siapa yang komitmen terhadap ajaran Islam
dan mengikuti jejak orang-orang mukmin, maka ia harus menghormati tamu.
Sikap ini merupakan bukti rasa percaya dan ketawakalan seseorang kepada
Allah SWT. Karena itu Rosulullah SAW bersabda “ barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamu”.

4
Syaikh Muhammad Nashiruddin, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, Jakarta:Pustaka
Sahifa, 2008. Hlm: 102

9
Menurut Imam Ahmad berpendapat bahwa menjamu tamu adalah
wajib, selama sehari semalam. Hal ini didasari oleh hadist yang diriwayatkan
oleh ibnu Majah, bahwa Rosulullah SAW bersabda: “menjamu tamu sehari
semalam adalah kewajiban seorang muslim”.
Al Qadhi iyadh berkata, “makna hadist diatas bahwa yang memiliki
hukum wajib dalam syariat islam adalah memuliakan tetangga dan tamu serta
memperlakukan mereka dengan baik.5
5. Adab menerima tamu dan bertamu
Menghormati bisa dalam bentuk bersikap ramah, berbicara dengan
baik, bersegera menyajikan jamuan, termasuk menjamu dengan makanan yang
ada atau yang lebih baik dari yang dimakan keluarganya selama sehari
semalam. Dua hari berikutnya dengan makanan yang dimakan oleh
keluarganya, dengan tidak memaksakan diri hingga membebani keluarganya.

G. Kata Kunci Hadits


Kalimat “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat”,
maksudnya adalah barang siapa beriman dengan keimanan yang sempurna, yang
(keimanan nya itu) menyelamatkan nya dari adzab Allah dan membawanya
mendapatkan ridha Allah, “maka hendaklah ia berkata baik atau diam” karena
orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya tentu dia takut kepada
ancaman-Nya, mengharapkan pahala-Nya, bersungguh-sungguh melaksanakan
perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Yang terpenting dari semuanya itu
ialah mengendalikan gerak-gerik seluruh anggota badan nya karena kelak dia akan
dimintai tanggung jawab atas perbuatan semua anggota badannya, sebagaimana
tersebut pada firman Allah :

‫ُﻮﻻ‬
ً ‫ِﻚ ﻛَﺎ َن َﻋْﻨﻪُ َﻣ ْﺴﺌ‬
َ ‫ﺼَﺮ وَاﻟْ ُﻔﺆَا َد ُﻛ ﱡﻞ أُوﻟَﺌ‬
َ َ‫َﻚ ﺑِِﻪ ِﻋ ْﻠ ٌﻢ إِ ﱠن اﻟ ﱠﺴ ْﻤ َﻊ وَاﻟْﺒ‬
َ‫ﺲﻟ‬َ ْ‫ْﻒ ﻣَﺎ ﻟَﻴ‬
ُ ‫وََﻻ ﺗَـﻘ‬
﴾36﴿
”Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya kelak pasti
akan dimintai tanggung jawabnya) .“(QS. Al Isra’ : 36)

5
Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Jakarta: Pustaka Azzam, 2010. Hlm: 122

10
Sebagian ulama berkata: “Seluruh adab yang baik itu bersumber pada
empat Hadits, antara lain adalah Hadits “barang siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam”. Sebagian ulama
memaknakan Hadits ini dengan pengertian; “Apabila seseorang ingin berkata,
maka jika yang ia katakan itu baik lagi benar, dia diberi pahala. Oleh karena itu, ia
mengatakan hal yang baik itu. Jika tidak, hendaklah dia menahan diri, baik
perkataan itu hukumnya haram, makruh, atau mubah”. Dalam hal ini maka
perkataan yang mubah diperintahkan untuk ditinggalkan atau dianjurkan untuk
dijauhi Karena takut terjerumus kepada yang haram atau makruh dan seringkali
hal semacam inilah yang banyak terjadi pada manusia.
Kalimat “hendaklah ia memuliakan tetangganya…………maka hendaklah
ia memuliakan tamunya” , menyatakan adanya hak tetangga dan tamu, keharusan
berlaku baik kepada mereka dan menjauhi perilaku yang tidak baik terhadap
mereka. Allah telah menetapkan di dalam Al Qur’an keharusan berbuat baik
kepada tetangga dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Jibril
selalu menasehati diriku tentang urusan tetangga, sampai-sampai aku
beranggapan bahwa tetangga itu dapat mewarisi harta tetangganya”.
Pengarang kitab Al Ifshah mengatakan : “Hadits ini mengandung hukum,
hendaklah kita berkeyakinan bahwa menghormati tamu itu suatu ibadah yang
tidak boleh dikurangi nilai ibadahnya, apakah tamunya itu orang kaya atau yang
lain. Juga anjuran untuk menjamu tamunya dengan apa saja yang ada pada dirinya
walaupun sedikit. Menghormati tamu itu dilakukan dengan cara segera
menyambutnya dengan wajah senang, perkataan yang baik, dan menghidangkan
makanan. Hendaklah ia segera memberi pelayanan yang mudah dilakukannya
tanpa memaksakan diri”.
Selanjutnya ia berkata : Adapun sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
“maka hendaklah ia berkata baik atau diam” , menunjukkan bahwa perkatan
yang baik itu lebih utama daripada diam, dan diam itu lebih utama daripada
berkata buruk. Demikian itu karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
dalam sabdanya menggunakan kata-kata “hendaklah untuk berkata benar” di
dahulukan dari perkataan “diam”. Berkata baik dalam Hadits ini mencakup

11
menyampaikan ajaran Allah dan rasul-Nya dan memberikan pengajaran kepada
kaum muslim, amar ma’ruf dan nahi mungkar berdasarkan ilmu, mendamaikan
orang yang berselisih, berkata yang baik kepada orang lain. Dan yang terbaik dari
semuanya itu adalah menyampaikan perkataan yang benar di hadapan orang yang
ditakuti kekejamannya atau diharapkan pemberiannya.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hadits tentang bertamu dan menerima tamu tersebut merupakan hadits
shahih, karena di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang
mana hadits setiap hadits yang diriwayatkan oleh beliau pasti melalui
penyaringan yang kuat.
2. Ajaran dalam hadits tersebut yakni:
1. Hubungan antar anggota masyarakat
2. Membatasi diri untuk berkata yang baik adalah tanda kesempurnaan
iman seseorang
3. Berlaku baik kepada tetangga
4. Menghormati tamu
5. Adab menerima tamu dan bertamu
3. Asbabul wurud hadits tersebut yakni pada suatu hari nabi kedatangan
seorang tamu akan tetapi nabi tidak dapat menjamu tamu tersebut sehingga
nabi menawarkan kepada para sahabat untuk menjamu tamu tersebut. salah
seorang sahabat anshor mengacungkan tangan dan siap untuk menjamu
tamu tersebut. sahabat tersebut langsung pulang dan menyiapkan
jamuannya. Sahabat tersebut mengatakan hal tersebut kepada istrinya, sang
istri berkata, dengan apa kita menjamu tamu tersebut sedang makanannya
hanya cukup untuk satu orang, itupun anak kita belum makan. Sang suami
menyuruh untuk menidurkan sang anak tanpa makan malam. Selanjutnya
sang istri bertanya lagi tamu tersebut tidak akan mau makan kalau kita juga
tidak makan sedangkan makanannya hanya cukup untuk satu orang saja.
Jawab sang suami “ketika mereka makan kita matikan saja lampunya, kita
berikan makanan kepada mereka dan kita berpura-pura ikut makan dengan
membawa piring kosong”. Dan mereka menjalankan rencana tersebut, tamu
tersebut makan dengan tenangnya tanpa mengetahui kejadian yang
sebenarnya. Dan tamu tersebut pulang dalam keadaan kenyang dan senang.

13
Pada saat shalat subuh berjamaah dengan Rasulullah tamu tersebut berkata
kepada Rasulullah “Alhamdulillah ya Rasulullah aku dijamu dengan
makanan dan tidur dengan tenang”. Rasul berkata “Allah semalam sangat
ridho kepada shohibul bait (tuan rumah) yang menjamumu itu”.(Shahih
Bukhari)
4. Menghormati tamu merupakan tanda kesempurnaan iman. Dalam hadist
disebutkan bahwa barang siapa yang komitmen terhadap ajaran Islam dan
mengikuti jejak orang-orang mukmin, maka ia harus menghormati tamu.
Sikap ini merupakan bukti rasa percaya dan ketawakalan seseorang kepada
Allah SWT. Karena itu Rosulullah SAW bersabda “ barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamu”.
5. Adab bertamu bagi tamu: Hendaknya memenuhi undangan dan tidak
terlambat, tidak membedakan siapa yang mengundang, pulang dengan hati
lapang, mendoakannya, dll.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Bugha, Musthofa Dieb. 1998. Al- Wafi Fi syarhil An- Nawawiyah, Jakarta:
Muhil Dhofir Lc,
Nashiruddin, Syaikh Muhammad. 2008. Shahih at-Targhib wa at-
Tarhib. Jakarta:Pustaka Sahifa.
An-Nawawi, Imam. 2010. Syarah Shahih Muslim. Jakarta: Pustaka Azzam.
Www.geocities.com/dmgto/mabhats201/tamu.htm - 22k.
‘abdul ‘aziz, Nada bin Fathi as-sayyid. 2007. Ensiklopedi Adab Islam menurut al-
qur’an dan as-sunnah, Jakarta: pustaka Imam Asy-Syafi’i.

15

Anda mungkin juga menyukai