Anda di halaman 1dari 15

PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI MASA UTSMAN BIN

AFFAN DAN ALI BIN ABU THALIB


Dosen Pengampu : Ali Akbar, M.Ag

DISUSUN OLEH:
1. Malik Aldiansyah (0204212116)
2. Riska Nurajijah Pane (0204212111)
3. Saffana Zhafirah Abas (0204212059)
4. Utami Riska Nita (0204212104)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa atas berkat
dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Makalah tentang
PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI MASA UTSMAN BIN AFFAN DAN
ALI BIN ABU THALIB pada tahun ajaran 2022 ini tepat pada waktunya tanpa
halangan suatu apapun.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang.

Medan, 20 Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

1.1. Latar Belakang...................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.............................................................................2

1.3. Tujuan................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3

2.1. Masa Peradaban Islam pada masa Khalifah Usman bin Affan.........3

2.2. Pemerintahan Usman bin Affan (644-656 M/23-35 H)....................5

2.3. Masa Peradaban Islam pada masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib....11

2.4 Keadaan Umat Muslim pada masa Ali............................................12

2.5 Kebijaksanaan Politik pada masa Ali..............................................13

BAB III PENUTUP.............................................................................................14

3.1. Kesimpulan ...................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat kita
akan membangun masa depan. Sekaitan dengan itu kita bisa tahu apa dan
bagaimana perkembangan islam pada masa lampau. Namun kadang kita
sebagai umat islam malas untuk melihat sejarah. Sehingga kita cenderung
berjalan tanpa tujuan dan mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada
di masa lalu. Disinilah sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa
silam terjadi sebuah kisah yang patut kita pelajari untuk merancang serta
merencanakan matang-matang untuk masa depan yang lebih cemerlang
tanpa tergoyahkan dengan kekuatan apapun.

Perkembangan Islam pada zaman Nabi Muhammad saw dan para


sahabat adalah merupakan agama Islam pada zaman keemasan, hal itu bisa
terlihat bagaimana kemurnian Islam itu sendiri dengan adanya pelaku dan
factor utamanya yaitu Rasulullah saw. Kemudian pada zaman selanjutnya
yaitu zaman para sahabat, terkhusus pada zaman khalifah empat atau yang
lebih dikenal dengan sebbutan khulafaurrasyidin, Islam berkembang
dengan pesat. Hal itu tentunya tidak terlepas dari para pejuang yang sangat
gigih dalam mempertahankan dan juga dalam menyebarkan islam sebagai
agama Tauhid yang diridhai.

Perkembangan Islam pada zaman inilah merupakan titik tolak


perubahan peradaban kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para
sejarawan mencatat bahwa islam pada zaman Nabi Muhammad dan
Khulafaurrasyidin merupakan islam yang luar biasa pengaruhnya. Namun
yang terkadangmenjadi pertanyaan adalah kenapa pada zaman sekarang ini
seolah kita melupakannya. Akan tetapi, perjalanan islam tidak akan
terlepas dari figure Muhammad saw dan para penerusnya yakni Al-
Khulafa Ar-Rasyidin,tabi’in dan para pemikir ekonomi, baik masa
pemerintahan Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Ustman Bin Affan, dan Ali
bin Abi Thalib

4
1.2. Rumusan Masalah
1. Siapakah sosok Khulafaur Rasyidin?

2. Bagaimanakah peradaban Islam pada masa Khalifah Utsman bin

Affan?

3. Bagaimanakah peradaban Islam pada masa Khalifah Ali bin Abi

Thalib?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui sosok Khulafaur Rasyidin.

2. Mengetahui peradaban Islam masa Khalifah Utsman bin Affan.

3. Mengetahui peradaban Islam masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

5
BAB II
PEMBAHASAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Masa Peradaban Islam pada masa Khalifah Usman bin Affan
Usman bin Affan berasal dari keluarga Bani Umayyah. Bapaknya
bernama Affan bin Abil Ash bin Umayyah bin Abdisyam bin Abdul Manaf.
Ibunya bernama Urwa, puteri dari Albaidhak binti Abdul Muthallib bin
Hasyim bin Abdul Manaf. Usman adalah Khalifah ketiga dari Islam setelah
Nabi Muhammad SAW. Dzul-Nurain. Adalah gelar kehormatannya. Dia
termasuk Bani Umayyah puak dari kaum Quraish. Ini adalah puak dimana,
setelah periode Khalifah awal, mendapat kedudukan dalam kekaisaran Islam
dan memegang tongkat kepemimpinan selama sekitar satu abad. Abu Suyfan,
yang berkali kali memimpin kaum Quraish dan kabilah lain dalam perang
melawan Nabi dan akhirnya masuk islam pada saat jatuhnya kota Mekkah.
Usman enam tahun lebih muda dibanding Nabi Muhammad SAW. Sejak
kecil Usman selalu lurus dan jujur. Ketika tumbuh dewasa, usman berdagang
dan menjalankan bisnis yang berkembang baik. Dia menikmati penghargaan
khusus atas integritasnya dan bersahabat dengan abu bakar. 1

Dengan demikian, dari jalur ibu, Usman mempunyai turunan Bani


Hasyim, yang merupakan keluarga Nabi Muhammad Saw. Usman memeluk
Islam atas ajakan Abu Bakar As-Shiddiq. Usman bin Affan juga menikah
dengan Ruqayah, puteri Nabi Muhammad Saw. Setelah Ruqayah meninggal,
Usman dinikahkan dengan puteri Nabi Muhammad yang lain, yaitu Ummu
Kalsum. Karena itu kaum Muslimin kemudian memberi gelar Usman dengan
Dzun-Nurain (orang yang memiliki dua cahaya).

Usman bin Affan lahir di Thalif tahun 574 M. Ia naik sebagai khalifah
pada usianya yang ke-70, usia yang sudah tua. Usman bin Affan menjabat
khalifah selama dua belas tahun, yaitu dari 644-656 M, dan meninggal pada
usia 82 tahun. Usman meninggal dalam suatu tragedi pemberontakan yang
tidak menyukai kepemimpinannya. Peristiwa ini merupakan pemberontakan
pertama dalam tubuh umat Islam. Dalam sejarah Islam peristiwa terbunuhnya
Usman ini dikenal sebagai al-Fitnah al-Kubra (fitnah besar) yang pertama.

Usman bin Affan menggantikan posisi Umar bin Khaththab sebagai


khalifah ketiga setelah sebelumnya dilakukan musyawarah oleh dewan syura

1
Ali, Maulana Muhammad, Early Caliphate (Jakarta : Darul Kutubil Islamiyah, 2007) hlm.159
6
yang terdiri dari enam orang sahabat yang ditunjuk oleh Umar. Enam orang
tersebut adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah,
Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqas, dan Abdurrahman bin Auf.
Dikatakan bahwa ketika musyawarah itu berlangsung, Abdurrahman bin Auf
mengajukan saran yang berbunyi: “Siapa di antara kita yang rela
mengundurkan diri dari pencalonan?”. Dia sendiri menyatakan pengunduran
dirinya. Sikapnya itu diikuti oleh tiga orang lainya, yaitu Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa’ad bin Abi Waqas.

Dengan demikian tinggal ada dua calon saja untuk posisi khalifah, yaitu
Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Sejarah mencatat bahwa tiga tokoh
lainnya beserta kedua calon itu sama-sama rela menunjuk Abdurrahman bin
Auf untuk menetapkan pilihan terakhir dan memberinya kesempatan untuk
mempertimbangkan sebaik-baiknya. Abdurrahman bin Auf kemudian
melakukan kontak pribadi dengan para tokoh Madinah. Setelah melakukan
kontak pribadi dengan banyak tokoh, akhirnya pilihannya jatuh kepada
Usman bin Affan. Keputusan itu menuai kritik dari pihak Ali, karena
Abdurrahman bin Auf adalah ipar dari Ustman bin Affan. Keduanya sama-
sama dari keluarga Umayyah, sedangkan Ali bin Abi Thalib dari keluarga
Hasyim. Tetapi Abdurrahman berdalih bahwa keputusannya berdasarkan
suara terbanyak dari penduduk Madinah dan bukan karena yang lain. Ali bin
Abi Thalib akhirnya ikut melakukan bai’at terhadap Khalifah Usman bin
Affan. Segera setelah naik menduduki jabatan khalifah, Usman bin Affan
menulis instruksi kepada para gubernurnya. Usman antara lain menekankan
bahwa Allah memerintahkan agar para pemimpin bertindak sebagai pamong
bagi rakyat, dan bukan sebagai pengutip pajak. Ia pun memerintahkan agar
dalam mengelola urusan masyarakat, para gubernur memenuhi hak-hak
rakyat, baik yang beragama Islam maupun yang tidak beragama Islam. 2

2.2. Pemerintahan Usman bin Affan (644-656 M/23-35 H)


Pemerintahan Usman bin Affan berlangsung selama dua belas tahun.
Pada masa awal kekuasaannya, pemerintahannya berjalan lancar, tak ada
kekhawatiran yang mengancamnya. Dikatakan oleh para ahli sejarah, bahwa
pada enam tahun pertama masa kekhalifahannya umat Islam merasa puas
dengan pemerintahannya. Pada masa ini tidak ada keluhan, terutama dari
Bani Hasyim, yang menjadi pesaing politiknya.

Dalam mengatur administrasi, Usman bin Affan tidak mengubah


pemerintahan yang diterapkan oleh Umar bin Khaththab. Usman tetap
menjalankan sistem syura (musyawarah) dalam pemerintahannya. Usman pun
bersikap adil seperti halnya Khalifah Umar. Sejak awal pemerintahannya,
Usman memberikan tunjangan tambahan kepada rakyatnya. Ia pun
2
Marzuki, Pendidikan Agama Islam, Hal 138.
7
memberikan keleluasaan kepada pemuka- pemuka kaum Muslimin untuk
keluar dari Madinah. Dengan demikian, pada masa enam tahun pertama ini
segalanya berjalan lancar dan stabil. Pada paruh terakhir atau enam tahun
kedua dari masa kekhalifahannya mulai muncul perasaan tidak puas dan
kecewa di kalangan umat Islam terhadap dirinya.

Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan


pendahulunya. Khalifah Umar bin Khaththab lebih memperlihatkan
kehidupan yang sederhana. Tetapi pada masa Khalifah Usman bin Affan,
kehidupan yang beraroma kemewahan dan kesenangan lebih nampak. Ini
mungkin disebabkan karena faktor kehidupan Usman yang sejak awal
memang termasuk orang kaya. Usman pernah berkata: “Saya sungguh tidak
makan dari harta kaum Muslimin, saya makan dari harta saya sendiri. Anda
tahu, di kalangan Quraisy sayalah yang terkaya dan yang paling beruntung
dalam perdagangan”. Salah satu faktor yang menyebabkan kekecewaan
sebagian umat Islam pada paruh kedua dari kepemimpinannya adalah
kebijaksanaannya yang bercorak nepotisme. Usman banyak mengangkat
pejabat-pejabat tinggi negara yang berasal dari lingkungan keluarganya. Di
antaranya yang paling menonjol adalah peran yang dimainkan oleh Marwan
bin Hakam. Disebutkan bahwa sekalipun yang menjabat khalifah adalah
Usman, tetapi yang menjalankan roda pemerintahan adalah Marwan bin
Hakam.

Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan


penting pemerintahan, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu.
Usman tidak dapat berbuat banyak dalam menghadapi ambisinya. Dia juga
tidak bisa bersikap tegas terhadap kesalahan bawahannya. Harta kekayaan
negara dibagikan kepada segenap anggota keluarganya tanpa dapat
dikontrolnya.3 Kesalahannya hanyalah karena Usman terlalu toleran dan
terlalu mempercayai karib kerabatnya yang menjadi pejabat negara yang
kemudian menyalahgunakan kepercayaan itu hingga mereka menyimpang
dari disiplin yang ditetapkan oleh Abu Bakar dan Umar secara terus menerus
baik terhadap diri sendiri maupun bawahan mereka.4

Kekecewaan terhadap pemerintahan Usman bin Affan memuncak


dengan adanya gelombang protes dari beberapa wilayah yang menuju
Madinah. Gelombang protes yang datang dari Mesir berjumlah 500 orang,
dipimpin oleh al-Ghafiqi bin Harrab al-Akiki. Tujuan mereka adalah untuk
meminta khalifah meletakkan jabatan. Gerakan yang sama datang dari Kufah,
dengan jumlah 500 orang, di bawah pimpinan Abdullah bin Asham al-Amiri.

3
Marzuki, Pendidikan Agama Islam, Hal 139 – 140
4
Quthb, Muhammad, Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam? (Jakarta : Penerbit Buku Andalan,
1995), Hal 148
8
Pada saat yang sama berangkat pula rombongan dari Basrah, berjumlah 500
orang, di bawah pimpinan Hurkush bin Zuhair al-Saadi.

Ketika usaha untuk melakukan pendekatan dengan cara damai


menemui jalan buntu, dengan serta merta para demonstran ini menyerbu ke
dalam rumah Usman bin Affan. Dikatakan bahwa al-Ghafiqi memukul
Khalifah Usman bin Affan dengan sebilah besi mengenai kepalanya, sehingga
mengalirkan darah. Pada waktu subuh malam kejadian, Khalifah Usman
akhinya menghembuskan nafasnya sambil memeluk al-Quran. Peristiwa
terbunuhnya Usman bin Affan oleh kaum pemberontak dalam sejarah Islam
dikenal sebagai al-fitnah al-kubra. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa
pada masanya tidak ada kegiatan-kegiatan penting5.

Pada masa Usman, wilayah kekuasaan Islam bertambah dengan dapat


dikuasainya Azerbaijan, Arminiyah, Sabur, Afrika Selatan, Undulus (Spain),
Cyprus, Persia, dan Tabristan.6 Dia juga telah berhasil membangun armada
angkatan laut untuk menghadapi tentara Romawi. Ketika Usman bin Affan
naik sebagai khalifah, yang pertama disampaikan kepada kaum Muslimin
adalah rencana perluasan Masjid Nabawi.

Usman menambah perluasan Masjid secara besar-besaran.


Pemerintahan Usman juga berjasa dalam membangun bendungan untuk
menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia
juga berhasil membangun jalan-jalan, jembatan, masjid. Beberapa hal lain
yang bercorak keagamaan, dilakukan pula pada masa Usman. Pada masa
Khalifah Usman bin Affan untuk pertama kalinya kewajiban pembayaran
zakat diserahkan kepada pribadi-pribadi dan tidak ditangani pemerintah. Pada
masanya pula untuk pertama kalinya mendahulukan khatbah daripada shalat
baik pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.7
Akhirnya, yang monumental dari Usman bin Affan adalah pembukuan
al-Quran, sehingga al-Quran yang beredar sekarang dikenal dengan sebutan
Mushhaf Usmani. Khalifah Usman meminta mengumpulkan naskah Alquran
yang disimpan Hafsah binti Umar,8 naskah ini merupakan kumpulan tulisan
Alquran yang berserakan pada masa pemerintahan Abu Bakar. Khalifah
Usman kemudian membentuk suatu badan atau panitia pembukuan Al-quran,
yang anggotanya terdiri dari: Zaid bin Sabit sebagai ketua panitia dan
Abdullah bin Zubair serta Abdurrahman bin Haris sebagai anggota. Tugas
yang harus dilaksanakan adalah mengumpulkan lembaran-lembaran lepas

5
Marzuki, Pendidikan Agama Islam, Hal 139 - 140
6
Muhammad Yusuf Al-Kandahlawy, Sirah Sahabat, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur, hlm. 223.
7
Marzuki, Pendidikan Agama Islam, Hal 139 - 140
8
Philip K. Hitti, History of the Arabs, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002), edisi revisi ke-
10, hal. 154
9
dengan cara menyalin ulang ayat-ayat Al-quran ke dalam sebuah buku yang
disebut mushaf.

Usman menginstruksikan agar penyalinan berpedoman kepada bacaan


mereka yang menghafal Alquran, seandainya terjadi perbedaan dalam
pembacaan, maka yang ditulis adalah yang berdialek Quraisy (Arab). Salinan
Alquran dengan nama al-Mushaf, oleh panitia diperbanyak menjadi lima
buah. Sebuah tetap berada di Madinah, dan empat lainnya dikirimkan ke
Mekah, Suriah, Basrah, dan Kufah.9 Naskah salinan yang tetap di Madinah
disebut Mushaf al-Imâm.

Pada saat ini umat Islam sudah tersebar luas, mereka memerlukan
pemahaman Alquran yang mudah dimengerti dan mudah di jangkau oleh
alam pikirannya. Peranan hadis atau sunnah Rasul sangat penting untuk
membantu dan menjelaskan Alquran. Lambat laun timbullah bermacam-
macam cabang ilmu hadis.Tempat belajar masih di kuttab, di masjid atau
rumah-rumah.10 Pada masa ini tidak hanya Alquran yang dipelajari tetapi
Ilmu Hadis dipelajari langsung dari para sahabat Rasul. Langkah
pengumpulan mushaf ini merupakan salah satu langkah meneruskan jejak
khalifah pendahulunya untuk menyusun dan mengkodifikasi ayat-ayat Al-
Quran dalam sebuah mushaf. Dengan demikian, pembukuan Al-Quran pada
masa khalifah Usman itu memberikan kebaikan seperti :

1. Menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf yang seragam ejaan


dan tulisannya.

2. Menyatukan bacaan,

3. Menyatukan tertib susunan surat-surat, sesuai yang diajarkan oleh


Rasullah.11

2.3. Masa Peradaban Islam pada masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Ali adalah Khalifah Islam yang ke empat juga sepupu Nabi Muhammad
SAW, dan juga sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW. Dia adalah putera
Abu Thalib, yaitu paman Nabi Muhammad SAW., setelah kakeknya wafat
Abdul Muthalib ia dibesarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Ia datang dari
puak Bani Hasyim yang dipandang paling terhormat diantara kabilah Quraish.
Nabi Muhammad SAW juga termasuk dalam golongan yang sama. Fungsinya
9
Khaldun, Ibn, Muqaddimah, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2000), Cetakan Kedua. hal 142
10
Soekarno, dan Ahmad Supardi, 2001. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam
(Bandung: Angkasa.) Hal 65 – 67
11
Nurhamzah, M.Ag, Bahan Ajar Sejarah Islam ( Bandung, 2017), Hal 33
10
dari golongan ini sangat tinggi yaitu sebagai penjaga Rumah Suci Ka’bah.
Dan karena inilah Bani Hasyim dipandang dengan kehormatan khusus
diseluruh jazirah. ‘Ali dilahirkan pada tahun ke tiga belas ‘Am al-Fil yaitu
tahun Gajah, sepuluh tahun sebelum Kenabian.12

Pada saat Kenabian, ‘Ali hanyalah seorang remaja yang berusia sepuluh
tahun. Sejak kecil ia dibesarkan di rumah Nabi. Maka dia mengenalnya
sangat baik dalam segala sesuatu tentangnya. Karenanya termasuk beberapa
orang yang paling awal memeluk Islam. Beberapa orang bahkan berpendapat
bahwa ia adalah orang pertama yang masuk ke dalam barisan tetapi fakta
yang diakui bahwa kehormatan itu jatuh ke tangan Khadijah. Setelahnya
barulah Abu Bakar, Zaid bin Harits dan ‘Ali. Meskipun hanya sekedar
seorang anak laki-laki pada waktu masuk Islam, ‘Ali menunjukan
kegairahannya dalam menyiarkan keimanan. Suatu kali Nabi mengundang
kerabatnya dalam pesta, idenya adalah untuk memberi mereka risalah Islam.
Ketika makan malam selesai, beliau berpidato kepada orang-orang didalam
pesta tersebut. “siapa antara kalian kalau”, katanya “yang maju ke depan
berikrar sendiri denganku dan karenanya menjadi teman dan saudaraku?”
Saat itu semuanya teteap berdiam diri. ‘Ali sendiri yang bangun dan
menyerahkan dirinya demi membela keimanan. Dia seorang anak kecil,
namun kelak pemuda ini ditakdirkan akan menjadi suatu menara dalam
kekuatan Islam.13

2.4 Keadaan Umat Muslim pada masa Ali


Terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan ditangan kaum pemberontak
pada 17 Juni 656 ( 18 Dzulhijjah 35 H ). banyak sahabat yang sedang
mengunjungi wilayah-wilayah yang baru ditakhlukkan. Diantaranya Thalhah
bin Ubaidikkah dan Zubair bin Awwam. Ali yang kemudian dipilih menjadi
Khalifah pengganti Usman. Lalu kegiatan pendidikan banyak mengalami
hambatan dari berbagai pihak yang berbeda-beda kepentingan. Yang dimulai
dari pengikut Usman menuntut balas dendam atas kematian Usman dan
mengajukan Mu’awiyah sebagai Khalifah karena saat itu munculnya rasa
tidak puas dikalangan sahabat terhadap Ali yang menunda pengusutan
terhadap pembunuhan Usman Bin Affan. Menghadapi situasi Negara yang
tidak stabil lantaran adanya perlawanan dari beberapa kelompok, termasuk
dari Muawiyah yang ketika itu menjabat sebagai gubernur Syam ( Suriah ).14

12
Marzuki. Pendidikan Agama Islam. Hlm 141
13
Ali, Maulana Muhammad, Early Caliphate (Jakarta : Darul Kutubil Islamiyah, 2007)
hlm. 230
14
Marzuki. Pendidikan Agama Islam. Hlm. 142
11
Muawiyah yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Usman,
menginginkan supaya pembunuhan Usman diadili, namun Mu’awiyah
menganggap Ali tidak memiliki niat untuk melakukan pengusutan tersebut,
sehingga gubernur Suriah itupun memberontak terhadap sang Khalifah.

Menanggapi pemberontakan Mu’awiyah, langkah pertama yang diambil


Ali adalah mencoba menyelesaikan masalah secara damai yakni dengan
mengirimkan utusannya ke Suriah. Lalu ia menginginkan Negosiasi, namun
proses Negosiasi tersebut tidak membuahkan hasil, sehingga Ali memutuskan
untuk memadamkan pemberontakan Mu’awiyah ke jalan perang.15 Ketika
pasukan Ali dan Mu’awiyah bertemu di wilayah Shiffin, kedua pihak
mengambil posisi siaga. Namun, sebelum perang kedua kubu mengirim
utusannya masing-masing untuk melakukan perundingan dengan harapan
pertempuran bisa dihindari.16

2.5 Kebijaksanaan Politik pada masa Ali

Situasi politik demikian sedang rumit sehingga di setiap usaha untuk


mengangkat pedang terhadap orang-oran ini akan membahayakan perdamaian
bagi seluruh kekaisaran. Namun dengan mengambil beberapa pemikiran yang
ditangkap dari Mu’awiyah akhirnya ia memutuskan mengganti semua
gubernur. Mughirah menasehatinya agar tidak mengambil langkah ini, dan
pertama ia menasehati yaitu membiarkan rakyat secara proklamasi
menerimanya sebagai Khalifah. Kemudian ia akan bisa memerintahkan
perubahan apapun yang dianggapnya pantas di antara para gubernur.

Tugas pertama yang dilakukan oleh khalifah Ali ialah menghidupkan


cita-cita abu Bakar dan Umar, menarik semua tanah dan hibah yang telah
dibagikan oleh Ustman kepada kaum kerabatnya ke dalam kepemilikan
negara. Ali juga segera menurunkan semua gubernur yang tidak disenangi
rakyat. Ustman bin Hanif diangkat menjadi penguasa Basrah menggantikan
Ibnu Amir,dan Qais bin Sa’ad dikirim ke Mesir untuk menggantikan
gubernur oleh Abdullah.17

Ketika kekhalifahan dipegang oleh khalifah Ali, pusat pemerintahan


tetap berpusat di Madinah. Namun keluarga Utsman telah memulai tradisi
baru dalam sistem pemerintahan Islam, yaitu mendirikan kekhalifahan
15
Ali, Maulana Muhammad, Early Caliphate. Jakarta : Darul Kutubil Islamiyah, 2007. hlm. 250
16
Syalabi, A. Sejarah dan kebudayaan islam.
17
Abu Su’ud, Islamologi, Asdi Mahasatya, Jakarta, hlm. 60
12
Umayah sebagai tandingan, yang berpusat di Damaskus. Ini adalah awal
munculnya gejela ashobiyah atau pemerintahan dinasti. Di samping itu,
sebuah tradisi baru dalam proses suksesi telah dimulai pula, yaitu dengan
makar dan pembunuhan politik.18

Menurut Thabani yang dikutip oleh Syalaby (1982:284-296) setelah Ali


di baiat menjadi Khalifah, ia mengeluarkan dua kebijaksanaan polituk yang
sangat radikal, yaitu :

1. Memecat kepala daerah angkatan Usman dan menjadikan


Gubernur baru.

2. Mengambil kembali tanah yang dibagi-bagikan Usman kepada


keluarga dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah.Otonomi luas,
nyata, dan bertanggung jawab.19

Menanggapi kebijakan yang dilakukan oleh Ali, ada yang berpendapat


bahwa kebijaksanaan Ali itu terlalu radikal dan kurang persuasive, sehingga
menimbulkan perlawanan politik dari Gubernur khurusnya Gubernur Syiria
( Bani Ummayyah ) yang tidak mau tunduk pada Khaifah Ali, terbukti ia
menolak kehadiran Gubernur yang baru di angkat oleh Ali.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

18
Abu Su’ud, Islamologi, Asdi Mahasatya, Jakarta, hlm. 62.
19
Ali, Muhammad Maulana, Early Caliphate. Hlm. 243
13
Khalifah ketiga adalah Utsman bin Affan. Nama lengkapnya adalah
Utsman bin Affan bin Abil Ash bin Umayyah dari suku Quraisy.Ia
mendapatkan julukan Zun Nurain, artinya yang memiliki dua cahaya,
karena menikahi dua putrid Nabi secara berurutan setelah yang satu
meninggal.

Keadaan umat Islam tatkala Utsman diangkat menjadi khalifah


Antara lain: Menguasai negara Persia secara sempurna, Tentara Romawi
berhasil diusir dari Syam dan Mesir, Menghukum segala bentuk kezaliman
dan membedakan bentuk masyarakat, Kaum Muslim dan Non Muslim
dapat hidup dengan tenang karena islam menjamin kebebasan beragama
mereka.

Pada masa pemerintahannya perluasan Islam tekah mencapai Asia


dan Afrika, seperti daerah Heart, Kabul, Ghazni, dan Asia Tengah, juga
Armenia, Tusnisia, Cyprus, Rhodes dan bagian yang tersisa dari Persia
dan berhasil berhasil menumpas pemberontakan yang dilakukan orang
Persia. Roda pemerintahan Utsman tidak jauh berbeda dengan Umar.
Pemegang kekuasaan tertinggi ada di tangan khalifah dan pelaksanaan
tugas tugas eksekutif di pemerintahan pusat di bantu oleh pejabat
sekretaris negara yakni Marwan bin Hakam. Adapun kekuasaan legislative
dipegang oleh Dewan Penasehat atau Majelis Syura.

Karya monumental khalifah Utsman selama menjabat sebagai


pemimpin umat islam waktu itu adalah pembukuan Mshaf Al-Qur’an,
yang kemudian dikenal dengan nama Mushaf Utsmani.

Ali adalah putra Abi Thalib bin Abdul Munthalib. Ia adalah sepupu
Nabi Muhammad yang kemudian menjadi menantunya karena menikahi
putri Nabi yakni Fatimatuz Zahra. Orang yang pertama kali membai’at Ali
adalah Thalhah bin Ubaidillah, kemudian diikuti oleh Zubair bin Awwam
dan Sa’ad bin Abi Waqash. Kemudian di ikuti oleh banyak sahabat dari
Muhajirin dan Ansor. Adapun usaha-usaha beliau selama memerintah
antara lain : Menarik kembali semua tanah yang dibagikan oleh Khalifah
Utsman kepada kaum kerabatnya, lalu mengembalikannya ke Negara,
Mengganti semua gubernur yang tidak disenangi rakyat, Penumpasan para
pemberontak, Memindahkan pusat pemerintahan ke Kufah,

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Kandahlawy, Muhammad Yusuf. Sirah Sahabat. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Ali, Maulana Muhammad. 2007. Early Caliphate. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah.
Khaldun, Ibn. 2000. Muqaddimah. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Marzuki. 2009. Pendidikan agama islam. Yogyakarta: Sang Media.
Munir Amin, Samsul. 2010. Sejarah peradaban Islam. Jakarta: Sinar Grafika
Offcet.

Nur Hakim, Muhammad. 2004 Sejarah Dan Peradaban islam. Malang:


Universitas Muhammadiyah Malang.

Nurhamzah, M.Ag. 2017. Bahan Ajar Sejarah Islam. Bandung.


Philip K. Hitti. 2002. History of the Arabs edisi revisi ke-10. Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta.
Quthb, Muhammad. 1995. Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam? Jakarta:
Andalan.
Soekarno, dan Ahmad Supardi. 2001 Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam.
Bandung: Angkasa.
Su’ud, Abu. Islamologi, Jakarta : Asdi Mahasatya.
Supriyadi, Dedi. 2008 Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Syalabi, A. 2003. Sejarah dan kebudayaan islam. Jakarta: PT pustaka al husna
baru, yang diterjemahkan Prof. DR. H. Mukhtar Yahya.

15

Anda mungkin juga menyukai