Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TAWAKAL, RIDA DAN MAHABBAH


Makalah disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Dosen Pengampuh : Rizka Ramadhani, M.Pd

Mata Kuliah : Akhlak Tasawuf

Disusun Oleh: Kelompok 13

Ella Salsabila : 0303203177

Khairani Syam Br Manurung : 0303202131

Maulida Amelia Putri : 0303201086

BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM 4

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

TA . 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah tuhan seluruh alam yang menciptakan bumi dengan segala
isinya, atas berkat rahmat Allahlah penulis dapat menyelesaikan makalah pada Mata kuliah
“Akhlak Tasawuf materi Tawakal, Rida dan Mahabbah”.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Akhlak
Tasawuf yang diberikan oleh ibu Rizqa Ramadhani. M.Pd selaku dosen mata kuliah akhlak
tasawuf.

Dengan Berbekal sumber buku dan internet sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Penulisan Karya Ilmiah dengan benar pada waktunya. Semata-mata atas izin dari
Allah Swt. AllahSwt memberikan penulis kemudahan dalam mengerjakan tugas- tugas
dalam penulisan makalah ini.

Penulis hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, maka dari itu apabila
ada kesalahan dari makalah penulis termasuk dalam artian keseluruhan dalam makalah,
penulis menyampaikan mohon maaf yang sebesar besarnya. Maka dari itu penulis
memerlukan kritik dan saran agar penulis dapat memperbaiki kesalahan dalam makalah ini
dan dapat menjadi lebih baik untuk kedepannya .

Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca termasuk kepada penulis sendiri.

MEDAN , 11 NOVEMBER 2020

PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................1

DAFTAR ISI........................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................3

LATAR BELAKANG.........................................................................................................3

RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................3

TUJUAN MASALAH.........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................4

A. Pengertian Tawakkal..............................................................................................4
B. Pengertian Mahabbah ...........................................................................................8
C. Pengertian Rida......................................................................................................14

BAB III PENUTUP............................................................................................................17


A. KESIMPULAN.......................................................................................................17
B. SARAN.....................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................18


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Makalah ini membahas tentang Tawakal Ridha dan Mahabbah. Dengan mempelajari
tasawuf seseorang dapat mengetahui tentang cara cara melakukan pembersihan diri serta
mengamalkannya secara benar . Tinjauan analitis terhadap tasawuf menunjukkan bahwa
para sufi dengan berbagai aliran yang dianutnya memiliki suatu konsepsi tentang jalan
( thariqat ) menuju Allah swt.

Dimana tawakkal yang artinya “mewakilkan” , sedangkan secara luas tawakal yang
berarti menyerahkan segala permasalahan kepada Allah swt .Sedangkan Ridha secara
bahasa adalah kembali kebelakang sebagaimana firman ( Qs Al-Maidah :21 ) . Dan
Mahabbah sendiri yang berarrti salah satu pilar utama islam dan inti dari ajarannya . Dan
Mahabbah cenderung hati untuk memerhatikan keindahan atau kecantikan , dalam
pandangan kaum suffi adalah Allah swt.

Para sufi merumuskan tingkat – tingkat yang harus dilalui seorang salik untuk menjadi
sufi yang sesungguhnya . Tawakal dan Mahabbah adalah tingkatan tingkatan keenam
ketujuh yang harus dilalui para salik untuk menjadi sufi . Tawakkal merupakan salah satu
sifat manusia beriman dan ikhlas . Hakikat Tawakkal adalah menyerahkan segala urusan
kepada Allah azza wa jalla, membersihkannya dari ikhtiar yang keliru, dan tetap
menapaki kawasan – kawasan hukum dan ketentuan .

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Tawakkal, Ridha dan Mahabbah
2. Dalil Tawakkal Ridha dan Mahabbah
3. Contoh Tawakkal Ridha dan Mahabbah

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui pengertian Tawakkal, Ridha dan Mahabbah
2. Untuk memahami dalil lebih jelas
3. Untuk mengetahui contoh – contoh yang ada
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TAWAKKAL

Tawakkal berasal dari bahasa Arab yaitu wakila,yakilu, wakilan yang artinya
“mempercayakan, memberi , membuang urusan ,bersandar ,dan bergantung”. Tawakkal atau
mempercayakan segala urusan seseorang pada Allah tergantung dari pengetahuan orang
tersebut dan keyakinan yang kuat pada ketuhanan dan kekuasaan. Tawakkal kepada Allah
adalah menjadikan Allah sebagai wakil dalam mengurusi segala urusan ,dan mengandalkan
Allah dalam menyelesaikan segala urusan.

Tawakal diartikan berserah diri kepada Allah. Secara sufistik tawakal adalah
menyerahkan diri kepada ketentuan Allah. Kata sebagian sufi tawakal adalah rahasia
antara seorang abdi dengan Tuhannya.Tawakal juga dapat diartikan dengan pasrah dan
mempercayakan secara bulat kepada Allah setelah melaksanakan suatu rencana dan
usaha. Manusia hanya merencanakan dan mengusahakan, tetapi Allah yang menentukan
hasilnya. Dalam kehidupan modern ini, tawakkal, merupakan sikap optimis dan percaya
diri, bahwa segala hal ada yang mengatur segala sesuatu di alam ini adalah Allah. Bila
kita mengikuti aturan-Nya, yakni sunnatullah, maka kita akan sukses, baik di dunia
maupun di akhirat. Dengan sikap optimis kita akan kreatif, namun tidak takabbur atau
sombong, sebab kita meyakini sepenuhnya yang memberi keputusan hasil baik atau
tidak adalah yang memiliki aturan sunatullah itu sendiri yakni Allah SWT.

Tawakal, yaitu menyerahkan keputusan segala perkara, ikhtiar dan usaha kepada
Tuhan semesta alam. Dia yang kuat dan kuasa, kita lemah dan tak berdaya. Ramai orang
yang telah Mengartikan tawakal. Sebab itu perlu kita kupas, menghilangkan keraguan.
Tidaklah keluar dari garis tawakal, jika kita berusaha menghindarkan diri dari
kemelaratan, baik yang menimpa diri, atau harta benda, anak turunan. Baik kemelaratan
yang akan datang, atau boleh jadi akan datang. Yang mengenai diri sendiri, tidaklah
bernama tawakal kalau kita tidur di bawah pohon kayu yang lebat buahnya, seperti
pohon durian. Karena kalau buah itu jatuh digoyang angin, kita ditimpanya, itu adalah
sebab kesia-siaan kita.

Istilah tawakkal disebut didalam al- qur’an dalam berbagai bentuk sebanyak 70 kali.
Kata Tawakkal yang digunakan dalam al- qur’an :
1. Wakallna sebanyak 1 kali
2. Wukila sebanyak 7 kali
3. Tawakaltu sebanyak 7 kali
4. Tawakalna sebanyak 4 kali
5. Natawakala 1 kali
6. Yatawakal 12 kali
7. Yatawakalun 5 kali
8. Tawakal 9 kali
9. Tawakalu 2 kali
10. Wakila 13 kali
11. Al – mutawakkilun 3 kali
12. Al – mutawakkilin 1 kali

Data ini menegaskan bahwa ajaran islam menegaskan bahwa ajaran islam
menegaskan bahwa ajaran islam menegaskan bahwa ajaran islam menghendaki para salik
untuk menegakkan dan mendapatkan maqam tawakal.
Hakikat Tawakkal adalah penyerahan penyelesaian dan keberhasilan suatu urusan
kepada wakil. Kalau Tawakkal kepada Allah berarrti menyerahkan urusan kepada Allah
setelah melengkapi syrat – syaratnya. Tawakkal sendiri mencakup permohonan total kepada
Allah, supaya memberikan pertolongan dalam melakukan apa yang dia perintahkan, juga
dalam hal bertawakkal untuk mendapatkan sesuatu yang tidak mampu didapatkannya.
Beberapa komponen yang disebutkan Ibnu al- qayyim bila tidak terpenuhi maka tidak akan
pernah mencapai hakikat tawakkal,yaitu :

a. Mengenal nama Allah dan sifatnya


b. Menetapkan
c. Kedalam tauhid dalam tauhid tawakkal dengan melepaskan ketergantungan
dengan sebab
d. Penyadaran hati kepada Allah dan ketenangan kepada-nya Allah
e. Pasrah hati kepada Allah,seperti pasrahnya mayat kepada yang memandikan
f. Penyerahan kepada Allah terhadap apa yang Allah takdirkan
g. Ridha dengan segala hasil

Tawakkal secara Umum sendiri adalah tahapan ketika seorang hambah telah melalui fase
ikhtiar. Sebuah fase yang menuntut untuk berusaha dan menuntut untuk berusaha dan bekerja
dengan bersungguh-sungguh dan sempurna. Baru setelah itu menyerahkan hasil dan buah
amal kerja hanya kepada Allah azza wa jalla, dzat yang telah dilakukan .

Imam al – Ghzali merumuskan defenisi tawakkal menyandarkan kepada Allah swt takkala
menghadapi suatu kepentingan ,bersandar kepadanya dalam waktu kesukaran, teguh hati
takkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tentram.

Keutamaan Orang Yang Tawakkal :

● Dapat membuktikan keimanan yang benar


● Memperoleh jaminan rezeki
● Memperoleh kecukupan dari apa yang dibutuhkan
● Tidak dikuasai setan
● Menghargai usaha yang dilakukan .  

 
 Dalil Al-Qur’an yang menjelaskan tentang tawakal (Al- Tawakkul)

a.         Al- Qur’an

Al-Ghazali menyebutkan dalil-dalil kewajiban dan keutamaan tawakal kitab ihya’ ‘ulum al-
Din. Di antaranya adalah :

1.         Q.S. Al-Maidah/5:23;    

Artinya :

Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah
memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu,
maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah
hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".

2.         Q.S. Ibrahim/14:12;

Artinya:

Mengapa kami tidak akan bertawakkal kepada Allah padahal Dia telah menunjukkan jalan
kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang
kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu,
berserah diri”

3.    Q.S. Al-Thalaq /65:3;

Artinya:

Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya
Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan
ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

4.    Q.S. Ali-Imran/3:159.

Artinya :

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Segenap perhatian telah terhadap kepadaNya (Tawajuh lil Lah).Hujjatul Islam itu telah
membuat contoh yang dapat diterima akal. Seorang yang Tawakal kerap tidak merasai
sedikit pun, walaupun bagaimana besar bahaya yang menimpanya karena perhatiannya
terhadap Allah semata-mata.

Untuk ini ada dua contoh:


1. Orang yang tengah berperang dan perhatiannya sedang tertuju kepada
perjuangan dengan musuh. Lantaran perhatiannya telah tertumpah ke sana,
dia tidak sadar bahwa dia mengalami luka. Walaupun kelihatan olehnya
darah telah mengalir.
2. orang yang tengah memikirkan suatu urusan yang sangat penting. Fikiran
dan perhatiannya bulat-bulat tertuju ke sana, sehingga jika dia berjalan di
jalan raya, datang orang lain menegurnya, tak terdengar olehnya. Padahal
telinganya tidak tuli. Hati tiada mengarti akan apa yang di sekelilingnya
bilamana perhatiannya tertumpah kepada perkara yang lain.

B.PENGERTIAN MAHABBAH

Mahabbah yang artinya Cinta. Hal ini mengandung masksud cinta kepada Tuhan lebih
luas lagi , bahwa ‘’Mahabbah” memuat pengertian ,yaitu;

1. Memeluk dan memenuhi perintah Tuhan dan membenci sikap yang melawan pada
Tuhan
2. Berserah diri kepadaTuhan
3. Mengosongkan perasaan di hati dari segala – galanya kecuali dari Zatyang dikasih .

Dalam ajaran Tasawuf Mahabbah dikaitkan dengan ajaran yang disampaikan oleh
seorang sufi wanita bernama Rabiah Al- Adawiah. Mahabbah adalah paham Tasawuf yang
menekankan perasaan cinta kepada Tuhan . Tuhan bukanlah bukan suatu Zat yang harus
dicintai dan didekati . Untuk dapat mencintai dan dekat – dekat dengan Tuhan , maka
sekarang harus banyak melakukan peribadatan dan meninggalkan kesenangan duniawi .

Aliran Tasawuf mahabbah kedudukannya sejajar dengan aliran – aliran Tasawuf lainnya
seperti ma’rifat ( pengetahuan ) , Al- Fana dan Al- Baqa ( Kehancuran dan Ketetapa).
Sumber rasa cinta tidak akan tercabut dari seorang yang beriman, karena sesungguhnya dia
tidak akan tercabut dari sumber ma’rifat. Adapun kekuatan dan penguasaan rasa cinta Sampai
dia mencapai apa yang dIsebut sebagai sangat cinta, maka itu telah tercabut dala sebagian
besar Manusia. Semestinya hal itu dapat dilakukan karena dua sebab:

1. Memutuskan Interaksi duniawi dan mengeluarkan dan mengeluarkan rasa cinta selain
kepada Allah SWT.

2. Kuatnya rada cinta adalah kuatnya pengenalan Allah SWT, keluasannya dan
dominasinya terhadap hati.
Dalam Qur’an cinta memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya:

1)      Mahabbah mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan“nggemesi”.


Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selaluberdua, enggan berpisah dan
selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa
berfikir lain.

2)      Mahabbah rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut,siap berkorban,
dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang
yang dicintainya dibandingterhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan
sangkekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan
kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya.

     Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian
darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari
itu maka dalam al Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham ,yakni orang-orang yang
memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu,
disebut rahim (dari katarahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana
psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim.Selanjutnya diantara orang-
orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim, atau
silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang.Suami isteri yang diikat oleh cinta
mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.

3)      Mahabbah mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga
menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis
mail ini dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh
cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.

4)      Mahabbah syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan
memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti
orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur’an
menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri
pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.

5)      Mahabbah ra’fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkannorma-norma


kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk
salat, membelanya meskipun salah. Al Qur’an menyebut term ini ketika mengingatkan agar
janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini
kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2).

6)      Mahabbah shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilakupenyimpang tanpa
sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut term ni ketikamengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf
berdoa agar dipisahkan denganZulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan
penjara saja),sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatanbodoh,
wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min aljahilin (Q/12:33)
7)      Mahabbah syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur’an tetapi darihadis yang
menafsirkan al Qur’an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5dikatakan bahwa barangsiapa rindu
berjumpa Allah pasti waktunya akantiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan
dalam doama’tsurdari hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an nadzori ila wajhikawa
as syauqa ilaliqa’ika,aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan
nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu.Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam
kitab Raudlat al Muhibbin waNuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati
kepadasang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yangapinya berada di
dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa iltihab naruha fi qalbalmuhibbi

8)      Mahabbah kulfah. yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-
hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu,
membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur’an ketika
menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya,
layukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)

Dasar-Dasar Ajaran Mahabbah

1)      Dasar Syara’

            Ajaran mahabbah memiliki dasar dan landasan, baik di dalam Alquran maupun Sunah
Nabi SAW.  Hal ini juga menunjukkan bahwa ajaran tentang cinta khususnya dan tasawuf
umumnya, dalam Islam tidaklah mengadopsi dari unsur-unsur kebudayaan asing atau agama
lain seperti yang sering ditudingkan oleh kalangan orientalis.

a.       Dalil-Dalil dalam Al-Qur’an, Seperti Berikut :

                                            i.            QS. Al-Baqarah ayat 165

                Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan


selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-
orang yang beriman, sangat besar cinta mereka kepada Allah. Dan jika seandainya orang-
orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya
(niscaya mereka menyesal).

                                          ii.            QS. Al-Maidah ayat 54

                Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka
dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin,
yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang
tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha
Mengetahui.
                                       iii.            QS. Ali Imran ayat 31

                Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.

 b.       Dalil-dalil dalam hadis Nabi Muhammad SAW, misalnya sebagai berikut:

‫يال ُك ْف ِر َك َمايَ ْك َرهُأ َ ْنيُ ْق َذ‬


ْ ِ‫اوأَ ْنيُ ِحب َّْال َمرْ َءالَي ُِحبُّهُإ ِ ِالَّلل ِه َوأَ ْنيَ ْك َرهَأ َ ْنيَعُو َدف‬
َ ‫ثَاَل ثٌ َم ْن ُكنَّفِي ِه َو َج َد َحاَل َوة َْا ِإلي َمانِأ َ ْنيَ ُكونَاللهُ َو َرسُولُهُأ َ َحبَّإِلَ ْي ِه ِم َّما ِس َواهُ َم‬

ِ َّ‫فَفِيالن‬
‫ار‬

Tiga hal yang barang siapa mampu melakukannya, maka ia akan merasakan manisnya iman,
yaitu:  pertama Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya; kedua: tidak
mencintai seseorang kecuali hanya karena Allah; ketiga  benci kembali kepada kekafiran
sebagaimana ia benci dilemparkan ke neraka.

…..  ‫ص ُربِ ِه َويَ َدهُالَّتِييَ ْب ِط ُشبِهَا َو ِرجْ لَهُالَّتِييَ ْم ِشيبِهَا‬ َ َ‫َو َمايَ َزالُ َع ْب ِدييَتَقَ َّربُإِلَيَّبِالنَّ َوافِلِ َحتَّىأ ُ ِحبَّهُفَإ ِ َذاأَحْ بَ ْبتُهُ ُك ْنتُ َس ْم َعهُالَّ ِذييَ ْس َم ُعبِ ِه َوب‬
ِ ‫ص َرهُالَّ ِذييُ ْب‬

….Tidaklah seorang hamba-Ku senantiasa mendekati-Ku dengan ibadah-ibadah sunah


kecuali Aku akan mencintainya. Jika Aku mencintainya, maka Aku pun menjadi
pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar; menjadi penglihatannya yang ia
gunakan untuk melihat; menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memukul; dan menjadi
kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. …

‫الَي ُْؤ ِمنُأ َ َح ُد ُك ْم َحتَّىأ َ ُكونَأ َ َحبَّإِلَ ْي ِه ِم ْن َولَ ِد ِه َو َوالِ ِد ِه َوالنَّا ِسأَجْ َم ِعين‬

Tidak beriman seseorang dari kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada anaknya,
orang tuanya, dan seluruh manusia.

 Dasar Filosofi

            Dalam mengelaborasi dasar-dasar filosofis ajaran tentang cinta (mahabbah) ini, al-


Ghazali merupakan ulama tasawuf yang pernah melakukannya dengan cukup bagus. Menurut
beliau, ada tiga hal yang mendasari tumbuhnya cinta dan bagaimana kualitasnya, yaitu
sebagai berikut: 

a.       Cinta tidak akan terjadi tanpa proses pengenalan (ma’rifat) dan pengetahuan (idrak)

            Manusia hanya akan mencintai sesuatu atau seseorang yang telah ia kenal. Karena
itulah, benda mati tidak memiliki rasa cinta. Dengan kata lain, cinta merupakan salah satu
keistimewaan makhluk hidup. Jika sesuatu atau seseorang telah dikenal dan diketahui dengan
jelas oleh seorang manusia, lantas sesuatu itu menimbulkan kenikmatan dan kebahagiaan
bagi dirinya, maka akhirnya akan timbul rasa cinta. Jika sebaliknya, sesuatu atau seseorang
itu menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan, maka tentu ia akan dibenci oleh manusia.

b.      Cinta terwujud sesuai dengan tingkat pengenalan dan pengetahuan

            Semakin intens pengenalan dan semakin dalam pengetahuan seseorang terhadap suatu
obyek, maka semakin besar peluang obyek itu untuk dicintai. Selanjutnya, jika semakin besar
kenikmatan dan kebahagiaan yang diperoleh dari obyek yang dicintai, maka semakin besar
pula cinta terhadap obyek yang dicintai tersebut.

            Kenikmatan dan kebahagiaan itu bisa dirasakan manusia melalui pancaindranya.
Kenikmatan dan kebahagiaan seperti ini juga dirasakan oleh binatang. Namun ada lagi
kenikmatan dan kebahagiaan yang dirasakan bukan melalui pancaindra, namun melalui mata
hati. Kenikmatan rohaniah seperti inilah yang jauh lebih kuat daripada kenikmatan lahiriah
yang dirasakan oleh pancaindra. Dalam konteks inilah, cinta terhadap Tuhan terwujud. 

c.       Manusia tentu mencintai dirinya

            Hal pertama yang dicintai oleh makhluk hidup adalah dirinya sendiri dan eksistensi
dirinya. Cinta kepada diri sendiri berarti kecenderungan jiwa untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan menghindari hal-hal yang bisa menghancurkan dan
membinasakan kelangsungan hidupnya.

            Selanjutnya al-Ghazali juga menguraikan lebih jauh tentang hal-hal yang
menyebabkan tumbuhnya cinta. Pada gilirannya, sebab-sebab tersebut akan mengantarkan
seseorang kepada cinta sejati, yaitu cinta kepada Tuhan Yang Maha Mencintai. Sebab-sebab
itu adalah sebagai berikut:

a)      Cinta kepada diri sendiri, kekekalan, kesempurnaan, dan keberlangsungan hidup

            Orang yang mengenal diri dan Tuhannya tentu ia pun mengenal bahwa sesungguhnya
ia tidak memiliki diri pribadinya. Eksistensi dan kesempurnaan dirinya adalah tergantung
kepada Tuhan yang menciptakannya. Jika seseorang mencintai dirinya dan kelangsungan
hidupnya, kemudian menyadari bahwa diri dan hidupnya dihasilkan oleh pihak lain, maka tak
pelak ia pun akan mencintai pihak lain tersebut. Saat ia mengenal bahwa pihak lain itu adalah
Tuhan Yang Maha Pencipta, maka cinta kepada Tuhan pun akan tumbuh. Semakin dalam ia
mengenal  Tuhannya, maka semakin dalam pula cintanya kepada Tuhan.

b)      Cinta kepada orang yang berbuat baik

            Pada galibnya, setiap orang yang berbuat tentu akan disukai oleh orang lain. Hal ini
merupakan watak alamiah manusia untuk menyukai kebaikan dan membenci kejahatan.
Namun pada dataran manusia dan makhluk umumnya, pada hakikatnya kebaikan adalah
sesuatu yang nisbi. Karena sesungguhnya, setiap kebaikan yang dilaksanakan oleh seseorang
hanyalah sekedar menggerakkan motif tertentu, baik motif duniawi maupun motif ukhrawi.

            Untuk motif duniawi, hal itu adalah jelas bahwa kebaikan yang dilakukan tidaklah
ikhlas. Namun untuk motif ukhrawi, maka kebaikan yang dilakukan juga tidak ikhlas, karena
masih mengharapkan pahala, surga, dan seterusnya. Pada hakikatnya, ketika seseorang
memiliki motif ukhrawi atau agama, maka hal itu juga akan mengantarkan kepada
pemahaman bahwa Allah jugalah yang berkuasa menanamkan ketaatan dan pengertian dalam
diri dan hatinya untuk melakukan kebaikan sebagaimana yang Allah perintahkan. Dengan
kata lain, orang yang berbuat baik tersebut pada hakikatnya juga terpaksa, bukan betul-betul
mandiri, karena masih berdasarkan perintah Allah.

            Ketika kesadaran bahwa semua kebaikan berujung kepada Allah, maka cinta kepada
kebaikan pun berujung kepada Allah. Hanya Allah yang memberikan kebaikan kepada
makhluk-Nya tanpa pamrih apapun. Allah berbuat baik kepada makhluk-Nya bukan agar Ia
disembah. Allah Maha Kuasa dan Maha Suci dari berbagai pamrih. Bahkan meskipun seluruh
makhluk menentang-Nya, kebaikan Allah kepada para makhluk tetap diberikan. Kebaikan-
kebaikan Allah kepada makhluk-Nya itu sangat banyak dan tidak akan mampu oleh siapa
pun. Karena itulah, pada gilirannya bagi orang yang betul-betul arif, akan timbul cinta kepada
Allah sebagai Dzat Yang Maha Baik, yang memberikan berbagai kebaikan dan kenikmatan
yang tak terhitung jumlahnya.

c)      Mencintai diri orang yang berbuat baik meskipun kebaikannya tidak dirasakan

            Mencintai kebaikan juga merupakan watak dasar manusia. Ketika seseorang
mengetahui bahwa ada orang yang berbuat baik, maka ia pun akan menyukai orang yang
berbuat baik tersebut, meskipun kebaikannya tidak dirasakannya langsung. Seorang penguasa
yang baik dan adil, tentu akan disukai rakyatnya, meskipun si rakyat jelata tidak pernah
menerima langsung kebaikan sang penguasa. Sebaiknya, seorang pejabat yang lalim dan
korup, tentu akan dibenci oleh rakyat, meski sang rakyat tidak mengalami langsung kelaliman
dan korupsi sang pejabat.

            Hal ini pun pada gilirannya akan mengantar kepada cinta terhadap Allah. Karena
bagaimanapun, hanya karena kebaikan Allah tercipta alam semesta ini. Meski seseorang
mungkin tidak langsung merasakannya, kebaikan Allah yang menciptakan seluruh alam
semesta ini menunjukkan bahwa Allah memang pantas untuk dicintai. Kebaikan Allah yang
menciptakan artis Dian Sastrowardoyo nan cantik jelita namun tinggal di Jakarta, misalnya,
adalah kebaikan yang tidak langsung dirasakan seorang Iwan Misbah yang tinggal nun jauh
di Ciwidey.

d)     Cinta kepada setiap keindahan

            Segala yang indah tentu disukai, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Lagu
yang indah dirasakan oleh telinga. Wajah yang cantik diserap oleh mata. Namun keindahan
sifat dan perilaku serta kedalaman ilmu, juga membuat seorang Imam Syafi’i, misalnya,
dicintai oleh banyak orang. Meskipun mereka tidak tahu apakah wajah dan penampilan Imam
Syafi’i betul-betul menarik atau tidak. Keindahan yang terakhir inilah yang merupakan
keindahan batiniah. Keindahan yang bersifat batiniah inilah yang lebih kuat daripada
keindahan yang bersifat lahiriah. Keindahan fisik dan lahiriah bisa rusak dan sirna, namun
keindahan batiniah relatif lebih kekal.

e)      Kesesuaian dan keserasian

            Jika sesuatu menyerupai sesuatu yang lain, maka akan timbul ketertarikan antara
keduanya. Seorang anak kecil cenderung lebih bisa akrab bergaul dengan sesama anak kecil.
Seorang dosen tentu akan mudah berteman dengan sesama dosen daripada dengan seorang
tukang becak. Ketika dua orang sudah saling mengenal dengan baik, maka tentu terdapat
kesesuaian antara keduanya. Berangkat dari kesesuaian dan keserasian inilah akhirnya
muncul cinta. Sebaliknya, jika dua orang tidak saling mengenal,

kemungkinan besar karena memang terdapat perbedaan dan ketidakcocokan antara


keduanya. Karena ketidakcocokan dan perbedaan pula akan muncul tidak suka atau bahkan
benci.

5 Makna cinta seorang hamba kepada Allah:

1. Sesorang yang meyakini bahwa Allah adalah zat terpuji dari segala isinya.
2. Seseorang meyakini bahwa Allah berbuat baik, memberikan nikmat, dan memberikan
kemurahan kepada hamba-Nya.
3. Seseorang meyakini bahwa kebaikan Allah terhadap hamba-Nya lebih besar daripada
amal hambaNya baik dalam bentuk ucapan maupun tindakan ibadah kepadaNya
meski amal itu tidak sempurna.
4. Seseorang meyakini bahwa Allah memiliki sedikit tuntutan dan beban untuk hamba-
Nya.
5. Seseoraang dalam banyak waktunya harus takut dan khawatir atas keberpalingan
Allah darinya dan pencabutan makrifat, tauhid dan selain keduanya yang Allah
anugerahkan kepadanya.

C.PENGERTIAN RIDHA

Kata rida berasal dari kata radhiya,yardha,ridhwanan yang artinya “ senang, puas,
memilih, persetujuan, menyenangkan dan menerima.” Dalam kamus bahasa indonesia, rida
adalah “rela, suka, senang hati, perkenan dan rahmat.” Kata rida dalam berbagai bentuk
disebut dalam alquran sebanyak 73 kali.penyebutan istilah rida secara berulang kali dan
dalam berbagai bentuk didalam alquran mengarahkan kepada kesimpulan bahwa islam
menilai penting maqam rida. Menurut al – Muhasibi, ridha adalah tentramnya hati dibawah
naungan hukum. Sementara Dzun Nun Al – Misri menyatakan ridha adalah senangnya hati
dengan berjalannya ketentuan Allah . Menerima ketentuan hukum Tuhan enggan senang hati.
Orang yang berhati ridha pada Allah memiliki sikap optimis, lapang dada, kosong hatinya
dari dengki, selalu berprasangka baik, bahkan lebih dari itu; memandang baik, sempurna,
penuh hikmah, semua yang terjadi semua sudah ada dalam rancangan, ketentuan, dan
perbulatan Tuhan. Berbeda dengan orang-orang yang selalu membuat kerusakan di muka
bumi ini, mereka selalu ridha apabila melakukan perbuatan yang Allah haramkan, dalam
hatinya selalu merasa kurang apabila meninggalkan kebiasaan buruk yang selama ini mereka
perbuat, bermakna merasa puas hati apabila aktivitas hidupnya bisa membuat risau,
khawatir, dan selalu mengganggu terhadap sesamanya. Semuanya itu ia lakukan karena
mengikut hawa nafsu yang tanpa ia sadari bahwa sebenarnya syaitan telah menjerat dirinya
dalam kubangan dosa. Orang-orang yang seperti inilah dengan indahnya Allah telah
menjelaskan dalam surat At-Taubah ayat 96:

ِ ‫َن ا ْلقَ ْو ِم ا ْلفَا‬


َ‫سقِيْن‬ َ ‫ض ْوا َع ْن ُه ْم فَإِنَّ هللاَ الَ يَ ْر‬
ِ ‫ضى ع‬ َ ‫ض ْوا َع ْن ُه ْم فَإِنْ ت َْر‬
َ ‫يَحْ لِفُوْ نَ َ لَ ُك ْم لِت َْر‬

“Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka, tetapi jika sekiranya
kamu ridha kepada mereka, Sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang
berbuat fasik.

Menurut An – Najjar , ahli ridha terbagi menjadi empat tipe ,yaitu ;

1. Golongan orang yang ridha atas segala pemberian Al – Haq dan makrifat
2. Golongan orang yang Ridha atas segala nikmat ,itulah dunia
3. Golongan yang Ridha atas musibah itulah cobaan yang beragam
4. Golongan orang yang Ridha atas keterpilihan.

Menurut Al – Hujwiri , Ridha terbagi menjadi dua yaitu ;


1. Ridha Allah terhadap hambanya , adalah cara memberikan pahala , nikmat , dan
karamah-nya ,
2. Ridha hamba kepada Allah , adalah melaksanakan segala perintah – nya dan
tunduk atas segala hukum – nya .

Dari al-Abbas ibn Abd Al-Muthalib sesungguhnya iya mendengar rasulullah swt mengatakan
bahwa akan merasakan nikmatnya iman siapa saja yang rida bila allah sebagai tuhannya,
islam sebagai agamanya, Muhammad sebagi rasulnya.

Para sufi telah memberikan penegasan mengenai arti dari maqam terakhir yang mungkin
dicapai oleh kaum sufi sebagaimana yang telah dijelaskan oleh sufi-sufi dari mazhab sunni.
Diantara mereka ibn khatib mengatakan bahwa “rida adalah tenangnya hati dengan ketetapan
(takdir) allah ta’ala dengan keserasian hati dengan sesuatu yang dijadikan allah ta’ala.
Menurut Al-Hujwiri, rida terbagi menjadi dua macam : rida allah terhadap hambanya, dan
rida hambanya terhadap allah swt. segala hukum-hukumnya. Haritsal- Mahasibi berkata,
“rida adalah ketentraman hati terhadap ketetapan takdir.
Menurut Ibnu QayyimAl- jauziyah Ridha memiliki dua derajat , yaitu;

1. Rida kepada Allah Swt sebagai Rabb dan membenci ibadah kepada selain – nya
2. Rida kepada qada dan qadar Allah Swt

Contoh dari Rida , yaitu ;

1. Bersabar dan menerima dengan lapang dada apabila mendapatkan cobaan dari
Allah Saw
2. Mensyukuri semua nikmat yang dianugerahkan, besar kecilnya nikmat atau rezeki
tersebut dianggap sebagai ukuran yang terbaik menurut Allah SWT
3. Ikhlas saat bersedekah atau berinfaq. Keikhlasan ini adalah wujud nyata keridhaan
seseorang.
4. Tidak memelihara persaan iri atau bahkan dengki pada kenikmatan yang diberikan
Allah SWT kepada manusia lain

Dalil Rida yaitu ;

Q.S. al-maidah/5:119; dan Q.S. Al-Bayyinah/98:8. Allah berfirman

yang artinya: “bahwa hari ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang 
yang benar kebenaran mereka bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-
sungai, merka kekeal didalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadapnya dan
mereka pun rida terhadapnya. Itulah keberuntungan yang sangat besar.

Kebanyakan manusia merasa sukar atau gelisah ketika menerima keadaan yang menimpa
dirinya, seperti kemiskinan, kerugian, kehilangan barang, pangkat, kedudukan, kematian
anggota keluarganya, dan lain-lain, kecuali orang yang mempunyai sifat ridha terhadap
takdir. Orang yang memiliki sifat ridha tidak mudah bimbang atau kecewa atas pengorbanan
yang dilakukannya. Seorang insan  tidak akan menyesal dengan kehidupan yang diberikan
Allah SWT dan tidak iri hati atas kelebihan yang didapat orang lain, karena yakin bahwa
semua itu berasal dari Allah SWT.

Sedangkan kewajibannya adalah berusaha atau berikhtiar dengan kemampuan yang ada.
Ridho terhadap takdir bukan berarti menyerah atau pasrah tanpa usaha. Menyerah dan
berputus asa tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. Allah SWT  memberikan cobaan atau ujian
dalam rangka menguji keimanan dan ketakwaan hamba-Nya.

Contoh perilaku ridha adalah bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan


rezeki dari Allah kemudian tetap bersyukur dengan besarnya rezeki yang diperolehnya dalam
jumlah berapapun. Sebagai pelajar sikap ridha contohnya nilai ujiannya, setelah ia belajar
dengan sungguh – sungguh dan berdoa kepada Allah.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Tawakkal atau mempercayakan segala urusan seseorang pada Allah tergantung dari
pengetahuan orang tersebut dan keyakinan yang kuat pada ketuhanan dan kekuasaan .
Tawakkal kepada Allah adalah menjadikan Allah sebagai wakil dalam mengurusi segala
urusan ,dan mengandalkan Allah dalam menyelesaikan segala urusan .

Mahabbah adalah paham Tasawuf yang menekankan perasaan cinta kepada Tuhan . Tuhan
bukanlah bukan suatu Zat yang harus dicintai dan didekati . Untuk dapat mencintai dan dekat
– dekat dengan Tuhan , maka sekarang harus banyak melakukan peribadatan dan
meninggalkan kesenangan duniawi.

Ridha adalah senangnya hati dengan berjalannya ketentuan Allah . Menerima ketentuan
hukum Tuhan dengan senang hati.

SARAN

Untuk membantu kita dalam memhami Tasawuf yang mengenai tentang Tawakkal,Rida
dan Mahabbah yang sebenarnya harus kita pelajari terlebih dahulu lalu kita terapkan
dikehidupan kita sehari – hari .
DAFTAR PUSTAKA

Djajamurni, 1939 “Tasawuf moderen” halaman 207-210

Anda mungkin juga menyukai