Anda di halaman 1dari 21

DALALAH LAFADZ MUSYTARAK, ‘AM DAN KHASH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Istinbath Hukum dalam Al-
Qur’an dan Hadits

Dosen Pengampu: Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar M.A.

Disusun oleh:

FITRIA KHAIRUNNISA

GHAZY AZMIL FAUZY

HAFIDZ MAULANA AS-SHIDQI

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2023/1444 H

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ini. Sholawat beserta salam selalu tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW,
Beserta keluarga-Nya, sahabat-sahabat-Nya dan kita selaku umatnya hingga akhir zaman.

Makalah ini adalah makalah mata kuliah Metode Istinbath Hukum Dalam AlQur’an dan
Hadist dengan judul “Kata Yang Jelas dan Tak Jelas Penunjukannya” . Kami mengucapkan
Terimakasih kepada Bapak Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar M.A. selaku dosen pengampu mata
kuliah Metode Istinbath Hukum Dalam Al-Qur’an dan Hadist serta kepada rekan-rekan yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, hal ini karena
kemampuan dan pengalaman kami yang masih ada dalam keterbatasan. Untuk itu, kami
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun, demi perbaikan dalam makalah ini
dimasa yang akan datang. dan kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
bagi kami dan para pembaca. Aamiin

Jakarta, 8 Oktober 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

BAB I.............................................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..........................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................................5
C. TUJUAN PENELITIAN......................................................................................................5
D. MANFAAT PENELITIAN..................................................................................................5
BAB II............................................................................................................................................................7
A. PENGERTIAN DAN BENTUK LAFADZ MUSYTARAK...............................................7
B. PENGERTIAN DAN BENTUK LAFADZ ‘AM.................................................................9
C. MACAM-MACAM LAFAZH ‘AM DAN PENUNJUKANNYA.....................................12
D. PENGERTIAN KHASH DAN TAKHSIS.........................................................................14
E. BENTUK-BENTUK TAKHSIS.........................................................................................15
BAB III........................................................................................................................................................18
A. KESIMPULAN...................................................................................................................18
B. SARAN...............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................20

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Al-Qur'an adalah kitab suci bagi umat Islam, dianggap sebagai firman Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Kehadiran Al-Qur'an memberikan pedoman
spiritual dan etika kepada umat Islam, menjelaskan prinsip-prinsip keimanan, hukum, moralitas,
dan nilai-nilai kehidupan. Dalam memahami makna dan ajaran Al-Qur'an, penting untuk
mempertimbangkan aspek linguistik dan tafsir, salah satunya adalah konsep lafadz 'Am dan
Khas.

Konsep lafadz 'Am dan Khas memegang peranan penting dalam pemahaman mendalam
terhadap makna kata-kata Al-Qur'an. 'Lafadz 'Am' Merujuk pada makna umum atau luas suatu
kata dalam Al-Qur'an, sedangkan 'Lafadz Khas' Merujuk pada makna khusus atau terbatas suatu
kata. Memahami perbedaan ini memberikan wawasan mendalam terkait konteks dan makna yang
ingin disampaikan oleh Allah SWT melalui kata-kata suci-Nya.

Dalam makalah ini, akan dibahas konsep lafadz 'Am dan Khas serta relevansinya dalam
menafsirkan Al-Qur'an dengan benar. Analisis akan mencakup contoh-contoh konkret dari Al-
Qur'an untuk memahami bagaimana lafadz 'Am dan Khas mempengaruhi interpretasi teks suci.
Selain itu, penekanan akan diberikan pada bagaimana pemahaman yang benar terhadap lafadz
'Am dan Khas dapat membimbing umat Islam dalam memahami pesan-pesan Al-Qur'an dengan
lebih mendalam dan kontekstual.

Melalui pemahaman yang lebih baik terhadap konsep lafadz 'Am dan Khas, diharapkan
umat Islam dapat mendekati Al-Qur'an dengan pengetahuan yang lebih mendalam dan
bimbingan yang lebih baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam.

4
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi dan pengertian lafadz musytarak dalam konteks bahasa Arab dan keilmuan
tafsir Al-Qur'an?
2. Apa pengertian dan konsep lafadz 'Am dan Khas dalam konteks Al-Qur'an?
3. Apa perbedaan antara lafadz 'Am dan Khas dalam tafsir makna Al-Qur'an?
4. Bagaimana lafadz 'Am dan Khas mempengaruhi interpretasi ayat-ayat Al-Qur'an secara
keseluruhan?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Meneliti dan memahami secara mendalam tentang lafadz musytarak, yaitu kata-kata
yang memiliki makna bersama yang tersebar luas di berbagai konteks dalam bahasa
Arab dan Al-Qur'an.
2. Menganalisis perbedaan mendasar antara lafadz 'Am dan lafadz Khas dalam Al-Qur'an
untuk memahami memahami makna yang terkandung dan konteksnya.
3. Menelusuri interpretasi dan penafsiran Al-Qur'an dengan mempertimbangkan lafadz
musytarak, 'Am, dan Khas, serta memahami esensinya terhadap pesan-pesan Islam.
4. Mendorong pemahaman yang lebih mendalam terhadap Al-Qur'an dan meningkatkan
kualitas penafsiran terutama terkait dengan lafadz musytarak, 'Am, dan Khas.
5. Memberikan pemahaman yang benar kepada umat islam bahwa umat Islam memahami
secara benar dan kontekstual pesan-pesan Al-Qur'an yang terkandung dalam lafadz
musytarak, 'Am, dan Khas untuk mengarahkan kehidupan mereka sesuai dengan ajaran
Islam.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat langsung dalam meningkatkan


pemahaman Al-Qur'an, terutama dalam memahami makna-makna yang terkandung
dalam ayat-ayat Al-Qur'an.

5
2. Penelitian ini akan memberikan bimbingan yang berharga bagi umat Islam dalam
praktik keagamaan sehari-hari, memungkinkan mereka untuk mendekati ajaran Islam
dengan pemahaman yang lebih mendalam.
3. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada ilmu tafsir Al-Qur'an dengan
mendalami konsep lafadz musytarak, 'am, dan khas, dan menganalisis dampaknya
dalam tafsir Al-Qur'an.
4. Hasil penelitian ini dapat menjadi kontribusi penting dalam mengembangkan sastra
Islam dengan pemahaman yang lebih akurat dan kontekstual terhadap Al-Qur'an.

Dengan tujuan dan manfaat tersebut, makalah “ Dalalah Lafadz Musytarak, ‘Am dan
Khas” diharapkan dapat memberikan wawasan yang berharga dalam memahami Al-
Qur'an, mendorong praktik keagamaan yang lebih baik, dan memperkaya pemahaman
ilmu tafsir Al-Qur'an.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN BENTUK LAFADZ MUSYTARAK

Al Musytarak merupakan bentuk isim maf’ul dari ‫يشترك إشترك‬, yang mengandung makna
baur dan campur yang tidak diketahu batasan-batasannya. Adapun definisi yang diketengahkan
oleh para ulama’ ushul adalah antara lain:

‫الَّلْفُظ الَو اِح ُد الَّد اُّل َع َلى َم ْعَنَيْيِن ُم ْخ َتِلَفْيِن َأْو َأْكَثَر َد َالَلًة َع َلى الَّس َو اِء ِع ْنَد َأْهِل ِتْلَك الُّلَغ ِة‬

“Satu lafadh (kata) yang menunjukkan lebih dari satu makna yang berbeda, dengan
penunjukan yang sama menurut orang ahli dalam bahasa tersebut ”

Lafadz musytarak dalam ilmu Alquran termasuk pembahasan ilmu tafsir mufrodat.
Dalam al-Itqan, Al-Suyuthi menyebutkan histori awal penulisan ilmu mufrodat Alquran bermula
sepeninggal Nabi SAW. Pada saat itu, Ibnu Abbas duduk di samping ka’bah untuk menjawab
pertanyaan para sahabat yang mengalami kesulitan berkenaan dengan Al-Qur’an. 1 Menurut Al-
Asfahani, menguasai mufrodat Alquran merupakan kemampuan dasar bagi setiap orang yang
ingin menyelami Al-Qur’an, sebagai ilmu dasar bagi ulama dan setiap muslim awam sekalipun. 2

Senada dengan penadapat Abu Bakar Muhammad bin Toyyib dalam bukunya I’jaz
Alquran bahwa suatu keharusan bagi yang ingin menyelami rahasia teks Alquran dan
menyingkap tabirnya harus memulainya dari ilmu mufrodat Al-Quran ini, sebagai fondasi ilmu-
ilmu syariat yang akan dibangun di atasnya.3 Imam Syafi’i juga mengingatkan akan pentingnya
menguasai mufrodat Alquran ini dalam kitabnya al Risalah, bahwa bahasa Arab adalah
perangkat dasar yang tidak bisa dipisahkan dari Alquran. 4 Al-Musytarak al-lafdzi merupakan
bagian dari pengetahuan atau ilmu yang membahas tentang mufradat Al-Qur’an, yaitu sebuah
metode yang menjelaskan arti setiap kata dalam Alquran dari sisi bahasa, mendeskripsikan
makna satu kata dengan makna yang luas dan komprehensif.

1
Jalaluddin Suyuthi, al Itqan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2012) h.6
2
Al-Raghib Asfahani, Mufrodat alfad Alquran (Damaskus: Dar al-Qolam, 2010), h. 55
3
Muhammad bin al-Toyyib, I’jaz Alquran (Kairo: Dar al-Maarif), h. 277.
4
Muhammad bin Idris Syafi’i, al-Risalah: sharah Ahmad Shakir (Beirut: Dar al-Kutub al Ilmiyyah), h. 42.

7
Satu kata banyak terulang dalam Alquran dengan berbagai derivasinya, ia memiliki arti
dan maksud yang berbedabeda sesuai dengan siyaq al-jumlah dan konteks teks tersebut. 5 Ilmu ini
sebagai standarisasi kedalaman ilmu seorang mufasir, memahami satu masalah dari berbagai sisi.
Keagungan mukjizat bahasa Alquran dapat terproyeksikan dari disiplin ilmu ini, satu kata
memiliki banyak arti dan maksud yang berbeda-beda, satu lafadz mengandung dua puluh makna
bahkan lebih, mukjizat yang tidak mungkin dimiliki oleh seorang manusia.

Sebuah riwayat dari Abu Darda menyatakan“Seseorang tidak akan menjadi seorang
faqih sebelum menguasai disiplin ilmu ini, al-musytarak al lafdzi, satu kata dalam Alquran
memiliki banyak sisi makna.6 Dalam ilmu Alquran, al-musytarak allafdzi dikenal dengan
terminologi al-wujuh waal-nadzair,7 termasuk salah satu cabang ilmu tafsir, artinya satu kata
dalam Alquran diulang dalam banyak tempat, memiliki satu akar dan harakat yang sama, tetapi
setiap ayat berbeda maksud dan maknanya, berbeda arti dan isi kandungannya, lafadznya dari
satu akar tetapi makna dan tafsirannya berbeda beda.

Lafadz musytarak sangat urgen dalam ilmu tafsir, kedudukannya laksana teropong bagi
mufasir agar lebih jeli dalam memahami sebuah teks, tidak terjebak pada makna sempit tekstual.
Membantu dalam memahami sebuah ayat, menganalisa berbagai makna yang terkandung,
menguasai satu kata dalam Alquran memiliki word view yang luas terhadap banyak masalah
dalam Alquran.8 Berdasar pada konsepsi ini, al-musytarak al-lafdzi adalah sebuah perangkat
yang harus dimiliki oleh seseorang yang ingin menggeluti tafsir, khususnya makna teks ayat dan
hadis, agar terhindar dari jebakan tekstual literal yang mengurung pada pemahaman sempit dan
parsial.

Memberikan makna yang tepat sesuai maksud siyaq al kalam, menggambarkan makna
yang benar dan jelas sesuai yang diinginkan oleh sebuah teks. Ilmu ini merupakan pisau tertajam
dalam menganalisa dan memaknai sebuah teks, karena merobohkan argumen tekstualis dengan
menggunakan instrumen yang mereka gunakan, mendekontruksi argumen yang dibangun oleh
kaum tekstualis Dzhahiri, Khawarij, klasik maupun kontemporer yang terinspirasi dari
argumentasi mereka
5
Abdul Ali Salim, Ghorib Alquran fi ashri al Rosul wa al-Sohabah wa al-Tabiin (Beirut: Muassasah al-Risalah,
1417), h. 14
6
Munjid, Nur al-Din, al-Musytarak al-lafdzi fi Alquran al-Karim, vol. 1 (Beirut: Dar al-Fikr, 1999), 29
7
al-Zarkasyi, al Burhan fi Ulum al-Qur’an, (Libanon: Dar al-ma’rifah), h.102
8
Munjid, Nur al-Din, al-Musytarak al-lafdzi fi Alquran al-Karim, vol. 1 (Beirut: Dar al-Fikr, 1999), 83

8
Berikut adalah bentuk-bentuk serta contoh dari lafadz Musytarak:

1. Lafadz musytarak dalam bentuk isim

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ِاَذ ا َنَكْح ُتُم اْلُم ْؤ ِم ٰن ِت ُثَّم َطَّلْقُتُم ْو ُهَّن ِم ْن َقْبِل َاْن َتَم ُّسْو ُهَّن َفَم ا َلُك ْم َع َلْيِهَّن ِم ْن ِع َّد ٍة َتْع َتُّد ْو َنَهۚا‬
‫َفَم ِّتُعْو ُهَّن َو َس ِّر ُحْو ُهَّن َسَر اًحا َجِم ْياًل‬

Lafadz ‫ النكاح‬dapat diartikan sebagai akad nikah, dan juga bisa diartikan sebagai hubungan
badan (jima’).

2. Lafadz musytarak dalam bentuk fiil


‫َو اَّلْيِل ِاَذ ا َع ْس َع َۙس‬
Lafadz ‫ عسعس‬pada ayat ini berupa kata kerja yang bisa diartikan sebagai menjelang atau
menghilang
3. Lafadz Musytarak dalam bentuk huruf, seperti pada lafadz ‫ من‬berfaedah macammacam
makna, bisa untuk lil ibtida’ (permulaan) seperti pada ayat al Isra’:1, tab’idl (penjelasan
bagian) seperti pada ayat al Baqarah: 8, lil jinsi (menunjukkan penjelasan jenis) seperti
pada ayat al Hajj;30.

B. PENGERTIAN DAN BENTUK LAFADZ ‘AM

a. Pengertian ‘Am

Al ‘amm secara etimologi berarti merata, yang umum. Sedangkan secara terminologi atau
istilah, Muhammad Adib Saleh mendefinisikan bahwa al ‘amm adalah lafadz yang diciptakan
untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian tiap lafadz itu sendiri tanpa dibatasi dengan
9
jumlah tertentu.

Lafaz amm ini adalah menurut kepada bentuk dari suatu lafadz, di dalam lafadz itu
tersimpul, atau masuk semua jenis yang sesuai dengan lafadz itu. Sebagaimana kita katakan al-
insan (manusia, maka di dalam kata-kata al-insan ini termasuk semua manusia yang ada di dunia
ini,baik manusia itu kecil ataupun besar, baik dia merdeka maupun dia masuk golongan budak,

9
Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2005), 196.

9
baik dia bebas maupun dia terikat. Adakalanya lafadz umum itu ditentukan dengan lafadz yang
telah disediakan untuk itu, seperti lafadz “kullu, jami’u, dan lain-lain.

Maka yang dimaksud dengan ‘amm yaitu suatu lafadz yang dipergunakan untuk
menunjukkan suatu makna yang pantas (boleh) dimasukkan pada makna itu dengan
mengucapkan sekali ucapan saja.seperti kita katakan arrijal, maka lafadz ini meliputi semua laki-
laki. 10

Manna’ Khalil al-Qattan mendefinisikan ‘Amm sebagai berikut yaitu: “lafadz yang
menghabiskan atau mencakup segala apa yang pantas baginya tanpa ada pembatasan”.11

Adapun Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan Amm sebagai berikut yaitu Al-‘Amm ialah
lafadz yang menurut arti bahasanya menunjukkan atas mencakup dan menghabiskan semua satu-
satuan yang ada di dalam lafadz itu dengan tanpa menghitung ukuran tertentu dari satuan-satuan
itu.12

Al-‘amm (keumuman) ialah lafadz yang menunjukkan pengertian yang meliputi seluruh objek-
objeknya seperti:

‫االية‬.… ‫ِاَّن ْاِال ْنَس اَن َلِفْي ُخ ْس ٍر‬

“sesungguhnya manusia itu dalam kerugian….”.(QS. Al Asr:2)

Lafadz Insan adalah umum, yakni menunjukkan pengertian menyeluruh atas semua orang.13

Dari sini bisa disimpulkan bahwa lafadz ‘amm atau umum ialah lafadz yang diciptakan
untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian lafadz itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah
tertentu.

Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan14, sedikitnya ada 6 sigat ‘Amm diantaranya :

10
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1996), 184
11
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, (Bogor: Litera Antar Nusa, Bogor, 2011), 312
12
Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada), 298

13
Muhammad Al-Khudhori Biek, Ushul Fiqih, (Pekalongan: Raja Murah, 1986), 187

14
Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, (Bogor: Litera Antar Nusa, Bogor, 2011) 316.

10
1. Kull, seperti firman Allah :

2. ‫(ُك ُّل َنْفٍس َذ اِئَقُة اْلَم ْو ِت‬ali ‘Imran : 185) dan … ‫(َخ اِلُق ُك ِّل َشْيٍئ‬al-An’am : 102). Searti dengan kull
adalah jami’.

3. Lafaz-lafaz yang di-ma’rifah-kan dengan alyang bukan al-‘ahdiyah.Misalnya : ‫َو اْلَع ْص ِر ِاَّن‬
‫( ْاِال ْنَس اَن َلِفْي ُخ ْس ٍر‬al-‘Asr : 1-2). Maksudnya, setiap manusia, berdasarkan ayat selanjutnya :
‫( ِاَّال اَّلِذ ْيَن َاَم ُنْو ا‬al-Asr : 3). Juga seperti : , ‫(َو َاَح َّل ُهللا ْالَبْيَع‬al-Baqarah : 275) dan ‫َو الَّساِر ُق والَّساِر َقُة‬
‫( …َفاْقَطُعْو ا أْيِدَيُهَم ا‬al-Ma’idah : 38)

4. Isim Nakirah dalam konteks Nafi’ dan Nahi, seperti :

5. ‫( َفَال َر َفَث َو َالُفسْو َق َو َال ِج َداَل ِفي ْالَح ِّج‬al-Baqarah : 197), ‫( َفَال َتُقْل َلُهَم ا ُأِّف‬Al-Isra’ : 23), atau dalam
konteks syarat seperti :

6. ‫( َو ِان َاَح ٌد ِم َن اْلُم ْش ِر ِكْيَن اْسَتَج اَر َك َفَاِج ْر ُه َح تَّى َيْس َم َع َكَالَم ِهللا‬Al-bara’ah : 6)

7. Al-Lati dan Al-Lazi serta cabang-cabangnya. Misalnya : ‫( َو اَّلِذ ْي َقاَل ِلَو اِلَد ْيِه ُأٍّف َلُك َم ا‬al-Ahqaf :
17) maksudnya setiap orang yang mengatakan seperti itu, berdasarkan firman sesudahnya
dalam sigat jamak, yaitu : ‫(ُاوَلِئَك اَّلِذ ْيَن َح َّق َع َلْيِه اْلَقْو ُل‬al-Ahqaf : 18)

8. Semua isim syarat. Misalnya : ‫(َفَم ْن َح َّج ْالَبْيَت َاِو اْعَتَم َر َفَال ُجَناَح َع َلْيِه َاْن َيَّطَو َف ِبِهَم ا‬al-Baqarah : 158)
ini untuk menunjukkan umum bagi semua yang berakal. Dan ‫( َو َم ا َتْفَع ُلْو ِم ْن َخْيٍر َيْع َلْم ُه هللا‬al-
Baqarah : 197) ini untuk menunjukkan bagi yang tidak berakal.

9. Ismul-Jins (kata jenis) yang di-idafat-kan kepada isim ma’rifah. Misalnya ‫َفْلَيْح َذ ِر اَّل ِذ ْيَن‬
‫( ُيَخ اِلُفْو َن َع ْن َأْم ِر ِه‬an-Nur : 63) maksudnya segala perintah Allah. Dan ‫( ُيْو ِص ْيُك ُم هللا فِي َأْو َالِد ُك ْم‬an-
Nisa’ : 11)

11
C. MACAM-MACAM LAFAZH ‘AM DAN PENUNJUKANNYA

Abdul Wahab Khalaf menyimpulkan bahwa menurut hasil penelitiannya terhadap beberapa nash,
telah ditetapkan bahwa al-‘amm itu ada tiga bagian15 :

1. ‘Amm yang tetap dalam keumumannya (Al-‘amm al-baqi ala umumih)

Seperti ‘Amm dalam firman Allah SWT :

‫َو َم ا ِم ْن َد اَّبٍة ِفي ْاَالْر ِض ِاَّال َع َلى ِهللا ِر ْز ُقَها‬

“dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi
rizkinya.” (QS. Hud : 6)

Dan firman Allah :

‫َو َجَع ْلَنا ِم َن ْالمَاِء ُك َّل َشْيٍئ َحِّي‬

“Dan daripada air ,kami jadikan segala sesuatu yang hidup” (QS.Al Anbiya 30)

Di dalam masing-masing ayat tersebut terdapat ketetapan sunnah tuhan yang umum yang
tidak ditakhsiskan atau diganti. Jadi Al-‘Amm yang terdapat dalam dua ayat tersebut, adalah
pasti dalalahnya tentang keumumannya dan tidak mempunyai kemungkinan bahwa yang
dimaksud daripadanya adalah kekhususan.

Contoh lain seperti dicontohkan oleh Manna Khalil al-Qattan misalnya :

 dalam surat An-Nisa’ayat 176 : ‫وهللا َعلَى ُّك ِّل َشْيٍئ َقِد ْيٌر‬.

 Dalam surat Al-Kahfi ayat 49 :‫َو َال َيْظِلُم َر ُّبَك َأَح ًدا‬.

 Dalam surat An-Nisa’ ayat 23 : ‫‘ُحِّر َم ْت َع َلْيُك ْم ُاَّمَهاُتُك ْم‬

Amm dalam ayat-ayat di atas tidak mengandung kekhususan.16

2. (Al-‘amm al-murad bihi al-khusus)

15
Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada) 305

16
Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, (Bogor: Litera Antar Nusa, Bogor, 2011), 317

12
Yaitu ‘amm yang dibarengi dengan qorinah yang dapat meniadakan ketetapan al-‘amm
kepada keumumannya, dan dapat menjelaskan bahwa yang dimaksud daripadanya ialah
sebagian satuannya. Seperti firman Allah :

‫… َو ِهلل َع َلى الَّناِس ِح ُّج ْالَبْيِت َمِن اْسَتَطاَع ِاَلْيِه َس ِبْيًال‬

”mengerjakan haji ke baitullah adalah kewajiban manusia terhadap Allah” (QS. Ali
Imron:97)

Manusia dalam pengertian nash ini adalah ‘am, yang dimaksud dengan itu khusus orang-
orang mukallaf. Karena akal itu (sebuah batasan) yang menetapkan tidak masuknya anak
kecil dan orang-orang gila. Seperti firman Allah :

)۱٢ .: ‫َم اَك اَن ِ َألْهِل ْالَم ِد ْيَنِة َو َم ْن َح ْو َلُهْم ِم َن ْاَالْع َر اِب َأْن َيَتَخ َّلُفْو ا َع ْن َر ُسْو ِل ِهللا (التوبة‬

“tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Baduwi yang berdiam
di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (untuk pergi berjuang) (QS. At-Taubah :
120)

Sepintas lalu difahami bahwa ayat tersebut menunjukkan makna umum, yaitu setiap
penduduk madinah dan orang-orang sekitarnya termasuk orang-orang sakit dan orang-orang
lemah harus turut menyertai Rasulullah pergi berperang.Namun yang dimaksud oleh ayat
tersebut bukanlah makna umum itu, tetapi hanyalah orang-orang yang mampu.17

Contoh lain adalah seperti firman Allah ;

)۱٧۳ : ‫َاَّلِذ ْيَن َقاَل َلُهُم الَّناُس ِاَّن الَّناَس َقْد َج َم ُعْو ا َلُك ْم َفاْخ َش ْو ُهْم َفَز اَد ُهْم ِاْيَم اًنا َو َقاُلْو ا َح ْسُبَنا ُهللا َوِنْع َم ْالَوِكْيُل (ال عمران‬

Maksud an-Nas yang pertama adalah Nu’aim bin Mas’ud, sedang An-Nas kedua adalah
Abu Sufyan. Kedua lafadz tersebut tidak dimaksudkan untuk makna umum.kesimpulannya
ditunjukkan pada ayat sesudahnya ‫ ِاَّنَم ا َذ اِلُك ْم‬sebab syarat dengan ‫ َذ اِلُك ْم‬hanya menunjukkan
kepada satu orang tertentu.

1. ‘Amm yang di khususkan (Al-‘amm al-makhsus)

17
Satria Effendi, M. Zein Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media, 2005), 199

13
yaitu‘amm al-Muthlaqyang dibarengi dengan qorinah yang dapat meniadakan
kemungkinan mentakhsisnya, dan tidak pula merupakan qorinah yang dapat meniadakan
dalalahnya atas umum. Seperti kebanyakan nash yang di dalamnya terdapat sighot umum,
adalah digeneralkan dari qorinah-qorinah berupa akal atau lafadz, atau urf (kebiasaan) yang
dapat menentukan umum atau khusus. Ini jelas umum sampai ada dalil yang
mentakhsisnya.Seperti : ‫“َو اْلُم َطَّلَق اُت َيَتَر َّبْص َن‬perempuan-perempuan yang dijatuhi talak itu
menahan diri atau menunggu” .dalam membedakan antara, al-‘am yang dimaksudkan
dengan itu al-khusus dan al-amm al-makhsus, imam asy-Syaukani berkata : Al-‘amm yang
dimaksudkan dengan itu al-khusus ialah bukan umum. Seperti khitab-khitab taklif yang
umum. Maka yang dimaksud dengan al-amm di sana ialah khususnya orang-orang yang
menjadi objek taklif. Karena akal merupakan batasan yang menghendaki memperkecualikan
bukan mukallaf.18

‘Amm macam ini banyak ditemukan dalam Quran sebagaimana akan dikemukakan nanti.
Contohnya, ayat 97 surat ali Imran :

‫َو ِهلل َعلَى الَّناِس ِح ُّج اْلَبْيِت َمِن اْسَتَطاَع ِاَلْيِه َس ِبْيًال‬

D. PENGERTIAN KHASH DAN TAKHSIS

Khos adalah bentuk asal dari kata kerja ‫ خص‬, yang secara bahasa adalah tertentu atau
khusus.19 Dan secara istilah adalah lafaz yang tidak dapat menerima dua arti ataupun lebih 20,
sehingga makna yang dimaksud dari lafaz khos ini, merupakan makna yang sudah tertentu
yang diambil dari makna yang umum. Atau bias dikatakan bahwa lafaz khos adalah lafaz
yang tidak bias memperoleh dua makna atau lebih dengan tanpa membatasi makna lafaz itu
sendiri.21

18
Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada) 306

19
Akhmad Sya‟bi, Kamus Al-Nur: Arab-Indonesia, (Surabaya: Halim Surabaya,1997), h. 53.
20
Ahmad bin Muhammad Al-Dimyathi, Al-Dimyathi: Hasyiyah AlWaraqat Fii Ushul Al-Fiqh, karya Imam
Jalaluddin Al-Mahali, Syarah Waraqat, karya Abu Al-Ma‟ali „Abd Al-Malik bin Yusuf bin Muhammad AlJuwaini
Al-Iraqi Al-Syafi‟I, (Surabaya: Sahabat Ilmu, tt.), h. 12
21
Muhammad bin Ahmad bin „Abd Al-Baari Al-Dali, Al-Kawakibu Al-Dariyyah: Syarah Mutammimah Al-
Ajrumiyyah, Juz I, karya Muhammad bin Muhammad bin Dawud Al-Sonhaji atau Ibnu Ajrum, (Surabaya: Hidayah
tt.), h. 12.

14
Menurut jumhur ulama telah bersepakat bahwa lafadz Khas ini dalam nash syara’
menunjuk kepada dalalah qath’iyah. Artinya setiap lafadz tersebut tidak ada qarinah yang
menunjukkan kepada makna lain, maka hukumnya tetap qath’i.

Takhsis (‫ ) تخصيص‬adalah bentuk masdar dari Khossoso ( ‫ )خصص‬yang bermakna Khos (


‫ )خص‬yang secara etimologi adalah menentukan atau mengkhususkan. Dan secara
terminology adalah memperpendek makna atau hukumnya lafaz ‘aam pada sebagian
satuanya.22 Dengan gambaran bahwa fungsi takhsis adalah menentukan makna lafaz ‘aam
ditetapkan menjadi hukum. Juga perlu jadi catatan, untuk lafaz yang ditakhsis (dikhususkan)
dalam hakikatnya bukan lafaznya, namun makna yang timbul dari lafaz ‘aam tersebut. Yang
secara majas antara lafaz yang ditakhsis adalah lafaz ‘aam masih berhubungan dalam
penetapan hukum.

E. BENTUK-BENTUK TAKHSIS

Mukhassis diartikan sebagai lafaz yang dapat memberikan faedah takhsis, adalah konotasi lain
dari takhsis, dibagi menjadi Dua:

1. Mukhassis Muttasil

Yaitu takhsis yang tidak berdiri sendiri, dimana ‘am dan mukhashishnya tidak

dipisah oleh suatu hal. Mukhashshis muttashil ini dibagi menjadi lima macam,

yaitu:

a. Istisna’ (pengecualian)

Yaitu mengecualikan lafaz\ „aam dengan menggunakan adat/alat istitsna‟.

b. Sifat

Yaitu lafaz yang mengikuti menjadi sifat, dan menjelaskan terhadap lafaz\ yang dikuti.

c. Syarat
22
Imam Tajuddin „Abd Al-Wahab Ibn Al-Subuki, Al-Jawaami, h. 2.

15
Yaitu lafaz\ yang dapat berfaedah apabila bersambung dengan lafaz\ yang lain, dan harus ada
jawab yang kembali kepada z\atnya lafaz\ yang menjadi syarat.

d. Ghayah

Yaitu lafaz yang menjadi akhir (penghabisan) dari lafaz ‘aam yang mendahuluinya, dan lafaz
tersebut masuk dalam kandungan lafaz ‘aam sebagai tolok ukur dari makna yang
dikandung lafaz ‘aam itu.

e. Badal ba’da min kull (mengganti sebagian dari keseluruhannya)

Yaitu lafaz pengganti yang mengandung arti sebagian dari bentuk lafaz yang mempunyai arti
umum.

2. Mukhashish Munfashil

Mukhashish munfashil adalah kebalikan dari Mukhashish muttashil, di mana

antara ‘am dengan Mukhashshish dipisahkan oleh suatu hal, sehingga antara

keduanya tidak di sebutkan dalam satu kalimat.23

Contoh Ayat Khas Dalam Al-Qur’an

1. Lafadz tersebut menyebutkan tentang nama seseorang, jenis, golongan, atau nama

sesuatu, seperti contoh :

‫محمد ّرسول هللا والذين معه أِش َّد اُه على الُك ّفار‬

“Muhammad itu adalah Rasul Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah orang-
orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…”(Qs Al Fath, 48:29)Lafadz Muhammad
pada ayat tersebut adalah lafadz khas, karena hanya menunjukkan satu pengertian, yaitu Nabi
Muhammad Saw.

2. Lafadz tersebut menyebutkan jumlah atau bilangan tertentu dalam satu kalimat.

Seperti dalam firman Allah:


23
Terjemah Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Syaikh Manna’ Al-Qaththan, oleh H.Aunur Rafiq El-mazni, Lc. MA,
PUSTAKA AL-KAUTSAR, Penerbit Buku Islam Utama, h.278-279

16
‫والمطلقات يتربصن بانفسهن ثالثة قروء‬

“dan wanita-wanita yang di talak (oleh suaminya) hendaklah ia menahan diri (menunggu)
selama tiga kali quru”.(Qs Al Baqarah : 228).

Ayat diatas menjelaskan bahwa iddah seorang wanita yang ditalak suaminya adalah tiga kali
quru’. Lafadz tsalatsah pada ayat tersebut merupakan lafadz khas, karena menyebutkan tentang
jumlah atau bilangan tertentu.

3. Lafadz tersebut di batasi dengan suatu sifat tertentu atau diidhafahkan. Seperti firman
Allah Swt :

‫وما كان لمؤمٍن أن ّيقتل إال خطأ ومن قتل مؤمنا خطأ فتحرير رقبٍة مؤمنة‬

“dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin karena tersalah, maka (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman.” (Qs. An Nisa :92).24

24
Syafi’i Karim. Fiqh-Ushul Fiqh. (Bandung: Pustaka Setia, 1997),h. 166

17
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam makalah ini, telah dijelaskan mengenai perbedaan antara lafadz musytarak ('am)
dan lafadz khas dalam bahasa Arab. Lafadz musytarak ('am) Merujuk pada kata-kata yang
memiliki makna umum dan dapat digunakan dalam berbagai konteks dan objek. Sebaliknya,
lafadz khas Merujuk pada kata-kata dengan makna yang lebih spesifik atau terbatas, mengacu
pada sesuatu yang memiliki atribut atau karakteristik tertentu.

Pemahaman perbedaan antara kedua jenis lafadz ini memiliki pengaruh penting dalam
berbagai konteks, termasuk tafsir Al-Qur'an, hukum Islam (fiqh), praktik ibadah, dan interpretasi
konteks sejarah. Memahami lafadz musytarak dan khas membantu memperkaya interpretasi dan
makna dalam bahasa Arab, serta memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap
teks-teks suci Al-Qur'an dan hadis.

B. SARAN

1. Disarankan untuk memperluas pemahaman tentang lafadz musytarak ('am) dan lafadz
khas dengan membaca teks-teks Arab yang beragam, baik kontemporer maupun klasik.
Pengembangan perluasan dan penggunaan kata-kata dalam konteks yang tepat akan
memperkaya pengetahuan tentang perbedaan antara kedua jenis lafadz.
2. Dalam upaya untuk mendalami pengetahuan tentang bahasa Arab dan penggunaan lafadz
musytarak dan khas, disarankan untuk melakukan kajian lebih lanjut melalui buku-buku
khusus bahasa Arab, tafsir Al-Qur'an, serta karya-karya ilmiah terkait. Ini akan
membantu mengasah pemahaman dan penerapan konsep ini dalam konteks yang lebih
luas.
3. Berlatih menerapkan pengetahuan tentang lafadz musytarak dan khas dalam percakapan
sehari-hari, membaca teks Arab, dan mendalami ajaran Islam adalah cara yang efektif
untuk memperkuat pemahaman. Diskusi kelompok atau kegiatan kelas yang melibatkan
pemahaman dan penerapan konsep ini juga dapat membantu memperdalam pengetahuan.

18
4. Untuk memahami lebih lanjut dan mendapatkan penjelasan yang lebih rinci tentang
konsep lafadz musytarak dan khas, disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli bahasa
Arab, ilmu tafsir, atau ulama yang memiliki keahlian dalam bahasa Arab dan studi Islam.
Hal ini akan membantu dalam memecahkan keraguan dan memperoleh wawasan yang
lebih mendalam.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M. b. (n.d.). Syarah Mutammimah Al-Jurumiyyah. Surabaya: Hidayah.


al-Asfahani, R. (2010). Mufrodat al-Qur'an. Damaskus: Dar al-Qolam.
Al-Dimyati, A. b. (n.d.). Hasyiyah Al-Waraqat Fii Ushul Al-Fiqh. Surabaya: Sahabat Ilmu.
al-Qattan, M. K. (2011). Studi Ilmu-Ilmu al-Qur'an. Bogor: Litera Antar Nusa.
al-Toyyib, M. b. (n.d.). I'jaz al-Qur'an. Kairo: Dar al-Ma'arif.
Bakry, N. (1996). Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Biek, M. a.-K. (1986). Ushul Fiqh. Pekalongan: Raja Murah.
Effendi, S., & Zein, M. (2005). Ushul Fiqh. Jakarta: Prenada Media.
Idris, M. b. (n.d.). al-Risalah. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Karim, S. (1997). Fiqh-Ushul Fiqh . Bandung: Pustaka Setia.
Khallaf, A. W. (n.d.). Kaidah Kaidah Hukum Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Manjid, N. (1999). al-Musytarak fi al-Qur'an al-Karim. Beirut: Dar al-Fikr.
Rafiq, A. (n.d.). Terjemah Pengantar Studi al-Qur'an. Penerbit Buku Islam Utama.
Salim, A. A. (1417). Ghorib al-Qur'an fi Ashri Rosul wa al-Sohabah wa al-Tabiin. Beirut:
Muassasah al-Risalah.
Suyuthi, J. (2012). al Itqan fi Ulum al-Qur'an. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Sya'bi, A. (1997). Kamus al-Nur: Arab-Indonesia. Surabaya: Halim Surabaya.
Tajuddin, I. (n.d.). Al Jawaami.

20
21

Anda mungkin juga menyukai