Anda di halaman 1dari 17

GERAKAN SALAFIYAH: PENGERTIAN, SEJARAH, TOKOH-

TOKOH, DAN AJARAN-AJARANNYA


Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Aqidah Ilmu Kalam
Dosen Pengampu :
Drs. S. Hamdani, MA

Disusun oleh :
Kelompok 10 - BPI 2A
Adhwaa Afrilya 11220520000002
Bramantio Haryo Shancoko 11220520000031

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
TAHUN 2023 M/ 1444 H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji serta rasa syukur selalu kami panjatkan kepada Allah SWT.
Atas rahmat serta karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“GERAKAN SALAFIYAH: PENGERTIAN, SEJARAH, TOKOH-TOKOH,
DAN AJARAN-AJARANNYA”. Sholawat serta salam tidak lupa selalu tercurah
kepada panutan dan junjungan kita baginda Nabi Muhammad SAW. Semoga kita
semua mendapatkan syafaatnya di hari akhir nanti. Aamiin

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Aqidah Ilmu Kalam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca serta penulis tentang pentingnya sikap tauhid
dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak lupa juga kami sampaikan ucapan terimakasih yang sebanyak-banyaknya


kepada bapak Drs. S. Hamdani, MA. selaku dosen pengampu pada mata kuliah Aqidah
Ilmu Kalam yang telah membimbing kami dalam menyusun makalah ini.

Kami selaku penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan serta kekeliruan. Maka diperlukannya saran dan kritik yang
bersifat membangun dari para pembaca, agar makalah ini lebih sempurna dari apa
yang telah diharapkan sebelumnya. Serta kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua khususnya para pembaca.

Ciputat, 5 Juni 2023

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I.......................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
BAB II......................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
A. Sejarah dan Perkembangan Gerakan Salafiyah .............................................. 2
B. Tokoh-tokoh dalam Gerakan Salafiyah ............................................................ 5
C. Pokok-pokok ajaran gerakan Salafiyah ...................................................... 10
BAB III...................................................................................................................... 13
PENUTUP ................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gerakan Salafiyah didasarkan pada akidah yang menjadi inti dari pandangan dan
praktik keagamaan mereka. Akidah dalam gerakan Salafiyah menitikberatkan pada
pemahaman yang benar terhadap ajaran Islam yang murni. Mereka mengacu pada Al-
Qur'an dan Hadis sebagai sumber utama dalam memahami kehendak Allah. Metodologi
tafsir yang tepat digunakan untuk menginterpretasikan teks-teks suci ini, dengan mengacu
pada pemahaman Salafusshalih, yaitu generasi pertama umat Islam dan dua generasi
setelahnya.
Salafiyah menekankan keyakinan yang kuat akan keesaan Allah (tauhid) dan
menolak segala bentuk kesyirikan atau penyekutuan dalam ibadah. Mereka meyakini
bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang sempurna dan harus dipahami dan diamalkan
sesuai dengan pemahaman yang benar. Gerakan ini juga mengajarkan pentingnya
mengikuti manhaj (metode) yang benar dalam menjalankan agama. Pengikut gerakan
Salafiyah mengambil contoh dari Salafusshalih dalam menjalankan ibadah dan akhlak
yang baik, dengan mempraktikkan ajaran dan tindakan yang sejalan dengan tuntunan
mereka.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu gerakan Salafiyah?
2. Bagaimana sejarah keberadaan gerakan Salafiyah?
3. Siapa saja tokoh-tokoh yang ada di dalam gerakan Salafiyah?
4. Apa saja pokok-pokok ajaran yang ada di dalam gerakan Salafiyah?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu gerakan Salafiyah
2. Mengetahui sejarah keberadaaan gerakan Salafiyah
3. Mengetahui siapa saja tokoh yang ada di dalam gerakan Salafiyah
4. Mengetahui pokok-pokok ajaran yang ada di dalam gerakan Salafiyah

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Perkembangan Gerakan Salafiyah
Istilah Salafiyah berasal dari akar kata bahasa Arab, salafa-yaslufu-salaf, berarti
mendahului, nenek moyang, leluhur, dan mazhab salaf. Adapun as-salafi maka ia
adalah nisbah kepada as-salaf. “As-Salaf” secara bahasa bermakna yang sudah
berlalu dan terdahulu. Al-Fairuz Abadi berkata, “Salaf adalah orang-orang yang
mendahuluimu dari nenek moyangmu dan kerabatmu.”. Ibnu Atsir menambahkan, “Oleh
karena itu, generasi pertama dari para tabi’in disebut salafusshalih.”1
Istilah ini muncul karena adanya sabda nabi Muhammad saw: sebaik-baik masa
(qurun) adalah masaku, kemudian yang di belakangnya, kemudian yang di belakangnya
lagi.2 Sabda nabi ini menjadi pedoman bagi orang-orang yang akan diteladani (generasi
salaf). Menurut Ensiklopedi Dunia Islam Modern, generasi salaf terdiri atas tiga generasi
Muslim pertama. Masa itu membentang tiga abad, abad pertama para sahabat nabi
Muhammad saw (sahabah), yang berakhir dengan Anas ibn Malik (w. 91 H/710 M atau
93 H/712 M); selanjutnya pengikut mereka (tabi’in) (180 H/796 M); dan selanjutnya
pengikut dari pengikut mereka (tabi’ al-tabi’in) (241 H/855 M). Ahmad ibn Hanbal (164
241 H/780-955 M) dianggap sebagai orang terakhir dari generasi salaf.3
Generasi ini dikenal kaum Muslim selanjutnya karena persahabatan mereka
dengan nabi Muhammad saw dan kedekatan mereka dengan masa hidup nabi.
Pemahaman dan praktik Islam mereka yang murni, serta sumbangan mereka bagi Islam
kemudian digunakan aliran salaf sebagai dasar ajaran mereka yang bertujuan untuk
mengembalikan ajaran Islam seperti yang dilakukan generasi salaf, maka gerakan ini
dikenal dengan nama gerakan Salafiyah. Usaha menghidupkan jejak generasi salaf mulai
terjadi sejak abad ke-4 H/ ke-9 M, di mana pada saat itu kemajuan berpikir sangat
pesatnya, dan juga munculnya aliran-aliran paham baru di kalangan umat Islam, baik
dipengaruhi atau tidak oleh ajaran di luar Islam.4 Pada abad ini Ahmad ibn Hanbal,
pendiri mazhab keempat sunni adalah pelopornya, ia dikenal dengan perjuangannya
melawan doktrin Mu’tazilah tentang penciptaan Qur’an.

1 Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi, Manhaj Salaf Imam Syafi’i (Gresik: Yayasan Al-Furqon Al-Islami,
2017)
2
Abu Bakar Aceh, Salaf: Islam dalam Masa Murni, (Solo: Ramadhani, 1985), Cet. VI, h. 28
3
John L. Esposito, Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), Jilid 5, h. 104
4
Abu Bakar Aceh, Salaf: Islam dalam Masa Murni, (Solo: Ramadhani, 1985), Cet. VI, h. 126
2
Sikap Ibn Hanbal yang dengan keberanian dan tak takut mati mempertahankan
keyakinannya tersebut, membuat Ibn Hanbal mempunyai banyak pengikut di kalangan
umat Islam yang tak sepaham dengan Mu’tazilah. Paham ini selanjutnya dikenal dengan
Salafiyah klasik. Pada abad ke-7 H/ ke-13 M, Ibn Taimiyah (661-728 H/1263-1328 M)
dengan kegigihan dan keberanian yang luar biasa melanjutkan paham salafiyah ini. Mula-
mula dalam pengajian-pengajian, dan kemudian dalam tulisan yang tersebar luas dan
menggegerkan ulama-ulama dalam mazhab lain.5 Ibn Taimiyah mendesak kaum Muslim
dengan gencar untuk kembali kepada ajaran yang utama, Qur’an dan Hadis nabi
Muhammad saw. Supaya ajaran Islam tidak dipertahankan sebagaimana adanya (das sein)
di dalam masyarakat. Akan tetapi harus diwujudkan sebagaimana seharusnya (das sollen)
seperti yang dikehendaki oleh pembawanya, nabi Muhammad saw. Itu semua telah
dilakukan oleh generasi salaf.
Para ulama dalam memahami ajaran Islam, menurut Ibn Taimiyah, digolongkan
menjadi empat kelompok. Pertama para filosof, yaitu kelompok yang mengatakan bahwa
Qur’an itu dapat ditempuh dengan jalan menggunakan pengantar yang memuaskan akal
manusia. Kelompok ini menyebut dirinya sebagai ahli keterangan dan ahli keyakinan.
Kedua Mutakallimun, yaitu kelompok Mu’tazilah. Kelompok ini mendahulukan akal
daripada ayat Qur’an. Mereka menggunakan dua sumber, Qur’an dan akal, hanya saja
sumber akal lebih utama dibandingkan Qur’an; dan menggunakan takwil Qur’an sesuai
dengan akal. Namun hal tersebut menurut Ibn Taimiyah tidak sampai keluar dari akidah
Islam. Ketiga kelompok yang melihat apa yang ada dalam Qur’an sebagai akidah, lalu
beriman kepadanya. Kelompok ini menggunakan Qur’an bukan karena Qur’an itu
mengandung dalil-dalil yang pasti dan menunjukkan kepada kebenaran akal, tetapi karena
Qur’an mengandung ayat-ayat yang bersifat berita yang wajib diimani tanpa
menggunakan kandungan ayat sebagai pengantar konklusi akal. Keempat, kelompok
yang beriman kepada Qur’an dan dalil-dalilnya, tetapi tetap menggunakan dalil-dalil akal.
Kelompok ini adalah Asy’ariyah.6
Namun, Ibn Timiyah menetapkan bahwa paham Salafiyah tidak termasuk dalam
keempat kelompok tersebut, karena paham Salafiyah mempunyai metode tersendiri, yaitu
menggunakan sumber utama Qur’an dan Hadis nabi Muhammad saw, selain itu tidak

5
Abu Bakar Aceh, Salaf: Islam dalam Masa Murni, (Solo: Ramadhani, 1985), Cet. VI, h. 127
6
A bu Zahrah, Sejarah Aliran dalam Islam Bidang Politik dan Aqidah, diterjemahkan oleh shobahussurur
dari Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah fi as-siyasiyah wa al-‘aqaid. (Gontor: Pusat Studi Ilmu dan Amal,
1991). H. 214
3
menggunakan akal. Akal menurut paham Salafiyah adalah menyesatkan dan bid’ah.
Kaum Salaf menurut Ibn Taimiyah adalah mereka yang berpendapat bahwa tidak ada
jalan untuk mengetahui aqidah, hukum, dan apa yang ada hubungan dengan keduanya,
kecuali dengan menggunakan Qur’an dan Hadis. Kaum Salaf menerima semua
keterangan yang ada dalam Qur’an dan Hadis.
Pada abad ke-12 H/18 M, muncul gerakan-gerakan reformasi untuk menangani
kehancuran moral dan sosial umat Islam. Gerakan Wahabiyah adalah yang terpenting.
Pendirinya, Muhammad Ibn Abdul Wahab (1703-1792 M). Beliau menggunakan ajaran
Ibn Hanbal dan Ibn Taimiyah untuk memurnikan semenanjung Arab dari praktik non-
Islam dan membangun negara Islam yang meneladani negara yang didirikan nabi
Muhammad saw. Wahabiyah mempengaruhi gerakan reformasi lainnya, seperti
Sanusiyah dan Mahdiyah yang memiliki kecenderungan sufi. Gerakan yang sama dengan
Wahabiyah bermunculan di luar dunia Arab. Gerakan Usuman dan Fodio (1754-1817 M)
di Nigeria. Gerakan Ahmad Sirhindi (1564-1624 M), Syah Wali Allah (1702-1752 M),
dan Sayyid Ahmad Barelwi (1786-1831 M) di anak benua India. Gerakan tersebut
menganjurkan pemurnian agama, reformasi moral, dan sosial, serta persatuan Muslim.
Gerakan Salafiyah modern didirikan Jamaluddin al-Afghani (1839-1897M) dan
Muhammad Abduh (1849-1905 M). Tujuan utama gerakan ini adalah menyingkirkan
umat Islam dari mentalitas taqlid (imitasi buta) dan jumud (stagnasi), mengembalikan
Islam pada bentuk murninya, dan mereformasi kondisi moral, budaya, dan politik kaum
Muslim. Untuk melawan warisan stagnasi, kehancuran moral, sosial, politik, dan
dominasi asing, gerakan Salafiyah modern yang diserukan al-Afghani dan Abduh, adalah
menghidupkan kembali Islam seperti generasi salaf, menjembatani perbedaan antara
Islam historis dan modernitas, dan memulihkan solidaritas dan kekuatan kaum Muslim.
Selanjutnya gerakan Salafiyah modern memusatkan perhatiannya pada beberapa
persoalan yang membentuk fondasi ideologi Salafiyah modern. Di antaranya adalah
penyebab kelemahan kaum Muslim, reinterpretasi Islam, serta reformasi komprehensif
dan institusional. Gerakan Salafiyah modern berpendapat bahwa penyebab yang
membawa kepada kemunduran kaum Muslim adalah sikap jumud yang terdapat pada diri
umat Islam. Jumud mengandung arti keadaan membeku, statis, dan tak ada perubahan.
Oleh karena sikap jumud, umat Islam tidak menghendaki adanya perubahan, sebaliknya
umat Islam hanya menerima tradisi yang berkembang pada saat itu.

4
Sikap tersebut menyebabkan umat Islam melupakan ajaran Islam yang
sebenarnya, dan berada dalam fanatik buta, serta mewujudkan penyelewengan-
penyelewengan dalam ajaran Islam. Untuk mengubah keadaan tersebut, gerakan
Salafiyah modern berusaha mengembalikan umat Islam kepada ajaran Islam asli, yaitu
ajaran-ajaran Islam yang terdapat dalam generasi salaf. Selanjutnya disesuaikan dengan
keadaan dan situasi yang ada pada saat itu. Gerakan Salafiyah modern melakukan
penyesuaian mengikuti cara Ibn Taimiyah, membedakan antara yang tidak berubah dan
yang berubah dalam agama Islam.
Hal yang tidak berubah berkenaan dengan masalah keyakinan dan ibadah ritual
(ibadat), yang telah dirumuskan dalam Qur’an dan Hadis. Salafiyah telah memiliki
banyak bentuk dan pengungkapan yang berbeda-beda akibat kondisi yang berubah-ubah.
Namun, sepanjang fase-fasenya yang berbeda itu, pada intinya Salafiyah tetap merupakan
gerakan reformasi dan pembaharuan yang berfokus pada masalah keyakinan, kemurnian
Islam, dan pemulihan model Islam seperti masa generasi salaf.
B. Tokoh-tokoh dalam Gerakan Salafiyah
Tokoh-tokoh yang berperan dalam gerakan Salafiyah tentunya ada banyak sekali, tetapi
karena keterbatasan penulis, kami hanyak menyantumkan tokoh-tokoh yang memiliki
pengaruh besar dalam gerakan Salafiyah, yaitu Imam Ahmad bin Hambal, Syaikhul Islan
Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
1. Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M)
Nama lengkap Imam Ahmad adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal
Asy Syaibani. Beliau adalah seorang ulama hadits terkemuka, baik pada masanya ataupun
sesudahnya. Menurut riwayat yang masyhur, beliau dilahirkan di Kota Baghdad pada
bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 H (780 M), ketika masa pemerintahan Islam dipegang
oleh Khalifah Muhammad al Mahdi dari Bani ‘Abbasiyyah ke III.
Berdasarkan silsilah nasab di atas -sebagaimana yang dikemukakan oleh ahli
sejarah- maka nasab Imam Ahmad serumpun dengan Nabi shallaahu’alaihi wa sallam,
karena yang menurunkan Nabi shallaahu’alaihi wa sallam adalah Mudhar bin Nizar.
Menurut catatan tarikh, kendati ayah beliau bernama Muhammad, namun beliau lebih
dikenal dengan Ibnu Hanbal (nisbat kepada kakeknya). Setelah mempunyai beberapa
putra yang diantaranya bernama ‘Abdullaah, maka beliau pun lebih sering dipanggil
dengan sebutan Abu ‘Abdillah. Akan tetapi berkenaan dengan madzhabnya, maka kaum

5
muslimin saat itu lebih menyebutnya sebagai Madzhab Hanbali, dan sama sekali tidak
menisbatkan dengan kunyah tersebut.7
Beliau hidup di masa bergelombangnya akidah yang rusak dan bergeraknya
pendapat yang tidak bermanfaat. Beliau menghadapi keadaan tersebut dengan kokoh,
kuat, dan teguh, sehingga jatuh dalam kesusahan ujian dan fitnah. Tetapi tetap sabar dan
teguh, walaupun disiksa dalam fitnah Khalqil Qur’an (fitnah aqidah yang menyatakan Al
Quran adalah makhluk). Beliau dituntut agar diam dari lawannya, bukan meninggalkan
kebenaran. Tetapi dia tidak peduli (dengan tuntutan untuk diam tersebut), maka beliau
disiksa, dipenjara, diikat, dan diusir. Tetapi dia hadapi semua itu dengan tabah, karena di
jalan Allah dan ringan karena di dalam ketaatan kepada Allah. Ketika datang sebagian
sahabatnya berkata kepadanya, “Wahai Abu Abdillah, andaikata engkau diam saja (maka
engkau tidak disiksa)!” Dia berkata: “Apabila saya diam dan kamu diam, maka siapakah
yang akan mengajari orang yang bodoh dan kapan akan mengajari orang yang bodoh?”8
Penolakan Imam Ahmad terhadap pandangan Mu'tazilah mengenai Al-Qur'an
sebagai makhluk memiliki kaitan yang kuat dengan peran dan posisinya sebagai tokoh
gerakan Salafiyah. Gerakan Salafiyah menekankan pentingnya kembali kepada ajaran
Islam yang murni berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad, serta menolak
praktek-praktek bid'ah yang dianggap menyimpang dari ajaran tersebut.
Dalam konteks ini, penolakan Imam Ahmad terhadap pandangan Mu'tazilah yang
menyatakan Al-Qur'an sebagai makhluk mencerminkan komitmennya terhadap
keyakinan Salafiyah. Imam Ahmad berpegang teguh pada ajaran Salafusshalih, yaitu
generasi pertama Muslim, yang merupakan sumber utama dalam memahami dan
mengamalkan agama Islam. Ia menolak penambahan atau perubahan dalam ajaran Islam,
termasuk pandangan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk.
Sikap teguh dan keberanian Imam Ahmad dalam mempertahankan keyakinannya
menghadapi tekanan dan penganiayaan yang ia alami menjadi contoh inspiratif bagi para
pengikut gerakan Salafiyah. Pemikiran dan ketegasannya dalam memperjuangkan
pemurnian agama Islam serta menolak pengaruh-pengaruh bid'ah sangat konsisten
dengan prinsip-prinsip yang dijunjung tinggi oleh gerakan Salafiyah.

7
Tim Redaksi Muslimafiyah, Mengenal Imam Ahmad bin Hanbal bag 1. https://muslimah.or.id/11026-
mengenal-imam-ahmad-bin-hanbal-bag-1.html (diakses pada 5 Juni 2023).
8
Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al Atsari, Ulama-ulama Pembela Dakwah Salafiyah
Dahulu Hingga Sekarang (Azhar Rabbani dan Muslim Atsari penj.) (Muslim.or.id, 2021) dapat diunduh
pada https://ebooksunnah.com/en/ebooks/ulama-ulama-pembela-dakwah-salafiyah-dahulu-hingga-
sekarang
6
Sebagai salah satu tokoh sentral dalam gerakan Salafiyah, sikap Imam Ahmad
dalam perdebatan mengenai sifat Al-Qur'an memberikan pengaruh yang kuat dan
berkesinambungan dalam pengembangan gerakan ini. Keteguhannya menggarisbawahi
pentingnya kembali kepada ajaran asli Islam dan menolak pemikiran dan praktik yang
dianggap tidak sesuai dengan Salafusshalih.
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (1263-1328 M)
Beliau adalah Syaikhul Islam Al Imam Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam
bin Abdullah bin Muhammad bin Al Khodr bin Muhammad bin Al Khodr bin Ali bin
Abdullah bin Taimiyyah Al Haroni Ad Dimasqi. Nama Kunyah beliau adalah Abul
‘Abbas. Beliau lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 661 Hijriyyah di Haron. Ketika
berumur 7 tahun, beliau berpindah ke Damaskus bersama ayahnya dalam rangka
melarikan diri dari pasukan Tartar yang memerangi kaum muslimin. Beliau tumbuh di
keluarga yang penuh ilmu, fiqih, dan agama. Buktinya adalah banyak dari ayah, kakek,
saudara, dan banyak dari paman beliau adalah ulama yang terkenal.9
Imam Ibnu Taimiyah juga pada masanya, dia hidup di masa bergelombangnya
fitnah-fitnah dan tersebarnya ujian-ujian. Mulai fitnah Tatar sampai fitnah Syiah, juga
fitnah tersebarnya mazhab Asy’ariyah yang menyimpang dan lain-lainnya. Dia turun di
setiap medan bagai tentara berkuda yang besar dengan membawa pedang, pena, dan mata
lembing. Dia menulis, berjihad, dan membela. Dia diperdaya, dimusuhi, dan bersabar.
Hingga pada suatu saat dia mendapat kehormatan dari sebagian sulthan (penguasa).
Sulthan tersebut datang kepada Ibnu Taimiyyah dengan membawa musuh-musuhnya
yang memfitnah tentang dirinya, memenjara, menyakiti, mengusir dan menzhaliminya.
Sulthan berkata kepadanya, “Apa yang akan kamu lakukan kepada mereka?” Dia
menjawab, “Saya memberi maaf kepada mereka.” Maka mereka kagum kepadanya.
Mereka berkata, “Wahai Ibnu Taimiyyah, kami menzhalimimu dan kamu mampu untuk
membalasnya, tetapi kamu memberikan maaf?” Dia menjawab, “Ini adalah akhlak orang-
orang beriman.”10
Ibnu Taimiyah dianggap sebagai tokoh Salafiyah karena pemikiran dan
kontribusinya yang signifikan dalam memperkuat dan mengembangkan prinsip-prinsip

9
Muhammad Abduh Tuasikal, Biografi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. https://rumaysho.com/617-
biografi-syaikhul-islam-ibnu-taimiyah.html (Diakses pada 5 Juni 2023).
10
Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al Atsari, Ulama-ulama Pembela Dakwah Salafiyah
Dahulu Hingga Sekarang. (Azhar Rabbani dan Muslim Atsari penj.) (Muslim.or.id, 2021) dapat diunduh
pada https://ebooksunnah.com/en/ebooks/ulama-ulama-pembela-dakwah-salafiyah-dahulu-hingga-
sekarang
7
Salafiyah. Ibnu Taimiyah adalah seorang pemikir terkemuka dalam sejarah Islam yang
mengambil inspirasi dari pendekatan Salafusshalih, yaitu generasi pertama Muslim,
dalam memahami agama.
Ibnu Taimiyah menekankan pentingnya kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah
Nabi Muhammad sebagai sumber utama dalam agama Islam. Ia menolak penambahan
atau perubahan dalam ajaran Islam yang tidak didasarkan pada nash (teks-teks) yang jelas.
Ibnu Taimiyah menentang bid'ah (inovasi agama) yang tidak memiliki dasar dalam Al-
Qur'an dan Sunnah, serta menekankan keutamaan dalam mengikuti Salafusshalih.
Kontribusi Ibnu Taimiyah terhadap pemikiran Salafiyah meliputi pengembangan konsep
tawheed (monoteisme), penolakan terhadap praktik kesyirikan, penolakan takhayul
(kepercayaan buta) dan praktek bid'ah, serta penafsiran Al-Qur'an dan hadis yang
berdasarkan pendekatan Salafusshalih.
3. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1792 M)
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab memiliki nama lengkap Muhammad bin
Abdil Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin
Muhammad bin Al-Masyarif At-Tamimi Al-Hambali An-Najdi.
Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dilahirkan pada tahun 1115 H (1703 M) di
kampung Uyainah (Najd) dan wafat pada tahun 1206 H. Ayah beliau adalah seorang
Qodhi di Uyainah dan beliau adalah salah seorang ulama bermazhab Hanbali, oleh
karenanya syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab banyak belajar dari ayahnya. Syaikh
Muhammad bin Abdil Wahhab sejak masih kanak-kanak telah dididik dengan pendidikan
agama yang diajar sendiri oleh ayahnya, Syaikh Abdul Wahhab. Atas izin Allah melalui
bimbingan orang tuanya, ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya,
Muhammad bin Abdil Wahhab berhasil menghafal 30 juz Al-Quran sebelum berusia
sepuluh tahun. Bahkan ayah beliau kagum terhadap kecerdasannya. Ia pernah berkata,
“Sungguh aku telah banyak mengambil manfaat terkait hukum-hukum (agama) dari
anakku Muhammad “11
Beliau hidup tiga abad yang lampau. Di saat itu dunia dipenuhi oleh syirik, bid’ah
dan kesesatan. Orang-orang menghadapkan wajah mereka kepada selain Allah, kepada
wali-wali Allah, berdoa dan beristighatsah kepada selain Allah, meminta pertolongan
kepada selain Allah. Mereka menggantungkan hati mereka kepada pohon, batu, kain-

11
Firanda Andirja, Sejarah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. https://bekalislam.firanda.com/4329-
sejarah-syaikh-muhammad-bin-abdil-wahhab.html (diakses pada 5 Juni 2023)
8
kain, pakaian-pakaian, dan peninggalan-peninggalan (yang dikeramatkan). Mereka
mencari berkah dari semua hal di atas. Maka imam ini melaksanakan apa yang Allah
ilhamkan kepadanya, dan apa yang Allah telah ilhamkan kepada imam lainnya, amir yang
bersamanya. Sehingga bersatulah ilmu dan jihad, pena dan tombak, keduanya saling
menguatkan dan saling menolong untuk membela tauhid dan aqidah yang lurus.
Beliau berdakwah di jalan Allah ta’ala dan menuju tauhid yang murni, membuang
bid’ah dan khurafat, membantah syirik dan perkara baru dalam agama, dengan kekuatan
yang Allah berikan kepada beliau. Maka terjadilah berbagai bantahan, perdebatan, dan
diskusi antara beliau dengan musuh-musuh dakwah al-haq di zaman beliau. Beliau
mendapatkan kemenangan yang nyata, dan kalimat beliau muncul. Allah meninggikan
namanya, karena beliau telah meninggikan Sunnah, dan tauhid.12
Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1792 M) disebut sebagai tokoh Salafi karena
peran pentingnya dalam memulai dan mempengaruhi gerakan Salafiyah yang dikenal
sebagai Wahabisme atau Wahhabi. Ia adalah seorang pemikir dan reformis Muslim yang
lahir di wilayah Arab Saudi. Muhammad bin Abdul Wahab mengadvokasi kembali
kepada ajaran Salafusshalih, yaitu generasi pertama Muslim, dalam memahami dan
mengamalkan agama Islam. Ia menekankan pentingnya mengikuti Al-Qur'an dan Sunnah
Nabi Muhammad secara harfiah, menolak segala bentuk bid'ah, kesyirikan, dan takhayul.
Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab terutama dijalin dengan kerjasama
dengan keluarga Al-Saud, yang kemudian menjadi penguasa Arab Saudi modern.
Kombinasi antara pemikiran Salafi Muhammad bin Abdul Wahab dan kekuasaan politik
Al-Saud memainkan peran dalam penyebaran dan penerapan ajaran Salafi di wilayah
Arab Saudi dan sekitarnya.
Gerakan yang diprakarsai oleh Muhammad bin Abdul Wahab ini menekankan
monotheisme (tawheed), menolak praktik-praktik yang dianggap bid'ah, menekankan
pentingnya kembali kepada praktek-praktek Salafusshalih, serta menganjurkan
pendekatan yang konservatif dalam menjalankan agama Islam. Meskipun gerakan Salafi
yang diilhami oleh Muhammad bin Abdul Wahab memiliki variasi dalam interpretasi dan
penerapannya, dia dianggap sebagai tokoh sentral dalam pengembangan gerakan

12
Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al Atsari, Ulama-ulama Pembela Dakwah Salafiyah
Dahulu Hingga Sekarang (Azhar Rabbani dan Muslim Atsari penj.) (Muslim.or.id, 2021) dapat diunduh
pada https://ebooksunnah.com/en/ebooks/ulama-ulama-pembela-dakwah-salafiyah-dahulu-hingga-
sekarang
9
Salafiyah karena kontribusinya dalam menghidupkan kembali semangat Salafiyah dan
mempengaruhi pemikiran dan praktek Islam di wilayah Arab Saudi dan sekitarnya.
C. Pokok-pokok ajaran gerakan Salafiyah
Pada dasarnya ajaran salafi tidak berbeda jauh dengan pokok ajaran ahlusunah pada
umumnya seperti dalam perkara-perkara rukun iman dan rukun Islam karena memang
salafi masih bagian dari ahlusunah. Tetapi terdapat beberapa hal yang sangat ditekankan
oleh salafi, yaitu:
1) Penetapan Asma wa Shifat
Secara mendasar gerakan Salafiyah juga mengimani sepenuhnya Asma dan Shifat
Allah, yang membedakannya dengan beberapa sekte ahlusunah lainnya adalah bahwa
Salafi tidak membatasi nama Allah hanya 99. Hal ini dapat dilihat dari kitab Majmu
Fatawa yang ditulis oleh Ibnu Taimiyah, yang kemudian dikutip oleh Ibnu Utsaimin.
Dasar hadisnya adalah hadis tentang doa bagi orang yang sedang ditimpa gundah dan
sedih, Rasulullah mengajarkan doa, yang mana di doa tersebut terdapat lafaz

‫ب عِنْ َد َك‬
ِ ‫ت بِِه ِِف عِلْ ِم الْغَْي‬
َ ‫استَأْثَ ْر‬
ْ ‫أ َْو‬

"Atau (nama) yang Engkau simpan dalam ilmu gaib-Mu."

Syaikhul Islam dalam Majmu Al-Fatawa, 6/374, berkata tentang hadits ini, "Ini
menunjukkan bahwa Allah memiliki nama-nama lebih dari 99.". Adapun sabda
Rasulullah tentang Allah memiliki 99 nama, Maknanya bukan berarti bahwa Dia hanya
memiliki nama-nama (dengan jumlah) tersebut. Akan tetapi maknannya adalah bahwa
siapa yang ihsha (menghafal dan mengamalkan) terhadap 99 nama-Nya, maka dia akan
masuk surga. Kalimat 'siapa yang menjaganya' merupakan pelengkap dari kalimat
sebelumnya, bukan kalimat baru yang terpisah. Perbandingannya adalah perkataan orang
Arab, "Saya memiliki seratus kuda yang saya siapkan untuk berjihad di jalan Allah"
Maknanya bukan berarti dia hanya memiliki seratus kuda. Akan tetapi keseratus kuda
tersebut dia persiapkan untuk hal tersebut."13

Kemudian dalam mengimani sifat-sifat Allah, Salafi mengimaninya secara tektual


sebagaimana adanya tanpa tahrif (menyimpangkan maknanya) dan ta’thil (meniadakan)

13
Islamqa, Nama-nama Allah Ta’ala Tidak Terbatas 99 Nama.
https://islamqa.info/id/answers/41003/nama-nama-allah-taala-tidak-terbatas-99-nama (diakses pada 5 Juni
2023)
10
serta tanpa takyif (perincian/membagaimanakan) dan tamtsil (penyerupaan). Ibnu
Taimiyah menyebutkan “Orang-orang beriman tidak menafikan sifat-sifat yang Allah
sebutkan, tidak mengubah firman Allah (tentang sifat) dari tempatnya, tidak pula
menyimpangkan sifat-sifat-Nya maupun ayat-ayat-Nya, dan tidak menyerupakan-Nya
dengan makhluk-Nya karena tidak ada yang serupa dengan-Nya.14

2) Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunah dengan pemahaman para Salaf

Gerakan Salafi menekankan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi


Muhammad sebagai sumber utama ajaran Islam. Mereka menganggap Al-Qur'an dan
hadis sebagai otoritas tertinggi dalam memahami dan mengamalkan agama. rujukan di
dalam memahami al-Kitab dan as-Sunnah adalah nash-nash yang menjelaskannya, juga
pemahaman Salafush Shalih dan imam-imam yang mengikuti jalan mereka.
3) Penolakan terhadap bid’ah dan segala bentuk kesyirikan
Gerakan Salafi menentang segala bentuk inovasi agama (bid'ah) yang tidak
memiliki dasar dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Mereka menganjurkan untuk
mempertahankan praktik-praktik yang berasal dari Salafusshalih (generasi pertama
Muslim) dan menolak tambahan atau perubahan dalam agama. Gerakan Salafi
menekankan penolakan terhadap praktek kesyirikan, yaitu mempersekutukan Allah
dengan sesuatu atau seseorang dalam ibadah atau keyakinan.
4) Menekankan akhlak, moralitas, dan pentingnya ilmu pengetahuan
Gerakan Salafi mengedepankan nilai-nilai moral dan etika Islam dalam kehidupan
sehari-hari. Mereka menganjurkan pengembangan akhlak yang baik, menekankan
pentingnya kejujuran, integritas, dan keadilan. Gerakan Salafi mengedepankan
pentingnya pendidikan dan pengetahuan dalam memahami agama Islam dengan benar.
Mereka mendorong umat Muslim untuk belajar dan merujuk pada sumber-sumber yang
sahih dan berkompeten.
5) Menekankan pemurnian agama
Gerakan Salafi menitikberatkan pada pemurnian ajaran agama Islam dari
pengaruh budaya atau tradisi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip asli Islam.
Mereka menganjurkan agar umat Muslim kembali kepada praktik-praktik yang berasal
dari generasi awal Islam. Pokok-pokok akidah gerakan Salafi ini bertujuan untuk
membangun pemahaman dan amalan agama yang murni, sesuai dengan prinsip-prinsip

14
Ibnu Taimiyah, Al-Aqidah Al-Washitiyah (Riyadh: Madar al-Wathan, 2010) hlm. 3-4
11
yang dianut oleh Salafusshalih, serta menjauhkan diri dari praktek-praktek yang dianggap
menyimpang dari ajaran Islam.
6) Menolak ekstrimisme dan fanatisme
Ibnu Taimiyah menyebutkan “Ahlusunah adalah kelompok pertengahan dari
semua kelompok umat Islam, sebagaimana umat Islam adalah kelompok pertengahan dari
seluruh umat di dunia. Dalam bab Sifat-sifat Allah, ahlusunah berada di pertengahan
antara ahli ta’thil (Jahmiyah) dan ahli tamtsil (Musyabbihah). Dalam bab perbuatan
Allah, ahlusunah berada di pertengahan antara Qadariyah dan Jabariah. Dalam bab wa’id
(Janji dan Ancaman), ahlusunah berada di pertengahan antara kaum Murji’ah dan kaum
Wa’idiyyah dari Qadariyah. Dalam bab iman dan agama, ahlusunah pertengahan antara
Haruriyah dan Mu’tazilah dengan Murjiah dan Jahmiyah. Dalam bab Sahabat Nabi,
ahlusunah pertengahan antara Rofidhoh dan Khawarij.”15
Gerakan Salafi menolak fanatisme terhadap madzhab dalam pemahaman dan
pengamalan agama Islam. Mereka mendorong umat Muslim untuk kembali kepada Al-
Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad sebagai sumber utama dalam memahami hukum-
hukum agama, tanpa terikat pada interpretasi yang kaku dari satu madzhab tertentu.
Gerakan Salafi menekankan bahwa pemahaman agama harus didasarkan pada nash (teks-
teks) yang jelas dan sahih, bukan pada pendapat individu atau interpretasi madzhab.
Meskipun menghormati kontribusi para ulama madzhab, gerakan Salafi berusaha mencari
kebenaran dan mengikuti tuntunan agama dengan fleksibilitas, mengambil yang terbaik
dari berbagai madzhab dalam rangka mencapai pemahaman yang obyektif dan sesuai
dengan Al-Qur'an dan Sunnah.

15
Ibnu Taimiyah, Al-Aqidah Al-Washitiyah (Riyadh: Madar al-Wathan, 2010) hlm. 3-4
12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gerakan Salafiyah adalah sebuah gerakan dalam Islam yang menekankan
kembali kepada prinsip-prinsip asli Islam yang dianut oleh Salafusshalih (generasi
pertama Muslim). Gerakan ini menekankan pentingnya kembali kepada Al-Qur'an
dan Sunnah Nabi Muhammad sebagai sumber utama dalam memahami agama.
Pokok-pokok ajaran Salafiyah meliputi tawhid (keesaan Allah), penolakan terhadap
bid'ah (inovasi agama) dan praktek kesyirikan, serta kembali kepada praktik-praktik
Salafusshalih. Gerakan Salafiyah menolak fanatisme terhadap madzhab dan
mengajak umat Muslim untuk merujuk langsung kepada teks-teks Islam yang
autentik. Mereka menekankan pemurnian ajaran agama dari pengaruh budaya dan
tradisi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Gerakan Salafiyah memiliki
pengaruh yang signifikan dalam pemahaman dan praktik Islam, dengan fokus pada
monotheisme, penolakan bid'ah, dan pengembangan pemahaman agama yang murni
dan sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad. Dengan demikian,
gerakan Salafiyah memainkan peran penting dalam menjaga keautentikan dan
keaslian ajaran Islam. Di antara tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam gerakan
salafiyah adalah Imam Ahmad, Ibnu Taimiyah, dan Muhammad bin Abdul Wahab.
B. Saran
Dari pemaparan materi pada makalah diatas yang membahas mengenai gerakan
Salafiyah. Kami selaku penyusun makalah ini menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan kesalahan, maka dari itu para pembaca bisa memberikan kritik
maupun saran yang bersifat membangun agar isi makalah ini bisa semakin lebih baik
lagi kedepannya dan bisa bermanfaat bagi banyak orang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Aceh, A. B. (1985). Salaf: Islam dalam Masa Murni. Solo: Ramadhani.


al-Atsari, A. b.-H. (2021, Desember 22). ebooksunnah.com. Diambil kembali dari
https://ebooksunnah.com/en/ebooks/ulama-ulama-pembela-dakwah-salafiyah-
dahulu-hingga-sekarang
Andirja, F. (t.thn.). bekalislam.firanda.com. Diambil kembali dari
https://bekalislam.firanda.com/4329-sejarah-syaikh-muhammad-bin-abdil-
wahhab.html
As-Sidawi, A. U. (2017). Manhaj Salaf Imam Syafi'i. Gresik: Yayasan Al-Surqan Al-
Islam.
Esposito, J. L. (2001). Dunia Islam Modern. Bandung: Mizan.
Islamqa. (2022, 03 20). Islamqa.info. Diambil kembali dari
https://islamqa.info/id/answers/41003/nama-nama-allah-taala-tidak-terbatas-99-
nama
Muslimafiyah, T. R. (2019, April 18). Muslimah.or.id. Diambil kembali dari
https://muslimah.or.id/11026-mengenal-imam-ahmad-bin-hanbal-bag-1.html
Taimiyah, I. (2010). Al-Aqidah Al-Washitiyah. Riyadh: Madar al-Wathan.
Tuasikal, M. A. (2009, November 3). Rumaysho.com. Diambil kembali dari
https://rumaysho.com/617-biografi-syaikhul-islam-ibnu-taimiyah.html
Zahrah, A. (1991). Sejarah Aliran dalam Bidang Politik dan Aqidah. Gontor: Pusat
Studi Ilmu dan Amal.

14

Anda mungkin juga menyukai