Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

“KEDUDUKAN AKAL & WAHYU”


Di susun Untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu kalam
Dosen Penggampu :
A.Fahrurrozi, S.H.I.M.HI

Disusun Oleh :
FRENDY LYFRANDA YONO : 21602021011

AMIR SHOLEH : 21602021025

PRODI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG
2022 – 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa pula kami ucapkan banyak terima kasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya, dan tak pula kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bpk. A.Fahrurrozi,
S.H.I.M.HI selaku dosen pengampu ilmu kalam yang selalu senantiasa melimpahkan ilmunya
kepada kami.
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu
Kalam” juga untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada para membaca yang senantiasa
membaca makalah yang telah kami susun sedemikian rupa. Semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, untuk dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangung dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang,20 April 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................................4
B. Rumusan masalah.................................................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................5
A. Pengertian Akal Dan Wahyu................................................................................................5
B. Fungsi Dan Kedudukan Akal Dan Wahyu...........................................................................6
C. Akal Dan Wahyu Dalam Pemikiran Islam...........................................................................7
BAB III PENUTUP........................................................................................................................9
A. Kesimpulan...........................................................................................................................9
B. Saran.....................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kedudukan akal dan wahyu dalam Islam menempati posisi yang sangat terhormat,
melebihi agama-agama lain. karena Akal dan wahyu adalah suatu yang sangat urgen sangat
urgen untuk manusia untuk manusia, dialah yang dialah yang memberikan perbedaan manusia
untuk  rikan perbedaan manusia untuk  mencapai derajat ketaqwaan kepada sang kholiq, akal
pun harus dibina dengan ilmu-ilmu sehingga mnghasilkan budi pekrti yang sangat mulia yang
menjadi dasar sumber kehidupan dan juga tujuan dari baginda rasulullah SAW. Tidak hanya itu
dengan akal juga manusia bisa menjadi ciptaa an akal juga manusia bisa menjadi ciptaan pilihan
yang allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, begitu juga dengan wahyu
yang dimana wahyu adalah pemberian allah yang sangat luar biasa untuk  membimbing manusia
pada jalan yang lurus.  
Namun dalam menggunakan menggunakan akal terbatas terbatas akan hal-hal hal-hal
bersifat bersifat tauhid, tauhid, karena ketauhitan sang pencipta tak akan terukur dalam
menemukan titik akhir,  begitu pula  begitu pula dengan wahyu sang dengan wahyu sang Esa,
karena Esa, karena wahyu diberikan kepada wahyu diberikan kepada orang-orang orang-orang
terpilih dan semata-mata untuk menunjukkan kebesaran Allah. Maka dalam menangani anatara
wahyu dana akal harus slalu mengingat bahwa semua itu karena allah semata. Dan tidak akan
terjadi jika allah tak mengijinkannya. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kemusyrikan
terhadap allah karena kesombongannya.

B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian akal dan wahyu?
2. Bagimana fungsi dan kedudukan akal dan wahyu?
3. Bagaimanakah akal dan wahyu dalam pemikiran Islam?

C. Tujuan
1. Memahami pengertian akal dan wahyu
2. Mengetahui fungsi dan kedudukan akal dan wahyu
3. Mengetahui akal dan wahyu dalam pemikiran Islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akal Dan Wahyu


1. Akal
Akal berasal dari bahasa Arab ‘aqala-ya’qilu’ yang secara lughawi memiliki
banyak makna, sehingga kata al ‘aql sering disebut sebagai lafazh musytarak, yakni kata
yang memiliki banyak makna. Dalam kamus bahasa Arab al-munjid fi al-lughah wa al
a’lam, dijelaskan bahwa ‘aqala memiliki makna adraka (mencapai, mengetahui), fahima
(memahami), tadarabba wa tafakkara (merenung dan berfikir). Kata al-‘aqlu sebagai
mashdar (akar kata) juga memiliki arti nurun nuhaniyyun bihi tudriku al-nafsu ma la
tudrikuhu bi al-hawas, yaitu cahaya ruhani yang dengannya seseorang dapat mencapai,
mengetahui sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh indera. Al-‘aql juga diartikan al-qalb,
hati nurani atau hati sanubari.
Menurut pemahaman Izutzu, kata ‘aql di zaman jahiliah digunakan dalam arti
kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut
kecakapan memecahkan masalah (problem solving capacity). Dengan demikian, orang
berakal adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah,
memecahkan problem yang dihadapi dan dapat melepaskan diri dari bahaya yang
mengancam. Lebih lanjut menurutnya, kata ‘aql mengalami perubahan arti setelah
masuk ke dalam filsafat Islam. Hal ini terjadi disebabkan pengaruh filsafat Yunani yang
masuk dalam pemikiran Islam, yang mengartikan ‘aql sama dengan nous yang
mengandung arti daya berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Pemahaman dan
pemikiran tidak lagi melalui al-qalb di dada akan tetapi melalui al-aql di kepala.
2. Wahyu

Kata wahyu berasal dari kata arab , dan al-wahy adalah kata asli
Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan
kecepatan. Dan ketika Al-Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu
tersembunyi dan cepat. oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah
pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa
seorang pun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu
Allah terhada Nabi-Nabi-Nya ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan
kepada Nabi.
Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat
bahwa wahyu adalah pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam
dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua itu datang dari Allah SWT,
baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara. Baik menjelma seperti suara
yang masuk dalam telinga ataupun lainya.

B. Fungsi Dan Kedudukan Akal Dan Wahyu


Kedudukan antara wahyu dalam Islam sama-sama penting. Karena Islam tak
akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat
berpengaruh dalam segala hal dalam Islam. Dapat dilihat dalam hukum Islam, antar
wahyu dan akal ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum Islam berbicara yang identik
dengan wahyu, maka akal akan segera menerima dan mengambil kesimpulan bahwa
hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut. Karena
sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah namun
kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang
mengetahui, dan akal adalah hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.
Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan
berarti akal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki
aturan untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal
yang sehat akan selalu cocok dengan syariat Islam dalam permasalahan apapun.
Namun tidak selalu mendukung antara wahyu dan akal, karena seiring
perkembangan zaman akal yang semestinya mempercayai wahyu adalah sebuah anugrah
dari Allah terhadap orang yang terpilih, terkadang mempertanyakan keaslian wahyu
tersebut. Apakah wahyu itu benar dari Allah ataukah hanya pemikiran seseorang yang
beranggapan semua itu wahyu. Seperti pendapat Abu Jabbar bahwa akal tak dapat
mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari pada upah yang
ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain, demikian pula akal tak mengetahui bahwa
hukuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar dari hukuman untuk suatu perbuatan
buruk yang lain. Semua itu hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Al-Jubbai
berkata wahyulah yang menjelaskan perincian hukuman dan upah yang akan
diperoleh manusia di akhirat.

C. Akal Dan Wahyu Dalam Pemikiran Islam


Karena Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam sering dibicarakan dalam
konteks, yang manakah diantara kedua akal dan wahyu itu yang menjadi sumber pengetahuan
manusia tentang tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih kepada tuhan, tentang apa
yang baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari
yang buruk. Maka para aliran Islam memiliki pendapat sendiri-sendiri antara lain:
1. Aliran Mu’tazilah berpendapat bahwa segala pengetahuan dapat diperoleh dengan
perantaraan akal, dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang
mendalam.
2. Aliran Asy’ariyah berpendapat bahwa kewajiban-kewajiban diketahui dengan wahyu dan
pengetahuan diperoleh dengan akal. Akal tidak dapat menentukan bahwa mengerjakan
yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib, karena akal tidak membuat sesuatu
menjadi harus atau wajib. Wahyu sebaliknya, tidak pula mewujudkan pengetahuan
melainkan wahyu membawa kewajiban-kewajiban. Al-Ghazali juga berpendapat bahwa
akal tak dapat membawa kewajiban-kewajiban bagi manusia, tetapi kewajiban-kewajiban
ditentukan oleh wahyu. Dengan demikian, kewajiban mengetahui tuhan dan kewajiban
berbuat baik dan menjauhi yang buruk hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu.
3. Aliran Maturidiah Bukhara yang juga digolongkan kedalam pemikiran kalam tradisional
berpendapat bahwa dua dari keempat hal tersebut yakni mengetahui tuhan dan mengetahui
yang baik dan buruk dapat diketahui dengan akal, sedangkan dua hal lainnya yakni
kewajiban berterima kasih kepada tuhan serta kewajiban melaksanakan yang baik serta
meninggalkan yang buruk hanya dapat diketahui dengan wahyu.
4. Aliran Maturidiyah Samarkand yang juga termasuk pemikiran kalam tradisional,
mengatakan bahwa akal dapat sampai tidak hanya kepada pengetahuan adanya Tuhan dan
sifat terpuji-Nya tetapi kewajiban mengetahui Tuhan. Tetapi akal tidak dapat mengetahui
kewajiban berbuat baik dan kewajiban menjauhi kejahatan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akal merupakan hidayah Allah yang diberikan kepada menusia berfungsi sebagai alat
untuk mencari kebenaran, Wahyu merupakan firman Allah yang berfungsi sebagai pedoman
hidup manusia. Wahyu baik yang langsung (al-Qur’an) maupun tidak langsung (al-Sunnah)
sebagi sumber ajaran Islam.
Akal dan wahyu dilihat secara fungsional bukan struktural, akal berfungsi untuk
memahami wahyu, dan wahyu berfungsi untuk meluruskan kerja akal. Dalam ajaran Islam, akal
mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan hanya dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi juga dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan
Islam itu sendiri. Kedudukan wahyu terhadap akal manusia adalah seperti cahaya terhadap indera
penglihatan manusia.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. 1992. Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang


Nasution, Harun. 1986. Akal Dan Wahyu Dalam Islam. Jakarta: UI Press
Atang, Metodologi Study Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001),
Harun Nasution, Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), Jakarta: UI
Press,
Absori, Sudarno Shobron, Yadi Purwanto dkk. 2009. Studi Islam 3. Surakarta: LPID UMS

Anda mungkin juga menyukai