SHALAT WAJIB
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:
FIQH IBADAH
Dosen pengampu :
Zulkifli Hidayatullah, M. H
Disusun oleh:
1. Ayu Nur Fitriyah (934104919)
2. Rindi Cantika Dewi Hermawati (934105019)
3. Putri Dwi Rahayu (934104819)
4. Achmad Ilham Syiham Muzakky (931328818)
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan Penulisan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Kedudukan shatat dalam syariat islam adalah sebagai berikut :3
a. Shalat sebagai tiang agama. Jika orang muslim tidak shalat, ia telah
meruntuhkan agamanya sendiri.shalat sebagai tiang yang membuat
semua rukun islam lainya berdiri tegak, tidak roboh dan membuat
penghuninya celaka.
b. Shalat kewajiban umat islam yang ditetapkan langsung melalui
peristiwa isra’ mi’raj.
c. Shalat merupakan kewajiban umat islam yang pertama akan dihisab
dihari akhirat.
Agar shalat kita baik, kita kita harus menjaga kekhusyukan dalam
shalat karena orang yang shalatnya lalai, bukan akan mendapatkan pahala,
melainkan sebaliknya mendapatkan kecelakaan, sebagaimana disebutkan
dalam Al-Qur’an surat Al-Ma’un ayat 4-5 sebagai berikut :
3. Hukum shalat
Shalat merupakan salah satu rukun islam yang wajib dan harus
dilaksanakan berdasarkan ketetapan Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’. 4
3
Hamid, Abdul dan Beni ahmad saebani, fiqh ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm.182-
186
3
Allah SWT berfirman :
4
Azzam, Fiqh Ibadah,. hlm.152-153
5
Ibid, hlm. 169.
4
dituntut melaksanakan kewajiban syariat yang telah lalu, seperti
shalat dan sebagainya. Allah swt. Berfirman :
َ قُل ِّللَّذِّينَ َكفَ ُروۖاْ ِّإن َينت َ ُهواْيُ ْغفَ ْرلَ ُهم َّماقَ ْد
َ َسل
ف َو ِّإ ْن َيعُودُوا فَقَ ْد
َسنتُ ْاْلَو ِّلين
ُ تْ ض َ َم
“Katakanlah kepada orang yang kafir itu: “Jika mereka berhenti
(dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka
tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu. (Qs. Al-Anfal (8): 38).6
Diriwayatkan dari Amru bin Al-Ash r.a, Nabi saw. bersabda :
اْل ْس َال َم َي ْه ِّد ُم َما َكانَ قَ ْبلَ َها َوأ َ َّن ْالح َّج َي ْه ِّد ُم َما
ِّ ْ ت أ َ َّن
َ أ َ َما َع ِّل ْم
َُكانَ قَ ْبلَه
“Tidaklah kau tahu bahwa Islam menghapus apa (dosa)yang telah
lalu, hijrah menghapus apa (dosa) yang telah lalu, dan haji
menghapus apa (dosa)yang telah lalu.”7
2) Berakal. Shalat tidak wajib dan juga tidak sah jika dilakukan oleh
orang gila, karena akal merupakan prinsip dalam menetapkan
kewajiban (taklif), demikian menurut pendapat Jumhur ulama
alasannya adalah hadist yang diterima dari Ali r.a yang artinya
“dan dari orang gila yang tidak berperan akalnya sampai dia
sembuh”
Namun demikian, menurut Syafi’iyah disunatkan meng-qadhanya
apabila sudah sembuh. Akan tetapi, golongan Hanabilah
berpendapat bahwa bagi orang yang tertutup akalnya karena sakit
atau sawan (ayan) wajib meng-qadha Shalat. Hal ini diqiyaskan
kepada puasa, karena puasa tidak gugur disebabkan penyakit
tersebut.8
6
Zulkifli, Rambu-rambu Fiqh Ibadah Mengharmoniskan Hubungan Vertikal dan Horizontal,
(Yogyakarta : Kalimedia, 2017), hlm. 87
7
Ibid.
8
Zulkifli, Rambu-rambu Fiqh Ibadah Mengharmoniskan Hubungan Vertikal dan Horizontal, hlm.
88
5
3) Suci dari haid dan nifas. Kewajiban pelaksanaan shalat tidak
ditujukan pada wanita yang haid dan nifas.
4) Sampainya dakwah. Orang yang belum menerima dakwah Nabi saw.
juga tidak menjadi sasaran kewajiban shalat.
5) Mampu melaksanakan. Kewajiban hanya dibebankan kepada orang
yang mampu melaksanakan sehingga orang yang tidak mampu atau
orang yang dipaksa untuk meninggalkan shalat tidak wajib
melaksanakannya.
6) Baligh. Shalat tidak wajib atas anak kecil karena tidak ada perintah
an baginya, akan tetapi orang yang merawat dan mendidikannya
wajib memerintahkannya untuk menjalankan shalat sejak berumur 7
tahun dan memukulnya (jika meninggalkannya) saat usiannya
menginjak 10 tahun. Hal ini didasarkan pada hadis yang
diriwayatkan dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya,
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda :
9
Ibid, hlm. 170
10
Zulkifli, Rambu-rambu Fiqh Ibadah Mengharmoniskan Hubungan Vertikal dan Horizontal, hlm.
88
6
Syarat sah adalah syarat yang menjadikan shalat seseorang
diterima secara syara’ disamping adanya kriteria lain seperti rukun.
Macam-macam syarat sah antara lain:
1) Suci dari hadast kecil dan besar. Hal ini dapat dilakukan dengan
wudlu, mandi (wajib), atau tayamum. Nabi Muhammad Saw.
bersabda, yang artinya :
“Dari Umar r.a bahwa Nabi Saw. bersabda : Allah tidak menerima
Shalat seseorang yang tidak suci.” (HR. Al-Jama’ah kecuali Al-
Bukhari).
“Dari Abu Hurairah r.a bahwa Nabi Saw. bersabda : Allah tidak
menerima Shalat kamu apabila berhadas hingga dia suci.” (HR.
Bukhari dan Muslim).11
2) Suci pakaian, badan, dan tempat dari najis. Dari dua syarat tersebut,
mushalli (orang yang shalat) harus menyempurnakan kesucian dari
hadats dan najis. Demikian menurut pendapat jumhur ulama tetapi
menurut pendapat yang masyhur dari golongan malikiyah adalah
sunnah muakkad.
3) Mengetahui masuknya waktu shalat. Ini adalah syarat yang ditujukan
pada seorang mukalaf, dan ini juga sebagai syarat sah shalat
sehingga tidak sah shalat seseorang yang dilakukan sebelum masuk
waktunya. Shalat hanya boleh dilaksanakan setelah mengetahui
dengan pasti telah masuknya waktu shalat masing-masing, yaitu
dengan mendengar adzan, berita orang yang dapat dipercaya, atau
dengan tanda-tanda lainnya yang dapat menimbulkan keyakinan atau
dengan perkiraan (perhitungan, hisab) yang tepat.12 Demikian juga
denga orang yang ragu, shalatnya tidak sah. Allah swt berfirman :
11
Ibid,.hlm. 89
12
Bagir, Muhammad, Fiqih Praktis 1, (Bandung : Mizan Media Utama, 2008), hlm. 110
7
“Sesungguhnya Shalat itu adalah fardlu yang ditentukan waktunya
atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103).13
4) Menutup aurat. Semua ahli fiqh menyepakati batalnya shalat yang
dilakukan dengan aurat yang terbuka bagi orang yang mampu
menutupinya, meskipun ia sendirian di tempat yang gelap gulita.
Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah saw.
يَا بَنِّي آدَ َم ُخذُوا ِّزينَت َ ُك ْم ِّع ْندَ ُك ِّل َم ْس ِّجد َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َو ََل
َت ُ ْس ِّرفُوا ۖ إِّنَّهُ ََل يُ ِّحب ْال ُم ْس ِّرفِّين
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) masjid.” (QS. Al-A’raf(7):31).14
Perhiasan yang dimaksud dalam ayat ini adalah pakaian, sedangkan
yang dimaksud masjid adalah shalat, sehingga maknanya adalah
pakailah sesuatu yang menutupi aurat kalian ketika shalat. Ketentuan
menutup aurat dalam shalat juga didasarkan pada hadis Nabi saw.
yang dilansir Aisyah ra :
13
Ibid.
14
Ibid, hlm. 171
15
Ibid.
8
didalam shalat dan luar shalat adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah
dan dua telapak tangan, sebagaimana firman Allah swt. :
َ َو ََليُ ْبدِّينَ ِّزينَت َ ُه َّن ِّإ ََّل َما
ظ َهرض ِّم ْن َها
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak daripadanya.” (QS. An-Nur(24) : 31).16
5) Menghadap kiblat. Hal ini merujuk pada ketetapan Al-Qur’an,
Sunnah dan kesepakatan ulama (ijma’). Allah swt. Berfirman :
ِّ ق َو ْال َم ْغ ِّر
ب قِّبلَ ِّة ِّ18 َما بَينَ ْال َم ْش ِّر
“Antara bumi belahan timur dan barat ada kiblat.”
6) Niat. Golongan hanafiyah dan Hanabilah memandang niat sebagai
syarat sah shalat, demikian juga pendapat yang lebih kuat dari
kalangan Malikiyah.
c. Rukun-rukun Shalat
16
Bagir, Fiqih Praktis 1, hlm. 172
17
Ibid, hlm. 90
18
Bagir, Fiqih Praktis 1, hlm. 174
9
Menurut golongan Malikiyah, rukun-rukun mengerjakan shalat
adalah sebagai berikut.
1) Niat,
2) Takbiratul Ihram,
3) Berdiri waktu takbiratul ihram,
4) Membaca al-fatihah dalam shalat berjamaah dan shalat sendirian,
5) Berdiri waktu membaca al-fatihah,
6) Ruku’,
7) Bangkit dari ruku’,
8) Sujud,
9) Duduk diantara dua sujud,
10) Mengucapkan salam,
11) Duduk di waktu mengucapkan salam,
12) Tuma’ninah pada seluruh rukun,
13) I’itidal sesudah Ruku’ dan Sujud.
Menurut golongan Syafi’iyah rukun shalat ada tiga belas, yaitu
1) Niat,
2) Takbiratul Ihram,
3) Berdiri pada shalat fardlu bagi yang sanggup,
4) Membaca al-fatihah bagi setiap orang yang shalat kecuali ada uzur
seperti terlambat mengikuti imam (masbuq),
5) Ruku’
6) Sujud dua kali setiap rakaat,
7) Duduk antara dua sujud,
8) Membaca tasyahud akhir,
9) Duduk pada tasyahud akhir,
10) Sholawat kepada Nabi Saw setelah tasyahud akhir,
11) Duduk di waktu membaca shalawat,
12) Mengucapkan salam,
10
13) Tertib. 19
C. Waktu pelaksanaan shalat
Shalat fardhu yang berjumlah lima memiliki waktu yang telah ditentukan
secara syariat. Ada permulaan, dimana shalat tidak sah dijalankan sebelum
masuk permulaan waktu, dan batas akhir, dimana shalat harus segera
dilaksanakan sebelum batas akhir waktu shalat. Adapun waktu pelaksanakan
sebagai berikut:
1. Shalat Subuh
Shalat yang dikerjakan 2 raka'at dengan 1 salam. Waktu
pelaksanaannya dimulai terbitnya fajar hingga terbitnya matahari dan biasa
di iringi shalat qobliyah saja.
2. Shalat Dhuhur
Shalat yang dikerjakan 4 raka'at dengan 1 salam. Waktu
pelaksanaannya dimulai dari tergelincirnya matahari hingga masuknya
waktu ashar dan biasa di iringi shalat qobliyah dan ba'diyah.
3. Shalat Ashar
Shalat yang dikerjakan 4 raka'at dengan 1 salam. Waktu
pelaksanaannya dilakukan setelah matahari tergelincir sore hingga
terbenamnya matahari dan biasa di iringi shalat qobliyah saja.
4. Shalat Maghrib
Shalat yang dikerjakan 3 raka'at dengan 1 salam. Waktu
pelaksanaannya dilakukan setelah matahari terbenam hingga hilangnya
Mega merah dan biasa di iringi shalat qobliyah dan ba'diyah.
5. Shalat Isya'
Shalat yang dikerjakan 4 raka'at dengan 1 salam. Waktu
pelaksanaannya dilaksanakan setelah selesainya waktu magrib hingga
terbitnya fajar dan biasa di iringi shalat qobliyah dan ba'diyah.20
11
1. Sunnah-sunnah dalam shalat
a) Sunah ab’ad adalah amalan sunah dalam shalat yang apabila terlupa
harus diganti dengan sujud sahwi. Termasuk sunah ab’ad adalah:
1) Tasyahud awal
2) Duduk tasyahud, dan
3) Membaca selawat nabi pada tahiyat
b) Sunah haiat adalah amalan sunah dalam shalat yang apabila terlupa
tidak perlu dilakukan sujud sahwi. Yang termasuk sunah haiat adalah:
1) Mengangkat tangan saat takbiratul ihram;
2) Menghubungkan takbir makmum kepada takbir imam;
3) Memandang ke tempat sujud;
4) Membaca doa iftitah;
5) Diam sejenak sebelum dan sesudah membaca al-fatihah;
6) Membaca amin seusai membaca al-fatihah;
7) Membaca surat (selain al-fatihah) setelah membaca al-fatihah;
8) Memerhatikan bacaan imam (bagi makmum);
9) Mengeraskan suara (nyaring) pada dua rakaat shalat magrib, isya dan
subuh;
10) Membaca takbir intiqal (setiap ganti gerakan) kecuali saat berdiri
atau bangkit dari rukuk;
11) Membaca sami’allahu liman hamidah…. Saat iktidal; 12.
Meletakkan kedua tangan di atas kedua lutut saat rukuk;
12) Saat rukuk dan sujud membaca doa, rabbigfirli….
Arsyad, Junaidi, Meningkatkan Keterampilan Shalat Fardhu Dan Baca Al-Qur’an Melalui
21
Metode Tutor Sebaya, Jurnal ANSIRU No. 1 Vol. 1, Juni 2017, hlm. 187
12
13) Duduk iftirasy pada semua gerakan duduk dalam shalat kecuali saat
tasyahud akhir;
14) Duduk tawaruk saat tassyahud akhir, yakni telapak kaki dijulurkan
dibawah kaki kanan, sedangkan telapak kaki kanan tegak dan jari-
jari kaki menghadap kiblat;
15) Membaca salam sambil menoleh ke kiri sehingga pipi sebelah kiri
tampak dari belakang;
16) Merendahkan suara salam pada salam yang kedua.
Arsyad, Junaidi, Meningkatkan Keterampilan Shalat Fardhu Dan Baca Al-Qur’an Melalui
22
Metode Tutor Sebaya, Jurnal ANSIRU No. 1 Vol. 1, Juni 2017, hlm. 188
13
diselingi dengan perbuatan makan atau minum, kekhusukan shalat tidak
mungkin tercapai.Dengan demikian, kesopanan tidak akan terwujud.
f. Tertawa-tawa
Orang yang sedang shalat memerlukan kekhusukan karena ia
berhadapan dengan Tuhannya. Oleh karena itu, tidak dibenarkan orang
yang sedang shalat sambil tertawa. Dengan tertawa, kekhusukan dalam
shalat akan hilang. Adapun perbuatan berdehem, batuk, dan bersin tidak
membatalkan shalat.
BAB III
PENUTUP
14
Kesimpulan
Syarat shalat dibagi menjadi dua yaitu, shalat sahnya shalat dan syarat
wajib shalat. Syarat wajib adalah syarat yang menyebabkan sesorang wajib
melaksanakan shalat sedangkan Syarat sah adalah syarat yang menjadikan shalat
seseorang diterima secara syara’ disamping adanya kriteria lain seperti rukun.
Menurut golongan Syafi’iyah rukun shalat ada tiga belas, yaitu niat, takbiratul
ihram, berdiri pada shalat fardlu bagi yang sanggup, membaca al-fatihah bagi
setiap orang yang shalat kecuali ada uzur seperti terlambat mengikuti imam
(masbuq), ruku’, sujud dua kali setiap rakaat, duduk antara dua sujud, membaca
tasyahud akhir, duduk pada tasyahud akhir, sholawat kepada nabi saw setelah
tasyahud akhir, duduk di waktu membaca shalawat, mengucapkan salam, tertib.
15
16
DAFTAR PUSTAKA
Azzam, Abdul aziz Muhammad dan Abdul wahhab sayyed hawwas, 2009,
Fiqh Ibadah, Jakarta:AMZAH.
17