Anda di halaman 1dari 4

Pergeseran Nilai-Nilai Sosial dan Krisis Moral Pada

Generasi Millenial
September 19, 2017anyamaylss

Millennial adalah sebutan masa untuk manusia yang lahir pada tahun 1980 – 2000.
Istilah tersebut berasal dari millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan
penulis Amerika yaitu William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya
yaitu Generations dan The Fourth Turningyang berisi tentang siklus empat tipe
generasi dan suasana era di sejarah AS. Millennial generation atau generasi Y juga
akrab disebut generation. Secara jelas, tidak ada demografi khusus dalam
menentukan kelompok generasi yang satu ini. Pada tahun 2017 ini, usia generasi
millennial berkisar antara 17-35 tahun, tingkat remaja sampai dewasa muda, pada
kisaran usia tersebut tentu telah memahami apa yang dimaksud dengan nilai-nilai
sosial yang ada di lingkungan masyarakat. Nilai sosial sendiri mempunyai arti nilai
yang dianut oleh suatu masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang
dianggap buruk oleh masyarakat. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik
atau buruk maupun pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang.
Seiring dengan perkembangan zaman, Generasi abad ke 21 ini disebut
mengalami dis-equilibrum atau hilangnya keseimbangan moral, dilihat dari
banyaknya pergeseran nilai-nilai sosial dan penyimpangan yang terjadi pada masa
kini.
The Loses Generation
Jika dipikir kembali, pada tahun 2017 dari 255 juta penduduk Indonesia hampir
setengahnya adalah generasi millenial, tentu hal ini pantas jika dikatakan bahwa
generasi ini adalah pasokan sumber daya manusia yang harus produktif dan
menjadi sumber utama untuk majunya pergerakan dan perkembangan bangsa.
Namun, jika melihat kenyataan yang terjadi justru generasi ini sering kali dijuluki
sebagai pasukan destruktif ketimbang produktif. Julukan ini tentu beralasan karena
pada generasi millennial terjadi adanya pergeseran nilai sosial yang sangat
signifikan.
Adanya pergeseran budaya tanpa disadari mengakibatkan terjadinya dis-
equilibrum atau hilangnya keseimbangan moral di kalangan pemuda millennial.
Hal ini tentu membahayakan jika dibiarkan terus-menerus mengingat kekuatan
sebuah bangsa terletak pada pemudanya. Hal-hal yang menjadi penyebab utama
penyimpangan sosial yang terjadi pada generasi millennial adalah rusaknya sistem
dan pola keseharian yang baik dan benar. Beberapa poin yang dapat diambil seperti
;
 Hilangnya tokoh panutan yang baik dan benar
 Berkembangnya tindak kejahatan orang tua kepada anak
 Luputnya tanggung jawab lingkungan terhadap sesama
 Hilangnya wibawa seorang ulama ataupun tokoh agama
 Lembaga pendidikan menjadi lahan komersil yang keuntungannya hanya
ditujukan untuk beberapa pihak bukan untuk kemajuan bangsa .
Tidak dapat dipungkiri bahwa ternyata penyimpangan moral dan pergeseran nilai-
nilai sosial lah yang menjadi tonggak dasar segala masalah yang terjadi di negara
tercinta ini, menghadapi krisis moral yang sedang menghantam bangsa ini maka
sudah seharusnya pemuda millennial yang mengambil peranan penting dan
menjadi solusi dan berdiri di garda terdepan sebagai benteng untuk segala
permasalahan yang terjadi pada masanya.
Tantangan dan Peluang
Berikut tantangan-tantangan yang terjadi pada masa milenium ialah ;

 Rentannya lingkungan yang buruk menyebabkan adanya dis-equilibrum pada


generasi millennial, hal ini disebabkan banyaknya pergeseran dan pertukaran
budaya yang tidak terfiltrasi dengan baik. Didukung dengan adanya akses yang
mudah untuk melihat dan meniru hal yang tidak baik atau tidak sesuai dengan
adat budaya di Indonesia melalui internet atau yang disebut dengan sosial
media. Pengawasan yang tidak sebanding dengan perkembangan zaman
menyebabkan adanya kebebasan komunikasi salah arah yang juga menjadi
tantangan yang cukup berat bagi generasi millennial. Sebab generasi ini lahir di
era kecanggihan teknologi dan internet, tentu kedua hal tersebut berperan besar
dalam keberlangsungan hidup para millennial, Komunikasi yang berjalan pada
orang-orang generasi millennial sangatlah lancar. Namun, bukan berarti
komunikasi itu selalu terjadi dengan tatap muka, tapi justru sebaliknya. Banyak
dari kalangan millennial melakukan semua komunikasinya melalui text
messaging atau juga chatting di dunia maya, dengan membuat akun yang
berisikan profil dirinya, seperti Instagram, Line dan Whatsapp . Seharusnya
akun media sosial dijadikan sebagai tempat untuk berkomunikasi secara lebih
mudah, aktualisasi diri dan mengekspresikan bakat, minat dan karya.
 Pentingnya mengejar ilmu di jenjang pendidikan berubah menjadi orientasi
prestise dimana seseorang mengejar pendidikan hanya untuk iming-iming gelar
dan kebanggaan. Sekarang banyak orang yang menekankan bahwa jago dan
pintar dalam ilmu angka dan ilmu pasti adalah hal utama untuk mencapai
sebuah kata “sukses” dan gelar “sarjana”, “orang hebat” atau sebagai pejabat
tetapi akhirnya melupakan niat utama dalam bergerak di dunia pendidikan
untuk mencari ilmu dan berguna bagi sesama.
 Lemahnya iman dan ketaatan terhadap agama, menyebabkan mudah rapuhnya
generasi alaf ketiga ini untuk menghadapi masalah. Isu agama menjadi hangat
kembali sekarang, masalah ini dipicu karena mudahnya manusia millennial di
adu domba dengan fasilitas teknologi yang ada sekarang yang akhirnya memicu
pertengkaran dan berujung pada saling menghina terhadap agama bahkan
agama sendiri.
 Gaya hidup yang cenderung konsumtif, hedonistik dan lebih mementingkan
gengsi dan keinginan untuk mengikuti tren daripada kebutuhan sehingga
menimbulkan kerugian yakni melewati batas kemampuan sehingga jika
kemauan tidak dapat terpenuhi akan memicu terjadinya tindak kriminal.
Selain tantangan, tentu juga ada peluang yang dihasilkan dengan adanya era
globalisasi pada generasi millennial :
 Dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi yang begitu canggih,
mendapatkan informasi dan ilmu yang ingin diketahui dan dipelajari pun
semakin mudah. Hal tersebut tentu membuat generasi millenial berpeluang
besar untuk menjadi generasi yang cerdas dan lebih pintar dari generasi
sebelumnya.
 Banyak kesempatan dalam workshop, seminar, dan komunitas untuk berinovasi
dan mengembangkan bakat
 Adanya bricolage, penggabungan elemen yang sudah ada untuk membangun
budaya baru. Pertukaran budaya dalam bidang yang positif Contohnya seperti
banyaknya kedai makanan yang bernuansa kebarat-baratan seperti café, bar &
lounge dan indoor market di Indonesia dengan adanya pertukaran budaya dan
perkembangan zaman, Hal ini dapat dimanfaatkan oleh pemuda
generasi millenialsebagai lahan bisnis baru yang menjanjikan dan kekinian, dan
dapat sukses di Negara sendiri.
 Bebas keluar-masuk negara asing dapat memberikan peluang yang besar dalam
aspek pendidikan maupun pekerjaan. Dengan mudahnya akulturasi budaya
antarnegara, generasi millenial dapat memanfaatkan kesempatan ini dengan
cara mengambil ilmu dan budaya negara lain yang baik untuk dikembangkan di
Indonesia atau hanya sekadar menjadi motivasi untuk perbaikan dari segi
karakter agar generasi millenial berhasil menjadikan Indonesia sebagai negara
yang maju dari negara yang berkembang.
Begitu banyak peluang yang dapat diambil dan dimanfaatkan oleh
generasi millenial pada era globalisasi ini. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa
tantangan yang dihasilkan oleh adanya pergeseran nilai-nilai sosial dan
penyimpangan moral juga tidak kalah banyak dan rumit dalam penyelesaiannya.
Kedua hal tersebut harus segera diselesaikan karena jika tidak dapat
membahayakan kehidupan generasi millenial di zaman sekarang. Pada 5-6 tahun
mendatang, tonggak kesuksesan bangsa tentu ada di tangan para generasi millenial,
sejatinya jika generasi millenialmenjadi generasi yang hebat dan baik maka bangsa
dan negara juga ikut menjadi baik.
Maka dari itu, solusi pergeseran nilai-nilai sosial dan penyimpangan moral adalah
peningkatan kualitas pada aspek pendidikan, pendidikan anak usia dini hingga
remaja seharusnya lebih ditanamkan nilai moral, nilai sosial dan ajaran agama
bukan beban akademik. Pendidikan moral adalah hal yang fundamental dalam
mengatasi adanya pergeseran nilai-nilai sosial dan penyimpangan moral yang
dialami oleh pemuda generasi millenial. Selain itu, Peran orang tua harus lebih
ditingkatkan dari segi pengawasan dan pengajaran nilai-nilai kesopanan &
kesantunan yang sesuai dengan budaya Indonesia, diajarkan dengan penuh kasih
sayang dan perhatian agar anak-anak khususnya generasi millenial dapat mengerti
dan mau mematuhi aturan yang baik dan benar. Sebelumnya orang tua terlebih
dahulu harus menjalin ikatan yang intensif agar tujuan yang disampaikan dapat
diterima dengan baik.
Tidak hanya aspek orang tua di rumah, orang tua di sekolah juga menjadi faktor
pendukung untuk menyelesaikan masalah ini. Adanya pemerataan dan
meningkatkan kesejahteraan guru. Jika hal ini terlaksana diharapkan guru fokus
membimbing serta memberi suri tauladan, serta yang terakhir adalah penyertaan
agama dan hati dalam setiap pengajaran dan pendidikan karena dalam kehidupan
nyata agama telah memberikan panduan untuk sikap moral dan karakter yang baik.

Pernah diikutsertakan dalam perlombaan Esai Edconex Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai