Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SHALAT WAJIB
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:
FIQH IBADAH
Dosen pengampu :
Zulkifli Hidayatullah, M. H

Disusun oleh:
1. Ayu Nur Fitriyah (934104919)
2. Rindi Cantika Dewi Hermawati (934105019)
3. Putri Dwi Rahayu (934104819)
4. Achmad Ilham Syiham Muzakky (931328818)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


JURUSAN EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb.


Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
serta inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “Shalat Wajib”.
Karya tulis ini dibuat untuk memenuhi tugas kuliah kami, dan alhamdulillah karya
tulis ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin, meskipun dalam proses penulisan
dan penyelesaiannya kami menemui banyak kesulitan. Terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memudahkan kami hingga dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.
2. Dosen mata kuliah fiqih ibadah Zulkifli Hidayatullah, M.H yang telah membimbing
dan membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.
3. Teman teman yang telah membantu mengerjakan dan mempersiapkan bahan untuk
membuat makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis yang kami
buat ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya, namun kami telah berupaya semaksimal mungkin agar mencapai hasil yang
sebaik – baiknya. Oleh karena itu dengan terbuka menerima segala kritik dan saran yang
sifatnya membangun agar kami dapat memperbaiki dan belajar lebih baik untuk pembuatan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan khususnya kepada
para pembaca. Terima kasih.
Wassalamualaikum, Wr. Wb.

Kediri, Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2
A. Pengertian shalat .................................................................................................................. 2
B. Syarat dan rukun shalat ........................................................................................................ 4
C. Waktu pelaksanaan shalat .................................................................................................. 10
D. Sunnah dan hal yang membatalkan shalat ......................................................................... 11
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 15
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Shalat merupakan salah satu rukun islam yang wajib dikerjakan


oleh seluruh umat islam yang telah mencapai usia aqil baligh. Untuk itu
kita sebagai umat islam wajib mengetahui,syarat, rukun, sunnah, waktu,
dan hal-hal yang membatalkan shalat..
Shalat memiliki kedudukan yang agung dalam islam. shalat
merupakan tiang agama dan merupakan amal manusia yang paling
pertama dihisab di hari kiamat serta menjadi standart baik buruknya amal
yang lain.
Allah SWT mengecam orang yang melalaikannya dan malas
menunaikannya. Allah SWT mewajibkan shalat tanpa pelantara, yaitu
pada malam isro’ mi’roj dilangit yang ketujuh. Pada awalnya shalat
diwajibkan lima puluh waktu, kemudian Allah SWT meringankan kepada
hamba hambaNya hanya lima waktu dalam sehari semalam.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penyusun merumuskan masalah


yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa pengertian dan kedudukan shalat?
2. Apa syarat dan rukun shalat?
3. Kapan waktu pelaksanaan shalat?
4. Apa sunnah shalat dan sebab batalnya shalat ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dan kedudukan shalat


2. Untuk mengetahui syarat dan rukun shalat
3. Untuk mengetahui waktu pelaksanaan shalat
4. Untuk mengetahui sunnah shalat dan sebab batalnya shalat

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengetian dan kedudukan shalat


1. Pengertian shalat

Shalat menurut arti bahasa adalah doa, Allah berfirman:

َ ُ‫س َك ٌن لَّ ُه ْم ۖ َوللا‬


‫س ِّميَ ٌع َعلَي ٌم۝‬ َ ‫صلَو ت َ َك‬
َ ‫ص ِّل َعلَ ْي ِّه ْم ۖ ا َِّّن‬
َ ‫َو‬
“Dan mendoalah untuk mereka,sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Penyayang. (QS. At-Taubah(9):103)”

Adapun shalat menurut pengertian syara’ adalah ibadah yang terdiri


dari perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.1

Disebut shalat karena menghubungkan seorang hamba kepada


penciptanya, dan shalat merupakan manifestasi penghambaan kebutuhan
diri kepada Allah SWT. Shalat dapat menjadi media permohonan
pertolongan dalam menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui
manusia dalam perjalanan hidupnya2, sebagai mana firman Allah :

ۖ ِّ‫صلَ ِّوة‬ َّ ‫ا َ ْست َ ِّعينُوا باِّل‬


َّ ‫صب ِّْر َوال‬
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. (QS. Al-Baqarah (2):
153)”
2. Kedudukan shalat dalam islam
1
Sadili, Ahmad Nawawi, Panduan Praktis dan Lengkap Shalat Fardhu dan Sunnah,
(Jakarta:Amzah,2010), hlm.78
2
Azzam, Abdul aziz Muhammad dan Abdul wahhab sayyed hawwas, Fiqh Ibadah,
(Jakarta:AMZAH, 2009), hlm.145

2
Kedudukan shatat dalam syariat islam adalah sebagai berikut :3

a. Shalat sebagai tiang agama. Jika orang muslim tidak shalat, ia telah
meruntuhkan agamanya sendiri.shalat sebagai tiang yang membuat
semua rukun islam lainya berdiri tegak, tidak roboh dan membuat
penghuninya celaka.
b. Shalat kewajiban umat islam yang ditetapkan langsung melalui
peristiwa isra’ mi’raj.
c. Shalat merupakan kewajiban umat islam yang pertama akan dihisab
dihari akhirat.

Agar shalat kita baik, kita kita harus menjaga kekhusyukan dalam
shalat karena orang yang shalatnya lalai, bukan akan mendapatkan pahala,
melainkan sebaliknya mendapatkan kecelakaan, sebagaimana disebutkan
dalam Al-Qur’an surat Al-Ma’un ayat 4-5 sebagai berikut :

َ ‫صالَ تِّ ِّه ْم‬


‫سا ُهونَ ۝‬ َ ‫فَ َو ْي ٌل ِّل ْل ُم‬
َ ‫صلَّينَ ۝ الَّ ِّذيْنَ هُ ْم َع ْن‬
“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang
lalai dalam shalatnya”.

Shalat merupakan amalan paling utama diantara amalan-amalan lain


dalam islam. Perbedaan antara muslim dengan kafir terletak pada
shalatnya. ulama sepakat bahwa orang islam yang meninggalkan shalat
dengan sengaja berarti ia telah kufur. Dengan demikian, meninggalkan
shalat merupakan perbuatan yang paling dibenci Allah setelah perbuatan
syirik.

3. Hukum shalat

Shalat merupakan salah satu rukun islam yang wajib dan harus
dilaksanakan berdasarkan ketetapan Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’. 4

3
Hamid, Abdul dan Beni ahmad saebani, fiqh ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm.182-
186

3
Allah SWT berfirman :

‫علَى ْال ُمؤْ ِّمنِّينَ ِّكتَىبا َّمؤ قُو تا ۝‬ َ ‫صلَوة َ َكان‬


َ ‫َت‬ َّ ‫… ِّإ َّن ال‬.
“sesungguhnnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang beriman. ( QS. An-Nisa’ (4): 103 )”

Diriwayatkan dari Ibd Abbas bahwasanya Nabi SAWbersabda pada


Mu’adz ketika beliau mengutusnya ke yaman, “sesungguhnya kau akan
mendatangi kaum ahlulkitab, maka dakwahilah mereka agar bersaksi
bahwa tiada tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya aku adalah Rasul
utusan Allah. Jika mereka menaatimu dalam hal tersebut, maka beritahulah
mereka bahwa Allah SWT telah mewajibkan kepada mereka shalat lima
waktu dalam sehari semalam.”

B. Syarat dan rukun shalat


1. Syarat-syarat shalat

Syarat menurut arti bahasa adalah tanda, sedangkan menurut


terminologi syara’, syarat adalah sesuatu yang keabsahannya tergantung
pada sesuatu yang lain namun ia tidak menjadi bagian didalam sesuatu
tersebut.5 Syarat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Syarat-syarat wajib Shalat


Syarat wajib adalah syarat yang menyebabkan sesorang wajib
melaksanakan shalat. antara lain sebagai berikut.
1) Islam. Hal ini dikarenakan objek yang dituntut untuk melaksanakan
kewajiban syariat seperti shalat, zakat, dan lain sebagainya adalah
orang Islam bukan orang kafir. Ini didasarkan pada fakta bahwa
orang-orang kafir bukanlah objek yang dituntut untuk melaksanakan
cabang-cabang syariat. Dengan demkian, dapat dikatakan bahwa
Islam merupakan syarat wajib sekaligus syarat sah. Ijma’ juga
menyatakan bahwa jika orang kafir masuk Islam, maka ia tidak

4
Azzam, Fiqh Ibadah,. hlm.152-153
5
Ibid, hlm. 169.

4
dituntut melaksanakan kewajiban syariat yang telah lalu, seperti
shalat dan sebagainya. Allah swt. Berfirman :

َ ‫قُل ِّللَّذِّينَ َكفَ ُروۖاْ ِّإن َينت َ ُهواْيُ ْغفَ ْرلَ ُهم َّماقَ ْد‬
َ َ‫سل‬
‫ف َو ِّإ ْن َيعُودُوا فَقَ ْد‬
َ‫سنتُ ْاْلَو ِّلين‬
ُ ‫ت‬ْ ‫ض‬ َ ‫َم‬
“Katakanlah kepada orang yang kafir itu: “Jika mereka berhenti
(dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka
tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu. (Qs. Al-Anfal (8): 38).6
Diriwayatkan dari Amru bin Al-Ash r.a, Nabi saw. bersabda :

‫اْل ْس َال َم َي ْه ِّد ُم َما َكانَ قَ ْبلَ َها َوأ َ َّن ْالح َّج َي ْه ِّد ُم َما‬
ِّ ْ ‫ت أ َ َّن‬
َ ‫أ َ َما َع ِّل ْم‬
ُ‫َكانَ قَ ْبلَه‬
“Tidaklah kau tahu bahwa Islam menghapus apa (dosa)yang telah
lalu, hijrah menghapus apa (dosa) yang telah lalu, dan haji
menghapus apa (dosa)yang telah lalu.”7

2) Berakal. Shalat tidak wajib dan juga tidak sah jika dilakukan oleh
orang gila, karena akal merupakan prinsip dalam menetapkan
kewajiban (taklif), demikian menurut pendapat Jumhur ulama
alasannya adalah hadist yang diterima dari Ali r.a yang artinya
“dan dari orang gila yang tidak berperan akalnya sampai dia
sembuh”
Namun demikian, menurut Syafi’iyah disunatkan meng-qadhanya
apabila sudah sembuh. Akan tetapi, golongan Hanabilah
berpendapat bahwa bagi orang yang tertutup akalnya karena sakit
atau sawan (ayan) wajib meng-qadha Shalat. Hal ini diqiyaskan
kepada puasa, karena puasa tidak gugur disebabkan penyakit
tersebut.8

6
Zulkifli, Rambu-rambu Fiqh Ibadah Mengharmoniskan Hubungan Vertikal dan Horizontal,
(Yogyakarta : Kalimedia, 2017), hlm. 87
7
Ibid.
8
Zulkifli, Rambu-rambu Fiqh Ibadah Mengharmoniskan Hubungan Vertikal dan Horizontal, hlm.
88

5
3) Suci dari haid dan nifas. Kewajiban pelaksanaan shalat tidak
ditujukan pada wanita yang haid dan nifas.
4) Sampainya dakwah. Orang yang belum menerima dakwah Nabi saw.
juga tidak menjadi sasaran kewajiban shalat.
5) Mampu melaksanakan. Kewajiban hanya dibebankan kepada orang
yang mampu melaksanakan sehingga orang yang tidak mampu atau
orang yang dipaksa untuk meninggalkan shalat tidak wajib
melaksanakannya.
6) Baligh. Shalat tidak wajib atas anak kecil karena tidak ada perintah
an baginya, akan tetapi orang yang merawat dan mendidikannya
wajib memerintahkannya untuk menjalankan shalat sejak berumur 7
tahun dan memukulnya (jika meninggalkannya) saat usiannya
menginjak 10 tahun. Hal ini didasarkan pada hadis yang
diriwayatkan dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya,
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda :

َّ ‫ُم ُروا أ َ ْو ََلدَ ُك ْم بِّال‬


َ ‫ص َالةِّ َو ُه ْم أ ْبنَا ُء‬
‫سبْعِّ ِّسنِّينَ َواض ِّْربُو ُه ْم‬
‫َعلَي َها َو ُه ْم أ َ ْبنَا ُء َع ْشر‬
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk menjalankan shalat saat
mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka jika
meninggalkannya saat mereka berusia sepuluh tahun”.9

Dan juga sabda Nabi Saw., yang artinya


“Dari Ali r.a. bahwa Nabi Saw berkata : Diangkatkan pena (tidak
ditulis dosa) dalam tiga perkara:Orang gila yang akalanya tidak
berperan sampai ia sembuh, Orang tidur sampai ia bangun, dan
Dari anak-anak sampai dia baligh.” (HR Ahmad, Abu Daud dan
Al- Hakim).10
b. Syarat-syarat sah shalat

9
Ibid, hlm. 170
10
Zulkifli, Rambu-rambu Fiqh Ibadah Mengharmoniskan Hubungan Vertikal dan Horizontal, hlm.
88

6
Syarat sah adalah syarat yang menjadikan shalat seseorang
diterima secara syara’ disamping adanya kriteria lain seperti rukun.
Macam-macam syarat sah antara lain:
1) Suci dari hadast kecil dan besar. Hal ini dapat dilakukan dengan
wudlu, mandi (wajib), atau tayamum. Nabi Muhammad Saw.
bersabda, yang artinya :
“Dari Umar r.a bahwa Nabi Saw. bersabda : Allah tidak menerima
Shalat seseorang yang tidak suci.” (HR. Al-Jama’ah kecuali Al-
Bukhari).
“Dari Abu Hurairah r.a bahwa Nabi Saw. bersabda : Allah tidak
menerima Shalat kamu apabila berhadas hingga dia suci.” (HR.
Bukhari dan Muslim).11
2) Suci pakaian, badan, dan tempat dari najis. Dari dua syarat tersebut,
mushalli (orang yang shalat) harus menyempurnakan kesucian dari
hadats dan najis. Demikian menurut pendapat jumhur ulama tetapi
menurut pendapat yang masyhur dari golongan malikiyah adalah
sunnah muakkad.
3) Mengetahui masuknya waktu shalat. Ini adalah syarat yang ditujukan
pada seorang mukalaf, dan ini juga sebagai syarat sah shalat
sehingga tidak sah shalat seseorang yang dilakukan sebelum masuk
waktunya. Shalat hanya boleh dilaksanakan setelah mengetahui
dengan pasti telah masuknya waktu shalat masing-masing, yaitu
dengan mendengar adzan, berita orang yang dapat dipercaya, atau
dengan tanda-tanda lainnya yang dapat menimbulkan keyakinan atau
dengan perkiraan (perhitungan, hisab) yang tepat.12 Demikian juga
denga orang yang ragu, shalatnya tidak sah. Allah swt berfirman :

‫ص َالةَفَا ْذ ُك ُروّللااَ قِّيَام َاوقُعُود َاو َعلَى ُجنُوبُ ُكم فَإِّذَّا‬


َّ ‫ض ْيت ُ ُم ال‬
َ َ‫فَإذَاق‬
‫َت َعلَى ْال ُمؤْ ِّمنِّينَ ِّكتَا بَّا َّم ْوقُوتا‬ َّ ‫اط َمأْنَ ْنت ُ ْم فَأَقِّي ُموا ال‬
ْ ‫صالَة َ َكان‬ ْ

11
Ibid,.hlm. 89
12
Bagir, Muhammad, Fiqih Praktis 1, (Bandung : Mizan Media Utama, 2008), hlm. 110

7
“Sesungguhnya Shalat itu adalah fardlu yang ditentukan waktunya
atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103).13
4) Menutup aurat. Semua ahli fiqh menyepakati batalnya shalat yang
dilakukan dengan aurat yang terbuka bagi orang yang mampu
menutupinya, meskipun ia sendirian di tempat yang gelap gulita.
Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah saw.

‫يَا بَنِّي آدَ َم ُخذُوا ِّزينَت َ ُك ْم ِّع ْندَ ُك ِّل َم ْس ِّجد َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َو ََل‬
َ‫ت ُ ْس ِّرفُوا ۖ إِّنَّهُ ََل يُ ِّحب ْال ُم ْس ِّرفِّين‬
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap
(memasuki) masjid.” (QS. Al-A’raf(7):31).14
Perhiasan yang dimaksud dalam ayat ini adalah pakaian, sedangkan
yang dimaksud masjid adalah shalat, sehingga maknanya adalah
pakailah sesuatu yang menutupi aurat kalian ketika shalat. Ketentuan
menutup aurat dalam shalat juga didasarkan pada hadis Nabi saw.
yang dilansir Aisyah ra :

‫ض إِّ ََّلبِّ ِّخ َمار‬


ِّ ِّ‫ص َالة َ َحائ‬ َّ ‫ََل يَ ْقبَ ُل‬
َ ُ‫ّللاا‬
“Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah haid kecuali
dengan memakai tudung kepala.”15
Menutup aurat dalam hal ini harus memenuhi arti menutup secara
sempurna. Oleh karena itu, belum dianggap menutup aurat jika
seseorang shalat dengan memakai pakaian tipis menerawang yang
dapat menggambarkan warna kulitny, sedangkan memakai pakaian
tebal yang tidak menerawang, namun lekat dengan bagian aurat
(pakaian ketat) dan menggambar lekukan tubuh, maka hal itu tidak
masalah, meskipun keluar dari keutamaan. Batasan aurat laki-laki
pada waktu shalat dan diluar shalat, jika masih kecil yaitu ketika
berumur 7 tahun adalah antara bawah pusar dan lutut. Sedangkan
aurat wanita merdeka meskipun masih kecil berumur 7 tahun

13
Ibid.
14
Ibid, hlm. 171
15
Ibid.

8
didalam shalat dan luar shalat adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah
dan dua telapak tangan, sebagaimana firman Allah swt. :
َ ‫َو ََليُ ْبدِّينَ ِّزينَت َ ُه َّن ِّإ ََّل َما‬
‫ظ َهرض ِّم ْن َها‬
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak daripadanya.” (QS. An-Nur(24) : 31).16
5) Menghadap kiblat. Hal ini merujuk pada ketetapan Al-Qur’an,
Sunnah dan kesepakatan ulama (ijma’). Allah swt. Berfirman :

ۖ ‫َط َر ْال َم ْس ِّج ِّد ْال َح َر ِّام‬ْ ‫ت فَ َو ِّل َو ْج َه َك ش‬


َ ‫ْث خ ََر ْج‬ ُ ‫َو ِّم ْن َحي‬
ْ ‫ْث َما ُك ْنت ُ ْم فَ َولوا ُو ُجو َه ُك ْم ش‬
ُ‫َط َره‬ ُ ‫َو َحي‬
“Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palinglah wajahmu ke
arah Masjidil Haram, dan dimana saja kamu (sekalian )berada,
Maka palingkanlah wajahmu ke arahnya.”(QS. Al- Baqarah(2):
150).17
Yang dimaksud dengan Masjidil Haram dalam ayat tersebut adalah
ka’bah. Para ulama juga sepakat bahwa menghadap ka’bah ketika
mampu dan dala keadaan aman adalah hal yang harus dilakukan dan
dijadikan sebagai sandaran sahnya shalat. Hal ini berlaku jika
posisinya dekat dengan ka’bah, dimana fisik ka’bah dapat dilihat.
Sedangkan jika jauh dari ka’bah, maka pendapat yang menurut
penulis rajih (unggul) adalah pendapat yang dikatakan oleh
mayoritas ulama bahwa yang dituntut adalah menghadap ke arah
ka’bah bukan menghadap ke bentuk fisik ka’bah, merujuk hadis
narasi Abu Hurairah r.a bahwasanya Nabi saw. bersabda:

ِّ ‫ق َو ْال َم ْغ ِّر‬
‫ب قِّبلَ ِّة‬ ِّ18 ‫َما بَينَ ْال َم ْش ِّر‬
“Antara bumi belahan timur dan barat ada kiblat.”
6) Niat. Golongan hanafiyah dan Hanabilah memandang niat sebagai
syarat sah shalat, demikian juga pendapat yang lebih kuat dari
kalangan Malikiyah.
c. Rukun-rukun Shalat

16
Bagir, Fiqih Praktis 1, hlm. 172
17
Ibid, hlm. 90
18
Bagir, Fiqih Praktis 1, hlm. 174

9
Menurut golongan Malikiyah, rukun-rukun mengerjakan shalat
adalah sebagai berikut.
1) Niat,
2) Takbiratul Ihram,
3) Berdiri waktu takbiratul ihram,
4) Membaca al-fatihah dalam shalat berjamaah dan shalat sendirian,
5) Berdiri waktu membaca al-fatihah,
6) Ruku’,
7) Bangkit dari ruku’,
8) Sujud,
9) Duduk diantara dua sujud,
10) Mengucapkan salam,
11) Duduk di waktu mengucapkan salam,
12) Tuma’ninah pada seluruh rukun,
13) I’itidal sesudah Ruku’ dan Sujud.
Menurut golongan Syafi’iyah rukun shalat ada tiga belas, yaitu
1) Niat,
2) Takbiratul Ihram,
3) Berdiri pada shalat fardlu bagi yang sanggup,
4) Membaca al-fatihah bagi setiap orang yang shalat kecuali ada uzur
seperti terlambat mengikuti imam (masbuq),
5) Ruku’
6) Sujud dua kali setiap rakaat,
7) Duduk antara dua sujud,
8) Membaca tasyahud akhir,
9) Duduk pada tasyahud akhir,
10) Sholawat kepada Nabi Saw setelah tasyahud akhir,
11) Duduk di waktu membaca shalawat,
12) Mengucapkan salam,

10
13) Tertib. 19
C. Waktu pelaksanaan shalat
Shalat fardhu yang berjumlah lima memiliki waktu yang telah ditentukan
secara syariat. Ada permulaan, dimana shalat tidak sah dijalankan sebelum
masuk permulaan waktu, dan batas akhir, dimana shalat harus segera
dilaksanakan sebelum batas akhir waktu shalat. Adapun waktu pelaksanakan
sebagai berikut:

1. Shalat Subuh
Shalat yang dikerjakan 2 raka'at dengan 1 salam. Waktu
pelaksanaannya dimulai terbitnya fajar hingga terbitnya matahari dan biasa
di iringi shalat qobliyah saja.
2. Shalat Dhuhur
Shalat yang dikerjakan 4 raka'at dengan 1 salam. Waktu
pelaksanaannya dimulai dari tergelincirnya matahari hingga masuknya
waktu ashar dan biasa di iringi shalat qobliyah dan ba'diyah.
3. Shalat Ashar
Shalat yang dikerjakan 4 raka'at dengan 1 salam. Waktu
pelaksanaannya dilakukan setelah matahari tergelincir sore hingga
terbenamnya matahari dan biasa di iringi shalat qobliyah saja.
4. Shalat Maghrib
Shalat yang dikerjakan 3 raka'at dengan 1 salam. Waktu
pelaksanaannya dilakukan setelah matahari terbenam hingga hilangnya
Mega merah dan biasa di iringi shalat qobliyah dan ba'diyah.
5. Shalat Isya'
Shalat yang dikerjakan 4 raka'at dengan 1 salam. Waktu
pelaksanaannya dilaksanakan setelah selesainya waktu magrib hingga
terbitnya fajar dan biasa di iringi shalat qobliyah dan ba'diyah.20

D. Sunnah dan hal yang membatalkan shalat


19
Bagir, Fiqih Praktis 1, hlm. 98-99
20
Zulkifli, Rambu-rambu Fiqh Ibadah Mengharmoniskan Hubungan Vertikal dan Horizontal,
hlm. 92-93

11
1. Sunnah-sunnah dalam shalat

Sunnah-sunnah shalat adalah ucapan dan gerakan-gerakan shalat yang


tidak termasuk dalam rukun shalat, tetapi merupakan bagian dari ibadah
shalat. Apabila sunah shalat itu tidak dikerjakan, shalat tetap sah. Sunah-
sunah shalat lima waktu terdiri dari atas sunah ab’ad dan sunah haiat.21

a) Sunah ab’ad adalah amalan sunah dalam shalat yang apabila terlupa
harus diganti dengan sujud sahwi. Termasuk sunah ab’ad adalah:
1) Tasyahud awal
2) Duduk tasyahud, dan
3) Membaca selawat nabi pada tahiyat
b) Sunah haiat adalah amalan sunah dalam shalat yang apabila terlupa
tidak perlu dilakukan sujud sahwi. Yang termasuk sunah haiat adalah:
1) Mengangkat tangan saat takbiratul ihram;
2) Menghubungkan takbir makmum kepada takbir imam;
3) Memandang ke tempat sujud;
4) Membaca doa iftitah;
5) Diam sejenak sebelum dan sesudah membaca al-fatihah;
6) Membaca amin seusai membaca al-fatihah;
7) Membaca surat (selain al-fatihah) setelah membaca al-fatihah;
8) Memerhatikan bacaan imam (bagi makmum);
9) Mengeraskan suara (nyaring) pada dua rakaat shalat magrib, isya dan
subuh;
10) Membaca takbir intiqal (setiap ganti gerakan) kecuali saat berdiri
atau bangkit dari rukuk;
11) Membaca sami’allahu liman hamidah…. Saat iktidal; 12.
Meletakkan kedua tangan di atas kedua lutut saat rukuk;
12) Saat rukuk dan sujud membaca doa, rabbigfirli….

Arsyad, Junaidi, Meningkatkan Keterampilan Shalat Fardhu Dan Baca Al-Qur’an Melalui
21

Metode Tutor Sebaya, Jurnal ANSIRU No. 1 Vol. 1, Juni 2017, hlm. 187

12
13) Duduk iftirasy pada semua gerakan duduk dalam shalat kecuali saat
tasyahud akhir;
14) Duduk tawaruk saat tassyahud akhir, yakni telapak kaki dijulurkan
dibawah kaki kanan, sedangkan telapak kaki kanan tegak dan jari-
jari kaki menghadap kiblat;
15) Membaca salam sambil menoleh ke kiri sehingga pipi sebelah kiri
tampak dari belakang;
16) Merendahkan suara salam pada salam yang kedua.

2. Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat Lima Waktu


Berikut hal-hal yang termasuk membatalkan shalat.22

a. Meninggalkan salah satu rukun shalat (termasuk tidak tumakninah)


b. Tidak terpenuhinya syarat sah shalat yang telah ditentukan, seperti
berhadas, terkena najis, dan terbuka auratnya.
c. Melakukan gerakan-gerakan yang semestinya tidak dilakukan. Banyak
bergerak terus-menerus di luar gerakan shalat dapat membatalkan
shalat, sedangkan gerakan yang tidak bertentangan dengan shalat,
seperti membetulkan pakaian yang terbuka. Menggarukkan bagian
tubuh yang gatal tidak membatalkan shalat. Begitu pula gerakan lain
yang dilakukan karena ada hajat atau dalam keadaan terpaksa, tidaklah
membatalkan shalat.
d. Berkata atau berbicara selain bacaan dalam shalat, meskipun dalam
bahasa Arab.
e. Makan dan minum dalam shalat.
Shalat adalah ibadah yang memerlukan konsentrasi pikir dan penuh
dengan adab dan kesopanan, mengingat dalam shalat ini manusia
langsung berhadapan dengan Allah swt. Jadi, apabila dalam shalat

Arsyad, Junaidi, Meningkatkan Keterampilan Shalat Fardhu Dan Baca Al-Qur’an Melalui
22

Metode Tutor Sebaya, Jurnal ANSIRU No. 1 Vol. 1, Juni 2017, hlm. 188

13
diselingi dengan perbuatan makan atau minum, kekhusukan shalat tidak
mungkin tercapai.Dengan demikian, kesopanan tidak akan terwujud.
f. Tertawa-tawa
Orang yang sedang shalat memerlukan kekhusukan karena ia
berhadapan dengan Tuhannya. Oleh karena itu, tidak dibenarkan orang
yang sedang shalat sambil tertawa. Dengan tertawa, kekhusukan dalam
shalat akan hilang. Adapun perbuatan berdehem, batuk, dan bersin tidak
membatalkan shalat.

BAB III

PENUTUP

14
Kesimpulan

Shalat adalah menghubungkan seorang hamba kepada penciptanya, dan


shalat merupakan manifestasi penghambaan kebutuhan diri kepada Allah SWT.
Shalat dapat menjadi media permohonan pertolongan dalam menyingkirkan
segala bentuk kesulitan yang ditemui manusia dalam perjalanan hidupnya.
Kedudukan shalat dalam syariat islam adalah sebagai tiang agama, sebagai
kewajiban umat islam yang ditetapkan langsung melalui peristiwa isra’ mi’raj dan
shalat merupakan kewajiban umat islam yang pertama akan dihisab dihari akhirat.

Syarat shalat dibagi menjadi dua yaitu, shalat sahnya shalat dan syarat
wajib shalat. Syarat wajib adalah syarat yang menyebabkan sesorang wajib
melaksanakan shalat sedangkan Syarat sah adalah syarat yang menjadikan shalat
seseorang diterima secara syara’ disamping adanya kriteria lain seperti rukun.
Menurut golongan Syafi’iyah rukun shalat ada tiga belas, yaitu niat, takbiratul
ihram, berdiri pada shalat fardlu bagi yang sanggup, membaca al-fatihah bagi
setiap orang yang shalat kecuali ada uzur seperti terlambat mengikuti imam
(masbuq), ruku’, sujud dua kali setiap rakaat, duduk antara dua sujud, membaca
tasyahud akhir, duduk pada tasyahud akhir, sholawat kepada nabi saw setelah
tasyahud akhir, duduk di waktu membaca shalawat, mengucapkan salam, tertib.

Waktu pelaksanaa shalat adalah dimana shalat tidak sah dijalankan


sebelum masuk permulaan waktu, dan batas akhir, dimana shalat harus segera
dilaksanakan sebelum batas akhir waktu shalat.

Sunnah-sunnah shalat adalah ucapan dan gerakan-gerakan shalat yang


tidak termasuk dalam rukun shalat, tetapi merupakan bagian dari ibadah shalat.
Apabila sunah shalat itu tidak dikerjakan, shalat tetap sah. Sunah-sunah shalat
lima waktu terdiri dari atas sunah ab’ad dan sunah haiat. Hal-hal yang
membatalkan shalat yaitu: meninggalkan salah satu rukun shalat, tidak
terpenuhinya syarat sah shalat yang telah ditentukan, seperti berhadas, terkena
najis, dan terbuka auratnya. melakukan gerakan-gerakan yang semestinya tidak
dilakukan, berkata atau berbicara selain bacaan dalam shalat, makan dan minum.

15
16
DAFTAR PUSTAKA

Sadili, Ahmad Nawawi, 2010, Panduan Praktis dan Lengkap Shalat


Fardhu dan Sunnah, Jakarta:Amzah.

Azzam, Abdul aziz Muhammad dan Abdul wahhab sayyed hawwas, 2009,
Fiqh Ibadah, Jakarta:AMZAH.

Zulkifli, 2017, Rambu-rambu Fiqh Ibadah Mengharmoniskan Hubungan


Vertikal dan Horizontal, Yogyakarta : Kalimedia.

Bagir, Muhammad, 2008, Fiqih Praktis 1, Bandung : Mizan Media Utama.

Arsyad, Junaidi, 2017, Meningkatkan Keterampilan Shalat Fardhu Dan


Baca Al-Qur’an Melalui Metode Tutor Sebaya, Jurnal ANSIRU No. 1 Vol. 1.

17

Anda mungkin juga menyukai