Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Hadits Menurut Joseph Schacht


Disusun guna memenuhi tugas :
Mata Kuliah : Pemikiran Hadits Orientalis
Dosen Pengampu : Hasan Suaidi, M.S.I

Disusun Oleh :
M. Saifuddin Fahmi 2031113013
Nur Iman 2031113014
Iqramah 2031113017
Feni Artika Sari 2031113018

Prodi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Jurusan : Ushuluddin

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

PEKALONGAN

2016

1
Pendahuluan

A. Latar belakang
Pergulatan wacana studi hadits di barat berkembang sangat signifikan.
Pengembangan dari ”teori baru” di barat merupakan hasil dari tingginya
mobilitas orientalis dalam merekontruksi nilai epistemologi mereka yang
terus terakselerasi dengan progresif. Hal ini dilihat dari akar sejarah yang
cukup kuat dari tradisi studi hadits dikalangan orientalis, perkembangan yang
Berawal dari Ignaz Goldziher hingga orientalis generasi akhir semacam
Harald Motzki.1
Bangunan epistemologi orientalis yang dikatakan sesuai dengan konteks
sosial budaya, politik dan ilmu pengetahuan turut membantu dalam
melancarkan studi hadits di barat. Hal tersebut dibenarkan oleh Amin
Abdullah sebab faktor-faktor tersebut ikut andil dalam pengkajian kembali
teks-teks keagamaan.2 Diantara mereka terdapat orientalis asal Jerman yang
melakukan kajian keislaman dengan sangat mendalam. Joseph Schacht,
sarjana barat kenamaan ini berkonsentrasi penuh terhadap kajian hukum
Islam yang dianggapnya menarik untuk dilakukan penelitian ilmiah.
Untuk menilai historisitas sebuah hadits, sarjana non-muslim
menggunakan metode dating yang mereka kembangkan sendiri. Setidaknya
terdapat empat metode dating yang terlah digunakan oleh sarjana non-muslim
terhadap hadits. Pertama, dating berdasarkan analisis matan. Kedua, dating
berdasarkan analisis sanad. Ketiga, dating berdasarkan kitab-kitab hadits.
Keempat, dating berdasarkan sanad dan matan. metode kedua dan ketiga
adalah model kajian yang dilakukan oleh Joseph Schacht. 3 Yang mana ia
melakukan kritik sanad dengan meneliti pada kitab hadits dan kitab fiqh yang
baginya perlu dilakukan. Pada bagian pembahasan berikut ini akan dijelaskan
mengenai pemikiran Joseph Schacht mengenai Hadits.

1
Luthfi Rahmatullah, Epistemologi Studi Hadits Orientalis: Studi Komparasi Antara Joseph
Schacht dan Harald Moztki, (Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2015), hlm. 9
2
Ibid., hlm. 11
3
Kamaruddin Amin, Menguji kembai keakuratan metode kritik Hadits, (Jakarta: Hikmah, 2009),
hlm. 85

2
Pembahasan

A. Biografi Joseph Schacht


Joseph Schacht, merupakan tokoh orientalis utama dari Eropa dan
Amerika yang memiliki keahlian khusus di bidang fiqh Islam, ia banyak
melakukan elaborasi besar pada kajian keislaman terutama dibidang hukum
Islam.4 Ia merupakan salah satu orientalis berdarah Jerman yang terlahir dari
seorang ayah bernama Edward Schacht, seorang katolik Roma dan guru di
sekolah luar biasa(SLB) sedangkan ibunya bernama Maria Kohr. Schacht
lahir di Rottbur(Silesia; sekarang Polandia, Raciborz) pada 15 maret 1902,
tepat di seberang perbatasan dari zechoslovakia. ia dibesarkan dan tinggal
selama delapan belas tahun disana. Menurut Ahmad Minhaji dalam
disertasinya, amat disayangkan tidak terdapat cukup informasi mengenai
kegiatan Schacht selama kehidupan awal di kota kelahirannya tersebut hingga
ia menginjak usia delapan belas tahun. Disebutkan, bahwa Schacht lahir
dalam keluarga dengan suasana keagamaan dan pendidikan yang kuat,
sehingga memberinya kesempatan untuk akrab dengan ajaran agama Kristen
dan juga bahasa ibrani dari usia dini.5
Perjalanan dalam mengkaji agama Islam bermula di Universitas Prusla dan
Lepzig dengan konsentrasinya pada kajian Filologi Klasik, Teologi dan
bahasa-bahasa timur. Ia menyelesaikan studi pertamanya tersebut sampai
pada tahun 1923. Lalu di universitas Frayburg(wilayah barat daya Jerman)
Schacht mulai mengajar dan menjadi guru besar di sana pada tahun 1929. Di
tahun 1932 ia pindah ke Universitas Kingsburg dan dua tahun berikutnya ia
diundang untuk mengajar fiqh, bahasa arab, dan bahasa suryani di Universitas
Kairo fakultas sastra. Ketika terjadi Perang Dunia II tahun 1939 berhenti
mengajar di kairo dan hijrah ke London dan bekerja di radio BBC London,

4
Jeanette Wakin, Remembering Joseph Schacht, (Cambridge: ILSP Harvard, 2003), hlm. 1
5
Ach. Minhaji, Joseph Schacht contribution’s to the Study of Islamic Law, (Canada: McGill
University, 1992), hlm. 4, Tesis Pascasarjana tidak diterbitkan.

3
inggris.6 Sejak itu ia mulai melancarkan perlawanan terhadap pemeritahan
Nazi. Di inggris pada tahun 1943 ia menikah dengan seorang wanita bernama
Louise Isobel Dorothy, putri dari Joseph Coleman.
Schacht tidak pernah kembali ke tempat kelahirannya yaitu Jerman hingga
berhentinya perang di tahun 1945. Seletah itu ia mendapat gelar Magister
agamnya di Universitas Oxford sekaligus menyelesaikan program
doktoralnya di sana tahun 1952,7 disertasinya mengkaji tentang bagian-bagian
translasi dan ulasan dari al-Khassaf, kitab al-Hiyal wa al-Makhalij. Di Oxford
inilah Schacht banyak melakukan penyempurnaan terhadap karya-karyanya.8
Dua tahun kemudian Schacht meninggalkan Inggris menuju ke Belanda dan
menetap di Universitas Leiden hingga tahun 1959 sebagai professor bahasa
arab, di kampus ini ia mempelajari pemikiran C. Snouck Hourgronje secara
intensif hingga berakhirnya ia tinggal disana. Dimusim semi di tahun
kedatangannya di Belanda, ia kembali berhijrah ke New York dan menjadi
profesor bahasa Arab di Universitas Columbia. Setelah tugasnya usai di
universitas tersebut ia berniat untuk kembali ke inggris bersama istrinya dan
melanjutkan kembali penelitian ilmiah. Namun sayang sekali rencana-rencana
ilmiahnya yang sempat disiapkan sejak di New York tidak dapat
terealisasikan disebabkan ia secara tiba-tiba Schacht mengalami pendarahan
di otaknya dan meninggal dunia pada tahun 1969 dirumahnya New Jersey.
Dua puluh tahun lebih Schacht mengerjakan banyak karya dan
menyelesaikan beberapa tugas yang menyenangkan dirinya. Ia sempat
menjadi editor di penerbit ensiklopedi Islam, dan juga dalam sebuah asosiasi
bersama para pakar, ia terposisikan sebagai pendiri dan mejadi editor pada
penerbit terkenal ”Studia Islamica” yang masih terbit hingga sekarang.9
Dalam kajian keislaman Schacht memiliki banyak karya yang terbagi ke

6
Abdurrahman Badawi, Mawsu’ah al-Mustasyriqun, Eds. Terj. Amrouni Drajad, (Yogyakarta,
LkiS, 2003), hlm. 364
7
ibid., hlm. 364
8
Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), Hlm. 158-159
9
Ibid., hlm. 170-171

4
dalam beberapa disiplin ilmu khusus seperti fiqh,10 teologi, sejarah, ilmu
pengetahuan, serta filsafat Islam dan pada kajian manuskrip-manuskrip arab.
Ia meneliti manuskrip yang ada di Istanbul, Kairo, Fas dan tunisia yang
kemudian Kajiannya tersebut dimuat di beberapa majalah dimana ia
melakukan penelitian itu. Tulisan yang dihasilkan oleh Joseph Schacht juga
tidak sedikit, misalkan dalam kajian fiqh terdapat al-Khosaf: al-Hiyal wa al-
Makharij, dan pada kajian teologi ia menulis Der Islam.
Namun kecenderungan dalam mengkaji Islam Schacht menonjol pada
bidang fiqh, karya utamanya dalam bidang ini adalah “The origins of
Muhammadan Jurisprudensial” yang diterbitkan di Oxford tahun 1950.
Schacht merupakan orientalis yang sangat teliti dan cermat mengemukakan
hasil kajian ilmiah tentang berbagai macam Madzhab fiqh dan permasalahan
yang muncul disekitar fiqh secara umum,11 dalam bukunya tersebut Schacht
membahas bagaimana perkembangan teori hukum Islam yang lingkupnya
juga menyinggung banyak tentang kajian Hadits, dimana paling banyak ia
menjelaskannya pada bagian ketiga dan keempat dalam bukunya.

B. Pemikiran Joseph Schacht Dalam Kajian Hadits


Kajian hadits yang dilakukan oleh Schacht bukanlah bentuk penolakan
yang pertama kali dilakukan, tokoh-tokoh orientalis sebelumnya seperti Alois
Sprenger, Goldziher, Margoliouth, Joseph Horovitz dan beberapa orientalis
lainnya juga menolak akan keotentikan Hadits Nabi saw.12 Sampai pada
akhirnya diterbitkan sebuah Buku bertajuk “The origins of Muhammadan
Jurisprudence” yang merupakan salah satu karya fundamental dari Schacht
dengan pokok pembahasannya ilmu fiqh. Akan tetapi disebabkan dalam buku
tersebut membahas kajian sejarah maka tentu dibahas pula mengenai
historisitas Hadits. Dalam kajian hadits, ia lebih banyak mengkritik tentang

10
Salah satu dari hasil kajiannya yaitu buku An Introduction to Islamic Law (Pengantar Hukum
Islam) yang menyuguhkan tentang pembahasan sejarah dan garis-garis besar system hukum Islam.
Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam, Eds. Terj. Joko Supomo (Bandung: Nuansa, 2010), hlm.
11.
11
Abdurrahman Badawi, Op.Cit., hlm. 364-367
12
Syamsuddin Arif, Orientalis & Diabolisme Pemikiran, (Jakarta: Geme Insani, 2008), hlm. 28-30

5
sanad hadits, Di sisi lain Schacht juga melakukan kritik terhadap matan
hadits, ia membuat trobosan baru dalam melakukan kritik matan.
Secara metodologis Sumber rujukan yang digunakan oleh schacht dalam
penelitiannya mengacu pada kitab al-Umm dan ar-Risalah yang ditulis oleh
Imam asy-Syafi’i kemudian dikomparasikan dengan kitab al-Muwattha yang
ditulis oleh Imam Malik, dan iambil dari tokoh lain seperti Abu Yusuf dan
asy-Saibani Dengan menggunakan pendekatan historis untuk menelusuri
kondisi historis, sosial, dan politik. Metode Schacht dalam penelitiannya
menggunakan metode kritik sejarah dengan pola kritik sumber, dan kerangka
teori yang digunakan oleh Schacht bertumpu pada penanggalan(dating) yakni
kapan, siapa dan dimana dengan berdasarkan sanad dalam kitab-kitab
hadits.13
Jika melihat model penelitiannya demikian maka tidaklah mengherankan
jika kritikannya dalam kajian hadits begitu tajam dengan menyatakan bahwa
hadis adalah buatan para sarjana abad kedua dan ketiga Hijriah, karena pada
masa sebelumnya hadis-hadis belum terkodifikasikan dengan baik. Dan
sanad-sanad hadis adalah sanad palsu yang sengaja dibuat oleh periwayat
untuk menyandarkannya kepada Nabi. Bernard Lewis menyebut metode
Schacht dengan “historical and sosiological”. Schacht juga menyatakan
bahwa kajian yang telah dilakukannya dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran
para pendahulunya, seperi Ignaz Goldziher dan Margoliouth.14 Dalam
penelitiannya, terdapat enam poin kesimpulan dari argumentasi Schacht, yaitu
sebagai berikut.
1. Sistem isnad baru dimulai pada awal abad kedua Hijriyah, atau
setidaknya, pada akhir abad pertama Hijriyah.
2. Isnad dipergunakan/dicantumkan dalam hadits dengan cara yang sangat
ceroboh oleh orang-orang yang mengaitkan teorinya kepada para
pendahulu (Projecting Back).

13
Luthfi Rahmatullah, Op.Cit., hlm. 300-301
14
Muhammad Idsris Mas’udi, Kritik Atas Proyek Kritik Sanad Joseph Schacht: Kajian Orientalis
al-Quran dan Hadits, (jakarta: UIN syarif hidayatullah, 2012), Hlm. 132-133

6
3. Isnad ditingkatkan dan diciptakan secara bertahap yang mulanya
merupakan mata rantai yang tidak lengkap.
4. otoritas tambahan diciptakan pada Imam Syafi’I untuk mencapai tujuan
pengembalian hadits pada satu sumber.
5. rangkaian sanad adalah sesuatu yang palsu begitu juga materi/matan yang
ada di dalamnya.
6. keberadaan periwayat yang umum pada mata rantai menunjukkan bahwa
hadits-hadits berasal dari masa periwayat tesebut.15

Konsep pemikiran J. Schacht dalam bidang Hadits tergolong sangat


menarik jika dibandingkan dengan orientalis sebelumnya, begitu juga bila
menengok dari hasil kajiannya yang banyak mencetuskan teori-teori baru dan
menginspirasikan peneliti selanjutnya. Dalam tulisan ini, fokus kajian hadits
yang dilakukan oleh J. Schacht klasifikasinya merujuk pada tesis yang ditulis
oleh Arif Chasanul Muna yang berjudul Orientalis dan kajian sanad. Yang
mana dikelompokkan ke dalam empat bagian. Pertama, Perkembangan
konsep sunnah dan hadits. Kedua, Asal muasal kandungan matan. Ketiga,
Awal mula sistem sanad digunakan umat Islam. keempat, Teori untuk
menentukan awal mula muncul dan menyebarnya hadits.16

a. Perkembangan konsep sunnah dan hadits


Dalam perkembangan konsep sunnah dan hadits ia menegaskan
bahwa hadits yang dianggap berasal dari Nabi Muhammad saw.
sebenarnya bukanlah sumber utama bagi hukum Islam pada periode awal
sebagaimana yang diasumsikan selama ini. konsep hadist Nabi merupakan
inovasi yang mulai ada semenjak beberapa sumber hukum lain terbentuk.
Ia mengatakan madzhab-madzhab fikih klasik sepakat bahwa yang
dimaksud dengan konsep sunnah atau living tradition adalah praktek yang

15
Miftahul Asror & Imam Musbikin, Membedah Hadits Nabi saw, (Madiun: Pustaka Pelajar,
2015), hlm. 535-536.
16
Arif Chasanul Muna, Orientalis dan Kajian Hadits: Analisis Terhadap pendapat G.H.A
Juynboll, (Kuala Lumpur: Universitas Malaya, 2008), hlm. 73

7
ideal yang ada dalam komunitas seperti yang diungkapkan dalam bentuk
doktrin madzhab yang diterima secara umum.17
Schacht mengungkapkan hal tersebut dengan istilah al-amal al-
mujtama alaih, ia secara tegas menyatakan bahwa praktik ada lebih dahulu
kemudian riwayat-riwayat dari Nabi saw. Dan shahabat. Untuk
mendukung argumentasinya Schacht mengutip pertakaan Ibnu Qasim yang
menyebutkan”tradisi atau riwayat ini turun-temurun kepada kami, dan
apabila diikut oleh praktik.. ..maka itu baik untuk mengikutinya” 18
Bagi Schacht, bentuk hadits (tradition) yang dijadikan sumber
hukum diragukan sebab sistem sanad tidak dapat dipercaya, ia menolak
disiplin ilmu hadits yang dipraktikkan umat Islam karena hanya
menfokuskan pada kritik sanad, sistem sanad di dalam suatu hadits tidak
relevan untuk dijadikan sebagai tujuan analisis historis.

b. Asal muasal kandungan matan hadits


Dalam hal matan Hadits, Joseph Schacht menawarkan metode
yang lebih teliti tentang kandungan isinya. ia cenderung menetapkan
bahwa sumber kandungan hadits adalah pendapat pribadi (ra’yu) dan
tradsi lokal. Namun demikian selain itu unsur-unsur eksternal yang masuk
dikalangan umat Islam juga mempunyai peran dalam membentuk isi
matan hadits. 19
Schacht lalu menegaskan ”dengan cara demikian, maka
konsep dan ungkapan yang berawal dari hukum-hukum di roma dan
bizantine, gereja timur, hukum talmud, pendeta Yahudi, dan hukum
sassanian mempengaruhi aturan-aturan hukum Islam yang baru muncul
sebagai doktrin pada aba kedua hijriyah.”

c. Awal mula sistem sanad digunakan umat Islam


Kemudian mengenai pertama kali sistem sanad yang digunakan
umat Islam ia tidak banyak berkomentar, begitu juga ia tidak

17
Ibid., hlm. 75
18
Kamaruddin Amin, Op.Cit., hlm. 143-144
19
Arif Chasanul Muna, Op.Cit., hlm. 75

8
memperdebatkan apakah mekanisme periwayatan dalam sanad tersebut
menggunakan metode lisan ataupun tulisan. Namun ia menfokuskan
pembahasannya pada awal mula sistem sanad digunakan dalam tradisi
umat Islam. Joseph Schacht dalam melakukan kritik sanad berlandaskan
asumsinya mengenai hadits-hadits hukum yang muncul paling awal pada
tahun seratus hijriyah, yakni pada akhir pemerintahan dinasti Umayah,
yang mana bagi Schacht pemikiran mengenai hukum Islam baru muncul
pada saat itu. Menurut Schacht fitnah tersebut terjadi ketika terbunuhnya
Khalifah Walid bin Yazid pada 126 H. sejak itu sistem sanad mulai
digunakan dikalangan umat Islam sebab tidak ada dalil yang membuktikan
bahwa penggunaan sanad sudah ada sebelum abad 100 H.20
Mengenai teori projecting back, dijelaskan bahwa pada akhir abad
pertama hijrah (715-720 M) pengangkatan qadhi ditujukan kepada orang-
orang “spesialis” yang berasal dari kalangan yang taat beragama. Karena
jumlah orang-orang spesialis ini kian bertambah, maka akhirnya mereka
berkembang menjadi kelompok aliran fiqh klasik. Hal ini terjadi pada
dekade pertama abad kedua hijrah. Keputusan-keputusan hukum yang
diberikan qadhi ini memerlukan legitimasi dari orang-orang yang memiliki
otoritas lebih tinggi. Karenanya, mereka tidak menisbahkan keputusan-
keputusan itu kepada diri mereka sendiri, melainkan menisbahkan kepada
tokoh-tokoh sebelumnya. Misalnya, orang Iraq menisbahkan pendapat
mereka kepada Ibrahim al-Nakha‟i (w. 95 H).21
Perkembangan berikutnya, pendapat-pendapat para qadhi itu tidak
hanya dinisbahkan kepada tokoh-tokoh terdahulu yang jaraknya masih
dekat, melainkan dinisbahkan kepada tokoh yang lebih dahulu, misalnya
Masruq. Langkah selanjutnya, untuk memperoleh legitimasi yang lebih
kuat, pendapat-pendapat itu dinisbahkan kepada tokoh yang memiliki
otoritas paling tinggi, misalnya Abdullah ibn Mas’ud. Dan pada tahap
terakhir, pendapat-pendapat itu dinisbahkan kepada Nabi Muhammad.

20
Ibid., hlm. 76-77
21
Khoirul Hadi, Pemikiran Joseph Schacht terhadap Hadits, Jurnal Kontemplasi, Vol. 1, No. 2,
Nov. 2013, hlm. 362-363

9
Inilah rekontruksi terbentuknya sanad Hadis versi J. Schacht, yaitu dengan
memproyeksikan pendapat-pendapat itu kepada tokoh-tokoh yang legitimit
yang ada dibelakang mereka, inilah yang disebut oleh Schacht dengan
teori projecting Back.22
d. Teori penentuan awal mula muncul dan menyebarnya hadits
Satu hal yag tidak banyak di bahas oleh orientalis sebelumnya,
Schacht mengembangkan metode baru untuk menentukan kapan pertama
kali suatu hadits itu muncul. Kontribusi yang diberikan Schacht ini
tergolong aneh, dimana ia mencetuskan alternatif bagi umat islam dalam
mengkaji hadits, karena menurutnya metode yang digagas oleh
muhaditsun tidak relevan. untuk menentukkan kapan hadits itu muncul
pertama-tama harus mencari koleksi kitab pertama yang menyinggung
substansi hadits tersebut. Kemudian, membandingkan berbagai macam
bentuk dari versi matan hadits yang dicari, lalu beralih membandingkan
sanadnya.
Metode yang pertama tersebut, di istilahkannya dengan
argumentum e silentio, kriteria ini digunakan oleh Schacht untuk
membuktikan bahwa dalam literatur hadits terdapat sejumlah riwayat yang
23
tidak eksis. maksud dari metode ini yakni apabila terdapat suatu hadits
yang dikemukakan dalam satu kitab, tetapi tidak ditemukan di kitab yang
ditulis lebih awal padahal pada masa yang awal itu hadits tersebut
dianggap sebagai suatu hal yang penting untuk dikemukakan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa hadits tersebut belum ada pada tulisan teks yang
lebih awal dan baru diciptakan setelah beberapa waktu, setelah hadits yang
pertama itu muncul. Kemudian membandingkan ragam dari matan hadits
dengan menempatkan suatu hadits yang membahas problem tertentu
ditengah-tengah kronologi perkembangan suatu permasalahan yang
dibahas oleh hadits tersebut. Hal ini perlu dilakukan sebab hadits rentan
dipalsukan dan dijadikan alat untuk memperkuat suatu pendapat. Oleh

22
Arif Chasanul Muna., Op.Cit., hlm. 362-363
23
Kamaruddin Umar., Op.Cit., hlm. 174

10
karena itu, dengan mengumpulkan dan membandingkan hadits-hadits yang
serupa dan yang berkaitan kemudian membandingkan matan-nya. Maka
dapat tersusunlah kronologi munculnya hadits yang dipermasalahkan
tersebut.
Setelah itu, dilakukan perbandingan sanad dari haditsnya, J.
Schacht membaginya kedalam lima prosedur :
1. Sanad yang lebih sempurna dan lebih lengkap merupakan sanad yang
muncul belakangan.
2. Apabila ada sanad hadits yang berakhir pada generasi belakangan
namun ada juga sanad yang sama yang berakhir pada generasi lebih
tua seperti sahabat atau Nabi.
3. Ragam sanad yang terdapat dalam kitab yang muncul belakangan
yang rangkaian sanadnya terdapat nama orang yang mnjadi sumber
asal hadits, maka ragam sanad tersebut dianggap palsu.
4. Keberadaan common link dalam jaringan sanad hadits menjadi
indikasi yang kuat bahwa hadits tersebut dipalsukan pada masa
common link.
5. Ragam sanad yang melewati common link (memotong jalur) adalah
muncul belakangan. 24

Dari beberapa metode yang ditawarkannya, teori common link yang


digagas J. Schacht tersebut banyak dipuji di barat, common link adalah
sebuah teori yang beranggapan bahwa orang yang paling bertanggung
jawab atas kemunculan sebuah hadits adalah pada poros periwayat
(common link) yang terdapat di tengah bundel sanad-nya. Dari seorang
perawi penghubung dalam isnad hadis-hadis ini, menurutnya eksistensi
seorang common link yang signifikan dalam seluruh isnad sebuah hadis

24
Arif Chasanul Muna, Op.Cit., hlm. 76- 78

11
yang ada akan menjadi indikasi kuat bahwa hadis itu baru muncul pada
masa penghubung dari suatu riwayat.25

menurutnya hadits memiliki kandungan yang serupa atau berkaitan,


dalam jaringan sanadnya terdapat perawi yang sama ditengah sanad
sehingga jaringan sanad yang berbeda-beda tidak lain bermula dari
pengumpul hadits, dimana bertemu pada perawi yang sama tersebut.
Sedangkan, sanad hadits yang memanjang dari common link hingga
sahabat atau Nabi di istilahkannya dengan fictitism part of the isnad
(rangkaian sanad yang palsu). Keberadaan common link merupakan
indikasi kuat untuk menentukkan masa dimana hadits tersebut
diproduksi.26 Sehingga dapat disimpulkan hadits tidak datang dari Nabi.
common link ini secara umum dalam kajian Hadits dikalangan sarjana
dianggap sama dengan madar, akan tetapi memiliki beberapa perbedaan.27

Sedang Teori common link yang dimaksud oleh Joseph Schacht


tersebut yakni kondisi sanad yang jalur perawi dari thabaqah Shahabat
hingga pada mukharijnya terdapat satu perawi yang hidup pada akhir abad
pertama hijriyah dan awal abad kedua hijriyah yang menyebarkan hadits
kepada banyak perawi. Maka yang menyebarkan Hadits tersebut adalah
perawi yang bertanggung jawab atas pemalsuan hadits.28 Sebuah contoh
tentang seorang rawi yang menjadi titik temu bersama (rawi musytarak),
yaitu dalam kitab ‘Ikhtilaf al-Hadits’ karya al-Syafi’I, halaman 294.
Hadits tersebut mempunyai sanad sebagai berikut:

25
Bisri Tujang, Eksistensi a common link dalam sanad hadits: studi kritik terhadap pemikiran
Joseph Schacht, Jurnal al-Majaalis, Vol. 3, No. 1, November 2015, hlm. 72
26
Arif Chasanul Muna, Op.Cit., hlm. 79-80
27
Ibid., hlm. 20
28
Ibid., hlm. 18

12
Nabi saw Nabi saw Nabi saw

Jabir Jabir Jabir

Seorang dari suku


al-Muttalib al-Muttalib
Bani Salamah

‘Amr bin Abu ‘Amr (Sahaya yang dimerdekakan oleh al-Muttalib)

‘Abd al-‘Aziz bin Muhammad Ibrahim bin Muhammad Sulaiman bin Bilal

Al-Syafi’I al-Syafi’I Seorang tak dikenal

Al-Syafi’i

‘Amr bin Abu ‘Amr adalah rawi yang menjadi titik temu bersama
untuk semua sanad-sanad ini. dan sulit rasanya-dilihat dari tempatnya-
‘Amr mondar-mandir untuk bertemu dengan tuannya (al-Muttalib) dan
orang yang tidak dikenal sehingga sanadnya dapat disebut langsung.29
Dan ini Schacht menamakannya sebagai gejala umum yang biasa terjadi
(common occurrence).30 Berdasarkan teori common link ini J. Schacht
berpendapat bahwa hadits yang secara kuantitas mutawatir tidak bisa
dianggap lebih shahih dibandingkan dengan hadits yang lain. Karena,
beragam versi jalur sanad pada dasarnya palsu dan dibuat secara
sewenang-wenang.31 begitu juga dalam family isnad (sanad keluarga)
teorinya yang menyatakan bahwa riwayat anak dari bapaknya, dan bapak
dari kakeknya dan budak dari tuannya adalah palsu,tidak dapat dijadikan
indikasi bagi keshahihan suatu hadits karena family isnad hanya digunakan
untuk mengamankan kemunculannya.32

29
M.M.al- Azami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, terj Ali Mustafa Yaqub, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2009), hlm. 557-558.
30
Ibid., hlm. 560.
31
Arif Chasanul Muna., Op.Cit., hlm. 18
32
Bisri Tujang, Op.Cit., hlm. 72

13
C. Kritik dan Klasifikasi Pemikiran Joseph Schacht
Pemikiran Joseph Schacht terhadap hadits ini menimbulkan pro-kontra
tidak hanya dikalangan tokoh islam saja, akan tetapi di kalangan orientalis
sendiri pun sama. Reaksi pengukuhan datang dari Brunschvig, Crone, Powers
dan Calder. Sementara kritik atas asumsi dan kesimpulan-kesimpulannya
muncul dari Coulson, Cook, Motzki dan Rubin.33
Michael Cook dalam argumentasinya cukup tajam dalam menyuarakan
kritikannya terhadap pemikiran J. Schacht. Ia cukup skeptis dengan manfaat
dari salah satu teori Schacht, yaitu teori common link dan informasi sejarah
yang muncul. Bagi Cook, common link merupakan hasil dari metode
penciptaan jalur sanad. Sehingga sebuah common link dengan jelas tidak
dapat memberikan gambaran yang tepat mengenai kapan munculnya suatu
hadits.
Berbeda dengan Cook, Calder melihat common link tidak lain merupakan
fenomena yang terjadi pada kelompok-kelompok yang terjadi pada waktu
paruh kedua abad ketiga hijriyah ketika matan hadits mencapai penerimaan di
beberapa kelompok, sedang kelompok tersebut melengkapinya dengan isnad,
yang menggambarkan tradisi ilmiah dari masing-masing kelompok. Sehingga
common link dalam hal ini bukanlah pemalsu hadits sebagaimana yang
dituduhkan oleh Joseph Schacht, akan tetapi memang menjadi susuatu yang
wajar sebab hampir semua kelompok mengenal tokoh-tokoh yang sama
dengan pertemuan jalur isnad-nya pada thabaqah tabiin.34
Orientais berikutnya adalah Harald Motzki, Dosen universitas Nijmegen
(Belanda) ini salah satu orientalis terkemuka yang banyak
mempermasalahkan pemikiran Joseph Schacht. Ia tidak setuju dengan
kesimpulan Scacht mengenai awal munculnya hadits. Berdasarkan hasil
analisisnya atas isnad maupun matan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab
al-Mushannaf oleh Abdurrazzaq as-Shan’ani (w. 211 H/826 M), Motzki

33
Syamsuddin Arif, Op.Cit., hlm.33
34
Kamaruddin Amin, Op.Cit., hlm. 159-161

14
menyimpulkan bahwa kecil sekali kemungkinan adanya keberagaman data
periwayatan itu merupakan hasil pemalsuan yang terencana.
Menurut Harald Motzki baik matan maupun isnad hadits-hadits dalam
kitab tersebut layak dipercaya. Kesimpulannya ini berbeda dengan skeptisme
Schacht yang menganggap semua hadits adalah palsu. Bagi Motzki, Ia
membantah teori Schaht bahwa isnad cenderung membengkak jumlahnya
makin kebelakang, juga teorinya isnad yang paling lengkap adalah yang
paling belakang munculnya.35 Moztki menjelaskan bahwa dalam kalangan
muslim abad kedua hijriyah awal mula proses periwayatan yang sistematis
yang terdapat dalam halaqah besar dengan di ikuti oleh banyak jamaah.36
Akan tetapi Motzki bukan berarti menolak secara apriori mengenai klaim
common link yang dimaksudkan oleh J. Schacht, akan tetapi ia tidak akan
mempermasalahkan bilamana dalam suatu hadits tidak terdapat indikasi-
indikasi pemalsuan yang jelas, misalkan masa hidup common link dengan
guru atau muridnya tidak pernah hidu satu zaman. Kemudian jika memang
terdapat pemalsuan, maka dilakukan penelitian terhadap matan haditsnya,
dengan membandingkan ragam versi teks dengan isnad yang berbeda dengan
informasi yang tersedia tentang para perawi haditsnya.37
Mengenai klasifikasi pemikiran Schacht dalam kajian Hadits, secara
epistemologi teorinya mengarah pada paradigma yang skeptis revisionis.38
Asumsi skeptis di sini artinya Schacht menolak keotentikan hadits Nabi
saw.39 Namun dalam sumber yang berbeda dalam penjelasan mengenai
beberapa orientalis yang dikenal menyelewengkan kebenaran dan melakukan
penyimpangan dalam memahami ajaran Islam dalam penelitiannya yang di
antara beberapa nama yang dikutip oleh al-Badawi dan Abdurrahman Ghirah
dari buku Pemikiran Islam Kontemporer dan Hubungannya Dengan
Kolonialisme Barat karangan Muhammad al-Bahiy, nama Joseph Schacht

35
Syamsuddin Arif, Op.Cit., hlm.33.
36
Arif Chasanul Muna, Op.Cit., hlm. 19
37
Kamaruddin Amin, Op.Cit., hlm. 169
38
Hasan Abdul Rauf M. el-Badawy, Orientalisme dan Misionarisme,Eds. Terj. Andi Subarkah,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 35-40
39
Luthfi Rahmatullah, Op.Cit., hlm. 10

15
termasuk dalam golongan Orientalis Ekstrim yang fanatik melawan Islam dan
kaum muslim.40
Schacht termasuk orietalis yang serius dalam memusuhi Islam dan
pemeluknya dengan argumentasi ilmiahnya. Dia banyak memiliki buku-buku
tentang fiqh Islam dan Ushul Fiqh, juga termasuk salah seorang penulis
ensiklopedia Islam dan ensiklopedia ilmu pengetahuan sosial. Bukunya yang
paling mashyur adalah: Usul al-Fiqh al-Islam. Judul bukunya yang
mempunyai kedudukan ilmiah bagi banyak orang adalah:
1. The Encyclopaedia of Islam, terbit dalam edisi beberapa bahasa dunia, dan
saat ini tengah dicetak ulang bahkan sebagian cetakan baru tersebut telah
terbit.
2. Shorter Encyclopaedia of Islam/Ringkasan Ensiklopedia Islam.
3. Encyclopaedia of Religion and Ethics (Ensiklopedia Agama dan Etika),
berupa artikel-artikel yang berkaitan dengan tema-tema ke-Islaman.
4. Encyclopaedia of Sosial Sciences (Ensiklopedia Ilmu Pengetahuan Sosial),
tema-temanya berkaitan dengan Islam dan Arab.41

40
Hasan Abdul Rauf M. el-Badawy, Op.Cit., hlm. 38-40
41
Mustofa Hassan as-Syiba’I, Membongkar Kepalsuan Orientalisme, Eds. Terj. Ibnu Burdah,
(Yogyakarta, Mitra Pustaka, 1997), hlm. 55-56

16
Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kritik sanad hadis


menurut J. Schacht dengan bertumpu pada metode penanggalan, hadits
hukum muncul paling awal pada akhir abad satu hijriyah dan awal abad dua
hijriyah. Teorinya antara lain common link(pemalsu hadits dari ulama abad
dua hijriyah), single strand(sanad tunggal dari tabi’in hingga Nabi saw.),
projeckting back(penyandaran legitimasi pada generasi sebelumnya), dan
argumentum e silentio(argumentasi tanpa bukti). Dari beberapa teorinya ini
menurut Schacht dapat diketahui siapa, kapan, dan dimana suatu hadits
muncul.
Schacht termasuk orientalis dengan aliran skeptisisme, Yakni menolak
keotentikan hadits Nabi saw. Secara mutlak. Namun teorinya juga banyak
dikritik, seperti Motzki. Ia menolak asumsi awal dalam melihat hadits yang
palsu dan muncul pada awal abad dua hijriyah. Menurutnya hadits dapat
dikatakan otentik berasal dari Nabi, tetapi jika terdapat indikasi pemalsuan
maka harus dilakukan kritik sanad dan matan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Kamaruddin. 2009. Menguji kembali keakuratan metode kritik Hadits,


Jakarta: Hikmah.
Arif, Syamsuddin. 2008. Orientalis & Diabolisme Pemikiran, Jakarta: Geme
Insani.
Asror. Miftahul. & Imam Musbikin. 2015. Membedah Hadits Nabi saw, Madiun:
Pustaka Pelajar.
Azami. MM. 2009. Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Eds. Terj. Ali
Mustafa Yaqub, Jakarta: Pustaka Firdaus.
as-Syiba’i, Mustofa Hassan. 1997. Membongkar Kepalsuan Orientalisme, Eds.
Terj. Ibnu Burdah, Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Badawi, Abdurrahman. 2003. Mawsu’ah al-Mustasyriqun, Eds. Terj. Amrouni
Drajad, Yogyakarta, LkiS.
Mas’udi, Muhammad Idris. 2012. Kritik Atas Proyek Kritik Sanad Joseph
Schacht: Kajian Orientalis terhadap al-Quran dan Hadits, jakarta: UIN
syarif hidayatullah.
Minhaji, Ach. 1992. Joseph Schacht contribution’s to the Study of Islamic Law,
Canada: McGill University, Tesis Pascasarjana tidak diterbitkan.
Muna, Arif Chasanul. 2008. Orientalis dan Kajian Hadits: Analisis Terhadap
pendapat G.H.A Juynboll, Kuala Lumpur: Universitas Malaya, tesis
pascasarjana tidak diterbitkan.
Rahmatullah, Luthfi. 2015. Epistemologi Studi Hadits Orientalis: Studi
Komparasi Antara Joseph Schacht dan Harald Moztki, Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga, tesis tidak diterbitkan.
Rauf, Hasan Abdul. 2007. Orientalisme dan Misionarisme, Eds. Terj. Andi
Subarkah, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Supriyadi, Dedi. 2010. Sejarah Hukum Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Schacht. Joseph. 2010. Pengantar Hukum Islam, Eds. Terj. Joko Supomo
Bandung: Nuansa.

18
Tujang, Bisri. 2015. Eksistensi a common link dalam sanad hadits: Jurnal al-
Majaalis, Vol. 3, No. 1.
Wakin, Jeanette. 2003. Remembering Joseph Schacht, Cambridge: ILSP Harvard.

19

Anda mungkin juga menyukai