Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH DAN SUMBER HUKUM AJARAN TASAWUF

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah: Akhlaq Tasawuf

Dosen Pengampu: Drs. Agus Sholeh, M. Ag.

Oleh

1.

2.

3.

4.

5.

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2016
I. LATAR BELAKANG

Indonesia termasuk salah satu wilayah di belahan dunia yang memiliki kepercayaan
dan agama yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Di antara banyaknya ajaran -ajaran
yang terdapat di dalam agama Islam antara lain membahas tentang Akhlak Tasawuf. Akhlak
Tasawuf juga termasuk khazanah intelektual Muslim yang kehadirannya hingga saat ini
semakin dirasakan dan dibutuhkan. Secara historis dan teologis Ahklak Tasawuf tampil
mengawal dan memandu perjalanan hidup umat agar selamat dunia dan akhirat. Sebagaimana
tujuan utama Rasulullah ke bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.

Semua manusia ciptaan Allah hendaklah memiliki akhlak mulia seperti yang telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Adapun pada zaman modern seperti sekarang, kita
dihadapkan pada berbagai masalah terutama masalah akhlak dan moral yang cukup serius.
Yang apabila dibiarkan dan tak ada yang peduli maka akan menghancurkan masa depan
bangsa. Maka dari itu dalam mempelajari Tasawuf, kita harus mengetahui sejarah dan
perkembengan ilmu tersebut dari masa ke masa serta memahami sumber hukum ilmu tasawuf.

II. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana sejarah dari Ilmu Tasawuf dalam Islam?
2. Bagaimana perkembangan tasawuf dalam Islam di abad 1-7 Hijriah?
3. Apa sumber hukum dari Ilmu Tasawuf?
III. PEMBAHASAN
1. Sejarah Munculnya Tasawuf

Timbulnya tasawuf dalam Islam bersamaan dengan munculnya agama Islam itu sendiri.
Yaitu semenjak Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul bagi segenap umat manusia dan
seluruh alam semesta. Fakta sejarah juga menunjukkan bahwa pribadi Muhammad sebelum
diangkat menjadi Rasul telah berulang kali melakukan tahannuts dan khalwat di gua Hiro,
untuk mengasingkan diri dari masyarakat kota Mekah yang sibuk dengan urusan keduniaan.

Kehidupan Nabi seperti itu dikenal sebagai hidup kerohanian yang bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Corak kehidupan kenabian inilah yang dijadikan
pedoman dalam hidup kerohanian sesudahnya sebagai materi dalam tasawuf. Tasawuf
merupakan ajaran yang diikuti oleh orang sufi, di mana sufi itu dianggap penganut Islam yang
memisahkan kehidupan dunia dan akhirat.
Sufi itu memiliki konotasi religius yang khas, yang dipakai dalam wacana yang terbatas
untuk menyebutkan mistik yang dianut oleh para pemeluk Islam. Sekitar tahun 800 M dikaitkan
dengan bahasa Yunani, istilah sufi itu mengandung makna yang lebih luhur dan memancarkan
kesahajaan. Namun, hingga sekarang masih sering terjadi perbedaan pendapat tentang asal-
usul sufi itu. Meskipun demikian, sebagian sufi berpendapat bahwa kata sufi berasal dari
Bahasa Arab yang artinya kemurnian. Sehingga seorang sufi diartikan sebagai insan yang
murni atau orang yang terpilih. Namun, menurut Noldeke dalam salah satu artikelnya
mengartikan bahwa sufi itu berasal kata suf (bahasa Arab) yang artinya bulu domba. Istilah
itulah yang pertama kali diperkenalkan kepada orang Islam yang hidup seperti bertapa
(aksetis).

Tasawuf kurang tepat disebut sebagai ilmu empiris, logis, rasional, dan sistematis karena
mereka tidak bisa mentransformasikan ilmunya kepada orang lain. Lebih tepatnya tasawuf
merupakan kumpulan pengalaman yang mengadakan komunikasi dengan Nur Ilahi yang penuh
dengan rasa dan terwujud dalam berbagai bentuk kehidupan yang menjauhi kemewahan dan
menghabiskan waktu beribadah kepada Allah, rindu untuk bertemu dengan Allah.1

2. Perkembangan Tasawuf abad ke 1-7 Hijriah


Perkembangan tasawuf abad ke 1-2 Hijriah dapat dibagi ke dalam empat aliran.
1. Aliran Madinah

Sejak masa awal, di Madinah telah muncul para sufi. Mereka kuat berpegang teguh pada
Al-Quran dan As-Sunnah, dan menetapkan Rasulullah SAW sebagai panutan kezuhudannya.
Para sahabat dalam kehidupannya selalu mencontoh kehidupan Rasulullah SAW yang serba
sederhana dan hidupnya hanya hanya diabadikan kepada Tuhannya. Para sahabat tersebut
adalah sbb:

1) Abu Bakar Ash-Shidiq (w. 13 H)

Abu Bakar pada mulanya adalah seorang saudagar Quraisyi yang kaya. Setelah masuk
Islam, ia menjadi seorang yang sangat sederhana dengan memberikan seluruh harta
bendanya di jalan Allah. Diriwayatkan bahwa enam hari dalam seminggu, Abu Bakar selalu
dalam keadaan kelaparan.

1
Prof. Dr. H. Risan Rusli, M.A., Tasawuf dan Tarekat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), cet. Ke-1 ,
hlm. 9-11
Diceritakan pula bahwa Abu Bakar hanya memiliki sehelai pakaian. Ia berkata Jika
seorang hamba begitu dipesonakan oleh hiasan dunia, Allah SWT membencinya sampai
meninggalkan hiasan itu. Oleh karena itu Abu Bakar memilih takwa sebagai pakaian. Ia
selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan ibadah dan zikir.2

2) Umar bin Khaththab (w. 23H)

Umar bin Khaththab merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW terdekat dan khalifah
kedua Al-Khulafa Ar-Rasyidiun. Ia termasuk orang yang tinggi kasih sayangnya terhadap
sesama manusia. Ketika menjadi khalifah, ia selalu mengadakan pengamatan secara langsung
terhadap rakyatnya. Diceritakan bahwa setiap malam, ia pergi berkeliling mengamati keadaan
rakyatnya. Ia khawatir apabila ada di antara mereka yang menglami kesulitan, seperti sakit atau
kelaparan.

3) Utsman Bin Affan (w. 35 H)

Utsman merupakan khalifah ketiga dan sahabat yang sangat berjasa pada periode awal
pengembangan Islam, baik pada saat Islam dikembangkan secara sembunyi-sembunyi maupun
secara terbuka. Sebelum masuk Islam, Utsman bin Affan dikenal sebagai pedagang besar dan
terpandang. Kekayaannya berlimpah ruah. Setelah masuk Islam, dengan penuh kerelaannya, ia
menyerahkan sebagian besar hartanya untuk perjuangan Islam dan membela orang-orang
miskin yang teraniaya. Adapun dalam kesehariannya, ia selalu hidup sederhana.

4) Ali bin Abi Thalib (w. 40 H)

Ali merupakan khalifah keempat dan orang perama yang masuk Islam dari kalangan
anak-anak, sepupu Nabi SAW yang kemudian menjadi menantunya. Ayahnya Abu Thalib bin
Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abd Manaf adalah kakak kandung ayah Nabi SAW, Abdullah
bin Abdul Muthalib. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abd Manaf. Sewaktu
lahir ia diberi nama Haidarah Oleh ibunya, kemudian diganti Ali oleh ayahnya.

Ali dikenal sangat sederhana dan zahid dalam kehidupan sehari-hari tampak perbedaan
dalam kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai khalifah.

5) Abu Dzar Al-Ghifary (w. 22 H)

Ia adalah seorang sufi yang selalu mengamalkan ajaran zuhud yang telah dirintis oleh
Abu Bakar dan Umar. Ia lebih senang memilih cara hidup miskin dan tidak pernah merasa

2
Harun Nasution, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), jilid 5, hlm. 79
menderita apabila ditimpa cobaan. Bahkan, ia sangat menerima berbagai macam cobaan dari
Allah SWT karena menganggap bahwa cobaan itu merupakan perhatian Tuhan terhadapnya.
Oleh karena itu, setiap kali merasa dicoba oleh Allah SWT, ia mengucapkan kalimat syukur
dan tahmid.

Uraian ini menjelaskan bahwa aliran Madinah berpegang pada teguh pada asketisme dan
ke-rendahatian Nabi Muhammad SAW. Selain itu aliran ini tidak terpengaruh oleh perubahan-
perubahan sosial yang berlangsung pada masa dinasti Amamiyah, dan prinsip-prinsipnya tidak
berubah sekalipun mendapat tekanan dari penguasa.

2. Aliran Bashrah

Louis Masssignon mengemukakan bahwa pada abad kesatu dan kedua Hijriah terhadap dua
aliran asketisme Islam yang menonjol, yaitu Bashrah dan Khufah. Di antara tokoh sufi yang
menonjol dari aliran Bashrah.

a) Al-Hasan Al-Bashry (22 H 110 H)

Nama lengkapnya adalah Al-Hasan bin Abi Al-Hasan Abu Said. Dia dilahirkan di
Madinah pada tahun 21 H/264 M dan meninggal di Basrah pada tahun 110 H/ 728 M. Ia
adalah putra Zaid bin Sabit, seorang budak yang tertangkap di Maisan, kemudian menjadi
sekretaris Nabi Muhammad SAW. Ia memperoleh pendidikan di Basrah. Ia sempat
bertemu dengan sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW, termasuk tujuh puluh di antara
mereka adalah yang turut serta dalam perang Badar.3

Ia mendapatkan ajaran tasawuf dari Huzaifah bin Al Yaman, sehingga ajaran itu
memengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari sehingga ia dikenal
sebagai ulama sufi yang sangat dalam ilmunya tentang rahasia-rahasia yang terkandung
ajaran Islam dan sangat menguasai ilmu batin.

Dasar pendirian Al-Basri adalah zuhd terhadap dunia, menolak segala kemegahannya,
hanya menuju kepada Allah SWT, tawakal, khauf, dan raja. Janganlah semata-mata takut
kepada Allah SWT, tetapi ikutilah ketakutan dengan pengharapan. Takut akan murka-
Nya, tetapi mengharap rahmat-Nya.4 Kemudian kita harus meninggalkan kenikmatan
dunia karena hal itu merupakan hijab (penghalang) dari keridaan Allah SWT.

3
Asmaran A.S., Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, hlm. 258-259
4
Hamka, Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984, hlm. 76
3. Aliran Kuffah

Aliran Kuffah bercorak idealistis, menyukai hal-hal aneh dalam nahu, imajinasi dalam
puisi, dan harfiah dalam hadis. Mereka cenderung pada aliran Syiah dan Murjiah. Itu terjadi
karena Syiah adalah aliran kalam yang pertama kali muncul di Kuffah. Di antara tokoh-
tokohnya adalah Sufyan ats-Tsaury, Ar-Rabi bin Khatsim, Said bin Jubair, Thawus bin
Khisan.

4. Aliran Mesir

Di antara tokoh-tokoh sufi aliran Mesir abad pertama Hijriah adalah Slim bin Atar At-
Tajibi (w. 75 H), Abdurrahman bin Hujairah (w. 69 H), Nafi (w. 117 H), Al-Laits bin Saad
(w. 175 H), Hayah bin Syuraih (w. 158 H), dan Abdullah bin Wahab (w. 197 H).

Pada abad pertama Hijriah, ulama-ulama tasawuf hanya berada di beberapa kota yang tidak
jauh dari kota Madinah, seperti kota Mekah, Kuffah, Basrah, dan kota-kota kecil lainnya. Akan
tetapi, pada abad kedua Hijriah, ulama-ulama tersebut sudah menyebar ke berbagai negeri di
wilayah kekuasaan Islam. Kalau pada abad pertama istilah sufi masih kurang dikenal oleh
masyarakat Islam, kecuali yang dikenalnya dengan memberikan nama kepada ahli zuhud.

3. Perkembangan Tasawuf pada Abad Ketiga Hijriah

Pada abad ketiga Hijriah, terlihat adanya peralihan konkret pada asketisme Islam. Para
asketis masa itu tidak lagi dikenal dengan gelaran tersebut, tetapi lebih dikenal dengan sebutan
sufi. Mereka pun cenderung memperbincangkan konsep-konsep yang sebelumnya tidak di
kenal, misalnya tentang moral, jiwa, tingkah laku, pembatasan arah yang harus ditempuh jalan
menuju Allah SWT yang dikenal dengan istilah tingkatan (maqam) dan keadaan (hal), makrifat
dan metode-metodenya, tauhid, fana, penyatuan atau hulu.

Dapat dikatakan bahwa abad abad ketiga adalah abad awal mula tersusunnya ilmu tasawuf
dalam arti yang luas. Selain itu karakteristik tasawuf, sebagaimana telah dikemukakan, mulai
tampak jelas. Kondisi ini tetap berlangsung sampai abad keempat sehingga tasawuf kedua abad
ini bisa dipandang sebagai tasawuf yang perkembangannya telah mencapai kesempurnaan.

Menurut At-Taftazani terdapat dua aliran tasawuf pada abad kedua dan abad keempat.
Pertama, aliran para sufi yang pendapat - pendapatnya moderat (tasawuf suni). Kedua, aliran
para sufi yang terpesona oleh keadaan keadaan fana (tasawuf semifilosofis).
Tokoh tokoh sufi yang terkenal pada abad ini antara lain: Abu Sulaiman Ad-Darani,
Ahmad bin Al-Hawary Ad-Damasqiy, Dzu An-Nun Al-Misri, Abu Yazid Al-Bustami, Junaid
Al-Baghdadi dan Al-Hallaj.

Anda mungkin juga menyukai