Pendidikan Islam Pada Masa Pernikahan Mata Kuliah : PAI Dalam Keluarga
Nama : Alya Azzahra Furqon
NIM : 1182020024 Kelas : PAI 6A
A. Urgensi Pendidikan Islam Pada Masa Pernikahan
Nikah pada hakikatnya adalah akad yang diatur oleh agama untuk memberikan kepada pria hak memiliki dan menikmati faraj dan seluruh tubuh wanita itu dan membentuk rumah tangga.(Abu al-‘Ainain Badran, tt: 20-21). Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dimana perkawinan diartikan sebagai akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah dan merupakan ibadah bagi yang melaksanakannya. Setelah berlangsungnya akad nikah, kedua pasangan itu harus memupuk kembali pendidikan Islam selanjutnya. Setelah sebelumnya mereka mendpat pendiidkan pra nikah, maka dalam tahap berikutnya yaitu dalam rumah tangga mereka harus menghidupkan pendidikan Islam. Hal tersebut dilakukan agar rumah tangga mereka berjalan sesuai dengan aturan syara dan tetap dalam alur sebgaimana telah Rasul perintahkan. Sejatinya pendidikan Islam ini dapat mewujudkan keluarga sakinah mawadah dan warahmah yang diharapkan. Dengan panduan pendidikan Islam pasangan suami istri pun dapat mewujudkan keturunan yang baik, berwawasan luas serta insan kamil karena telah mendapat pendidikan Islam sejak dini dari kedua orang tuanya.
B. Ciri-Ciri Keluarga Sakinah
Ciri keluarga sakinah sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an surat Ar-Rum 21 yaitu mengandung tiga unsur yang menjadi bangunan kehidupan sebagai tujuan perkawinan dalam Islam. 1. Pertama, litaskunu ilaiha yang berarti sakinah, ketenangan dan ketenteraman, saling cinta dan kasih sayang, supaya suami senang dan tenteram. Kewajiban istri berusaha menenangkan suami. 2. Kedua, mawaddah atau saling mencintai. Cinta bersifat subjektif yaitu untuk kepentingan orang yang mencintai. 3. Ketiga, rahmat yaitu kasih sayang yang bersifat objektif, yaitu sayang yang menjadi landasan bagi cinta. Cinta semakin lama makin kuat dan mantap. Cinta hanya mampu bertahan pada saat perkawinan masih baru dan muda, sedangkan kasih sayang yang mendominan cinta (Agus Riyadi, 2013:104).
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masa Pernikahan
Terdapat beberapa faktor yang melatar belaka ngi dan mendukung terbentuknya keluarga yang sakinah. Berikut faktor-faktor yang diperlukan dalam membentuk keluarga sakinah menurut M. Quraish shihab antara lain: 1. Kesetaraan atau kaffah Dahulu, ulama-ulama menekankan kaffah dari segi keturunan dan agama. Namun, kini kafaah dan kesetaraan lebih ditekankan di samping pada pandangan hidup atau agam, juga pada budaya, tingkat pendidikan serta usia. 2. Musyawarah Manusia hidup dalam masyarakat ia akan terikat kepada norma-norma yang ada dalam masyarakat. Dalam kaitan dengan hal ini maka perkawinan merupakan suatu hal yang erat kaitannya dengan hal-hal tersebut diatas dengan perkawinan, hubungan suami istri diharapkan akan dapat dipenuhi secara optimal (Walgito, 2004: 22). Dalam hal musyawarah tidak mepertemukan pandangan, salah seorang harus mampu menyatakan bahwa, “boleh jadi engkau yang benar”. Kalimat ini tidak kurang mesranya dari kalimat, “aku cinta atau aku bangga padamu”. Kalimat itulah yang otomatis lagi penuh kesadaran akan tercetus selama mawaddah dan rahmah menghisai jiwa mereka (Shihab, 2006: 153). 3. Kesadaran akan kebutuhan pasangan Ketenangan jiwa dan kasih sayang yang dirasakan manusia terhadap pasangannya merupakan salah satu tuntutan psikologis yang tidak pernah lepas dari setiap diri manusia dan tidak ditemukan selain dalam institusi pernikahan. Ini merupakan jenis ketenangan yang berbeda dengan ketenangan lain. Ketenangan ini adalah ketenangan ruh pasangannya, sehingga seolah-olah ruh keduanya menyatu dan hati mereka pun berpadu menjadi satu ruh dan satu hati. Tanpa kesadaran akan kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan tanpa memfungsikan pernikahan seperti makna-makna tersebut, kehidupan rumah tangga tidak akan menggapai sakinah, dan juga berarti bahwa agama belum berfungsi dengan baik dalam kehidupan rumah tangga.
D. Tujuan Dan Hikmah Perkawinan
Imam al-Ghazali merumuskan tujuan dan hikmah perkawinan sebagai berikut: 1. Memperoleh keturunan yang sah, yang akan melangsungkan serta mengembangkan keturunan suku-suku dan bangsa manusia (Q.S. al-Furqan: 74). 2. Memenuhi tuntutan lahiriah hidup manusia (Q.S. al-Baqarah: 187). 3. Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan (Q.S. an-Nisa’: 28). 4. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama yang besar di atas dasar cinta dan kasih sayang (Q.S. Ar-Rum: 21). 5. Meningkatkan kesungguhan dalam mencari rezeki yang halal dan memperbesar tanggung jawab (Q.S. An-Nisa’: 34) (Abu Hamid al-Ghazali, 1989: 27-36). Pernikahan merupakan suatu bentuk hubungan manusia yang paling agung yang harus dipenuhi segala syarat dan rukunnya. Pernikahan menuntut adanya tanggung jawab timbal balik yang wajib dilaksanakan oleh kedua belah pihak, suami istri, sesuai ajaran Islam. Memenuhi hasrat seksual juga merupakan salah satu aspek penting dari pernikahan. Dalam sudut pandang Islam, pernikahan dapat mengontrol nafsu seksual dan menyalurkannya di tempat yang benar (Haifaa A. Jawad, 2002:105). Dan fungsi nikah yang lain adalah sebagai sebuah langkah preventif (mani’) bagi terjadinya hal-hal yang diharamkan oleh agama, yaitu perbuatan zina (prostitusi) dan kefasikan, seperti diketahui, manusia dari kenyataan tabi’at dan nalurinya, tidak stabil dalam menjaga kehormatan dan kemuliaannya. (Abu al-‘Ainain Badran, 2002:20-21). Tujuan dan fungsi pernikahan yang lain dapat memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara dan mendidik anak, sehingga memberikan motivasi yang kuat bagi seseorang untuk membahagiakan orang-orang yang menjadi tanggung jawab. Membagi rasa tanggung jawab antara suami atau istri yang selama ini dipikul masing-masing pihak. (Agus Riyadi, 2013:59). Menurut Mustafa al-Khin dalam Pernikahan : Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam terdapat hikmah-hikmah yang agung yang dapat digali, baik secara naqliyah maupun aqliyah. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah: (Mustafa al-Khin dkk, 1987: 13d) : 1. Memenuhi tuntutan fitrah. 2. Mewujudkan ketenangan jiwa dan kemantapan batin. 3. Menghindari dekadensi moral. 4. Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan.
Referensi :
Atabik, Ahmad dan Mudhiiah, Khoridatul. Jurnal : Pernikahan Dan Hikmahnya
Perspektif Hukum Islam. YUDISIA, Vol. 5, No. 2, Desember 2014. Dewi, Lutfi Kusuma. Jurnal : Penerapan Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Pelaksanaan Kursus Pra Nikah Untuk Menwujudkan Kealuarg Sakinah. Vol. 2, No. 1, Mei 2019.