Anda di halaman 1dari 36

Hadis Memuliakan Tamu

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas UAS mata kuliah Hadis
Maudhu’i

Dosen Pengampu:

Sofyan Effendi, S. Th.I, MA

Disusun Oleh:

Haiva Zatriana Zahrah (17210832)

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN JAKARTA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

2019-2020 M
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahnmanirrahim

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam
yang telah memberikan rahmat dan hidayah serta rezeki yang
melimpah. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada junjunan alam Nabi besar Muhammad Saw .Semoga dengan
sholawat yang tak jemu-jemu kita ucapkan berhadiah syafaat yang
dapat menolong kita di yaumil masyhar kelak.

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmatnya dan memberikan kekuatan dan kesabaran
dan menolong kesusahan yang saya rasakan hingga dengan ridha dan
inayahnya kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas UAS
mata kuliah Hadis Maudhu’i yang berjudul “Hadis Memuliakan Tamu”.
Dan terimakasih saya ucapkan kepada Bpk. Sofyan Effendi, S. Th.I, MA
yang telah memberikan saya ilmu yang bermanfaat dan memberikan
pengajaran yang baik. Maka dari itu saya mohon maaf atas kekurangan
dan kesalahan dalam pembuatan makalah ini.

Ciputat, 3 Desember 2019

Penyusun

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................1
C. Tujuan Masalah..................................................................................................1
PEMBAHASAN................................................................................................................2
HADIS MEMULIAKAN HAK TAMU...................................................................................2
1. Keutamaan Memuliakan Tamu.........................................................................2
2. Adab-adab Tuan Rumah Terhadap Tamu...........................................................5
3. Adab-adab Orang yang bertamu......................................................................15
4. Kisah-kisah Terpuji dan Tercela Mengenai Pertamuan....................................25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai manusia, sudah menjadi fitrah atau bahwa kita adalah
makhluk yang tak bisa dipisahkan dari berkomunikasi dan berhubungan
dengan orang lain. Dalam berhubungan sosial, kita sering melakukan
diskusi, saling bertukar pendapat, berbagi cerita, dan berbagai
pembicaraan atau komunikasi lainnya. Salah satu cara berkomunikasi
dalam rangka bermasyarakat adalah dengan bertamu. Selain sebagai
sarana menyampaikan kebutuhan kita kepada orang lain, bertamu juga
bisa sebagai sarana mempererat tali silaturahim kita dengan orang lain.
Islam mengajarkan kita tentang bersilaturahim karena dengan
bersilaturahim akan memperpanjang usia dan memperbanyak rezeki.
Islam juga mengajarkan kita bagaimana memperlakukan tamu. Dalam
makalah ini saya akan membahas etika atau adab seorang muslim
memperlakukan tamunya begitu pula sebaliknya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa keutamaan memuliakan tamu?
2. Bagaimana adab tuan rumah terhadap tamu?
3. Bagaimana adab tamu terhadap tuan rumah?
4. Apa kisah tercela dan terpuji mengenai pertamuan?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui keutamaan memuliakan tamu
2. Untuk mengetahui adab tuan rumah terhadap tamu
3. Untuk mengetahui adab tamu terhadap tuan rumah
4. Untuk mengetahui kisah tercela dan terpuji mengenai
pertamuan

1
BAB II

PEMBAHASAN

HADIS MEMULIAKAN HAK TAMU

1. Keutamaan Memuliakan Tamu


Bertamu adalah berkunjung ke rumah orang lain dalam rangka
mempererat silahturrahim. Maksud orang lain disini bisa tetangga,
saudara (sanak famili), teman sekantor, teman seprofesi, dan
sebagainya. Bertamu tentu ada maksud dan tujuannya, antara lain
menjenguk yang sedang sakit, ngobrol-ngobrol biasa, membicarakan
bisnis, membicarakan masalah keluarga, dan sebagainya. adab bertamu
dapat dipahami sebagai tingkah laku seseorang yang baik berdasarkan
kesucian jiwa dan dimanifestasikan melalui aturan-aturan dalam
bertamu yang sesuai dengan syari’at agama Islam. Orang muslim
beriman berkewajiban memuliakan tamu, menghormatinya dengan
penghormatan yang semestinya, sebab dengan saling menghormati,
maka akan terlihat suatu keharmonisan antara satu dengan yang lain.
Hal tersebut telah Rasul ajarkan dalam sabdanya:

‫صالِ ٍح َع ْن أَيِب‬ ٍ‫ص‬


َ ‫ني َع ْن أَيِب‬
ِ ‫ص عن أَيِب ح‬
َ ْ َ ِ ‫َح َو‬
ٍِ
ْ ‫َح َّدثَنَا ُقَتْيبَةُ بْ ُن َسعيد َح َّدثَنَا أَبُو اأْل‬

‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َكا َن يُ ْؤ ِم ُن بِاللَّ ِه َوالَْي ْوِم اآْل ِخ ِر فَاَل‬ ِ ُ ‫هريرةَ قَ َال قَ َال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َْ َ ُ
‫ضْي َفهُ َو َم ْن َكا َن يُ ْؤ ِم ُن بِاللَّ ِه‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫يُ ْؤذ َج َارهُ َو َم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن بِاللَّه َوالَْي ْوم اآْل خ ِر َف ْليُ ْك ِر ْم‬
ِ ِ ِ
‫ت‬ ْ َ‫َوالَْي ْوم اآْل خ ِر َف ْلَي ُق ْل َخْيًرا أ َْو لي‬
ْ ‫ص ُم‬

2
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah
menceritakan kepada kami Abu Al Ahwash dari Abu Hashin dari Abu
Shalih dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: "Barangsiapa berimana kepada Allah dan hari Akhir,
janganlah ia mengganggu tetangganya dan barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia berkata baik atau diam."
(HR. Bukhari) no. 55591

Syarah Hadis:

Maksud “barangsiapa beriman” adalah iman yang sempurna.


Dikhususkan iman kepada Allah dan hari akhir sebagai isyarat
permulaan dan akhiran. Maksudnya, barangsiapa beriman kepada Allah
yang menciptakannya dan beriman bahwa Dia akan membalasnya
dengan amal-amalnya, maka hendaklah melakukan hal- hal yang
disebutkan.Hadis diatas menunjukkan bahwa kewajiban itu ada dua
macam: kewajiban kepada Allah dan kewajiban kepada sesama.
Kewajiban yang terkait dengan hak Allah adalah menjaga lisan artinya
kalau kita beriman dengan benar kepada Allah dan hari akhir, maka
disuruh untuk menjaga lisan. Bentuknya adalah berkata yang baikatau
jika tidak bisa diperintahkan untuk diam. Ikram dalam hadis yang
dimaksudkan adalah memuliakan dengan sebaik-baiknya, yaitu
memuliakan dengan sempurna pada tetangga dan tamu. Hadis ini juga
memotivasi untuk berbuat baik pada tamu dengan memuliakannya.
Salah satu adab yang disebutkan dalam kitab Ihya’ Ulum Ad-Diin karya
Imam Al-Ghazali: “Janganlah seseorang mengatakan pada tamunya,
“Mau tidak saya menyajikan engkau makanan?” Akan tetapi yang

1
Imam Bukhari, “Ensiklopedia Hadits 2: Shahih Bukhari 2 ”, Jakarta: PT. Niaga
Swadaya, 2012. hlm. 532

3
tepat, tuan rumah menyajikan apa yang ia punya. Imam Sufyan Ats-
Tsauri menyebutkan, “Jika saudaramu mengunjungimu, maka jangan
bertanya padanya, “Apakah engkau mau makan?” atau bertanya,
“Apakah aku boleh sajikan makan untukmu?” Akan tetapi yang baik,
jika ia mau makan apa yang disajikan, syukurlah. Jika tidak mau
menikmatinya, tinggal dibereskan sajian tersebut.

Fiqhul Hadis:

Hadis ini menunjukan bahwa kewajiban itu ada dua macam: (1)
kewajiban kepada Allah (2) kewajiban kepada sesama. Kewajiban yang
terkait dengan hak Allah adalah menjaga lisan, artinya kalau kita
beriman dengan benar kepada Allah dan hari akhir maka disuruh untuk
menjaga lisan. Bentuknya adalah (1) berkata yang baik, (2)
diperintahlan untuk diam.2

Kemudian Rasul juga berwasiat untuk menghormati tamu berikut ini:

ِ ِ‫ح َّدثَنا قَبِيص ةُ ح َّدثَنا ابن عيين ةَ عن س لَيما َن اأْل َح و ِل عن س ع‬


‫يد بْ ِن ُجَبرْيٍ َع ْن ابْ ِن‬ َ َْ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َُ ُ ْ َ َ َ َ َ
‫ب‬
َ ‫ض‬ ِ ‫يس َو َم ا َي ْو ُم اخْلَ ِم‬
َ ‫يس مُثَّ بَ َكى َحىَّت َخ‬ ِ ‫ال َي ْو ُم اخْلَ ِم‬
َ َ‫اس َر ِض َي اللَّهُ َع ْن ُه َما أَنَّهُ ق‬
ٍ َّ‫َعب‬

ِ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َو َجعُ هُ يَ ْو َم اخْلَ ِم‬


‫يس‬ ِ ِ
َ ‫اش تَ َّد بَِر ُس ول اللَّه‬
ْ ‫ال‬
َ ‫ص بَاءَ َف َق‬
ْ َ‫َد ْمعُ هُ احْل‬
‫ض لُّوا َب ْع َدهُ أَبَ ًدا َفَتنَ َازعُوا َواَل يَْنبَغِي ِع ْن َد‬
ِ َ‫اب أَ ْكتُب لَ ُكم كِتَاب ا لَن ت‬
ْ ً ْ ْ
ٍ َ‫ال ا ْئتُويِن بِ ِكت‬
َ ‫َف َق‬
ِ ِ‫ال دع ويِن فَالَّ ِذي أَنَا ف‬ ِ ُ ‫نَيِب َتنَ ازعٌ َف َق الُوا هج ر رس‬
‫يه‬ ُ َ َ َ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي هِ َو َس لَّ َم ق‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ ََ َ ُ ٍّ
ِ‫ني ِم ْن َج ِزي رة‬ِ ٍ ِ ِ ‫مِم‬
َ ْ ‫ص ى ع ْن َد َم ْوتِه بِثَاَل ث أ‬
َ ‫َخ ِر ُج وا الْ ُم ْش ِرك‬ َ ‫َخ ْي ٌر َّا تَ ْدعُويِن إِلَْي هِ َوأ َْو‬
2
Imam Nawawi, “Syarah dan Terjemah Riyadhus Sholihin”, Jakarta: Al-I’tishom, 2014.
hlm778
4
‫وب بْ ُن حُمَ َّم ٍد‬ َ َ‫يت الثَّالِثَةَ َوق‬
ُ ‫ال َي ْع ُق‬
ِ ِ ْ‫ب وأ َِجيزوا الْوفْ َد بِنح ِو ما ُكن‬
ُ ‫ت أُج ُيز ُه ْم َونَس‬
ُ َ ْ َ َ ُ َ ِ ‫الْ َع َر‬

ُ‫ال َم َّكةُ َوالْ َم ِدينَ ةُ َوالْيَ َم َام ة‬ ِ ‫ت الْ ُمغِريَةَ بْ َن َع ْب ِد ال رَّمْح َ ِن َع ْن َج ِزي َرةِ الْ َع َر‬
َ ‫ب َف َق‬ ُ ْ‫َس أَل‬

َ‫وب َوالْ َع ْر ُج أ ََّو ُل هِتَ َامة‬


ُ ‫ال يَ ْع ُق‬
َ َ‫َوالْيَ َم ُن َوق‬
“Telah bercerita kepada kami  Qobishah  telah bercerita
kepada kami  Ibnu 'Uyainah  dari  Sulaiman Al Ahwal  dari  Sa'id bin
Jubair  dari Ibnu 'Abbas radliyallahu 'anhuma bahwa dia berkata:
"Hari Kamis dan apakah hari Kamis?" Lalu dia menangis hingga
air matanya membasahi kerikil. Dia berkata: "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bertambah parah sakitnya pada hari
Kamis lalu Beliau berkata: "Berilah aku buku sehingga bisa
kutuliskan untuk kalian suatu ketetapan yang kalian tidak akan
sesat sesudahnya selama-lamanya". Kemudian orang-orang
bertengkar padahal tidak sepatutnya mereka bertengkar di
hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka ada yang
berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah terdiam".
Beliau berkata: "Biarkanlah aku. Sungguh aku sedang
menghadapi perkara yang lebih baik daripada ajakan yang kalian
seru". Beliau berwasiat menjelang kematiannya dengan tiga hal:
"Usirlah orang-orang musyrikin dari jazirah 'Arab, hormatilah
para tamu seperti aku menghormati mereka dan aku lupa yang
ketiganya." Dan Ya'qub bin Muhammad berkata, aku bertanya
kepada Al Mughiroh bin 'Abdurrahman tentang jazirah 'Arab,
maka dia menjawab: "Makkah, Madinah, Yamamah dan Yaman".
Dan berkata Ya'qub: "Dan 'Aroj yang merupakan permulaan
Tihamah". (HR. Bukhari) no: 2825

2. Adab-adab Tuan Rumah Terhadap Tamu


A. Menghormati Tamu Dan Melayani Tamu

5
ِ ‫ول اللَّ ِه صلى اهلل عليه وسلم قَ َال من َكا َن ي‬
‫ؤم ُن باللَّه‬ َ ‫َع ْن اَيِب ُشَريح الْ َك ْعيِب اَ ْن َر ُس‬
ُ َْ
ِ ِّ ‫ضْي َفهُ َجائَِزتُهُ َي ْو ٌم َولَْيلَةٌ َو‬ ِ ِ
َ ‫الضيَافَةُ ثَالَثَةُ اَيَّام فَ َم َاب ْع َد ذَّل‬
‫ك َف ُه َو‬ َ ‫َوالَْي ْوم األَخ ِر َف ْليُ ْك ِر ْم‬
ِ ِ
ِ ٌ ِ‫اعيل قَ َال ح َّدثَيِن مال‬ ِ َّ ‫وي ِعْن َدهُ َح‬ ِ
ُ‫ك م ْثلَه‬ َ َ ُ َ‫ت حُي ر َجهُ َح َّد َثنَا امْس‬ َ ْ‫ص َدقَةٌ َوالَ حَي ُّل اَ ْن َيث‬
َ
ِ ِ ِ ِ ِ
‫ت‬ ْ َ‫َو َز َاد َم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن بِاللَّه َولَْي ْوم االَخ ِر َف ْلَي ُقل َخْيًرا ْاو لي‬
ْ ‫ص ُم‬
“Dari Abu Syuraikh Al-Ka’bi, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah
ia memuliakan tamunya dengan memberikan pelayanan kepadanya
selama sehari semalam. Memberikan pelayan kepada tamu itu selama
tiga hari tiga malam. Adapun selebihnya merupakan sedekah, dan
tidak halal bagi tamu untuk tinggal disisinya hingga membuatnya tidak
nyaman.” Malik meriwayatkan dengan riwayat yang sama namunia
menambahkan: siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka
hendaklah bertutur kata yang baik atau lebih baik diam”. (HR.Bukhari)
no. 5563

Syarah Hadis:

Maksud memuliakan tamu dalam hadis di atas mencakup


perseorangan maupun kelompok tentu saja hal ini dilakukan
berdasarkan kemampuan bukan karena riya. Dalam syariat Islam,
batas memuliakan tamu adalah (hari ti ga malam, sedangkan
selebihnya merupakan sedekah). Orang yang dimaksud
memuliakan tamu ialah yang meberikan pelayanana terbaik
kepada tamunya berdasarkan kemampuan dan ti dak
memaksakan diluar dari kemampuan. Dalam sejumlah hadis
dijelaskan bahwa batas kewajiban memuliakan tamu adalah
ti ga hari ti ga malam. Pelayanan lebih dari tiga hari tersebut
termasuk sedekah. Dalam batas kewajiban tersebut tuan rumah wajib
memberikan pelayanan berupa makanan sesuai kemampuannya tanpa

3
Imam Bukhari, “Ensiklopedia Hadits 2: Shahih Bukhari 2 ”, Jakarta: PT. Niaga
Swadaya, 2012. hlm. 556
6
ada unsur memaksakan diri. Pelayanan t a m u t e r m a s u k k a t e g o r i
n a fk a h w a j i b d a n ti d a k w a j i b k e c u a l i bagi orang yang
mempunyai kelebihan nafk ah keluarga. Selain itu, termasuk
kategori memuliakan tamu ialah sambutan yang hangat dan
senanti asa menampakkan kerelaan dan rasa senang atas pelayanan
yang diberikannya.

Fiqhul Hadis:

Diantara kewajiban ukhuwah ialah melayani tamu selama tiga


hari, selebihnya merupakan shodaqah dan kebaikan. Bila yang
dikunjungi hendaknya menghormati tamunya secara maksimal pada
hari pertama, sedangkan pada dua hari berikutnya hendaknya ia
menghormati tamu sesuai dengan kemampuannya.4

B. Menyiapkan hidangan dan memberikan pelayanan lebih terhadap


tamu
‫ َع ْن َع ْو ِن بْ ِن أَيِب‬،‫س‬
ِ ‫ َح َّدثَنَا أَبُو العُ َمْي‬،‫ َح َّدثَنَا َج ْع َفُر بْ ُن َع ْو ٍن‬،‫َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن بَشَّا ٍر‬

،‫ َوأَيِب الد َّْر َد ِاء‬،‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َبنْي َ َس ْل َما َن‬ ِ
َ :‫ قَ َال‬،‫ َع ْن أَبِيه‬،َ‫ُج َحْي َفة‬
َ ُّ ‫آخى النَّيِب‬
‫وك‬
َ ‫َخ‬ ِ ُ‫ ما َشأْن‬:‫ َف َق َال هَل ا‬،ً‫ َفرأَى أ َُّم الدَّر َد ِاء متَب ِّذلَة‬،‫َفزار س ْلما ُن أَبا الدَّر َد ِاء‬
ُ ‫ أ‬:‫ت‬
ْ َ‫ك؟ قَال‬ َ َ َُ ْ َ ْ َ َ َ ََ
‫ ُك ْل؟‬:‫ َف َق َال‬،‫صنَ َع لَهُ طَ َع ًاما‬ ِ ُّ ‫اجةٌ يِف‬ ِ
َ َ‫ فَ َجاءَ أَبُو الد َّْر َداء ف‬،‫الد ْنيَا‬ َ ‫س لَهُ َح‬
َ ‫أَبُو الد َّْر َداء لَْي‬
ِ ِ ِ ‫ فَِإيِّن‬:‫قَ َال‬
َ ‫ َفلَ َّما َكا َن اللَّْي ُل ذَ َه‬،‫ فَأَ َك َل‬:‫ قَ َال‬،‫ َما أَنَا بآك ٍل َحىَّت تَأْ ُك َل‬:‫ قَ َال‬،‫صائ ٌم‬
‫ب أَبُو‬ َ
ِ ‫ َفلَ َّما َكا َن ِمن‬، ‫ مَن‬:‫ مُثَّ َذهب ي ُقوم َف َق َال‬،‫ َفنَام‬، ‫ مَن‬:‫ قَ َال‬،‫الدَّرد ِاء ي ُقوم‬
:‫آخ ِر اللَّْي ِل قَ َال‬ ْ ْ ُ َ َ َ َ ْ ُ َ َْ
ِ ِ
،‫ك َحقًّا‬ َ ‫ َولَن ْف ِس‬،‫ك َحقًّا‬
َ ‫ك َعلَْي‬ َ ِّ‫ إِ َّن لَرب‬:‫صلَّيَا َف َق َال لَهُ َس ْل َما ُن‬
َ ‫ك َعلَْي‬ َ َ‫ ف‬،‫َس ْل َما ُن قُ ِم اآل َن‬

4
Imam Nawawi, “Syarah dan Terjemah Riyadhus Sholihin”… hlm. 779
7
،‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ِ ْ ‫ فَأ‬،‫ك حقًّا‬ ِ
َ َّ ‫ فَأَتَى النَّيِب‬،ُ‫َعط ُك َّل ذي َح ٍّق َحقَّه‬ َ ‫َوأِل َْهل‬
َ َ ‫ك َعلَْي‬
ِ ِ
َ :‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم‬
‫«ص َد َق َس ْل َما ُن‬ َ ُّ ‫ َف َق َال النَّيِب‬،ُ‫ك لَه‬
َ ‫»فَ َذ َكَر ذَل‬

“Dari Aun bin Abu Juhaifah, dari ayahnya, ia berkata: Nabi Saw
mempersaudarakan Salman dengan Abu Ad-Darda, lalu Salman
mengunjungi Abu Ad-Darda, lalu Salman melihat Ummu Ad-Darda
berdandan ala kadarnya, maka ia bertanya kepadanya “apa yang
terjadi pada dirimu?” ia menjawab, saudaramu Abu Darda tidak ada
kemauan terhadap dunia. Tiba-tiba datanglah Abu Ad-Darda,
kemudian Abu Ad-Darda membuatkan makanan untuk Salman, sambil
berkata, nikmatilah makanan ini karena sesungguhnya aku sedang
berpuasa. Salman menjawab, aku tidak akan makan hingga engkau
menikmati makanan ini. Lalu Abu Darda pun menikmati makanan,
maka ketika malam telah tiba, Abu Darda berangkat untuk
menunaikan shalat malam, maka Salman berkata “tidurlah”. Lalu Abu
Darda pun tidur, kemudian ia bangun untuk melakukan Qiyamul Lail,
maka (Salman) berpesan: tidurlah, maka tidurlah Abu Darda, ketika
masuk disepertiga malam yang akhir, Salman berkata, “bangunlah
sekarang” ia cerita “lalu keduanya menunaikan shalat, kemudian
Salman berkata kepadanya: sesungguhnya teruntuk Tuhanmu terdapat
hak (yang harus kamu penuhi) dan teruntuk dirimu juga ada hak yang
harus kamu penuhi serta teruntuk istrimu juga terdapat hak (yang
harus kamu temuhi). Karenanya, berikanlah setiap yang berhak akan
haknya. Lalu Abu Darda mendatangi Nabi, kemudian mengisahkannya
kepada beliau, maka Nabi bersabda, “benar apa yang dilakukan
Salman” (HR. Bukhari) no. 6139 5
C. Tidak Diperkenankan Keluh Kesah Dan Marah Yang Saat Ada
Tamu

5
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, “Ensiklopedia Hadits 2: Shahih
Bukhari 2 ”… hlm. 557
8
ٍّ ‫ َح َّدثَنَا ابْ ُن أَيِب َع ِد‬، ‫َح َّدثَيِن حُمَ َّم ُد بْ ُن املَثىَّن‬
‫ قَ َال َعْب ُد‬،‫ َع ْن أَيِب عُثْ َما َن‬،‫ َع ْن ُسلَْي َما َن‬،‫ي‬
ُ
ٍ ‫َضي‬
‫ فَأ َْم َسى‬،ُ‫اف لَه‬ ِ ٍ َ ِ‫ جاء أَبو ب ْك ٍر ب‬:‫الرَّمْح َ ِن بْن أَيِب ب ْك ٍر ر ِضي اللَّهُ َعْنهما‬
َ ْ ‫ضْيف لَهُ أ َْو بأ‬ َ ُ َ َ َُ َ َ َ ُ
‫ أ َْو‬- ‫ك‬ ِ ‫ احتبست عن‬:‫ قَالَت لَه أ ُِّمي‬،‫ َفلَ َّما جاء‬،‫ِعْن َد النَّيِب صلَّى اهلل علَي ِه وسلَّم‬
َ ‫ضْيف‬
َ ْ َ َ ْ ََ ْ ُ ْ ََ َ َ َ ْ َ ُ َ ِّ
- ‫ فَأ ََب ْوا‬- ‫ أ َْو َعلَْي ِه ْم‬- ‫ضنَا َعلَْي ِه‬ ِ ِ ْ ‫عن أ‬
ْ َ‫ َما َعشَّْيت ِه ْم؟ َف َقال‬:‫ قَ َال‬،َ‫ اللَّْيلَة‬- ‫ك‬
ْ ‫ َعَر‬:‫ت‬ َ ‫َضيَاف‬ َْ

َّ ‫ فَ َس‬،‫ب أَبُو بَ ْك ٍر‬ ِ


ُ ْ‫اختَبَأ‬
‫ يَا‬:‫ َف َق َال‬،‫ت أَنَا‬ ْ َ‫ ف‬،ُ‫ف الَ يَطْ َع ُمه‬
َ َ‫ َو َحل‬،‫َّع‬
َ ‫ب َو َجد‬ َ ‫ َفغَض‬- ‫أ َْو فَأَىَب‬

َ‫ أَ ْن ال‬،‫اف‬ ْ ‫ف أَ ِو األ‬ ِ
ُ َ‫َضي‬ َ َ‫ فَ َحل‬،ُ‫ فَ َحلَ َفت املَْرأَةُ الَ تَطْ َع ُمهُ َحىَّت يَطْ َع َمه‬،‫غُْن َثُر‬
ُ ‫ف الضَّْي‬
ِ َ‫َن ه ِذ ِه ِمن الشَّيط‬
،‫ فَ َد َعا بِالطَّ َع ِام‬،‫ان‬ ْ َ َ َّ ‫ َكأ‬:‫ َف َق َال أَبُو بَ ْك ٍر‬،ُ‫يَطْ َع َمهُ أ َْو يَطْ َع ُموهُ َحىَّت يَطْ َع َمه‬
ِ ِ ‫ فَجعلُوا الَ ير َفعو َن لُْقمةً إِاَّل ربا ِمن أ‬،‫فَأَ َكل وأَ َكلُوا‬
‫ت‬ ْ ‫ يَا أ‬:‫ َف َق َال‬،‫َس َفل َها أَ ْكَثُر مْن َها‬
َ ‫ُخ‬ ْ ْ ََ َ ُ َْ ََ ََ
،‫ فَأَ َكلُوا‬،‫ إِن ََّها اآل َن أَل َ ْكَثُر َقْب َل أَ ْن نَأْ ُك َل‬، ‫«و ُقَّر ِة َعْييِن‬
َ :‫ت‬ ٍ ‫بَيِن فَِر‬
ْ َ‫ َما َه َذا؟ َف َقال‬،‫اس‬
‫ فَ َذ َكَر أَنَّهُ أَ َك َل ِمْن َها‬،‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ‫»وبع َ هِب‬
َ ِّ ‫ث َا إِىَل النَّيِب‬ ََ َ
“Dari Abu Ustman, Abdurrahman bin Abu Bakar r.a. berkata:
Abu Bakar datang dengan membawa tamunya, lalu sore harinya ia
pergi menemui Nabi Saw, tatkala ia datang, ibuku bertanya
kepadanya: apakah engkau mengharapkan pahala malam ini dan
melayani tamumu?, ia berkata, atau belum kamu jamu makam
malam mereka?, (ibuku) menjawab: kami telah menawarkan
makanan untuknya- atau kepada mereka, namun mereka enggan
menikmati jamuan. Maka marahlah Abu Bakar sampai ia mencaci
dan memberikan jamuan makanan berkualitas rendah bahkan
sampai bersumpah untuk tidak menikmati makanan. Maka akupun
(Abdurrahman) bersembunyi, lalu ia memanggil: ya berbadan berat
dan gemuk. Maka si wanita (Ibunya Abdurrahman) bersumpah untuk
tidak menikmati makanan hingga ia menikmatinya, maka tamu pun

9
atau para tamu juga bersumpah untuk tidak menikmati makanan
hingga ia (Abu Bakar) menikmatinya. Abu bakar berkata, sepertinya
ia berasal dari syetan. Lalu ia meminta dihidangkan makanan lalu
dinikmati makanan tersebut dan para tamu akhirnya menikmati
makanan juga. Hingga mereka tidak menikmati satu suap pun kecuali
di bawahnya lebih banyak dari yang dikonsumsi, maka Abu Bakar
bertanya: wahai saudari perempuan Bani Firas, ada apa ini? Ia
menjawab, ini penyejuk mataku, sungguh makanan ini sekarang lebih
banyak dari yang sebelum dinikmati. Lalu mereka menikmati
makanan tersebut bahkan mengirimkan sebagiannya untuk Nabi
Saw, dan dikisahkan bahwa Nabi Saw menikmati makanan tersebut”.
(HR. Bukhari) no. 61406

D. Perkataan Tamu Terhadap Tuan Rumah: “Aku Tidak Mau Makan


Hingga Engkau Makan”

ُّ ‫ َح َّدثَنَا َسعِي ٌد اجلَُريْ ِر‬،‫َعلَى‬


،‫ َع ْن أَيِب عُثْ َما َن‬،‫ي‬ ِ ِ ‫ح َّدثَنا عيَّاش بن‬
ْ ‫ َح َّد َثنَا َعْب ُد األ‬،‫الوليد‬
َ ُْ ُ َ َ َ
‫ َف َق َال لِ َعْب ِد‬،‫ف َر ْهطًا‬ َّ ‫ أ‬،‫َع ْن َعْب ِد الرَّمْح َ ِن بْ ِن أَيِب بَ ْك ٍر َر ِضي اللَّهُ َعْن ُه َما‬
َ َ‫َن أَبَا بَ ْك ٍر ت‬
َ َّ‫ضي‬ َ
‫ فَا ْفُر ْغ ِم ْن‬،‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ
َ ِّ ‫ فَِإيِّن ُمْنطَل ٌق إِىَل النَّيِب‬،‫ك‬
َ َ‫َضيَاف‬
ْ ‫كأ‬ ُ :‫الرَّمْح َ ِن‬
َ َ‫«دون‬

:‫ َف َقالُوا‬،‫ اطْ َع ُموا‬:‫ َف َق َال‬،ُ‫اه ْم مِب َا ِعْن َده‬ ِ ِ


ُ َ‫ فَانْطَلَ َق َعْب ُد الرَّمْح َ ِن فَأَت‬،»َ‫قَر ُاه ْم َقْب َل أَ ْن أَجيء‬
:‫ قَ َال‬،‫ب َمْن ِزلِنَا‬
ُّ ‫ني َحىَّت جَيِ يءَ َر‬ِِ ِ ُّ ‫أَين ر‬
َ ‫ َما حَنْ ُن بِآكل‬:‫ قَالُوا‬،‫ اطْ َع ُموا‬:‫ قَ َال‬،‫ب َمْن ِزلنَا‬ َ َْ
،‫ت أَنَّهُ جَيِ ُد َعلَ َّي‬ ِ ِ
ُ ْ‫ َف َعَرف‬،‫ فَأ ََب ْوا‬،ُ‫ فَِإنَّهُ إِ ْن َجاءَ َومَلْ تَطْ َع ُموا لََن ْل َقنَي َّ مْنه‬،‫ا ْقَبلُوا َعنَّا قَرا ُك ْم‬
،»‫ «يَا َعْب َد الرَّمْح َ ِن‬:‫ َف َق َال‬،ُ‫َخَبُروه‬
ْ ‫ فَأ‬،‫صَن ْعتُ ْم‬
َ ‫ َما‬:‫ َف َق َال‬،ُ‫ت َعْنه‬
ُ ‫َفلَ َّما َجاءَ َتنَ َّحْي‬
‫ك إِ ْن‬ ُّ ‫ فَ َس َك‬،»‫ «يَا َعْب َد الرَّمْح َ ِن‬:‫ مُثَّ قَ َال‬،‫ت‬
ُ ‫ أَقْ َس ْم‬،‫ «يَا غُْنَثُر‬:‫ َف َق َال‬،‫ت‬
َ ‫ت َعلَْي‬ ُّ ‫فَ َس َك‬

6
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, “Ensiklopedia Hadits 2: Shahih
Bukhari 2 ”… hlm. 558
10
ِ
‫ أَتَانَا‬،‫ص َد َق‬
َ :‫ َف َقالُوا‬،‫ك‬
َ َ‫َضيَاف‬
ْ ‫ َس ْل أ‬:‫ت‬
ُ ‫ َف ُق ْل‬،‫ت‬ َ ‫ص ْويِت لَ َّما جْئ‬
ُ ‫ فَ َخَر ْج‬،»‫ت‬ َ ‫ت تَ ْس َم ُع‬
َ ‫ُكْن‬
ِ ِ ِ
َ ‫ َف َق َال‬،»َ‫ َواللَّه الَ أَطْ َع ُمهُ اللَّْيلَة‬، ‫ «فَِإمَّنَا ا ْنتَظَْرمُتُويِن‬:‫ قَ َال‬،‫بِه‬
ُ‫ َواللَّه الَ نَطْ َع ُمه‬:‫اآلخُرو َن‬
‫ َما أَْنتُ ْم؟ مِلَ الَ َت ْقَبلُو َن َعنَّا قَِرا ُك ْم؟‬،‫ َو ْيلَ ُك ْم‬،‫ «مَلْ أ ََر يِف الشَِّّر َكاللَّْيلَ ِة‬:‫ قَ َال‬،ُ‫َحىَّت تَطْ َع َمه‬

ِ َ‫ األُوىَل لِلشَّيط‬،‫ «بِاس ِم اللَّ ِه‬:‫ضع ي َده َف َق َال‬


‫ فَأَ َك َل‬،‫ان‬ ِ ‫ه‬
ْ ْ ُ َ َ َ ‫ َف َو‬،ُ‫ فَ َجاءَه‬،»‫ك‬
َ ‫ات طَ َع َام‬ َ
‫»وأَ َكلُوا‬
َ
“Dari Abdurrahman bin Abu Bakar r.a. bahwa Abu Bakar
menjamu tamu antara beberapa orang, lalu ia berkata kepada
Abdurrahman, jamulah tamu-tamumu ini, karena aku akan bertemu
dengan Nabi Saw. Selesaikanlah jamuan itu sebelum aku datang. Lalu
Abdurrahman berangkat ”dan membawakan makanan untuk para
tamu yang ada di rumahnya, lalu berkata, “silahkan nikmati
makanan.” Maka tamupun menjawab, “kemana perginya pemilik
rumah?” ia menjawab, “nikmatilah makanan”. Mereka menjawab,
kami tidak akan menikmati makanan hingga tuan rumah datang. Ia
menjawab, terimalah jamuan dari kami, sungguh jika ia datang dan
kalian belum menikmati jamuan dari kami, sungguh ia datang dan
kalian belum menikmati jamuan makan niscaya kami akan mendapat
(teguran) darinya, namun para tamu tetap enggan. Dan akupun
mengetahui bahwa ia (Abu Bakar) mengetahui sesuatu (kekesalan)
pada diriku, maka tatkala ia datang aku berusaha menjauh darinya, ia
bertanya “apa yang kalian kerjakan?” mereka memberitahukan
padanya, lalu ia bertanya, “wahai Abdurrahman”. Akupun diam, lalu ia
memanggil. “wahai orang yang berbadan berat dan gemuk, aku
bersumpah untuk dirimu, jika kamu mendengar suaraku dan kamu
tidak mau datang, niscaya aku akan keluar”. Aku menjawab, tanyalah
kepada tamu-tamumu. Mereka menjawab, “benar, ia membawa
jamuan ini kepada kami.” Ia menjawab, “sesungguhnya, kalian
menungguku?” demi Allah, aku tidak memakannya hingga kamu
menikmatinya. Ia berkata, aku tidak pernah melihat kejelekan seperti
11
malam ini, celakalah kalian, apa sesungguhnya yang terjadi pada diri
kalian? Kenapa kalian tidak menerima penghormatan kami kepada
kalian? Berikanlah makananmu, maka kami membawakan makanan
itu padanya, lalu ia meletakan tangannya seraya bedoa: “Bismillahi ula
Lisy-Syaithan. lalu ia menikmati makanan dan para tamu pun
menikmatinya”. (HR. Bukhari) no. 6141 7

E. Berhias Diri Untuk Menyambut Tamu

‫الص َم ِد قَ َال َح َّدثَيِن أَيِب قَ َال َح َّدثَيِن حَيْىَي بْ ُن أَيِب‬


َّ ‫َح َّدثَنَا َعْب ُد اللَّ ِه بْ ُن حُمَ َّم ٍد َح َّدثَنَا َعْب ُد‬

ِ َ‫ظ ِم ْن الدِّيب‬ ِ ِ ‫مِل‬


‫اج َو َخ ُش َن‬ َ ُ‫ت َما َغل‬ َ ‫إِ ْس َح‬
ُ ‫اق قَ َال قَ َال يِل َسا ُ بْ ُن َعْبد اللَّه َما اإْلِ ْستَْبَر ُق ُقْل‬
‫هِب‬ ٍ ِ ُ ‫ت َعْب َد اللَّ ِه َي ُق‬ ِ ِ
َّ ‫ول َرأَى عُ َمُر َعلَى َر ُج ٍل ُحلَّةً م ْن إِ ْستَْبَرق فَأَتَى َا النَّيِب‬ ُ ‫مْنهُ قَ َال مَس ْع‬
‫َّاس إِذَا قَ ِد ُموا‬
ِ ‫ول اللَّ ِه ا ْشرَتِ َه ِذ ِه فَالْبَ ْس َها لَِوفْ ِد الن‬
َ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َف َق َال يَا َر ُس‬
َ
ِ
َّ ‫ضى مُثَّ إِ َّن النَّيِب‬ َ ‫ضى ِم ْن ذَل‬
َ ‫ك َما َم‬ َ ‫س احْلَ ِر َير َم ْن اَل َخاَل َق لَهُ فَ َم‬ ‫ِمَّن‬
ُ َ‫ك َف َق َال إ َا َيْلب‬
َ ‫َعلَْي‬
ِ ‫هِب‬ ٍ ‫صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم بع َ ِ حِب‬
‫ت‬ َ َّ ‫ث إِلَْيه ُلَّة فَأَتَى َا النَّيِب‬
َ ْ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َف َق َال َب َعث‬ ََ َ َ َ ْ َ ُ َ
‫يب هِبَا َمااًل فَ َكا َن ابْ ُن‬ ِ ِ َ ‫إِيَلَّ هِب ِذ ِه وقَ ْد ُق ْلت يِف ِمثْلِها ما ُقْلت قَ َال إِمَّنَا بعثْت إِلَي‬
َ ‫ك لتُص‬ ْ ُ ََ َ َ َ َ َ َ
ِ ‫ب هِل َذا احْل ِد‬
ِ
‫يث‬ َ َ ‫عُ َمَر يَكَْرهُ الْ َعلَ َم يِف الث َّْو‬

“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad


telah menceritakan kepada kami Abdush Shamad dia berkata: telah
menceritakan kepadaku Ayahku dia berkata: telah menceritakan
kepadaku Yahya bin Abu Ishaq dia berkata: Salim bin Abdullah
berkata kepadaku: "apakah istabraq itu?" aku menjawab: "yaitu kain
sutera yang agak tebal dan kasar." Salim berkata: saya mendengar
7
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, “Ensiklopedia Hadits 2: Shahih
Bukhari 2 ”… hlm. 557
12
Abdullah berkata: "Umar pernah melihat seorang laki-laki
mengenakan baju sutera dari istabraq(sutera tebal), lalu dia datang
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Wahai
Rasulullah, Alangkah bagusnya jika Anda membelinya untuk Anda
pakai saat menerima para utusan yang datang kepada Anda." Maka
beliau menjawab: 'Yang memakai sutera ini hanyalah orang yang
tidak mendapat bagian di akhirat. Tidak berapa lama dari peristiwa
itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus seseorang untuk
memberi kain sutera tersebut kepada Umar, lalu Umar mendatangi
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa kain tersebut
sambil berkata: ""Ya Rasulullah! Bagaimana anda mengutus
seseorang untuk memberiku kain sutera ini, padahal Anda telah
berkata kepadaku tentang baju ini?" beliau menjawab: 'Aku tidak
mengirimkannya kepadamu kecuali supaya kamu mendapatkan hasil
(menjualnya)." Sedangkan Ibnu Umar sangat membenci corak yang
terdapat dalam baju karena hadis ini." (HR. Bukhari) no. 56178

Syarah Hadis:

Memperindah diri dengan memakai pakaian bagus dan untuk


menyambut orang-orang yang datang. Kata wufud adalah bentuk
jamak dari kata waafid, yaitu orang yang datang kepada pemegang
urusan atau penguasa, baik dalam rangka kunjungan biasa ataupun
diutus oleh kaumnya. Maksud utusan di tempat ini dalam perkataan
Umar adalah mereka yang diutus oleh kabilah-kabilah untuk
membaiat Nabi SAW dalam memeluk Islam serta mempelajari agama
Islam lalu kembali mengajari kaumnya. Hanya saja yang disebutkan
dalam bentuk pertanyaan karena Nabi SAW mengingkari Umar.
Namun, yang tampak pengingkaran itu dikarenakan baju tersebut
terbuat dari sutera bukan masalah menghias diri. Hanya saja

8
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, “Ensiklopedia Hadits 2: Shahih
Bukhari 2 “… hlm. 545
13
kemungkinan yang diingkari juga adalah memperindah diri tidak bisa
ditepis. Al-Khaththabi berkata: “Madzhab Ibnu Umar dalam hal ini
adalah mengambil sikap wara”. Adapun Ibnu Abbas berkata dalam
riwayatnya, “kecuali corak- corak pada baju”, sebab ukuran corak
tidak bisa disebut pakaian. Dia berkata, “sekiranya sescorang
bersumpah tidak akan memakai tenunan fulanah, lalu dia mengambil
kain dan dikumpulkan padanya tenunan fulanah tersebut dan
tenunan orang lain, sementara tenunan fulanah itu bila dipisahkan
tidak bisa dibuat sesuatu yang bisa dikatakan dipakai, maka orang itu
tidak berdosa”. Diriwayatkan dari Abu Utsman dari Umar tentang
larangan memakai sutera kecuali sebesar dua jari, tiga jari, atau
empat jari.9

F. Shodaqoh Kepada Tamu


ِ ٍِ
َ ‫ث َح َّدثَنَا أَبُ و َس عيد َم ْوىَل بَيِن َهاش ٍم َح َّدثَنَا‬
‫ص ْخ ُر بْ ُن‬ ْ ‫َح َّدثَنَا َه ُارو ُن بْ ُن اأْل‬
ِ ‫َش َع‬

‫َّق مِب َ ٍال لَهُ َعلَى َع ْه ِد‬


َ ‫صد‬ َّ ‫ُج َويْ ِريَةَ َع ْن نَافِ ٍع َع ْن ابْ ِن عُ َم َر َر ِضي اللَّهُ َع ْن ُه َما أ‬
َ َ‫َن عُ َم َر ت‬ َ
‫ال عُ َم ُر يَ ا‬ ُ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َو َك ا َن يُ َق‬
َ ‫ال لَ هُ مَثْ ٌغ َو َك ا َن خَن ْاًل َف َق‬ ِ ِ
َ ‫َر ُس ول اللَّه‬
َ ‫َّق ب ِِه َف َق‬ ِ ِ ِ
ُّ ‫ال النَّيِب‬ َ ‫صد‬َ َ‫ت أَ ْن أَت‬
ُ ‫يس فَ أ ََر ْد‬
ٌ ‫ت َمااًل َو ُه َو ع ْن دي نَف‬ ْ ‫ول اللَّهِ إِيِّن‬
ُ ‫اسَت َف ْد‬ َ ‫َر ُس‬

‫ث َولَ ِك ْن يُْن َف ُق‬ ِ ‫َّق بِأ‬ ِ


ُ ‫ور‬
َ ُ‫ب َواَل ي‬
ُ ‫وه‬
َ ُ‫َص لهِ اَل يُبَ اعُ َواَل ي‬
ْ ْ ‫صد‬ َ َ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم ت‬
َ
ِ ‫الض ْي‬
‫ف‬ ِ ِ‫اب َوالْ َم َس اك‬
َّ ‫ني َو‬ ِ َ‫الرق‬ َ ‫ص َد َقتُهُ تِْل‬
ِّ ‫ك يِف َسبِ ِيل اللَّهِ َويِف‬ َ َ‫َّق بِهِ عُ َم ُر ف‬
َ ‫صد‬َ َ‫مَثَُرهُ َفت‬

9
Ibnu Hajar Al-Asqalani,”Fathul Baari: Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari”, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2014. hlm. 338
14
ِ ‫اح َعلَى َم ْن َولِيَ هُ أَ ْن يَأْ ُك َل ِمنْ هُ بِالْ َم ْع ُر‬
‫وف أ َْو‬ ِ ِ َّ ‫وابْ ِن‬
َ َ‫الس ب ِيل َولِذي الْ ُق ْرىَب َواَل ُجن‬ َ
‫ص ِدي َقهُ َغ ْي َر ُمتَ َم ِّو ٍل بِ ِه‬ ِ
َ ‫يُوك َل‬
“Telah bercerita kepada kami  Harun bin Al Asy'ats  telah
bercerita kepada kami  Abu Sa'id, maula Bani Hasyim  telah
bercerita kepada kami  Shokhr bin Juwairiyah  dari  Nafi'  dari Ibnu
'Umar radliyallahu 'anhuma bahwa 'Umar menshadaqahkan
hartanya pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
dimana hartanya itu dinamakan Tsamagh yakni kebun kurma.
'Umar berkata: "Wahai Rasulullah, aku mendapatkan bagian
harta dan harta itu menjadi yang paling berharga bagiku dan
aku ingin menshadaqahkannya." Maka Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam berkata: "Shadaqahkanlah dengan pepohonannya dan
jangan kamu jual, juga jangan dihibahkan dan jangan pula
diwariskan akan tetapi ambillah buah-buahannya sehingga
dengan begitu kamu dapat bershadaqah dengannya." Maka
'Umar menshadaqahkannya dimana tidak dijualnya, tidak
dihibahkan dan juga tidak diwariskan namun dia
menshadaqahkan hartanya itu untuk fi sabilillah, untuk
membebaskan budak, orang-orang miskin, untuk menjamu tamu
ibnu sabil dan kerabat. Dan tidak dosa bagi orang yang
mengurusnya untuk memakan darinya dengan cara yang ma'ruf
(benar) dan untuk memberi makan teman-temannya asal bukan
untuk maksud menimbunnya.” (HR. Bukhari) no. 2558
G. Anjuran Bagi Sesama Muslim Untuk Menolong Tamu
Saudaranya

ِ ‫ِّث ع ِن اب ِن الْمه‬
‫اج ِر َع ِن‬ ِ ‫ال مَسِ عت أَب ا اجْل‬
َ ُ ْ َ ُ ‫ي حُيَ د‬ ِّ ‫ود‬ ُ َ ُ ْ َ َ‫ال َح َّدثَنَا ُش ْعبَةُ ق‬ ٌ ‫َح َّدثَنَا َح َّج‬
َ َ‫اج ق‬
ِ ِ ِ ِ ِ
‫اف‬ َ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم أَمُّيَا ُم ْسل ٍم أ‬
َ ‫َض‬ َ ِّ ‫ب أَيِب َك ِرميَةَ َع ْن النَّيِب‬
َ ‫الْم ْق َدام بْ ِن َم ْعدي َك ِر‬

15
‫َقوما فَأَصبح الضَّيف حَمْروما فَِإ َّن ح ٌّق علَى ُك ِّل مس لِ ٍم نَص ره حىَّت يأْخ َذ بِقِرى لَيلَت ِ‬
‫ِه‬ ‫َُْ َ َ ُ َ ْ‬ ‫ُْ‬ ‫َ َ‬ ‫ْ ً َْ َ ْ ُ ُ ً‬
‫ِم ْن َز ْر ِعهِ َو َمالِِه‬
‫‪“Telah menceritakan kepada kami  Hajjaj  berkata: telah‬‬
‫‪menceritakan kepada kami  Syu'bah  berkata: saya telah‬‬
‫‪mendengar  Abu Al Judi  menceritakan dari  Ibnu Al Muhajir  dari  Al‬‬
‫‪Miqdam bin Ma'di Karib, Abu Karimah  dari Nabi shallallahu 'alaihi‬‬
‫‪wa sallam, "Seorang muslim yang bertamu kepada suatu kaum,‬‬
‫‪dan pagi harinya tamu itu dalam keadaan tidak mendapatkan‬‬
‫‪jamuan, seorang muslim wajib menolongnya hingga ia‬‬
‫‪mengambilkan jamuan malamnya dari tanamannya dan‬‬
‫‪hartanya.” (HR. Ahmad) no.16549‬‬

‫‪3. Adab-adab Orang yang bertamu‬‬


‫‪A. Hak Tamu‬‬

‫صو ٍر َح َّد َثنَا َر ْو ُح بْ ُن عُبَ َاد َة َح َّد َثنَا ُح َسنْيٌ َع ْن حَيْىَي بْ ِن أَيِب َكثِ ٍري‬ ‫َح َّد َثنَا إِ ْس َح ُ‬
‫اق بْ ُن َمْن ُ‬
‫صلَّى‬ ‫عن أَيِب سلَمةَ ب ِن عب ِد الرَّمْح ِن عن عب ِد اللَّ ِه ب ِن عم ٍرو قَ َال دخل علَي رس ُ ِ‬
‫ول اللَّه َ‬ ‫َ َ َ َ َّ َ ُ‬ ‫ْ َْ‬ ‫َ َ ْ َْ‬ ‫َ َ ْ َْ‬ ‫َْ‬
‫ِ‬
‫ت َبلَى قَ َال فَاَل َت ْف َع ْل‬
‫َّه َار ُق ْل ُ‬
‫وم الن َ‬
‫ص ُ‬‫وم اللَّْي َل َوتَ ُ‬
‫َّك َت ُق ُ‬ ‫اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َف َق َال أَمَلْ أ ْ‬
‫ُخَب ْر أَن َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك َحقًّا َوإِ َّن لَز ْو ِر َك َعلَْي َ‬
‫ك‬ ‫ك َحقًّا َوإِ َّن ل َعْينِ َ‬
‫ك َعلَْي َ‬ ‫ص ْم َوأَفْ ِط ْر فَِإ َّن جِلَ َسد َك َعلَْي َ‬
‫قُ ْم َومَنْ َو ُ‬
‫ِ ِ‬
‫ك عُ ُمٌر َوإِ َّن ِم ْن َح ْسبِ َ‬
‫ك أَ ْن‬ ‫ول بِ َ‬ ‫ك َحقًّا َوإِن َ‬
‫َّك َع َسى أَ ْن يَطُ َ‬ ‫َحقًّا َوإِ َّن لَز ْوج َ‬
‫ك َعلَْي َ‬
‫هِل ِ‬
‫َّهُر ُكلُّهُ قَ َال‬ ‫وم ِم ْن ُك ِّل َش ْه ٍر ثَاَل ثَةَ أَيَّ ٍام فَِإ َّن بِ ُك ِّل َح َسنَ ٍة َع ْشَر أ َْمثَا َا فَ َذل َ‬
‫ك الد ْ‬ ‫ص َ‬‫تَ ُ‬
‫ص ْم ِم ْن ُك ِّل مُجُ َع ٍة ثَاَل ثَةَ أَيَّ ٍام قَ َال‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك قَ َال فَ ُ‬ ‫ت فَِإيِّن أُط ُ‬
‫يق َغْيَر َذل َ‬ ‫ِّد َعلَ َّي َف ُق ْل ُ‬
‫ت فَ ُشد َ‬
‫َّد ُ‬
‫فَ َشد ْ‬

‫‪16‬‬
ِ ِ ِ ‫َّدت فَ ُشدِّد علَي ُقْل‬
ُ ‫ص ْو َم نَيِب ِّ اللَّه َد ُاو َد ُق ْل‬
‫ت َو َما‬ َ ‫ص ْم‬
ُ َ‫ك قَ َال ف‬
َ ‫يق َغْيَر ذَل‬
ُ ‫ت أُط‬
ُ َّ َ َ ُ ْ ‫فَ َشد‬
‫َّه ِر‬ ِ ِ
ْ ‫ف الد‬ ْ ‫ص ْو ُم نَيِب ِّ اللَّه َد ُاو َد قَ َال ن‬
ُ ‫ص‬ َ

“Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur telah


menceritakan kepada kami Rauh bin 'Ubadah telah menceritakan
kepada kami Husain dari Yahya bin Abu Katsir dari Abu Salamah bin
Abdurrahman dari Abdullah bin 'Amru dia berkata: "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menemuiku, lalu beliau bersabda: "Aku
memperoleh berita bahwa kamu bangun di malam hari dan berpuasa
di siang hari, benarkah itu?" Aku menjawab: "Benar." Beliau bersabda:
"Jangan kamu lakukannya: namun tidur dan bangunlah, berpuasa dan
berbukalah. Karena tubuhmu memilki hak atas dirimu, kedua matamu
memilki hak atas dirimu, tammumu memiliki hak atas dirimu, istrimu
memiliki hak atas dirimu. Sungguh, semoga panjang umur dan cukup
bagimu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, dan suatu kebaikan
akan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya, itulah puasa Dahr."
Abdullah bin 'Amru berkata: "Aku bersikap keras dan beliau pun
bersikap keras kepadaku, lalu kataku: "Sungguh aku masih kuat
melakukan lebih dari itu?". Beliau bersabda: "Berpuasalah tiga hari
setiap Jum'at." Abdullah bin 'Amru berkata: "Aku bersikap keras dan
beliau pun bersikap keras kepadaku, lalu kataku: "Sungguh aku masih
kuat melakukan lebih dari itu?" Beliau bersabda: "Kalau begitu,
berpuasalah seperti puasanya Nabiyullah Daud." Aku bertanya:
"Bagaimana puasa Nabiyullah Daud?" Beliau bersabda: "Yaitu puasa
setengah zaman (sehari puasa sehari berbuka)."(HR. Bukhari) no.566910

B. Batasan Waktu Bertamu

10
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, “Ensiklopedia Hadits 2: Shahih
Bukhari 2”… hlm. 556
17
‫اع ِّي قَ َال مَسِ َع‬
ِ ‫ي عن أَيِب ُشري ٍح اخْلُز‬ ِ ِ ِ‫ح َّدثَنا أَبو الْول‬
َ َْ ْ َ ُّ ِ‫ث َح َّد َثنَا َسعي ٌد الْ َم ْقرُب‬
ٌ ‫يد َح َّد َثنَا لَْي‬ َ ُ َ َ
ِ ِ ٍ ُ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َي ُق‬
َ ‫الضيَافَةُ ثَاَل ثَةُ أَيَّام َجائَزتُهُ ق‬
‫يل َما‬ ِّ ‫ول‬ َ َّ ‫اي َو َو َعاهُ َقْليِب النَّيِب‬
َ َ‫أُذُن‬
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َجائَزتُهُ قَ َال َي ْو ٌم َولَْيلَةٌ َو َم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن بِاللَّه َوالَْي ْوم اآْل خ ِر َف ْليُ ْك ِر ْم‬
‫ضْي َفهُ َو َم ْن َكا َن‬
ِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫يُ ْؤم ُن بِاللَّه َوالَْي ْوم اآْل خ ِر َف ْلَي ُق ْل َخْيًرا أ َْو ليَ ْس ُك‬
‫ت‬

“Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid telah


menceritakan kepada kami Laits telah menceritakan kepada kami Sa'id
Al Maqburi dari Abu Syuraih Al Khuza'i dia berkata: "Aku telah
mendengar dengan kedua telingaku dan meresap dalam hatiku ketika
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bertamu itu tiga hari
dengan menjamunya, " beliau di tanya: 'Apa yang di maksud dengan
menjamunya?" beliau menjawab: "yaitu pada siang dan malam
harinya. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya
dia memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan
hari Akhir hendaknya berkata baik atau diam." (HR. Bukhari) no. 5995

Syarah Hadis:

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka


hendaklah memuliakan tamunya”, dalam hadis Abu Syuraih
disebutkan, “hadiahnya? Beliau berkata, "Apakah hadiahnya wahai
Rasulullah?" Beliau bersabda, "Sehari semalam. Menjamu tamu adalah
selama tiga hari”. ”Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
akhir maka hendaklah mengatakan Jang baik atau diam”. Kata
liyashmut boleh dibaca lisyashmit. Ini termasuk jawami' al-kalim' (kata-
kata yang singkat dan penuhmakna), karena perkataan dapat
digolongkan kepada yang buik dan buruk atau kembali kepada salah
satunya. Termasuk kebuikan adal semua perkataan yang diperlukan,
baik fardhu maupun sunah maka diizinkan mengucapkannya dengan
berbagai perbedaan jenisnya. Kesimpulannya, barangsiapa memiliki
iman, maka dia akan memiliki sifat kasih sayang terhadap ciptaan Allah,
18
‫‪baik berupa perkataan tentang kebaikan dan diam dari keburukan,‬‬
‫‪melakukan apa yang bermanfaat atau meninggalkan yang mudharat. 11‬‬

‫‪C. Meminta izin untuk masuk dan mengucapkan salam ketika mau‬‬
‫‪masuk‬‬

‫صو ٍر َع ْن ِربْعِ ٍّي قَ َال َح َّد َثنَا‬ ‫َح َّد َثنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَيِب َشْيبَةَ َح َّد َثنَا أَبُو اأْل ْ‬
‫َح َو ِ‬
‫ص َع ْن َمْن ُ‬
‫ت َف َق َال أَلِ ُج‬
‫رجل من بيِن ع ِام ٍر أَنَّه استَأْ َذ َن علَى النَّيِب صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم وهو يِف بي ٍ‬
‫ُ َ ْ َ َ َ َ ُ َ َْ‬ ‫ِّ َ‬ ‫َ‬ ‫ُ ْ‬ ‫َ ٌُ َْ َ َ‬
‫اخُر ْج إِىَل َه َذا َف َعلِّ ْمهُ ااِل ْستِْئ َذا َن َف ُق ْل لَهُ قُ ْل‬ ‫خِل ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َادمه ْ‬
‫َف َق َال النَّيِب ُّ َ‬
‫صلَّى‬ ‫ِ‬ ‫الساَل ُم َعلَْي ُك ْم أَأ َْد ُخ ُل فَ َس ِم َعهُ َّ‬
‫الساَل ُم َعلَْي ُك ْم أَأ َْد ُخ ُل فَأَذ َن لَهُ النَّيِب ُّ َ‬
‫الر ُج ُل َف َق َال َّ‬ ‫َّ‬

‫صو ٍر َع ْن ِربْعِ ِّي‬ ‫َح َو ِ‬


‫ص َع ْن َمْن ُ‬ ‫الس ِر ِّ‬
‫ي َع ْن أَيِب اأْل ْ‬ ‫َّاد بْ ُن َّ‬ ‫ِ‬
‫اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم فَ َد َخ َل َح َّد َثنَا َهن ُ‬
‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ‫ِ‬
‫َن َر ُجاًل َم ْن بَيِن َعام ٍر ْ‬
‫استَأْ َذ َن َعلَى النَّيِب ِّ َ‬ ‫ت أ َّ‬ ‫بْ ِن ِحَر ٍ‬
‫اش قَ َال ُح ِّدثْ ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫صو ٍر َع ْن ِربْع ٍّي َومَلْ‬
‫َّد َح َّد َثنَا أَبُو َع َوانَةَ َع ْن َمْن ُ‬ ‫مِب َْعنَاهُ قَ َال أَبُو َد ُاود َو َك َذل َ‬
‫ك َح َّد َثنَا ُم َسد ٌ‬

‫َي ُق ْل َع ْن َر ُج ٍل ِم ْن بَيِن َع ِام ٍر َح َّد َثنَا عَُبْي ُد اللَّ ِه بْ ُن ُم َع ٍاذ َح َّد َثنَا أَيِب َح َّد َثنَا ُش ْعبَةُ َع ْن‬

‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬


‫صو ٍر َع ْن ِربْع ٍّي َع ْن َر ُج ٍل َم ْن بَيِن َعام ٍر أَنَّهُ ْ‬
‫استَأْ َذ َن َعلَى النَّيِب ِّ َ‬ ‫َمْن ُ‬
‫الساَل ُم َعلَْي ُك ْم أَأ َْد ُخ ُل‬
‫ت َّ‬ ‫ِ‬ ‫مِب‬
‫َْعنَاهُ قَ َال فَ َسم ْعتُهُ َف ُق ْل ُ‬

‫‪“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah‬‬


‫‪berkata: telah menceritakan kepada kami Abul Ahwash dari Manshur‬‬
‫‪dari Rib'iy ia berkata: telah menceritakan kepada kami seorang laki-‬‬
‫‪laki dari Bani Amir Bahwasanya Ia pernah minta izin kepada Nabi‬‬
‫‪shallallahu 'alaihi wa sallam saat beliau di dalam rumah. Ia berkata:‬‬

‫‪11‬‬
‫‪Ibnu Hajar Al-Asqalani,”Fathul Baari: Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari”…. hlm.‬‬
‫‪410‬‬
‫‪19‬‬
“bolehkah saya masuk?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata
kepada pelayannya: "Temuilah orang ini dan ajari dia cara minta izin.
Suruh dia mengucapkan: "Assalamu 'Alaikum, bolehkah saya masuk?"
laki-laki itu mendengar perkataan Nabi hingga ia pun mengucapkan:
"Assalamu 'alaikum, bolehkah saya masuk?" Akhirnya Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam memberi izin, dan ia pun masuk." Telah menceritakan
kepada kami Hannad bin As Sari dari Abul Ahwash dari Manshur dari
Rib'iy bin Hirasy ia berkata: Aku mendapat cerita bahwa ada seorang
laki-laki dari bani Amir memohon izin kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam, maka ia menceritakan dengan makna yang sama dengan
hadits tersebut. Abu Dawud berkata: "Seperti itu pula, telah
menceritakan kepada kami Musaddad berkata: telah menceritakan
kepada kami Abu Awanah dari Manshur dari Rib'iy dan ia tidak
menyebutkan 'dari seorang laki-laki bani Amir.' Telah menceritakan
kepada kami Ubaidullah bin Mu'adz berkata: telah menceritakan
kepada kami Bapakku berkata: telah menceritakan kepada kami
Syu'bah dari Manshur dari Rib'iy dari seorang laki-laki bani Amir
Bahwasanya ia memohon izin kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, dengan makna yang sama. Ia berkata: “ Aku mendengar
ucapan beliau, maka aku pun mengucapkan: 'Assalamu 'alaikum,
bolehkah aku masuk?” (HR. Abu Daud) no. 4508

Syarah Hadis:

Para ulama bersepakat bahwa disyariatkan meminta izin


sebelum masuk rumah orang lain. Hal ini dijelaskan dengan dalil-dalil
dalam Al Qurân dan Al-Hadis Nabi Saw juga dalam kesepakatan
masyarakat masuk ke rumah orang lain tiga kali bersamaan. Para ulama
berbeda pendapat apakah dibolehkan mendahulukan mengucapkan
salam baru meminta izin masuk rumah atau dalam hadis. Dan beberapa
pendapat yang kuat. Pendapat pertama mengatakan bahwa
mendahulukan meminta izin masuk ke rumah baru mengucapkan
salam yang benar seperti disebutkan mendahulukan salam, yakni
20
mengucapkan "Assalamu'alaikum apakah saya boleh masuk?",
pendapat kedua menyatakan mendahulukan meminta izin, pendapat
ketiga kepasrahan para sahabat kita dalam permasalahan seseorang
yang meminta 10 izin kepada tuan rumah sebelum masuk dan
mengucapkan salam.

D. Larangan Mengintip Ke Dalam Rumah Bagi Tamu

َّ ‫ي َع ْن َس ْه ِل بْ ِن َس ْع ٍد أ‬
‫َن َر ُجاًل‬ ِّ ‫الز ْه ِر‬ ٍ ْ‫اس َح َّدثَنَا ابْن أَيِب ِذئ‬
ُّ ‫ب َع ْن‬ ُ ٍ َ‫آد ُم بْ ُن أَيِب إِي‬
َ ‫َح َّدثَنَا‬
ُّ ُ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم حَي‬
‫ك‬ ِ ِ
َ ِّ ‫اطَّلَ َع م ْن ُج ْح ٍر يِف َدا ِر النَّيِب‬
َ ُّ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َوالنَّيِب‬
ِ
َ ِ‫ت هِبَا يِف َعْين‬
‫ك إِمَّنَا ُجعِ َل اإْلِ ْذ ُن ِم ْن‬ ِ
ُ ‫َرأْ َسهُ بِالْم ْد َرى َف َق َال لَ ْو َعل ْم‬
َ ‫ت أَن‬
ُ ‫َّك َتْنظُُر لَطَ َعْن‬
‫صا ِر‬ ِ
َ ْ‫قبَ ِل اأْل َب‬

“Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas telah


menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi'b dari Az Zuhri dari Sahl bin
Sa'd bahwa seorang laki-laki sedang mengintip dari kamar rumah
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sementara Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam tengah menyisir rambutnya dengan midra (sejenis sisir),
maka beliau bersabda: "Sekiranya aku mengetahui kamu mengintip,
sungguh aku akan mencolok kedua matamu, bukankah
diberlakukannya meminta ijin demi pandangan." (HR. Bukhari) no.
5469

Syarah Hadis:

Hadis ini mursal namun sanadnya shahih. Ia memiliki


pendukung dari hadis Jabir yang diriwayatkan Abu Daud dan An-
Nasa'i melalui sanad yang hasan. Midra artinya kayu yang dimasukkan
perempuan ke rambut kepalanya untuk mengumpulkan rambutnya, ia
mirip dengan jarum besar. Bila dikatakan 'madarat al mar'ah' artinya
21
perempuan itu meluruskan rambutnya. Sebagian mengatakan midra
adalah sisir yang memiliki sedikit gigi. Al-Ashma'i dan Abu Ubaid
berkata "ia adalah sisir." Sementara Al Jauhari berkata, "asal daripada
midra adalah tanduk”. Ada yang mengatakan ia adalah sepotong
kayu atau besi mirip tusuk gigi yang memiliki kepala diruncingkan.
Sebagian lagi mengatakan ia adalah kayu yang mirip gigi-gigi sisir dan
memiliki pegangan. Sudah menjadi kebiasaan orang dewasa
menggunakannya untuk menggaruk bagian-bagian badannya yang
tidak dijangkau tangannya. la juga digunakan mengurai rambut yang
dipilin bagi yang tidak mendapatkan sisir. Midra digunakan untuk dua
jenis alat salah satunya kecil dibuat dari abinus (salah satu jenis kayu
pinus) atau taring, atau besi, panjangnya seperti jarum besar dibuat
untuk memisahkan rambut kepala bagian kepalanya bulat seperti
gagang parang. Dan yang kedua ukurannya besar, ia adalah potongan
kayu yang dibubut dari abinus atau selainnya, pada kepalanya
terdapat bagian yang dipahat sebesar telapak tangan dan ia memiliki
seperti jari-jari dan paling atasnya bengkok seperti lingkaran ibu jari,
digunakan untuk meluruskan rambut, menggaruk kepala dan tubuh.12

E. Larangan Bagi Tamu Menyusahkan Tuan Rumah

ٍ ِ‫يد ب ِن أَيِب س ع‬
ِّ ِ‫يد الْ َم ْقرُب‬ ِِ ِ ِ ِ
‫ي َع ْن أَيِب‬ َ ْ ‫يع َح َّدثَنَا َع ْب ُد احْلَميد بْ ُن َج ْع َف ٍر َع ْن َس ع‬
ٌ ‫َح َّدثَنَا َوك‬
‫الض يَافَةُ ثَاَل ثَ ةُ أَيَّ ٍام‬
ِّ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي هِ َو َس لَّ َم‬ ِ ُ ‫ال رس‬ ِ ‫ُش ري ٍح اخْلُ ز‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ال ق‬
َ َ‫اع ِّي ق‬ َ َْ

َ ‫َح ٍد َحىَّت يُ ْؤمِث َهُ قَ الُوا يَا َر ُس‬


‫ول اللَّ ِه‬ ِ ‫وجائِزتُه يوم ولَيلَةٌ واَل حَيِ ُّل لِ َّلرج ِل أَ ْن ي ِق‬
َ ‫يم عنْ َد أ‬
َ ُ ُ َ ْ َ ٌ َْ ُ َ َ َ
‫س لَهُ َش ْيءٌ َي ْق ِر ِيه‬ ِ ‫ال ي ِق‬ ‫مِث‬
َ ‫يم عنْ َدهُ َولَْي‬
ُ ُ َ َ‫ف يُ ْؤ ُهُ ق‬
َ ‫فَ َك ْي‬
“Telah menceritakan kepada kami  Waki'  telah
menceritakan kepada kami  Abdul Hamid bin Ja'far  dari  Sa'id bin
Abu Sa'id Al Maqburi  dari  Abu Syuraih Al Khuza'i  berkata:
Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Hak jamuan

12
Ibnu Hajar Al-Asqalani,”Fathul Baari: Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari”… hlm. 838
22
bertamu itu selama tiga hari, sedang yang wajar adalah sehari
semalam, dan tidak halal bagi seseorang untuk tinggal pada
seseorang sampai dia menjadikan dia berdosa". Mereka bertanya,
Wahai Rasulullah, bagaimana dia membuat dosa terhadapnya?.
Beliau bersabda: "Dia tinggal bersama seseorang dan seseorang
itu tidak memiliki apapun untuk menjamunya.” (HR. Ahmad)
no.15776
F. Anjuran Untuk Menerima Suguhan Yang Diberikan Tuan
Rumah

ٍ
ٍ ِ‫يد بْ ِن أَيِب َحب‬
‫يب َع ْن أَيِب اخْلَرْيِ َع ْن عُ ْقبَةَ بْ ِن‬ ُ ‫َح َّدثَنَا ُقَتْيبَةُ بْ ُن َسعِيد َح َّدثَنَا اللَّْي‬
َ ‫ث َع ْن يَِز‬

‫َّك َتْب َع ُثنَا َفَنْن ِز ُل بَِق ْوٍم فَ َما َي ْقُرو َننَا فَ َما َتَرى َف َق َال لَنَا‬
َ ‫ول اللَّ ِه إِن‬
َ ‫َع ِام ٍر أَنَّهُ قَ َال ُقْلنَا يَا َر ُس‬
ِ ‫ول اللَّ ِه صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه وسلَّم إِ ْن َنزلْتُم بَِقوٍم فَأَمروا لَ ُكم مِب َا يْنبغِي لِلضَّْي‬
‫ف فَا ْقَبلُوا‬ ُ ‫َر ُس‬
ََ ْ َُ ْ ْ َ َ َ َ َ

ٌ‫ف الَّ ِذي َيْنبَغِي هَلُ ْم قَ َال أَبُو َد ُاود َو َه ِذ ِه ُح َّجة‬


ِ ‫فَِإ ْن مَل ي ْفعلُوا فَ ُخ ُذوا ِمْنهم ح َّق الضَّْي‬
َ ُْ َ َْ
‫َّيءَ إِذَا َكا َن لَهُ َحقًّا‬ ِ ِ
ْ ‫ل َّلر ُجل يَأْ ُخ ُذ الش‬

“Telah menceritakan kepada kamiQutaibah bin Sa'id telah


menceritakan kepada kami Al Laits dari Yazid bin Abu Habib dari Abu Al
Khair dari 'Uqbah bin 'Amir bahwa ia berkata: Kamibertanya: "Wahai
Rasulullah, ketika tuan mengirim kami, maka kami singgah di suatu
kaum, namun mereka tidak mau menjamu kami, bagaimana pendapat
anda?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabdakepada
kami: "Apabila kalian singgah di suatu kaum, lalu mereka memberikan
apa yang layak bagi tamu maka terimalah, namun jika mereka tidak
melakukannya maka ambillah apa yang berhak bagi seorang tamu dari
mereka." Abu Daud berkata: Ini adalah dalil bagi seorang laki-laki
untuk mengambil jika sesuatu itu adalah haknya.”(HR. Abu Daud) 3260

G. Larangan Menolak Makanan Yang Disuguhkan Tuan Rumah

23
‫صايِف ُّ َع ْن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن عَُبْي ِد بْ ِن‬ ِ ِ‫ح َّدثَنا أَسبا ُط بن حُم َّم ٍد ح َّدثَنا عب ُد اللَّ ِه بن الْول‬
َّ ‫يد الْ َو‬ َ ُْ َْ َ َ َ ُ ْ َ ْ َ َ
‫َّم إِلَْي ِه ْم‬ ِ ِ ْ ‫عُمرْيٍ قَ َال َد َخل َعلَى جابِ ٍر َن َفر ِمن أ‬
َ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َف َقد‬
َ ِّ ‫َص َحاب النَّيِب‬ ْ ٌ َ َ َ
‫ول نِ ْع َم اإْلِ َد ُام‬
ُ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َي ُق‬ ِ َ ‫خبزا وخاًّل َف َق َال ُكلُوا فَِإيِّن مَسِ عت رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ ُ ْ َ َ ًُْ
ِِ ِ ِِ ِ ِ َّ ‫الرج ِل أَ ْن ي ْدخل علَي ِه‬ ِ ِ
َ ‫الن َفُر م ْن إ ْخ َوانه َفيَ ْحتَقَر َما يِف َبْيته أَ ْن يُ َقد‬
ُ‫ِّمه‬ َْ َُ َ ُ َّ ‫اخْلَ ُّل إنَّهُ َهاَل ٌك ب‬
ِ ِ
َ ‫إِلَْي ِه ْم َو َهاَل ٌك بِالْ َق ْوم أَ ْن حَيْتَقُروا َما قُد‬
‫ِّم إِلَْي ِه ْم‬

“Telah bercerita kepada kami 'Asbath bin Muhammad telah


bercerita kepada kami Abdullah bin Al Walid Al Washofi dari Abdullah
bin 'Ubaid bin 'Umair berkata: ada beberapa orang sahabat Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam yang mendatangi Jabir. Lalu dia
menghidangkan kepada mereka roti dan cuka, lalu dia berkata:
"Makanlah kalian, saya telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: 'Sebaik-baik lauk adalah cuka'. Sungguh seseorang
akan celaka jika ada para sahabatnya yang menemuinya, kemudian ia
mengejek makanan yang dianggapnya tidak berharga untuk disuguhkan
tamunya, Demikian pula seseorang akan celaka jika mengejek makanan
yang disuguhkan tuan rumah kepada mereka." (HR.Ahmad) no.14456

H. Sikap Tamu Yang Berpuasa Ketika Dihidangkan Makanan

ٍ ‫ح َّدثَنَا أَبو ب ْك ِر بْن أَيِب َشْيبةَ و َعمرو النَّاقِ ُد و ُز َهْير بْن حر‬
‫ب قَالُوا َح َّدثَنَا ُس ْفيَا ُن بْ ُن‬ َْ ُ ُ َ ٌْ َ َ ُ َ ُ َ
‫َعَر ِج َع ْن أَيِب ُهَر ْيَرةَ َر ِضي اللَّهُ َعْنهُ قَ َال أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَيِب‬ ِ ِّ ‫عيينَةَ عن أَيِب‬
َ ْ ‫الزنَاد َع ْن اأْل‬ ْ َ ْ َُ
ِ ِ
‫صلَّى‬ َ َّ ‫َشْيبَةَ ِر َوايَةً و قَ َال َع ْمٌرو َيْبلُ ُغ بِه النَّيِب‬
َ ِّ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم و قَ َال ُز َهْيٌر َع ْن النَّيِب‬
‫صائِ ٌم‬ ِ ‫اللَّه علَي ِه وسلَّم قَ َال إِذَا د ِعي أَح ُد ُكم إِىَل طَع ٍام وهو‬
َ ‫صائ ٌم َف ْلَي ُق ْل إِيِّن‬
َ َُ َ َ ْ َ َ ُ َ َ َ َْ ُ

24
“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah
dan Amru An Naqid dan Zuhair bin Harb mereka berkata: Telah
menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Abu Zinad dari Al
A'raj dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, -Abu Bakr bin Abu Syaibah
berkata- dan telah berkata Amru hingga sampai kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam -sementara Zuhair berkata- dari Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Apabila salah seorang
dari kalian diundang akan padahal ia sedang berpuasa, maka
hendaklah ia mengatakan, 'Sesungguhnya, saya sedang berpuasa.”
(HR. Muslim) no. 1940

I. Sikap Orang Yang Diundang Untuk Jamuan Makanan Kemudian Ada


Orang Lain Yang Mengikutinya

‫ي ح و َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن َعْب ِد‬


ٍّ ‫و َح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بْ ُن الْ ُمَثىَّن َح َّدثَنَا َعْب ُد الرَّمْح َ ِن بْ ُن َم ْه ِد‬

‫ول اللَّ ِه‬ ُّ ‫اللَّ ِه بْ ِن مُنَرْيٍ َح َّدثَنَا أَيِب قَااَل َح َّدثَنَا ُس ْفيَا ُن َع ْن أَيِب‬
ُ ‫الز َبرْيِ َع ْن َجابِ ٍر قَ َال قَ َال َر ُس‬
ِ ِ ِ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه وسلَّم إِذَا ُد ِعي أَح ُد ُكم إِىَل طَ َع ٍام َفْلي ِج‬
َ‫ب فَإ ْن َشاءَ طَع َم َوإ ْن َشاء‬
ْ ُ ْ َ َ َ ََ َ
ِ ‫َتر َك ومَل ي ْذ ُكر ابن الْمَثىَّن إِىَل طَع ٍام و ح َّد َثنَا ابن مُنَ ٍ ح َّدثَنَا أَبو ع‬
‫اص ٍم َع ْن ابْ ِن‬ َ ُ َ ‫ْ ُ رْي‬ َ َ ُ ُْ ْ َ ْ َ َ
‫الز َبرْيِ هِبَ َذا اإْلِ ْسنَ ِاد مِبِثْلِ ِه‬
ُّ ‫ُجَريْ ٍج َع ْن أَيِب‬

“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al


Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi.
Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Abdullah bin Numair telah menceritakan kepada
kami ayahku dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyan
dari Abu Az Zubair dari Jabir dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: "Jika kalian diundang ke jamuan makan,
hendaknya ia mendatanginya, jika ia menghendaki, silakan makan,
dan jika ia tidak menghendaki, ia boleh meninggalkannya." (Ibnu
Mutsanna) tidak menyebutkan ke jamuan makan. Dan telah
25
menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada
kami Abu 'Ashim dari Ibnu Juraij dari Abu Az Zubair dengan isnad
seperti ini.” (HR. Muslim) no.2583

4. Kisah-kisah Terpuji dan Tercela Mengenai Pertamuan


A. Kisah Terpuji

ِ ِ
َ ُ‫ير بْ ُن َع ْب د احْلَ ِميد َع ْن ف‬
‫ض ْي ِل بْ ِن َغ ْز َوا َن َع ْن أَيِب‬ ِ ٍ
ُ ‫َح َّدثَيِن ُز َه ْي ُر بْ ُن َح ْرب َح َّدثَنَا َجر‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ َ َ‫َحا ِزٍم اأْل َ ْش َجعِ ِّي َع ْن أَيِب ُه َر ْي َرةَ ق‬
َ ِ‫ال َجاءَ َر ُج ٌل إِىَل َر ُس ول اللَّه‬
‫ك بِاحْلَ ِّق َم ا ِع ْن ِدي إِاَّل‬ ِ
َ َ‫ت َوالَّذي بَ َعث‬ ِ ِ ِ ‫ود فَأَرس ل إِىَل بع‬
ْ َ‫ض ن َس ائهِ َف َق ال‬ ْ َ َ َ ْ ٌ ‫ال إِيِّن جَمْ ُه‬
َ ‫َف َق‬

‫لِك اَل َوالَّ ِذي‬َ َ‫لِك َحىَّت قُلْ َن ُكلُّ ُه َّن ِمثْ َل ذ‬ َ َ‫ت ِمثْ َل ذ‬ْ َ‫ُخ َرى َف َق ال‬ ْ ‫َم اءٌ مُثَّ أ َْر َس َل إِىَل أ‬
‫يف َه َذا اللَّْيلَ ةَ َرمِح َهُ اللَّهُ َف َق َام َر ُج ٌل ِم ْن‬ ِ َ ‫ك بِاحْلَ ِّق َما ِع ْن ِدي إِاَّل َم اءٌ َف َق‬
ُ ‫ال َم ْن يُض‬ َ َ‫َب َعث‬
ِ ِ ِ ‫ِه َف َق َ اِل‬
ِ ‫بِه إِىَل رحل‬
ِ ‫ول اللَّ ِه فَانْطَلَق‬ َ ‫صا ِر َف َق‬
َ ‫ال أَنَا يَا َر ُس‬
ٌ‫ال ْم َرأَتِه َه ْل ع ْن َدك َش ْيء‬ َْ َ َ ْ‫اأْل َن‬
ٍ
‫اج‬ ِّ ‫ض ْي ُفنَا فَ أَطْ ِف ْئ‬
َ ‫الس َر‬
ِ َ َ‫قَ الَت اَل إِاَّل قُ وت ِص بيايِن ق‬
َ ‫ال َف َعلِّلي ِه ْم بِ َش ْيء فَ ِإذَا َد َخ َل‬ َْ ُ ْ

َ َ‫اج َحىَّت تُطْ ِفئِ ِيه ق‬


‫ال َف َق َع ُدوا َوأَ َك َل‬ ِ ‫الس َر‬ ِ ‫وأَ ِر ِيه أَنَّا نَأْ ُكل فَِإذَا أَهوى لِيأْ ُكل َف ُق‬
ِّ ‫ومي إِىَل‬ َ َ َْ ُ َ
‫ب اللَّهُ ِم ْن‬ ِ َ ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َف َق‬
َ ‫ال قَ ْد َعج‬ َ ِّ ‫َص بَ َح َغ َدا َعلَى النَّيِب‬
ْ ‫ف َفلَ َّما أ‬
ُ ‫الض ْي‬
َّ

َ‫ض ْي ِف ُك َما اللَّْيلَة‬ ِِ


َ ِ‫صنيع ُك َما ب‬
َ
“Telah menceritakan kepadaku  Zuhair bin Harb, Telah
menceritakan kepada kami  Jarir bin Abdul Hamid  dari  Fudhail bin
Ghazawan  dari  Abu Hazim Al Asyja'i  dari  Abu Hurairah  dia
berkata: "Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam lalu dia berkata: 'Aku berada dalam kesulitan
(susah hidup dan lapar).' Maka beliau bawa orang itu ke rumah
sebagian istri-istri beliau, menanyakan kalau-kalau mereka
26
memiliki makanan. Para isteri beliau menjawab: 'Demi Allah yang
mengutus Anda dengan kebenaran, Aku tidak sedia apa-apa
selain air.' Begitulah jawaban mereka masing-masing hingga
seluruh istri beliau mengatakan dengan jawaban yang sama. Lalu
beliau bersabda kepada para sahabat: 'Siapa bersedia menjamu
tamu  malam ini niscaya dia diberi rahmat oleh Allah Ta'ala.'
Maka berdirilah seorang laki-laki Anshar seraya berkata: 'Aku, ya
Rasulullah!' kemudian dibawalah orang itu ke rumahnya. Dia
bertanya kepada isterinya: 'Adakah engkau sedia makanan? '
Jawab isterinya: 'Tidak ada, kecuali makanan anak-anak.'
Katanya: 'Alihkan perhatian mereka dengan apa saja. Dan bila
tamu kita telah datang, matikanlah lampu dan tunjukkan
kepadanya bahwa kita seolah-olah ikut makan bersamanya.
Caranya bila dia telah mulai makan, berdirilah ke dekat lampu
lalu padamkan. Maka duduklah mereka, dan sang tamu  pun
makan. Setelah Subuh, sahabat tersebut bertemu dengan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu kata beliau: 'Sungguh Allah
kagum dengan cara kamu berdua melayani tamu kalian tadi
malam.” (HR. Muslim) no. 3829
B. Kisah Tercela

ٍ ‫ح َّدثَنَا حُمَ َّم ُد بن ح امِتِ ب ِن ميم‬


‫ون َح َّدثَنَا َب ْه ٌز ح و َح َّدثَيِن حُمَ َّم ُد بْ ُن َرافِ ٍع َح َّدثَنَا أَبُو‬ ُ َْ ْ َ ُ ْ َ
ٍ ِ‫اس ِم قَ ااَل مَجِ يع ا ح َّدثَنَا س لَيما ُن بن الْمغِريةِ عن ثَ اب‬
ِ ‫اش م بن الْ َق‬
ِ ْ ‫الن‬
ٍ َ‫ت َع ْن أَن‬
‫س‬ ْ َ َ ُ ُْ َْ ُ َ ً ُ ْ ُ ‫َّض ِر َه‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه‬ ِ
َ ِ‫ول اللَّه‬
ُ ‫ال َر ُس‬
َ َ‫ب ق‬ َّ ‫ت ع‬
َ َ‫ِدةُ َز ْين‬ ْ ‫ض‬ َ َ‫يث بَ ْه ٍز ق‬
َ ‫ال لَ َّما ا ْن َق‬ ُ ‫َو َه َذا َح د‬

َ َ‫اه ا َو ِه َي خُتَ ِّم ُر َع ِج َين َه ا ق‬


‫ال َفلَ َّما‬ َ َ‫َو َس لَّ َم لَِزيْ ٍد فَاذْ ُك ْر َه ا َعلَ َّي ق‬
َ َ‫ال فَانْطَلَ َق َزيْ ٌد َحىَّت أَت‬
ِ َ ‫َن رس‬ ِ ِ ‫رأَيُته ا عظُمت يِف ص ْد ِري حىَّت م ا أ‬
ُ‫ص لَّى اللَّه‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫يع أَ ْن أَنْظُ َر إلَْي َه ا أ‬
ُ ‫َس تَط‬
ْ َ َ َ ْ َ َ ََْ
ِ ِ
‫ب أ َْر َس َل‬ ُ ْ‫ت َعلَى َعقيِب َف ُقل‬
ُ َ‫ت يَ ا َز ْين‬ ْ ‫َعلَْي ه َو َس لَّ َم ذَ َك َر َه ا َف َولَّْيُت َه ا ظَ ْه ِري َونَ َك‬
ُ ‫ص‬

‫ِر َريِّب‬ ٍ ِ ِ‫ول اللَّهِ ص لَّى اللَّه علَي هِ وس لَّم ي ْذ ُكر ِك قَ الَت م ا أَنَا ب‬
َ ‫ص ان َعة َش ْيئًا َحىَّت أ َُوام‬
َ َ ْ ُ َ َ ََ َْ ُ َ ُ ‫َر ُس‬
27
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي هِ َو َس لَّ َم فَ َد َخ َل‬ ُ ‫ت إِىَل َم ْس ِج ِد َها َونَ َز َل الْ ُق ْرآ ُن َو َج اءَ َر ُس‬
َ ِ‫ول اللَّه‬ ْ ‫َف َق َام‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم أَطْ َع َمنَ ا‬
َ ِ‫ول اللَّه‬ َّ ‫ال َولَ َق ْد َرأ َْيُتنَ ا أ‬
َ ‫َن َر ُس‬ َ َ‫َعلَْي َه ا بِغَرْيِ إِ ْذ ٍن ق‬
َ ‫ال َف َق‬
ِ ‫ال يتَح َّدثُو َن يِف الْبي‬ ِ ِ
‫ت بَ ْع َد‬ َْ َ َ ٌ ‫َّاس َوبَق َي ِر َج‬
ُ ‫َّه ُار فَ َخ َر َج الن‬ َ ‫اخْلُْب َز َواللَّ ْح َم ح‬
َ ‫ني ْامتَ َّد الن‬
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َواتََّب ْعتُ هُ فَ َج َع َل يَتَتَبَّ ُع ُح َج َر نِ َس ائِِه‬ ِ ُ ‫الطَّع اِم فَخ رج رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ ََ َ
ِ َ ‫يس لِّم علَي ِه َّن وي ُقلْن ي ا رس‬
ْ ‫ال فَ َم ا أ َْد ِري أَنَا أ‬
ُ‫َخَب ْرتُه‬ َ َ‫ك ق‬
َ َ‫ت أ َْهل‬ َ ‫ول اللَّه َك ْي‬
َ ‫ف َو َج ْد‬ ُ َ َ َ ََ ْ َ ُ َُ

ُ‫ت أ َْد ُخ ُل َم َع ه‬
ُ ‫ت فَ َذ َه ْب‬ َ َ‫َخَب َريِن ق‬
َ ‫ال فَ انْطَلَ َق َحىَّت َد َخ َل الَْب ْي‬ َّ ‫أ‬
ْ ‫َن الْ َق ْو َم قَ ْد َخ َر ُج وا أ َْو أ‬
‫ظ الْ َق ْو ُم مِب َا ُو ِعظُوا بِهِ َز َاد ابْ ُن َرافِ ٍع‬
َ ‫ال َو ُو ِع‬ ِ
ُ ‫الس ْت َر َب ْييِن َوبَْينَهُ َونَ َز َل احْل َج‬
َ َ‫اب ق‬ ِّ ‫فَأَلْ َقى‬

‫ين إِنَاهُ إِىَل‬ ِ ٍ ِ ِ ِِ


َ ُ‫اَل تَ ْد ُخلُوا بُي‬ { ِ‫يِف َحديثه‬
َ ‫وت النَّيِب ِّ إاَّل أَ ْن يُ ْؤذَ َن لَ ُك ْم إىَل طَ َع ام َغ ْي َر نَاظ ِر‬
} ‫َق ْولِِه َواللَّهُ اَل يَ ْستَ ْحيِي ِم ْن احْلَ ِّق‬
“Telah menceritakan kepada kami  Muhammad bin Hatim
bin Maimun  telah menceritakan kepada kami  Bahz. Dan
diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan
kepadaku  Muhammad bin Rafi'  telah menceritakan kepada
kami  Abu An Nadlr Hasyim bin Al Qasim  keduanya berkata: Telah
menceritakan kepada kami  Sulaiman bin
Mughirah  dari  Tsabit  dari  Anas  -hadits ini diriwayatkan pula oleh
Bahz - ketika iddah Zainab telah habis, Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda kepada Zaid: "Pergilah melamar
Zainab untukku." Anas berkata: Lantas Zaid pergi menemuinya,
didapatinya Zaenab sedang membuat adonan. Zaid berkata:
"Ketika saya melihatnya, hatiku berdebar-debar, sehingga saya
tak kuasa untuk melihatnya untuk menyampaikan pesan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepadanya. Oleh karena
itu, saya membelakanginya sambil mundur dan berkata
kepadanya: "Wahai Zaenab, saya diutus Rasulullah shallallahu
28
'alaihi wa sallam melamarmu untuk beliau, bagaimana
tanggapanmu?" Dia menjawab: "Saya belum dapat membuat
keputusan sebelum mendapat petunjuk dari Rabbku." Lalu dia
pergi ke tempat shalatnya. Sementara itu, Al-Qur'an (wahyu)
turun kepada beliau, lalu Rasulullah Saw langsung masuk ke
rumah Zainab tanpa meminta izin terlebih dahulu." Anas berkata:
"Kami masih ingat, ketika itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam menjamu kami dengan roti dan daging, maka tatkala hari
sudah beranjak siang, para tamu  sudah banyak yang pulang,
hanya tinggal beberapa orang bercakap-cakap di dalam rumah
sesudah makan. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
keluar menuju ke rumah para istrinya, sedangkan saya mengikuti
di belakang beliau. Kemudian beliau memberi salam kepada
mereka, mereka pun menjawab salam beliau sambil bertanya:
"Wahai Rasulullah, bagaimana kabarnya istri baru anda?" Anas
berkata: "Saya tidak ingat, apakah saya mengabarkan kepada
beliau atau beliau sendiri yang memberitahuku bahwa para
tamu  sudah pulang semuanya." Maka beliau kembali ke rumah
Zainab, dan saya masuk bersama beliau, tiba-tiba beliau menutup
tirai antara saya dengan beliau. Maka turunlah (ayat) hijab."
Anas berkata: "Hal itu untuk memberikan pelajaran (peringatan)
kepada orang-orang." Ibnu Rafi' menambahkan dalam haditsnya:
(yaitu firman Allah) "Janganlah kamu masuk ke rumah Nabi
kecuali bila kamu telah diizinkan masuk untuk makan, tanpa
menunggu makanan tersebut terhidang -hingga firman-Nya- Allah
tidak malu mengatakan yang benar." (QS: Al Ahzab: 53).”( HR.
Muslim) no.2567
Syarah Hadis:

Rasululullah SAW bersabda kepada Zaid: “pinangkanlah dirinya


untukku”. Di dalam redaksi ini terdapat dalil dibolehkannya mengutus
seorang laki-laki untuk meminang seorang wanita yang sebelumnya
menjadi isteri laki-laki tersebut, jika diketahui bahwa laki-laki itu tidak
merasa keberatan untuk itu sebagaimana yang terjadi pada diri Zaid
bersama Rasulullah SAW. Zaid merasa segan kepada Zainab dan

29
menghormatinya disebabkan keinginan Rasulullah SAW untuk
menikahinya maka ia pun memperlakukannya sebagaimana halnya
orang yang dinikahi Rasulullah SAW dalam hal memberikan
penghormatan dan penghargaan. Sebelumnya Zaid datang kepada
Zainab untuk menyampaikan pinangan Rasulullah atas dirinya,
sebagaimana tradisi mereka saat itu. Dan peristiwa ini terjadi sebelum
penjelasan diturunkannya ayat hijab. Lalu, tatkala diri Zaid didominasi
oleh rasa hormat terhadap Nabi SAW, ia menjaga jarak dalam
meminang Zainab (untuk Rasulullah), dengan cara membelakanginya,
yaitu agar pandangannya tidak tertuju kepada Zainab.

“Aku tidak bisa memutuskan apa-apa hingga aku memohon


petunjuk dari Tuhanku, Zainab segera bangkit menuju tempat
shalatnya).” Maksud redaksi tersebut adalah tempat shalatnya di salah
satu sudut rumahnya. Dalam kalimat ini terdapat dalil dianjurkannya
shalat istikharah bagi orang yang ingin melakukan suatu urusan apakah
urusan itu berindikasi baik atau tidak. Makna ini sesuai dengan hadits
Jabir di dalam Shahih Al Bukhari, ia mengajarkan SAW berkata:
“Rasulullah (memerintahkan) kami shalat istikharah dalam segala
urusan”. Barangkali Zainab melakukan shalat istikharah karena
khawatir melalaikan kewajibannya terhadap rasulullah SAW.

“Ayat Al-Qur'an pun diturunkan, Rasulullah SAW datang lalu


masuk ke tempat zainab tanpa izin”. Yakni turunlah firman Allah SWT:
Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya
(menceraikannya), Kami kawinkankamu dengan dia(Qs. Al Ahzab: 37).
Lalu Rasulullah SAW masuk menemui Zainab tanpa izin, karena Allah
SWT telah menikahkan beliau dengannya melalui perantara ayat ini.

“Rasulullah SAW tidak pernah mengadakan walimah


pernikahan salah seorang isterinya”. Boleh jadi tujuannya adalah untuk
mengungkapkan rasa syukur atas nikmat Allah, karena Allah SWT telah
menikahkan beliau dengan perantara wahyu, tanpa wali dan saksi-
saksi. Berbeda dengan isteri-isteri beliau lainnya. Pendapat yang benar
dalam madzhab kami, sebagaimana disebutkan oleh para sahabat kami
adalah sah-nya pernikahan Rasulullah SAW tanpa wali dan saksi, karena
30
semua itu tidak diperlukan terhadap diri beliau. Perbedaan pendapat
ini terletak pada hal pernikahan Rasulullah SAW dengan semua wanita
selain Zainab. Adapun Zainab, maka sudah ada nash yang
mengesahkannya.13

13
Ibnu Hajar Al-Asqalani,”Fathul Baari: Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari”… hlm.
651-653
31
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalani ,Ibnu Hajar. ”Fathul Baari: Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari”. Jakarta:
Pustaka Azzam. 2014

An-Naisaburi, Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi. “Shahih Muslim 1”. Penerbit Al-
Mahira Jakarta. 2012.
Bukhari, Imam. “Ensiklopedia Hadits 2: Shahih Bukhari 2 ”. Jakarta: PT. Niaga
Swadaya. 2012

Nawawi, Imam. “Syarah dan Terjemah Riyadhus Sholihin”. Jakarta: Al-I’tishom. 2014

32

Anda mungkin juga menyukai