Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PERADILAN ISLAM

Disusun

Oleh :
KELOMPOK 3 :

KHAIRUL FATA
KHAZIANA TASYA
RINA DHAHARA

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH


PTI. AL-HILAL SIGLI
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR
   
“Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha Penyayang”
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “PERADILAN ISLAM”
Saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen yang telah mengarahkan
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
tersusun jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini maupun penyusunan
makalah berikutnya.
Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Pidie, November 2021

KELOMPOK 3

i
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..............................................................................................1
BAB III..............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Sekilas tentang kerajaan Turki Usmani....................................................................3
B. Peradilan Turki Utsmani............................................................................................3
C. Sebelum Tanzimat.....................................................................................................5
D. Masa tanzimat..........................................................................................................6
E. Pasca tanzimat...........................................................................................................8
F. Kodifikasi Hukum...................................................................................................9
BAB III............................................................................................................................11
PENUTUP.......................................................................................................................11
A. KESIMPULAN.....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Salah satu kajian dalam lapangan hukum dan peradilan islam adalah pada aspek
sejarahnya yang oleh kalangan ahli biasanya di sebut dengan al-Tarikh al-Tasyri’al-
Islami.

Dalam teknik kajiannya,para pengkaji memilah milah sejarah perkembangan hukum


islam dalam periode periode tertentu .Muhammad al-Khudlari Bik,salah seorang pengkaji
perkembangan pelaksaan hukum islam menunt periodisasinya itu pada enam periode
(1)Pembinaan dan pelaksanaan hukum islam pada masa Rasulullah saw(2)pembinaan dan
pelaksanaan hukum islam pada masa sahabat sahabat besar(3)pembinaan dan pelaksanaan
hukum islam pada masa sahabat-sahabt kecil sampai akhir abad pertama hijriah,
(4)pembinaan dan pelaksanaan hukum islam pada masa terbentuknya fiqh(hukum
islam)sebagai suatu ilmu yang mandiri ,berakhir pada abad ketiga hijriyah(5)pembinaan
dan pelaksanaan hukum islam pada periode masuknya masalah-masalah bayak sekali dan
menjadi bahan diskusi dan pembahasan para tokohnya;periode ini berakhir pada
hancurnya Bagdad di tangan Hulagu(abad ke tujuh hijriyah),(6)pembinaan dan pelaksaan
hukm islam pada masa taklid,yaitu sejak kejatuhan bagdad sampai saekarang.

Memperhatikan periodisasi tersebut diatas,dapatlah di tentukan bahwa hukum islam


pada masa kerajaan turki usmani termasuk kedalam periode enam(terakhir),yaitu periode
taklid.yang di maksud dengan periode taklid ialah suatu periode yang antara lain ditandai
dengan adanya kecenderungan ulama-ulama untuk mencukupkan cakupan-cakupan
hukum islam itu pada kita-kitab yang di warisi dari periode-periode sebelumnya.demikian
pula kitab-kitab dan pendapat-pendapat mengenai hukum islam pada periode sebelumnya
itu dijadikan rujukan dalam memecahkan masalah masalah fiqhiyah. Zaman kerajaan
turki usmani adalah sebagian dari kenyataan periode taklid ini.

untuk memudahkan memudahkan pembahasan dalam makalah ini gambaran hukum dan
peradilan islam pada masa turki usmani dibagi dalam kedua periode,yaitu periode
sebelum thanzimat dan periode setelah thandimat.dalam pembagian ini ,thandimat di
tempatkan sebagai tonggak pemisah,dua periode keadaan hukum dan peradilan islam di
Turki Usmani,sebab di satu pihak Thandimat mengancam berakhirnya dominasi hukum

1
islam,sedang di pihak lain ia merupakan awal pembaharuan turki usmani dalam bidang
hukum.bahkan boleh jadi thandimatlah yang melicinkan jalan sekularisasi di turki
usmani.

2
BAB III

PEMBAHASAN

A. Sekilas tentang kerajaan Turki Usmani


Berdirinya kaerajaan turki usmani dirintis oleh ertoghrul beserta pengikut
pengikutnya yang menungsi kedaratan tinggi Asia Kecil.disana mereka mengabdikan diri
kepada Sultan Alauddin II(Sulta sajuk)yangbkebetulan sedang berperang melawan
binzantium.Berkat bantuan mereka Sultan Alauddin mendapat kemenangan.atas jasa baik
itu Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatsan dengan
Binzatium.sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota syukud
sebagai ibukota.

Pada tahun 1289 M,ertoghrul inilah yang dianggap pendiri kerajaan usmani.Usman
menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang di kuasainya itu pada
tahun 1300 M, ketika Sultan Alauddin(raja Seljuk Rum)terbunh oleh bangsa mongol,dan
Seljuk berpecah pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil.karena penguasa pertamanya
bernana Usman(disebut juga Usman I),maka kerajaan yang berdiri ini pun dinamakan
Turki Usmani.

Sampai dengan masa kerajaan Turki Usmani di perintah oleh Sulayman al-
Qanuni(1520-1566 M),wilayahnya meliputi afrika utara ,mesir,hijszz,irak,Armenia,Asia
Kecil,kremea,Balkan,yunani,Bulgaria,bosnia,hongaria,dan Rumania.daerah kekuasaan
yang luas inilah yang menjadi ciri bahwa kerajaan Turki Usmani adalah Negara
besar(imperium).

B. Peradilan Turki Utsmani


Kerajaan Turki Utsmani pada masa awal kekuasaannya tidak meganut salah satu
azhab. Pada fase berikutnya penguasa Turki Utsmani mengundangkan mazhab Hanafi
sebagai mazhab resmi dalam hal fatwa dan peradilan.

Perkembangan hukum Islam pada masa Dinasti Utsmani, sejak Sultan Utsman I bin
Orthogol hingga meninggalnya Salim I bin Bayazid II, belum terkodifikasi dan
tersistemasikan dengan sempurna. Oleh sebab itulah pemerintahan Utsmani, pada masa
Sultan Sulaiman I bin Salim I, berupanya untuk melakukan terobosan dalam bidang
hukum, yaitu dengan mengkodifikasikannya.

3
Cikal bakal kodifikasi dan kebangkitan hukum Islam bermula dari kepemimpinan
Sulaiman Al-Qanuni. Keberhasilan ekspedisi dan pengembangan dakwah hingga ke
dataran Eropa juga diikuti dengan keinginan untuk menegakkan syariat Islam di wilayah
kekuasaannya. Sulaiman Al-Qanuni berkeinginan untuk menghimpun hukum Islam serta
memberlakukannya menjadi hukum positif yang berlaku di semua wilayah kekuasaan
Turki.

Pada awal abad ke-16 suasana kehidupan beragama di Turki, dipengaruhi oleh
ulama-ulama mazhab. Dalam penerapan hukum, rakyat Turki merujuk kepada mazhab
Hanafi dan menjadi mazhab resmi negaranya.

Sistem pemerintahan dan sistem administrasi peradilan diselenggarakan berdasarkan


syariat Islam. Unit peradilan umum bekerja sama dengan qadha’ yang merupakan bagian
dari unit peradilan agama. Di setiap unit kerja lembaga peradilan khususnya peradilan
agama, ditempatkan seorang komando polisi yang berada di bawah komando qadha’, ia
disebut juga subashi.

Pelaksanaan ibadah pada masa Sulaiman Al-Qanuni begitu kental terasa. Ia


mewajibkan rakyatnya yang muslim untuk menjalankan shalat lima waktu dan berpuasa
pada bulan Ramadhan. Bagi yang tidak menjalankannya, maka akan dikenai denda dan
sanksi badan. Ia juga berhasil menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Turki.

Kesuksesan Sulaiman Al-Qanuni tidak terlepas dari peran para pembantunya.


Terutama ketika jabatan mufti dipegang oleh Abdul Su’ud. Ia yang membantu Sulaiman
Al-Qanuni untuk membuat undang-undang yang memuat hukum dan administrasi untuk
diberlakukan di wilayah kekuasaan Turki yang sesuai dengan Syariat Islam. Ia berusaha
untuk melakukan Islamisasi hukum-hukum yang diadopsi dari Eropa, meskipun apa yang
ia lakukan belum maksimal. Kodifikasi hukum yang diprakarsai oleh Sulaiman Al-
Qanuni tidak maksimal, dikarenakan berbenturan dengan kendala di lapangan, antara lain.

1.Sumber Tsayri’ Islam. Ada kekhawatiran dari para mujtahid dalam menginterpretasikan
sumber tasyri’. Jika hasil interpretasi tersebut salah, tidak sesuai Sumber Tsayri’ Islam.
Ada kekhawatiran dari para mujtahid dalam menginterpretasikan sumber tasyri’. Jika
hasil interpretasi tersebut salah, tidak sesuai dengan tuntutan syar’i. Inilah yang menjadi
penghalang untuk mengodifikasikan hukum.

4
2.Kebebasan berijtihad. Berijtihad bagi yang telah memenuhi syarat sebagai mujtahid
adalah sebuah keniscayaan. Jika hasil ijtihadnya telah dikodifikasikan berarti tidak lagi
menerima ijtihad lain padahal perubahan hukum mengikuti perubahan zaman.

Metode yang digunakan dalam upaya mengodifikasikan hukum dilakukan secara


bertahap, yaitu:

1.Menetapkan madzhab resmi bagi negara. Ini mulai dilakukan oleh Sultan Salim I, yang
mengundangkan mazhab Hanafi sebagai mazhab resmi bagi negara dan harus diikuti
dalam memutuskan perkara dan berfatwa.

2.Penyusunan satu pendapat mazhab. Setelah mempersatukan mazhab untuk semua


wilayah di Utsmani. Langkah berikutnya adalah penyusunan suatu mazhab yang berlaku
di Turki Utsmani. Upaya penyusunan undang-undang perdata Utsmani yang lebih dikenal
dengan Majallah Al-Ahkam Al-‘Adhliyah.

3.Mengkompilasikan hukum Islam dari mazhab yang berbeda. Selain berafiliasi kepada
mazhab Hanafi dalam penyusunan undang-undang yang berlaku di Turki Utsmani, juga
mengadopsi mazhab lain yang lebih relevan dengan kondisi saat itu.

4.Mengadopsi perundang-undangan modern. Tahap terakhir dari upaya penyusunan


undang-undang di Turki Utsmani adalah mengadopsi perundang-undangan modern yang
sesuai dengan syariat Islam, seperti hukum perdata, perdagangan, dan pidana.

C. Sebelum Tanzimat
kerajaan Turki Utsmani dipimpin oleh seorang sultan yang memiliki kekuasaan
temporal atau duniawi dan kekuasaan spiritual. Selaku penguasa duniawi digunakan
jabatan “sultan” dan sebagai kepala rohani umat Islam digunakan gelar “khalifah”.[3]
Dengan demikian, raja-raja Utsmani memiliki dua bentuk kekuasaan, memerintah negara
dan kekuasaan mensyiarkan dan membela agama Islam. Aka tetapi, tidak dijumpai dalam
beberapa literatur, sejak kapan kedua jabatan itu disematkan dan disandang oleh penguasa
Utsmani. Dalam melaksanakan kedua kekuasaan itu, sultan dibantu oleh dua pegawai
tinggi, sadrazam untuk urusan pemerintahan dan syaikh al-Islam untuk urusan
keagamaan. Keduanya tidak punya hak suara dalam pemerintahan, mereka hanya
menjalankan tugas atas perintah sultan. Ketika sultan berhalangan atau bepergian ia
digantikan oleh sadrazam dalam menjalankan pemerintahannya Syaikh al-Islam yang
mengurusi bidang keagamaan dibantu oleh qadhi askar-al-Rumali yang membawahi

5
qadhi-qadhi wilayah Utsmaniyah bagian eropa, beliau membawahi qadhi-qadhi wilayah
Utsmaniyah bagian Asia dan Mesir.

Syaikh al-Islam adalah seorang pejabat tinggi negara. Selain sebagai pengawas atas
pemberlakuan hukum islam, ia juga mengawasi kinerja para qadhi dalam menjalankan
tugasnya. Demikian juga jika ada keputusan srategis yang akan diambil oleh pihak
penguasa Utsmani, sultan akan berkonsultasi dengan Syaikh al-Islam dan meminta
pertimbangan, apakah keputusannya bertentangan dengan syari’at Islam atau tidak.

Adapun bentuk-bentuk peradilan pada masa ini antara lain:

a.Al-Juz’iyat (mahkamah biasa atau rendah). Wewenangnya adalah menyelesaikan


perkara-perkara pidana dan perdata.

b.Mahkamah al-Isti’naf (mahkamah banding). Wewenangnya adalah meneliti dan


mengkaji perkara yang berlaku.

c.Mahkamah al-Tamyiz au al-Naqd wa al-Ibram (mahkamah tinggi).wewenangnya adalah


mencatat para qadhi yang terbukti melakukan kesalahan dalam menetapkan hukum.

d.Mahkamah al-Isti’naf al-Ulya (mahkamah agung). Wewenangnya ini langsung


dibawah pengawasan sultan.

Walaupun sudah ada lembaga peradilan pada masa ini. Namun dalam praktiknya belum
berjalan secara maksimal, karena intervensi pihak pemerintah begitu kuat. Tidak hanya
itu, sistem peradilan pun dikuasai oelh kroni-kroni dan pejabat pemerintah, belum tampak
pemisahan antara urusan agama dan pemerintahan.

D. Masa tanzimat
Menurut bahasa tanzimat berasal dari bahasa nazhzhama-yunazhzhimu-tanzhiman
yang bermakna mengatur, menyusun, mensistematikan, merencanakan dan
menginformasikan. Tanzimat dalam bahasa Turki dikenal dengan tanzimat al-Khairiye,
adalah gerakan pembaharuan di Turki Utsmani yang diperkenalkan dalam sistem
birokrasi dan pemerintah yang melingkupi bidang huum, administrasi, pendidikan,
keungan, perdagangan, an lain-lain.

Pembaharuan ini dipelopori oleh Raja Utsmani, sultan Mahmud II pada abad ke-19.
Reformasi yang cukup mendasar dalam bidang pemerintahan adalah dengan

6
menggabungkan dua kekuasaan yang dipegang seorang sultan:kekuasaan sebagai
pemimpun duniawi dan sebagai pemimpin spiritual kekuasaan yudikatif yang dipegang
oleh sadrazam dialihkan kepada syaikh al-Islam.

syaikh al-Islam diberiakn wewenagng untuk mengurusi permasalahan-permasalahan


yang berkenaan dengan syari’at diatur oleh dewan perancang hukum. Hukum ini diadopsi
dari negara-negara Eropa. Diantara hukum yang diadipsi adalah al-Nizam al-Qadha al-
Madani (undang-undang peradilan perdata).

Dengan diterapkannya undang-undang tersebut, maka muncullah mahkamah al-


nizhamiyah yang terdiri atas qadha al-madani (peradilan perdata) dan qadha syar’i
(peradilan agama). Dikotomi lembaga peradilan ini mengindikasikan adanya pemisahan
antara urusan agama dan urusan dunia.

Realisasi pembaharuan ini dimulai dengan diumumkannya piagam Gulhane (Khatt-I


syarif Gulhane ) pada 3 november 1839 M, kemudian ditindak lanjuti dengan
dikeluarkannya piagam Humayun pada tahun 1856 M. Gerakan ini terjadi pada masa
Sultan Abdul Majid (1839-186 M) putra Sultan Mahmud II.

Piagam Gulhane berisikan beberapa bentuk perubahan pada masa Turki Utsmai, yaitu:

1. Terjadinya ketentraman hidup, harta kehormatan dan warga negara.

2. Peraturan mengenai pemungutan pajak.

3. Peraturan mengenai kewajiban dan lamanya dinas militer.

Adapun isi pokok dari pada piagam Gulhane adalah sebabai berikut:

1.Tertuduh agar diadili secara terbuka dan hukuman mati agar tidak dilaksanakan
sebelum putusan dari pengadilan

2. Larangan terhadap pelanggaran terhadap seseorang.

3. Jaminan terhadap hak milik dan kebebasan menggunakan hak milik itu bagi si pemilik.

4. Terpidana masih mempunyai hak waris, dan harta tidak boleh disita.

5. Pegawai kerajaan digaji sesuai dengan tugas dan jabatannya.

7
Atas dasar piagam ini, maka terjadi bebeapa pembaharuan dalam berbagai institusi
kemasyarakatan Turki Usmani. Diantaranya dalam bidang ukum perdata oleh Majlis al-
Ahkam al-Adliysh dan hukum pidana. Sedang dibidang pemeintahan adanya sistem
musyawarah dan dibidang pendidikan, adanya pemisahan antara pendidikan umum dan
agama, serta kekuasaan pendidikan umum dilepaskan dari kekuasaan ulama.

Selanjutnya pada tahun 1856 M Sultan Abdul Majid mengumumkan berlakunya


piagam Humayun yang bertujuan untuk memperkuat piagam Gulhane. Pada masa ini
telah ditetapkan pedoman hakim dalam menetapkan hukum, yaitu dengan dikeluarkannya
undang-udang dusturiyah. Sehungga terhindar dari hawa nafsu dan keinginan pribadi
dalam menetapkan hukum. Dan juga didirikan Mahkamah Agung yang merupakan
embaga yang diberi wewenang untuk memecar para qadhi yang melekukan perbuatan
yang melanggar hukum, karena dianggap tidak melaksanakan tugas sesuai ketetapan.

E. Pasca tanzimat
Pada akhir periode Turki Utsmani, persoalan paradilan semakin banyak dan pelik.
Sumber hukum yang dipegang pun tidak hanya sebatas pada syari’at Islam, tetapi diambil
dari hukum Barat (Eropa). Hal ini diakibatkan adanya penetrasi Eropa terhadap dunia
Islam yang diwakili oleh kerajaan Utsmani, sehingga memunculkn lembaga peradilan
yang sumber hukumnya saling berbeda, yaitu:

a.Mahkamah al-Thawaif atau Qadha al-Milli, peradilan untuk suatu Kelompok (agama).
Sumbernya dari agama masing-masing.

b.Qadha al-Qanshuli, peradilan untuk warga negara asing dengan sumber undang-undang
orang asing tersebut.

c.Qadha Mahkamah Pidana, bersumber dari undang-undang Eropa.

d.Qadha Mahkamah al-Huquq, mengadili perkara perdata.

e.Majlis al-Syar’i al-Syarif, mengadili perkara umat Islam khusus masalah keluarga
sumbernya fiqh Islam.

Dalam lembaga peradilan pun sudah banyak perubahan. Pada masa itu sudah ada
mahkamah biasa , banding dan mahkamah agung. Dengan demikian qadha pada masa ini
sudah bergam. Dan ini merupakan pembaharuan yang dicapai pada periode sebelum dan
sesudah tanzimat.

8
Pembaharuan yang diadakan pada masa tanzimat tidak seluruhnya mendapat
penghargaan dari pemuka masyarakat Islam, bahkan mendapat kritikan dari cendekiawan
Islam kerajaan Utsmani. Kedua piagam yang dikeluarkan kerajaan Utsmani sebagai dasar
pembaharuan tanzimat menjunjung tinggi syari’at, namun dalam praktiknya banyak
mengadopsi hukum Barat, bahkan dilanggarnya. Kritik juga ditujukan kepada tokoh-
tokoh tanzimat yang pro Barat, yang memungkinkan intervensi Barat dalam
permasalahan intrn kerajaan Utsmani. Pada gilirannya Turki Utsmani akan mengalami
kehancuran, baik secara ekonomi maupun kekuasaan.

Mustafa Kemal al-Taturk adalah tokoh utama gerakan nasionalisme. Ide pembaharuan
banyak depengaruhi oleh Barat. Dampak nyata dari pemikiran politik keagamaan.

F. Kodifikasi Hukum
Tindak lanjut dari upayamengodifikasi hukum pada masa Turki Utsmani
dilatarbelakangi oleh majunya kebudayaan Islam, pesatnya ilmu pengetahuan yang
melahirkan ilmuan dan imam-imam madzhab yang tersebar diberbagai daerah. Pada
gilirannya memunculkan ta’asub bi al-madzhab, melemahnya upaya berijtihad, dan
stagnan dalam berijtihad. Disamping itu, juga perbedaan dalam menetapkan hukum
karena madzhab yang digunakan berbeda, agar tidak terjadi perbedaan status hukum pada
permasalahan yang sama di lembaga peradilan.

Pemerintah Turki Utsmani memerintahkan untuk membentuk panitia yang bertugas


mengumpulkan ketentuan hukum syara’ atas peristiwa-peristiwa yang terjadi berkenaan
dengan hukum muamalat. Penetapannya berpegang pada madzhab Hanafi dengan tidak
mengabaikan pendapat madzhab-madzhab lain yang lebih sesuai dengan kondisi saat ini.
Maka ditunjuklah tujuh ulama’ fiqh yang membuat undang-undang perdata Islam, yang
tidak mengandung ikhtilaf, memuat pendapat yang lebi rajih dan mudah untuk dipelajari.
Ulama ini merampungkan tugasnya selama tujuh tahun. Dengan melahirka peraturan
“majallah al-Ahkam al-Adhiyah. Diundangkan pada 26 sya’ban 1293 H, dan
memerintahkan semua pengadilan di wilayah kekuasaan Turki Utsmani untuk
melaksanakannya. Peraturan undang-undang ini memuat 1851 pasal yang terbagi kepada
mukaddimah dan 16 kiab. Mukadimah berisi tentang definisi ilmu fiqh dan
pembagiannya serta penjelasan kaidah-kaidah fiqiyah. Bab-bab mu’amalah yang
dibedakan pada setiap babnya dan terdiri 16 kitab.

9
Dengan dikeluarkannya hukum pemerintah Turki Usmani, maka undang-undamg
tersebut menjadi pegangan bagi para hakim di pengadilan-pengadilan di wilayah
kekuasaan Usmani. Kitab undang-undang hukum perdata umum (positif) ini adalah yang
pertama diadopsi dari ketentuan hukum Islam, dan berasal dari madzhab Hanafi
disamping pendapat lain yang lebih cocok dengan kondisi saat itu.

10
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Turki Utsmani muncul setelah hancurnya kerajaan Bani Abbasiyyah dengan
ditandainya pembantaian terhadap khalifah Abbasiyyah akibat serangan dari Khulagu
Khan dan menewaskan kurang lebih 1.6000.000 penduduk sipil yang tidak berdaya.

Lembaga peradilan pada masa Turki Utsmani dibagi menjadi tiga periode:

1. Masa sebelum tanzimat

a. Mahkamah biasa atau rendah. Wewenangnya adalah menyelesaikan perkara-


perkara pidana dan perdata.

b. Mahkamah banding. Wewenangnya adalah meneliti dan mengkaji perkara yang


berlaku.

c. Mahkamah tinggi. Wewenangnya adalah mencatat para qadhi yang terbukti


melakukan kesalahan dalam menetapkan hukum.

d. Mahkamah agung. Wewenangnya ini langsung dibawah pengawasan sultan.

2. Masa tanzimat

a. Peradilan perdata.

b. Peradilan agama.

3. setelah tanzimat.

a. Mahkamah al-Thawaif atau Qadha al-Milli, peradilan untuk suatu Kelompok


(agama). Sumbernya dari agama masing-masing.

b. Qadha al-Qanshuli, peradilan untuk warga negara asing dengan sumberundang-


undang orang asing tersebut.

c. Qadha Mahkamah Pidana, bersumber dari undang-undang Eropa.

d. Qadha Mahkamah al-Huquq, mengadili perkara perdata.

11
e. Majlis al-Syar’i al-Syarif, mengadili perkara umat Islam khusus masalah keluarga
sumbernya fiqh Islam.

12
DAFTAR PUSTAKA

Supriadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008

Syafiq A, Mugni, Sejarah Kebudayaan Islam Turki, Jakarta: Logos, 1997

Nasution, Harun, Pembaharun Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan,


Jakarta: Bulan Bintang, 1996

Munir, Tanzimat, dalam http://dorokabuju.blogspot.com/2012/02/tanzimat-iagam-


gulhane-dan-humayun.html , 23 oktober 2014

Koto, Alaiddin, Sejarah Peradilan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2012

13
e Ì!

14
% Ç2U dÐ3 V  ø *ù

15
¶ú ¿¬ \F`W¢£,û« ã 4 X B Y CD Z j

16
¡ „ qo åp ©Ò ‰’žüL!

17
9 ý·Œ´- Eþ ÿ

18

Anda mungkin juga menyukai