Anda di halaman 1dari 17

KLIPING PABP

“QADA DAN QADAR”

DISUSUN OLEH :
1. DITA RISKIANI (07)
2. PRILIA RAHMA PITALOKA (21)
3. PUTRI DWI ASYANTI (22)
4. ZAZIUL AKROMAH (30)
KELAS : IX B

SMP NEGERI 2 ULUJAMI


TAHUN PELAJARAN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah bahwa hakikat warna-
warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan)
dalam kitab “Lauhul Mahfudz” yang terjaga rahasianya dan tidak satupun makhluk
Allah yang mengetahui isinya. Semua kejadian yang telah terjadi adalah kehendak dan
kuasa Allah SWT. Begitu pula dengan bencana-bencana yang akhir-akhir ini sering
menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami, tanah longsor, banjir, angin ribut dan bencana-
bancana lain yang telah melanda bangsa kita adalah atas kehendak, hak, dan kuasa
Allah SWT.Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah
SWT, seorang mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, dan
tidak berbangga diri dengan apa-apa yang telah diberikan Allah SWT.
Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan
sesuai ketentuan-ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan
tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka kita harus
berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih, dan berusaha keras untuk
menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu melihat
Rabbul’alamin dan menjadi penghuni Surga.
Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang
terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun yang
buruk.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Definisi iman kepada qada dan qadar ?
2. Dalil tentang iman kepada qada dan qadar ?
3. Pengaruh iman kepada qada dan qadar ?
4. Apa saja macam-macam takdir?
5. Bagaimana hikmah bagi orang yang beriman kepada qada dan qadar?
6. Contoh qada dan qadar?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami iman kepada qada’ dan qadar
2. Untuk memahami dalil-dalil tentang iman kepada qado dan qadar
3. Untuk memahami pengaruh iman kepada qada’ dan qadar
4. Untuk mengetahui macam-macam takdir
5. Untuk mengetahui hikmah bagi orang yang beriman kepada qada’ dan qadar
6. Untuk mengetahui contoh qada dan qadar
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Beriman Kepada Qada’ Dan Qadar


Iman adalah keyakinan yang diyakini didalam hati, diucapkan dengan lisan,
dan dilaksanakan dengan amal perbuatan. Kalau kita melihat qada’ menurut bahasa
artinya Ketetapan. Qada’artinya ketetapan Allah swt kepada setiap mahluk-Nya yang
bersifat Azali. Azali Artinya ketetapan itu sudah ada sebelumnya keberadaan atau
kelahiran mahluk. Sedangkan Qadar artinya menurut bahasa berarti ukuran. Qadar
artinya terjadi penciptaan sesuai dengan ukuran atau timbangan yang telah ditentuan
sebelumnya. Qada’ dan Qadar dalam keseharian sering kita sebut dengan takdir.
Sedangkan arti qada dan qadar menurut al-quran yaitu :
 Arti Qada
1. Qada berarti hukum atau keputusan terdapat ( Q.S. Surat An- Nisa’ ayat
65 )
2. Qada berarti mewujudkan atau menjadikan ( Q.S. Surat Fussilat ayat 12 )
3. Qada berarti kehendak ( Q.S. Surat Ali Imron ayat 47 )
4. Qada berarti perintah ( Q.S. Surat Al- Isra’ ayat 23
 Arti Qadar
1. Qadar berarti mengatur atau menentukan sesuatu menurut batas-batasnya
( Q.S. Surat Fussilat ayat 10 )
2. Qadar berarti ukuran ( Q.S. Surat Ar- Ra’du ayat 17 )
3. Qadar berarti kekuasaan atau kemampuan ( Q.S. Surat Al- Baqarah ayat
236 )
4. Qadar berarti ketentuan atau kepastian ( Q.S. Al- Mursalat ayat 23 )
5. Qadar berarti perwujudan kehendak Allah swt terhadap semua makhluk-
Nya dalam bentuk-bentuk batasan tertentu ( Q.S. Al- Qomar ayat 49)
Jadi, Iman kepa qada’ dan qadar adalah percaya sepenuh hati bahwa sesuatu yang
terjadi, sedang terjadi, akan terjadi di alam raya ini, semuangnya telah ditentukan
Allah SWT sejak jaman azali.
Iman kepada qada’ dan qadar termasuk rukun iman yang keenam. Rasulullah SAW
bersabda
‫ااإل يمان أ ن تو من با هلل ومال ئكته وكتبه ورسله واليوم اال خر وتومن با‬
)‫لقد ر خيره وسره (رواه مسلم‬
Artinya : “Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah, para malaikatnya, kitab-
kitabnya, para Rasulnya, hari akhirat, dan engkau percaya kepada qadar yang
baiknya ataupun yang buruk”. (H.R. Muslim)
Dan sabda Rasullullah SAW yang artinya : “Malaikat akan mendatangi nuthfah
yang telah menetap dalam rahim selama empat puluh atau empat puluh lima malam
seraya berkata; ‘Ya Tuhanku, apakah nantinya ia ini sengsara atau bahagia? ‘ Maka
ditetapkanlah (salah satu dari) keduanya. Kemudian malaikat itu bertanya lagi; ‘Ya
Tuhanku, apakah nanti ia ini laki-laki ataukah perempuan? ‘ Maka ditetapkanlah
antara salah satu dari keduanya, ditetapkan pula amalnya, umurnya, ajalnya, dan
rezekinya. Setelah itu catatan ketetapan itu dilipat tanpa ditambah ataupun dikurangi
lagi.” (HR. Muslim).

B. Dalil – Dalil Tentang Iman Kepada Qada’ dan Qadar


Dalil yang menunjukkan rukun yang agung dari rukun-rukun iman ini ialah al-Qur-an,
as-Sunnah dan akal.
1. Dalil-Dalil Dari Al-Qur-an
Dalil-dalil dari al-Qur-an sangat banyak, di antaranya firman Allah Azza wa
Jalla

‫ُورا‬ ‫َان أَم ُر ه‬


ً ‫َّللاِ قَد ًَرا َمقد‬ َ ‫َوك‬
"…Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku." [Al-
Ahzab/33 :38]
Juga firman-Nya:

‫ِإنها ُك هل شَيءٍ َخلَقنَا ُه بِقَد ٍَر‬


"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran." [Al-
Qamar/54 : 49]
Dan juga firman-Nya yang lain:

ٍ ُ‫َوإِن ِمن شَيءٍ إِ هَّل ِعن َدنَا َخ َزائِنُهُ َو َما نُنَ ِزلُهُ إِ هَّل بِقَد ٍَر َمعل‬
‫وم‬
"Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah kha-zanahnya,
dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu." [Al-
Hijr/15 : 21]
Juga firman-Nya:

َ ‫وم فَقَدَرنَا فَنِع َم القَاد ُِر‬


‫ون‬ ٍ ُ‫ِإلَ ٰى قَد ٍَر َمعل‬
"Sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka
Kami-lah sebaik-baik yang menentukan." [Al-Mursalaat/77 : 22-23]
Juga firman-Nya yang lain:

َ ‫علَ ٰى قَد ٍَر َيا ُمو‬


‫س ٰى‬ َ َ‫ث ُ هم ِجئت‬
"…Kemudian engkau datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa."
[Thaahaa/20 : 40]
Dan juga firman-Nya:

ً ‫ق ُك هل شَيءٍ فَقَد َهرهُ تَقد‬


‫ِيرا‬ َ َ‫َو َخل‬
"…Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-
ukurannya dengan serapi-rapinya." [Al-Furqaan/25 : 2]
Dan firman-Nya yang lain:

‫َوالهذِي قَد َهر فَ َهد َٰى‬


"Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk."
[Al-A’laa/87 : 3]
Firman-Nya yang lain:

‫وَّل‬ َ ‫َّللاُ أَم ًرا ك‬


ً ُ‫َان َمفع‬ ‫ِل َيق ِض َي ه‬
“… (Allah mempertemukan kedua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu
urusan yang mesti dilaksanakan...” [Al-Anfaal/8: 42]
Serta firman-Nya yang lain :

ِ ‫س ُد هن فِي ال َر‬
‫ض َم هرتَي ِن‬ ِ ‫ب لَتُف‬ َ َ‫َوق‬
ِ ‫ضينَا إِلَ ٰى بَنِي إِس َرائِي َل فِي ال ِكتَا‬
“Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu,
‘Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali...”
[Al-Israa’/17 : 4]
2. Dalil-Dalil Dari As-Sunnah
Sementara dari sunnah ialah seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagaimana yang terdapat dalam hadits Jibril Alaihissalam
‫َوتُؤ ِم َن ِبالقَد َِر َخي ِر ِه َوش َِر ِه‬
“…Dan engkau beriman kepada qadar, yang baik maupun yang buruk… .”
Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahiih dari Thawus, dia mengatakan,
“Saya mengetahui sejumlah orang dari para Sahabat Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam mengatakan, ‘Segala sesuatu dengan ketentuan takdir.’ Ia
melanjutkan, “Dan aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Umar mengatakan, ‘Segala
sesuatu itu dengan ketentuan takdir hingga kelemahan dan kecerdasan, atau
kecerdasan dan kelemahan.’
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ئ فَالَ تَقُل‬ َ َ ‫وإِن أ‬:ْ


ٌ ‫صابَكَ شَي‬ َ ‫ ك‬، ُ‫لَو أَنِي فَعَلت‬:
َ ‫ َولَ ِكن قُل‬،‫َان َكذَا َو َكذَا‬
‫قَد َُر هللاِ َو َما شَا َء فَعَ َل‬
“…Jika sesuatu menimpamu, maka janganlah mengatakan, ‘Se-andainya
aku melakukannya, niscaya akan demikian dan demikian.’ Tetapi ucapkanlah,
‘Sudah menjadi ketentuan Allah, dan apa yang dikehendakinya pasti
terjadi….’”
Demikianlah (dalil-dalil tersebut), dan akan kita temukan dalam kitab ini dalil-
dalil yang banyak dari al-Qur-an dan as-Sunnah, sebagai tambahan atas apa
yang telah disebutkan.
3. Dalil-Dalil Dari Akal
Sedangkan dalil akal, maka akal yang sehat memastikan bahwa Allah-lah
Pencipta alam semesta ini, Yang Mengaturnya dan Yang Menguasainya. Tidak
mungkin alam ini diadakan dengan sistim yang menakjubkan, saling menjalin,
dan berkaitan erat antara sebab dan akibat sedemikian rupa ini adalah secara
kebetulan. Sebab, wujud itu sebenarnya tidak memiliki sistem pada asal wujud-
nya, lalu bagaimana menjadi tersistem pada saat adanya dan perkembangannya.
Jika ini terbukti secara akal bahwa Allah adalah Pencipta, maka sudah pasti
sesuatu tidak terjadi dalam kekuasaan-Nya melainkan apa yang dikehendaki
dan ditakdirkan-Nya.
Di antara yang menunjukkan pernyataan ini ialah firman Allah Azza wa
Jalla:

‫ض ِمثلَ ُه هن يَتَنَ هز ُل الَم ُر بَينَ ُه هن‬


ِ ‫ت َو ِم َن الَر‬
ٍ ‫اوا‬
َ ‫س َم‬
َ ‫سب َع‬ َ َ‫َّللاُ الهذِي َخل‬
َ ‫ق‬ ‫ه‬
‫َّللاَ قَد أ َ َحا َط ِبك ُِل شَيءٍ ِعل ًما‬
‫علَ ٰى ك ُِل شَيءٍ قَدِي ٌر َوأ َ هن ه‬ ‫ِلتَعلَ ُموا أ َ هن ه‬
َ َ‫َّللا‬
"Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah
Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa
atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi
segala sesuatu." [Ath-Thalaaq/65 : 12]
Kemudian perincian tentang qadar tidak diingkari akal, tetapi merupakan
hal yang benar-benar disepakati, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti.

C. Pengaruh iman kepada qada’ dan qadar


Mempercayai qadha dan qadar itu merupakan hati kita. Kita harus yakin dengan
sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, baik yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan adalah atas kehendak Allah.
Sebagai orang beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan Allah atas diri kita.
Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang artinya: ” Siapa yang tidak ridha
dengan qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku
timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani)
Takdir Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu takdir tidak
selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai dengan
keinginan kita, hendaklah kita beresyukur karena hal itu merupakan nikmat yang
diberikan Allah kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau
merupakan musibah, maka hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus
yakin, bahwa di balik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum
mengetahuinya. Allah Maha Mengetahui atas apa yang diperbuatnya.

D. Macam-macam Takdir
Qada dan qadar sering juga diistilahkan dengan takdir Allah. Jika kita membahas
tentang takdir Allah dengan sendirinya berarti membahas tentang qada dan qadar.
Demikian juga sebaliknya, pada saat membahas masalah takdir berarti membahas
tentang qada dan qadar Allah Swt.
Takdir menurut bahasa berarti ketetapan. Ada yang mengartikan takdir dengan
meyakini adanya ketetapan Allah yang berlaku terhadap segala makhluk-Nya, baik
ketentuan yang telah, sedang, maupun yang akan terjadi. Dengan demikian, dapat
dipahami bahwa takdir berarti hasil perpaduan dari ketetapan, baik dalam qada maupun
qadar Allah.
Pemahaman takdir di paragaf atas ini tentu agak berlainan dengan yang terjadi
dalam masyarakat.
Sementara ini ada yang memahami takdir sekadar sebagai penyebab segala sesuatu
sehingga seakan-akan takdir dipahami secara negatif. Seperti ungkapan, ”Sudah
takdirnya kita bodoh, memang takdirnya kita tidak bisa bermain bagus,” dan beberapa
ungkapan negatif yang lain.
Pada dasarnya ada takdir yang mutlak berada dalam kuasa Allah SWT. dan tidak
bisa dielakkan. Ada juga ketentuan Allah yang dapat berubah melalui usaha atau
ikhtiar makhluk dengan izin-Nya. Dengan demikian, takdir secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua macam yaitu taqdir muallaq dan takdir mubram.
1. Takdir Muallaq
Takdir Muallaq adalah takdir yang bergantung pada ikhtiar seseorang atau
usaha menurut kemampuan yang ada pada manusia.
Seperti dijelaskan di dalam syarah kitab hadist Arba’in Nawawi, takdir
muallaq merupakan takdir yang tergantung / terunda. Takdir Muallaq
dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu ;
a. Takdir Dalam Lauhul Mahfuzd
Yaitu takdir yang terdapat dalam lauhul mahfuzd. Takdir ini mungkin dapat
berubah, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-Ra’du ayat 39 yang
berbunyi ;

ِ ‫يَم ُحو هللاُ َما يَشَا ُء َويُث ِبتُ َو ِعن َدهُ أ ُ ُّم ال ِكتَا‬
‫ب‬
“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan di sisi-Nya lah Ummul
Kitab (lauhul mahfuzd).
b. Takdir yang Diikuti Sebab Akibat
Merupakan takdir yang berupa penggiringan hal-hal yang telah ditetapkan
kepada waktu-waktu dan hal-hal yang telah ditentukan.
Untuk menjadi pandai, kaya, atau sehat, seseorang tidak boleh hanya duduk
berpangku tangan menunggu datangnya takdir tapi ia harus berusaha. Untuk
menjadi pandai kita harus belajar; untuk menjadi kaya kita harus bekerja keras
dan hidup hemat; dan untuk menjadi sehat kita harus menjaga kebersihan.
Tidak mungkin kita menjadi pandai kalau kita malas belajar atau suka
membolos. Demikian juga kalau kita ingin kaya, tetapi malas bekerja dan suka
hidup boros; atau kita ingin sehat, tetapi kita tidak menjaga kebersihan
lingkungan, maka apa yang kita inginkan itu tak mungkin terwujud.
Orang yang meyakini takdir Allah SWT, tidak boleh pasrah begitu saja
kepada nasib karena Allah SWT memberikan akal yang bisa membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk. Allah SWT juga memberikan tubuh
dalam bentuk sebaik-baiknya untuk digunakan sarana berusaha.
2. Takdir Mubram
Takdir mubram adalah takdir yang pasti terjadi dan tidak dapat untuk
dielakkan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan manusia tidak mempunyai
kesempatan untuk memili atau mengubahnya.
Contoh takdir mubram antara lain : jenis kelamin seseorang, usia manusia,
peredaran matahari, bulan, dan planet-planet menurut kehendak Allah, dan lain
sebagainya.
Seperti dijelaskan dalam syarah kitab Hadist Arba’in Nawawi, takdir
mubram (tetap) dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu:
a. Takdir Dalam Ilmu Allah SWT
Takdir ini tidak mungkin dapat berubah, sebagaimana Nabi Muhammad SAW
bersabda;
“tiada Allah mencelakakan kecuali orang celaka, (yaitu orang yang telah
ditetapkan dalam ilmu Allah ta’ala bahwa dia adalah orang celaka)”
1. Takdir Dalam Kandungan
Takdir dalam kandungan, yaitu malaikat diperintahkan untuk mencatat
rizki, umur, amal, dan celaka atau bahagia kah bayi yang ada dalam kandungan
tersebut. Maka takdir ini termasuk dalam takdir yang tidak dapat dirubah yang
telah digariskan dalam tubuh sang jabang bayi. Sesuai hadist Nabi Muhammad
SAW, yang artinya:
Dari Abu ‘Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anh, dia berkata :
bahwa Rasulullah telah bersabda,
“Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim
ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi ‘Alaqoh (segumpal
darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu
juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu
diperintahkan untuk menuliskan 4 kata : Rizki, Ajal, Amal dan
Celaka/bahagianya. Maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada
seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak
ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului
oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk
neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga
tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia
didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia
masuk surga.” [Bukhari no. 3208, Muslim no. 2643]

E. Hikmah orang yang beriman kepada qada’ dan qadar


Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi
kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan
akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
a. Menumbuhkan kesadaran bahwa alam semesta dan segala isinya berjalan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Allah swt (sunnatullah atau hukum alam). Kesadaran
demikian dapat mendorong umat manusia (umat Islam) untuk menjadi ilmuan-
ilmuan yang canggih di bidangnya masing-masing, kemudian mengadakan usaha-
usaha penelitian terhadap setiap mahluk Allah seperti manusia, hewan, tumbuhan,
air, udara, barang tambang, dan gas. Sedangkan hasil-hasil penelitiannya di
manfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia kearah yang lebih tinggi.
b. Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar . Orang yang beriman kepada
qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena
keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya
apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian.
Seperti dalam firman Allah yang artinya: ” Dan apa saja nikmat yang ada pada
kamu, maka dari Allah (datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya
kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan” ( QS. An- Nahl ayat 53).
c. Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa . Orang yang tidak beriman
kepada qada dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap
keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa
dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan
berputus asa, karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah
ketentuan Allah. Firman Allah SWT: “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka
carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum
yang kafir ” ( QS.Yusuf ayat 87). Sabda Rasulullah, yang artinya : ”Tidak akan
masuk surga orang yang didalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat
kesombongan”(HR. Muslim).
d. Memupuk sifat optimis dan giat bekerja . Manusia tidak mengetahui takdir apa
yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan
beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan.
Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan
giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu. Firaman Allah: “Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allahkepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” ( QS Al- Qashas ayat
77).
e. Menenangkan jiwa . Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa
mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan
apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur.
Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi. Allah berfirman
yang artinya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jama’ah hamba-hamba-
Ku, dan masuklah kedalam surga-Ku”( QS. Al-Fajr ayat 27-30).
f. Memperkuat keyakinan bahwa Allah SWT, pencipta alam semesta adalah tuhan
Yang Maha Esa , maha kuasa, maha adil dan maha bijaksana. Keyakinan tersebut
dapat mendorong umat manusia (umat islam) untuk melakukan usaha-usaha yang
bijaksana, agar menjadi umat (bangsa) yang merdeka dan berdaulat. Kemudian
kemerdekaan dan kedaulatan yang di perolehnya itu akan di manfaatkan secara
adil, demi terwujudnya kemakmuran kesejahteraan bersama di dunia dan di akhirat.
g. Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Iman kepada takdir dapat
menumbuhkan kesadaran bahwa segala yang ada dan terjadi di alam semesta ini
seperti daratan, lautan, angkasa raya, tanah yang subur, tanah yang tandus, dan
berbagai bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, serta banjir semata-
mata karena kehendak, kekuasaan dan keadilan Allah SWT. Selain itu,
kemahakuasaan dan keadilan Allah SWT akan di tampakkan kepada umat manusia,
takkala umat manusia sudah meninggal dunia dan hidup di alam kubur dan alam
akhirat. Manusia yang ketika di dunianya bertakwa, tentu akan memperoleh nikmat
kubur dan akan di masukan kesurga, sedangkan manusia yang ketika di dunianya
durhaka kepada Allah dan banyak berbuat dosa, tentu akan memperoleh siksa
kubur dan di campakan kedalam neraka jahanam.
h. Menumbuhkan sikap prilaku dan terpuji, serta menghilangkan sikap serta prilaku
tercela. Orang yang betul-betul beriman kepada takdir (umat islam yang bertakwa)
tentu akan memiliki sikap dan prilaku terpuji seperti sabar, tawakal, qanaah, dan
optimis dalam hidup. Juga akan mampu memelihara diri dari sikap dan prilaku
tercela, seperti : sombong, iri hati, dengki, buruk sangka, dan pesimis dalam hidup.
i. Mendorong umat manusia (umat islam) untuk berusaha agar kualitas hidupnya
meningkat, sehingga hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik
dari hari ini. Umat manusia (umat islam) jika betul-betul beriman kepada takdir,
tentu dalam hidupnya di dunia yang sebenar ini tidak akan berpangku tangan.
Mereka akan berusaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh di bidangnya masing-
masing, sesuai dengan kemampuannya yang telah di usahakan secara maksimal,
sehingga menjadi manusia yang paling bermanfaat. Rasulullah SAW bersabda yang
artinya: “Sebaik -baiknya manusia ialah yang lebih bermanfaat kepada manusia”
(H.R. At-Tabrani).

F. Contoh Cerita Qada dan Qadar


 Qadha dan Qadhar dari Lisan Imam Ali as
Tahun 36 Hijriah. Amirul Mukminin Ali as bersama pasukannya bergerak ke
daerah Shiffin untuk menghancurkan pasukan Muawiyah. Terjadilah perang
Shiffin. Perang ini berlanjut hingga 18 bulan dan setelah berakhir, Imam Ali as
kembali ke Kufah.
Suatu hari ada seorang pria berumur mendatangi Imam Ali as di Kufah dan
bertanya, "Wahai Amirul Mukminin! Apakah kepergian kita ke medan perang
Shiffin dan berperang dengan warga Syam termasuk Qadha dan Qadha Ilahi?"
Imam Ali as menjawab, "Benar, wahai orang tua! Kita tidak akan pernah menaiki
dataran tinggi sekalipun atau menuruni jalan terjal, kecuali dengan Qadha dan
Qadha Ilahi."
Orang tua itu salah memahami apa yang disampaikan oleh Imam Ali as dan
beranggapan segala yang terjadi merupakan determinasi ilahi (Ijbar) berkata,
"Dengan demikian, apakah saya bisa menisbatkan kesulitan yang saya alami dalam
perjalanan ini dikarenakan Allah, dan saya mengatakan bahwa Allah Swt yang
memaksa saya melakukan semua ini? Artinya, saya tidak akan mendapat pahala
atas semua pekerjaan ini?"
Imam Ali as berkata, "Diamlah, wahai orang tua! Jangan berucap seperti itu. Demi
Allah! Perjalananmu ke Shiffin, tinggal di sana dan kembali dari sana telah
disediakan pahala yang besar di sisi Allah. Engkau tidak terpaksa dalam melakukan
semua ini."
Orang tua itu bertanya lagi, "Bila kepergian kita ke Shiffin adalah bebas dan sesuai
dengan kehendak kita sendiri, lalu mengapa kembalinya kita dari sana dengan
Qadha dan Qadar Ilahi?"
Imam Ali as menjawab, "Seakan-akan engkau beranggapan yang dimaksud dari
Qadha dan Qadar Ilahi adalah kepastian ilahi, dimana engkau terpaksa
melakukannya. Bila memang demikian, maka segala bentuk pahala, siksa, perintah
dan larangan Allah Swt menjadi sia-sia. Kabar gembira dan ancaman kepada
manusia tidak berarti. Tidak ada orang melakukan perbuatan baik yang dipuji dan
pelaku dosa tidak patut dicela. Pelaku kebaikan tidak akan dinilai lebih baik dari
pendosa dan pelaku keburukan tidak layat dicela dari pelaku kebaikan. Ucapan
seperti ini sama seperti ucapan para penyembah berhala dan musuh Allah, golongan
setan dan kelompok Ijbar dan Majusinya umat ini. Allah Swt meletakkan kewajiban
kepada manusia berdasarkan kehendak manusia dan begitu juga larangan sesuai
dengan ikhtiarnya, sehingga mereka tidak melakukan dosa sesuai dengan
ikhtiarnya. Dengan demikian, setiap sedikit perbuatan baik akan diganjar pahala
yang banyak dan tidak menaati Allah bukan berarti mengalahkan-Nya. Menaati
Allah Swt dilakukan tidak dengan terpaksa. Allah Swt tidak memberikan ikhtiar
sempurna kepada manusia dan segalanya diserahkan kepada mereka (Tafwidh).
Begitu juga Allah Swt tidak menciptakan langit, bumi dan udara secara sia-sia,
tidak juga mengutus begitu saja para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan
pemberi peringatan. Ini adalah akidah orang kafir. Celakalah mereka dan akan
dimasukkan ke neraka Jahannam."
Penjelasan lugas dan argumentatif Imam Ali as berhasil memuaskan orang tua itu
dan membuatnya gembira.
Kesimpulan :
Allah Swt meletakkan kewajiban kepada manusia berdasarkan kehendak manusia
dan begitu juga larangan sesuai dengan ikhtiarnya, sehingga mereka tidak
melakukan dosa sesuai dengan ikhtiarnya. Allah Swt tidak memberikan ikhtiar
sempurna kepada manusia dan segalanya diserahkan kepada mereka (Tafwidh).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Beriman kepada qada’ dan qadar akan melahirkan sikap optimis,tidak mudah
putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah
takdirkan kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang muslim,
sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Olehkarena itu,jika
kita tertimpa musibah maka ia akan bersabar, sebab buruk menurut kita belum tentu
buruk menurut Allah,sebaliknya baik menurut kita belum tentu baik menurut
Allah.Karena dalam kaitan dengan takdir ini seyogyanya lahir sikap sabar dan tawakal
yang dibuktikan dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan untuk
mencari takdir yang terbaik dari Allah.

B. Saran
Keimanan seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari.
Oleh karena itu, penulis menyarankan agar kita senantiasa meningkatkan iman dan
takwa kita kepada Allah SWT agar hidup kita senantiasa berhasil menurut pandangan
Allah SWT. Juga keyakinan kita terhadap takdir Allah senantiasa ditingkatkan demi
meningkatkan amal ibadah kita.Serta Kita harus senantiasa bersabar, berikhtiar dan
bertawakal dalam menghadapi takdir Allah
DAFTAR PUSTAKA

A. Ahyadi. 2009. Bahan Kuliah PAI. Sumedang: PG PAUD STKIP UNSAP.


Muhammad Nur. 1987. Muhtarul Hadis. Surabaya: Pt. Bina Ilmu.
Miftah Faridl. 1995. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.
Syed Mahmudunnasir. 1994. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosdakarya.
Toto Suryana, Dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara.

Anda mungkin juga menyukai