Tarekat Syadziliyah
1. Sejarah
Tarekat Syadziliyah adalah tarekat yang dipelopori oleh Syekh Abul Hasan
Asy Syadzili. Silsilah keturunannya mempunyai hubungan dengan orang-orang
keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dan dengan demikian berarti juga keturunan
Siti Fatimah anak perempuan dari Nabi Muhammad SAW. Al-Syadzili sendiri pernah
menuliskan silsilah keturunannya sebagai berikut : Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar
bin Yusuf bin Ward bin Bathal bin Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad bin
Hasan bin Ali bin Abi Thalib.1
Dia lahir di Gumahara, dekat Ceuta (saat ini Maroko) pada tahun 573 H. Dimasa-
masa selanjutnya, ia pergi dari Maroko untuk ber-uzlah di Tunisia Afrika tempat ia
mendapatkan nisbah-nya. Ditempat tersebut, ia secara berkala berceramah, mengajar
serta berdiskusi dengan para ulama dan sufi. Ceramah dan pengajarannya
mendapatkan sambutan baik dari masyarakat disana, tetapi ada juga beberapa ulama
fiqih yang merasa iri dan kemudian mereka memfitnahnya. Karena hal tersebut,
Syadzilli dan pengikutnya mengalami penganiayaan yang sangat pedih. Karena
kondisi yang tidak memungkinkan, akhirnya beliau dan pengikutnya meninggalkan
Tunisia.
Setelah meninggalkan Tunisia, ia memutuskan untuk mengungsi ke Mesir
bersama pengikutnya. Di Mesir ia mendapat sambutan baik dari masyarakat umum
maupun para ulama besar. Pada akhirnya, Syadzilli mengambil Mesir sebagai pusat
penyebaran ajaran-ajarannya, menjadi sufisme yang besar dan terbentuk dalam suatu
tarekat yang dikenal sebagai Tarekat Syadziliyah. Tarekat ini mewakili tradisi tasawuf
maghrib dan terkenal dengan hizib-hizibnya.
Sepeninggalannya, ia digantikan oleh Syaikh Abul Abbas al-Mursi
sebagai pemimpin tarekatnya. Yang juga dipegangnya sampai ia
meninggal dunia di Iskandariyah tahun 686 H. Ia digantikan salah seorang
muridnya, asal Mesir, Ibnu Athaillah as-Sukandari (al-Iskandari). 2
2. Pokok Ajaran
Hizb (doa dan dzikir) yang diajarkan Tarekat Syadziliyah di antaranya adalah Hizb
al-Syifa, Hizb al-Kahfi atau al-Autad, Hizb al-bahr, Hizb al-Baladiyah atau
Bithatiyah, Hizb al-Barr, Hizb al-Mubarak, Hizb al-Salama, Hizb al-nur, dan
Hizb al-Hujb. Hizb-hizb tersebut tidak boleh diamalkan oleh semua orang,
kecuali hizb tersebut telah mendapatkan izin/ijazah dari mursyid atau
1 Abu Bakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat, Ramadani, Solo, Cetakan Kedua, 1984, hlm. 275