Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ULUMUL QUR’AN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Ulumul Qur’an

Pengampu : DR. Asyhar Kholil, LC., MA.

Disusun Oleh :

1. Jauharotul Insiyyah (2016020001)


2. Tesya Amelia (2016020002)
3. Nasyabil Kamula (2016020003)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK )

UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ )

JAWA TENGAH DI WONOSOBO

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita
berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu
membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada
kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita
capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada semua pihak
yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga
makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari
sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta
banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian, yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu
besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah kami dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-
mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-
teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi.

Wonosobo¸ 10 Oktober 2017

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam yang pertama.sehingga kita
hendaknya harus dapat memahami tentang kandungan di dalamnya. Al-
Qur’an dengan huruf-hurufnya, bab-babnya, surat-suratnya dan ayat-
ayatnya yang sama di seluruh dunia, baik di Jepang, Brasilia, Iraq dan
lain-lain. Andaikata ia bukan dari allah Swt, tentu terdapat perbedaan yang
banyak.

Al-Qur’an adalah laksana sinar yang memberikan penerangan


terhadap kehidupan manusia, bagaikan pelita yang memberikan cahaya
kearah hidayah ma’rifah. Al-Qur’an juga adalah kitab hidayah dan ijaz
(melemahkan yang lain). Ayat-ayatnya tentu ditetapkan kemudian
diperinci dari Allah SWT yang maha bijaksana dan maha mengetahui.

Oleh karena itu kita sebagai umat Islam harus benar-benar


mengetahui kandungan-kandungan yang ada didalamnya dari berbagai
aspek. ‘Ulum Al-Qur’an adalah salah satu jalan yang bisa membawa kita
dalam memahami kandungan Al-Qur’an.

Selain memahami Al-Qur’an kita juga perlu mengetahui


bagaimana perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an dan siapa saja tokoh-tokoh
yang menjadi pendongkrak munculnya ‘Ulum Al-Qur’an. Secara tidak
langsung pemikiran merekalah yang mengilhami kita dalam memaham Al-
qur’an.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an ?
2. Apa pengertian Ulumul Qur’an?
3. Apa saja ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an?
4. Bagaimana faedah mempelajari Ulumul Qur’an?
C. Tujuan
1. Mampu menjelaskan sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ulumul
Qur’an.
2. Mampu menjelaskan pengertian Ulumul Qur’an.
3. Mampu menjelaskan ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an.
4. Mampu menjelaskan faedah mempelajari Ulumul Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN ‘ULUM AL-QUR’AN DAN OBJEK BAHASANNYA


Pengertian ‘Ulum Al-Qur’an
Kata ‘Ulum Al-Qur’an tersusun dari dua kata secara idhafi, yaitu kata ulum
yang dimudhafkan kepada kata Al-Qur’an. Pertama-tama akan dibahas kedua
unsur itu, yaitu makna kata ulumul dan Al-Qur’an. Kemudian akan dibahas pula
pengertian ‘Ulum Al-Qur’an.
1. Arti kata ‘Ulum
Kata ulum secara etimoligi adalah jamak dari kata ‘ilmu. Menurut bahasa kata
‘ilmu adalah sinonim dengan paham dan makrifat. Menurut sebagian pendapat,
kata ilmu itu berarti pengetahuan. Kemudian pengertian kata ilmu ini berkembang
dalam berbagai istilah dan dipakai sebagaimana dari pengetahuan tentang Al-
Qur’an ini.
2. Arti kata Al-Qur’an
Al-Qur’an secara bahasa berasal dari bahasa Arab ‫ قران‬-‫ يقرأ‬-‫قَرأ‬yang artinya
bacaan. Sedangkan secara istilah sebagaimana didefinisikan ulama ushul, ulama
fiqih, dan ulama bahasa, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW, yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, melalui
malaikat Jibril, diturunkan seacra mutawatir, dan mebacanya mempunyai nilai
ibadah.
Kata ‘ulum al-Qur’an dalam bahasa arab adalah termasuk Murakkab idlafi.
Kata ‘ulum itu sendiri itu adalah bentuk plural atau jama’ dari kata ‘ilm yang
berarti ilmu-ilmu. Kata ‘ilm adalah bentuk masdar dari kata ‘alima, ya’lamu, yang
maknanya sama dengan kata al-fahmu, al-ma’rifah dan al-yaqin. Penggunaan kata
‘ilm dan atau ‘ulum dalam kalimat boleh dalam bentuk mufrad (tunggal) dan
boleh pula dalam bentuk jama’. Misalnya, Perkataan: "Al ilmu fi jami’il azhar
talqit”. Pernyataan tersebut dapat berarti “saya belajar ilmu di Universitas al-
Azhar”, yakni dalam pengertian: Ilmu Tafsir, Hadits, Fiqh, Nahwu, Sharf dan
berbagai macam ilmu lainnya. Begitu pula bila menghendaki kalimat jama’, dapat
menggunakan kata ‘ulum. Karena itulah, pembahasan yang berkaitan dengan
‘ulum al-Qur’an dan jenisnya dan masalahnya beragam. Penggunaan atau susunan
kata semacam ini dapat dianalogikan dengan ungkapan yang biasa digunakan oleh
para fuqaha’ di dalam kitab mereka. Misalnya ungkapan: Bab al-Bay’ (dalam
bentuk mufrad) dan Bab al-Buyu’ (dalam bentuk jama’).1
Oleh karena itu, ungkapan ‘ulum al-Qur’an tersebut telah menjadi nama bagi
suatu disiplin ilmu dalam kajian islam. Secara etimologi, ungkapan ini berarti
ilmu-ilmu al-Qur’an. Kata ‘ulum yang disandarkan kepada kata “al-Qur’an” telah
memberikan pengertian, bahwa ilmu ini maupun kumpulan sejumlah ilmu yang
berhubungan dengannya dan selalu dibaca oleh kaum muslimin diyakini sebagai
kitab suci yang memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus. Dengan
demikian Ilmu Tafsir, Ilmu Al-Qiraat, Ilmu ar-Rasm al-Qur’an, Ilmu I’jaz al-
Qur’an, Ilmu Asbab An-Nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitannya dengan al-
Qur’an menjadi bagian dari ‘ulumul Qur’an.2
Menurut imam Jalaluddin ‘Abdur Rahman al-Suyuthiy:
‘Ulumal-Qur’an ialah: Ilmu yang membahas tentang hal ihwal al-Qur’an, baik
yang berkaitan dengan turunnya, sanadnya, cara penyampaiannyanmaupun
makna-maknanya yang berkaitan dengan lafal-lafalnya serta hukum-hukumnya
dan lain-lain.3
Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas dapat dipahami, bahwa
‘ulum al-qur’an ialah ilmu yang berisi pembahasan mengenai segala macam ilmu
yang ada hubungannya dengan al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama seperti
halnya ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa arab seperti Ilmu I’rab al-Qur’an atau
bahkan Ilmu Gharib al-Qur’an dan lain sebagainya.
Mengenai kemunculan istilah ‘Ulum Al-Qur’an untuk pertama kalinya, para
penulis menyatakan bahwa istilah ini muncul pada abad VI H oleh Abu Al-Farj
bin Al-Jauzi. Pendapat ini disitir pula oleh Asy-Suyuthi dalam pengantar kitab al-
Itqan. Al-Zarqani mengatakan bahawa istilah itu muncul pada awal abad V H
melalui tangan Al-Hufi (w. 430 H) dalam karyanya yang berjudul Al-Burhan fi
‘Ulum Al-Qur’an.

1
Muhammad Bakar Ismail, Dirasat fi’Ulum al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Manar, 1991), h. 9.
2
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pres, 1993), h. 7-8.
3
Jalaluddin ‘Abdur Rahman al-Suyuthiy, al-Itqan fi’Ulum al-Qur’an, (Kairo: Syarikah Mushthafa al-
Babi al-Halabi, (1951), h. 3.
2. SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN

Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, Ulumul Quran
tidak lahir sekaligus. Ulumul Quran menjelma menjadi suatu disiplin ilmu
melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan
kesempatan untuk membenahi Alquran dari segi keberadaannya dan segi
pemahamannya. Makalah ini akan memaparkan perkembangan Ulumul Quran
pada masa Rasulullah SAW., masa Khulafa al-Rasyidin, dan masa Tadwin
(Penulisan Ilmu).

1. Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Rasulullah SAW

Pada masa Rasulullah SAW. ini Alquran belum dibukukan. Di masa


Rasulullah SAW. dan para sahabat, Ulumul Quran belum dikenal sebagai
suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Pada masa Rasulullah SAW.,
Ulumul Quran dipelajari secara lisan, hal ini berlangsung terus sampai beliau
wafat.Karena para sahabat yang menerima Alquran asli orang Arab dengan
keistemewaan hafalan yang kuat, kecerdasan, kemampuan menangkap makna
yang terkandung dalam Alquran. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli
yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa
yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Bila mereka menemukan kesulitan
dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung
kepada Rasulullh SAW.
Sebagai contoh, ketika turun ayat :

“Dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman …” (QS Al-


An’am (6): 82). Para sahabatnya bertanya: “Siapa dari kami yang tidak
menganiaya (menzalimi) dirinya !”. Nabi menjawab, “Pemahamannya tidak
seperti yang kalian maksudkan, tidakkah kalian mendengar apa yang
dikatakan seorang hamba yang soleh kepada anaknya”. Nabi menafsirkan kata
zulm di sini dengan syirk berdasarkan ayat di bawah ini :

“Sesungguhnya syirik itu kezaliman yang besar” (QS Luqman (31): 13). “
Adapun tentang kemampuan Rasulullah SAW. memahami Alquran tentunya
tidak diragukan lagi karena ialah yang menerimanya dari Allah dan Allah
yang mengajari segala sesuatunya.

Dengan demikian ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Quran tidak
dibukukan di masa Rasulullah SAW. dan sahabat.

Pertama, kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka


yang besar untuk memahami Alquran dan Rasulullah SAW. dapat
menjelaskan maksudnya.

Kedua, para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis.

Ketiga, adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Alquran.

Semua ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini baik
di masa Nabi SAW. maupun di zaman sahabat.

Sebagian besar para sahabat Nabi terdiri dari orang-orang buta huruf,
dan alat tulis menulis pun tidak dapat mereka peroleh dengan mudah. Itu juga
merupakan halangan bagi kegiatan menulis buku tentang ilmu Alquran.

Di lain pihak ada larangan dari Rasulullah SAW., untuk menuliskan selain
Alquran. Hal ini seperti diriwayatkan oleh Muslim yang berbunyi :

‫ﻻﺘﻜﺘﺒﻭاﻋﻨﻰﻭﻤنﻜﺘﺏﻋﻨﻰﻏﻴﺭاﻠقﺭانﻓﻠﻴﻤﺤﻪﻭﺤﺩﺜﻭاﻋﻨﻰﻭﻻﺤﺭﺝﻭﻤنﻜﺫﺏﻋﻠﻲﻤﺘﻌﻤﺩاﻓﻠﻴﺘﺒﻭأﻤقﻌﺩﻩﻤناﻠﻨﺎﺭ‬

Artinya : “Janganlah sekali-kali kalian menulis apapun dariku. Dan barang


siapa yang menuliskan selain Alquran maka harus menghapusnya, dan
ceritakanlah apa yang kalian dengar dariku karena itu tidak apa-apa, barang
siapa yang berbohong kepadaku dengan sengaja maka bersiaplah untuk
mencari tempat duduk di neraka”.

Larangan beliau itu didorong kekhawatiran akan terjadinya


pencampuran Alquran dengan hal-hal yang bukan dari Alquran. Pada masa
Rasulullah SAW., penulisan Alquran dilakukan oleh beberapa penulis wahyu
yaitu Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Muawiyah bin Abi
Sufyan, Khulafaur Rasyidin dan sebagainya.
2. Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Khulafa al Rasyidin

Pada zaman kekhalifaan Abu Bakar dan Umar, ilmu Alquran masih
diriwayatkan melalui penuturan secara lisan.Ketika Abu Bakar Shiddiq
menjadi khalifah terjadi pertempuran yang sangat sengit antara kaum
muslimin dengan pengikut Musailamah al-Kadzab yang menimbulkan banyak
korban. Di pihak muslimin ada tujuh puluh penghafal Alquran yang gugur,
sehingga Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar untuk
menuliskan Alquran dalam satu mushaf. Pada mulanya Abu Bakar merasa
ragu untuk menerima usul Umar tersebut dan memerintahkan Zaid bin Tsabit
untuk menuliskan Alquran dalam bentuk mushaf.

Ketika di zaman Utsman di mana orang Arab mulai bergaul dengan


orang-orang non Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya kaum
muslimin berpegang pada mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi
beberapa buah naskah untuk dikirim ke daerah-daerah. Bersamaan dengan itu
ia memerintahkan supaya membakar semua mushaf lainnya yang ditulis orang
menurut caranya masing-masing. Di zaman Khalifah Utsman wilayah Islam
bertambah luas sehingga terjadi perbauran antara penakluk Arab dan bangsa-
bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan
kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab dari
bangsa Arab. Bahkan dikhawatirkan akan terjadinya perpecahan di kalangan
kaum Muslimin tentang bacaan Alquran yang menjadi standar bacaan bagi
mereka. Untuk menjaga terjadinya kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-
tulisan aslinya sebuah Alquran yang disebut Mushhaf Imam. Dengan
terlaksananya penyalinan ini maka berarti Utsman telah meletakkan suatu
dasar Ulumul Qur’an yang disebut Rasm al-Qur’an atau Ilm al Rasm al-
Utsmani.

Di masa Ali bin Abu Thalib terjadi perkembangan baru dalam bidang
ilmu Alquran. Karena banyaknya melihat umat Islam yang berasal dari bangsa
non-Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan dalam pembacaan
Alquran, Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Duali (w.63 H.) untuk menyusun
kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara bahasa Arab
dari pencemaran dan menjaga Alquran dari keteledoran pembacanya.
Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu Nahwu dan
I’rab Alquran.

3. Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Tadwin (Penulisan


Ilmu)

Setelah berakhirnya zaman khalifah yang Empat, timbul zaman Bani


Umayyah. Kegiatan para sahabat dan Tabi’in terkenal dengan usaha-usaha
mereka yang tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu Alquran melalui jalan
periwayatan dan pengajaran secara lisan, bukan melalui tulisan atau catatan.
Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya.
Orang-orang yang paling berjasa dalam periwayatan ini adalah; khalifah yang
Empat, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid ibn Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari,
Abdullah ibn al-Zubair dari kalangan sahabat. Sedangkan dari kalangan
Tabi’in ialah Mujahid, ‘Atha, ‘Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan al-Bashri, Sa’id
ibn Jubair, dan Zaid ibn Aslam di Madinah. Dari Aslam ilmu ini diterima oleh
putranya Abdul Rahman bin Zaid, Malik ibn Anas dari generasi Tabi’i al-
tabi’in. Mereka ini semua dianggap sebagai peletak batu pertama bagi apa
yang disebut ilmu tafsir, ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu
gharib Alquran dan lainnya.

4. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad II H

Kemudian, Ulumul Quran memasuki masa pembukuannya pada abad


ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka terhadap ilmu
tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-‘Ulum al-Qur’aniah (Induk Ilmu-
ilmu Alquran). Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn al-
Hajjaj. Sufyan ibn Uyaynah dan Waqi’ Ibn al-JarrahKitab-kitab tafsir mereka
menghimpun pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in. Pada abad ini para
ulama’ melakukan pembukuan (tadwin) yang dimulai dengan pembukuan
terhadap hadits-hadits nabi yang disusun dengan menggunakan bab-bab yang
lengkap, yang mana didalamnya juga dikemukaan hal-hal yang berhubungan
dengan tafsir al-Qur’an. Disamping mereka itu, sebagian ulama’ juga ada
yang secara khusus membukukan tafsir al-Qur’an yang diriwayatkan
Rasulullah SAW melalui para sahabat dan tabi’in. Diantara ulama’-ulama’
terkenal yang menaruh perhatian besar terhadap ilmu-ilmu al-Qur’an pada
masa itu ialah Abu Taghlib (w.141). Dialah orang yang pertama kali
menyusun kitab tentang macam-macam bacaan al-Qur’an (Qiro’at al-Qur’an)
serta mengenai hal-hal yang pelik dalam al-Qur’an (gharib al-Qur’an). 4

5. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad III H

Pada abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H.).
Al-Thabari adalah mufassir pertama membentangkan bagi berbagai
pendapat dan mentarjih sebagiannya atas lainnya. Ia juga mengemukakan
i’rab dan istinbath (penggalian hukum dari Alquran). Di abad ke-3 ini juga
lahir ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu tentang ayat-ayat
Makkiah dan Madaniah. Guru Imam al-Bukhari, Ali Ibn al- Madini
mengarang asbab al-nuzul; Abu Ubaid al-Qasim Ibn Salam (w.224 H.)
mengarang tentang nasikh dan mansukh, qirrat dan keutamaan-keutamaan
Alquran. Muhammad Ibn Ayyub al-Dharis menulis tentang kandungan ayat-
ayat yang turun di Mekkah dan Madinah.Muhammad Ibn Khalaf Ibn al-
Mirzaban (w. 309 H) mengarang kitab al-Hawi fi ’Ulum al-Qur’an. 5

6. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IV H

Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Quran.
Di antara tokoh-tokoh Ulumul Quran ini ialah Abu Bakar Muhammad Ibn al-
Qasim al-Anbari (w. 328 H.) dengan kitabnya ‘Ajaib ulum al-Qur’an. Di
dalam kitab ini al-Anbari berbicara tentang keutamaan-keutamaan
Alquran, turunnya atas tujuh huruf, penulisan mushhaf-mushhaf, jumlah
surah, ayat, dan kata-kata Alquran. Abu al-Hasan al-Asy’ari (w. 324 H.)
mengarang al-Mukhtazan fi’ulum al-Qur’an (Yang Tersimpan di Dalam Ilmu
Alquran), kitab yang berukuran besar sekali.Abu Bakar al-Sijistani.
mengarang Grarib al-Qur’an; Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad Ibn
Ali al-Kharkhi (w. 360 H.) mengarang Nukat al-Qur’an al-Dallah ’ala al-
Bayan fi Anwa’ al-‘Ulum wa al-Ahkam al-Munbiah ’an Ikhtilaf al-
Anam(Titik-Titik Alquran Menunjukkan Kejelasan Tentang Berbagai Ilmu

4
Ibid., h.27
5
T.M. Hasbi ash-Shiddiqiy, Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h.3-4. Lihat
Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, h. 121 dan majaz ‘Ulum al-Qur’an, h. 27 .
dan Hukum yang Memberitakan Perbedaan Pikiran Insani) dan Muhammad
Ibn Ali al-Adfawi (w. 388 H.) mengarang Al-istghna’ fi ’Ulum al-Qur’an
(Kebutuhan Akan Ilmu Alquran). 6 Muhammad bin ‘Ali al-Adfuwiy (w. 388
H.), dengan kitabnya yang berjudul al-Istighna’ fi ‘Ulum al-Qur’an. 7

7. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad V H

Di abad ke-5 muncul pula beberapa tokoh ilmu qirrat, di antaranya ialah
Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al-Hufi. mengarang Al-Burhan fi ’Ulum al-
Qur’an dan i’rab al-Quran. Abu Amral-Dani (w. 444 H.) menulis kitab Al-
Taisir fi al-Qiraat al-Sab’i dan Al-Mukham fi al-Nuqath. Dalam abad ini juga
lahir ilmu amtsal al-Qur’an yang di antara lain dikarang oleh Al-Mawardi (w.
450 H.).

8. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VI H

Pada abad ke-6, di samping banyak ulama yang melanjutkan pengembangan


ilmu-ilmu Alquran yang telah ada, lahir pula ilmu mubhamat al-Qur’an. Abu
al-Qasim Abd al-Rahman al-Suhaili (w. 581 H.) mengarang Mubhamat al-
Qur’an. Ilmu ini menerangkan lafal-lafal Alquran yang maksudnya apa dan
siapa tidak jelas. Misalnya kata rajulun (seorang lelaki) atau malikun (seorang
raja). Ibn al-Jauzi ( w.597 H.) menulis kitab Funun al-Afnan fi’Ajaib al-
Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi ’Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an.

9. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VII H

Pada abad ke-7 Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al-‘Izz
(w. 660 H.) mengarang kitab Majaz al-Qur’an. ’Alam al-Din al-Sakhawi (w.
643 H.) mengarang tentang qirrat. Ia menulis kitab Hidayah al-Murtab fi al-
Mutasyabih yang terkenal dengan nama Al-Sakhawiyah. Abu Syamah Abd al-

6
Shubhi al-Shalih, op.cit., h. 122. Lihat Ahmad al-Syirbashi, Qishshat al-Tafsir, (Kairo: Dar al-
Qalam, 1962), h. 114-115.
7
Menurut sati riwayat, kitab al-Istighna’ yang disusunnya terdiri dari seratus jilid. Riwayat lain
menyatakan itu terdiri dari dua puluh jilid. Disamping itu, al-Adfawiy juga seorang ulama’ besar
satu-satunya dizamannya yang menguasai ‘Ilmu Qiraat, Ilmu bahasa arab dan berbagai macam
ilmu lainnya.
Rahman Ibn Ismal al-Maqdisi (w. 665 H.) menulis kitab Al-Mursyid al-Wajiz
fi ma Yata’allaq bi al-Qur’an al-‘Aziz. 8

10. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VIII H

` Pada abad ke-8 muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu


baru tentang Alquran. Sementara itu penulis tentang kitab-kitab tentang ilmu-
ilmu sebelumnya telah lahir terus berlangsung. Ibn Abi al-Ishba’ menulis
tentang badai’al-Qur’an. Ilmu ini membahas keindahan bahasa dalam
Alquran. Ibn al-Qayyim ( w.752 H.) menulis tentang Aqsam Alquran. Ilmu ini
membahas tentang sumpah-sumpah Alquran. Najmuddin al-Thufi (w.716 H.)
menulis tentang Hujaj Alquran. Ilmu ini membahas tentang bukti-bukti yang
dipergunakan Alquran dalam menetapkan suatu hukum. Abu al-Hasan al-
Mawardi menyusun ilmu amtsal Alquran. Ilmu ini membahas tentang
perumpamaan-permpamaan yang ada dalam Alquran. Kemudian Badruddin
al-Zarkasyi[34] (w. 794 H.) menyusun kitabnya Al-Burhan fi ’Ulum al-
Qur’an. 9

11. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IX H

Pada abad ke-9, muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan ilmu-


ilmu Alquran. Jalaluddin al-Bulqini, menyusun kitabnya Mawaqi’ al-‘Ulum
min Mawaqi’al-Nujum. Menurut al-Suyuthi, Al-Bulqini dipandang sebagai
ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Quran yang lengkap. Sebab
dalam kitabnya mencakup 50 macam ilmu Alquran. Muhammad ibn Sulaiman
al-Kafiaji, mengarang kitab Al-Tafsir fi Qawa’id al-Tafsir. Di dalamnya
diterangkan makna tafsir, takwil, Alquran, surah dan ayat. Di dalamnya juga
diterangkan tentang syarat-syarat mentafsirkan Alquran. Jalaluddin al-Suyuthi
(w. 991 H.) menulis kitab al-Tahbir fi’Ulum al-Tafsir. Penulisan kitab ini
selesai pada tahun 873 H. Kitab ini memuat 102 macam-macam ilmu Alquran.
Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab
Ulumul Quran yang paling lengkap. Namun Al-Suyuthi belum merasa puas
dengan karya yang monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan

8
Subhi al-Shalih, op.cit., h 123
9
Ramli Abdul Wahid, op.cit., h. 19
fi ’Ulum Al-Qur’an. Di dalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Alquran
secara padat dan sistematis. Menurut Al-Zarqani, kitab ini sebagai pegangan
kitab bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Setelah wafatnya Imam
Al-Suyuthi pada tahun 991 H., seolah perkembangan karang-mengarang
dalam Ulumul Quran sudah mencapai puncaknya sehingga tidak terlihat
munculnya penulis yang memiliki kemampuan seperti kemampuannya.
Keadaan seperti ini dapat terjadi sebagai akibat meluasnya sikap taklid yang
dalam sejarah perkembangan ilmu-ilmu agama umumnya mulai berlangsung
setelah masa Al-Suyuthi. Kondisi yang demikian berlangsung sejak wafatnya
Iman Al-Suyuthi hingga akhir abad ke-13 H.

12. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad X H

Abad ke-10, boleh dikatakan adalah abad kemunduran karena hanya seorang
penulis yang aktif mengarang, yaitu Imam Jalaluddin

Setelah as-Suyuti wafat pada tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilum al-


Alquran seolah-olah telah mencapai puncaknya dan bephenti dengan
berhentinya kegiatan ulama dalam mengembangkan Ulumul Alquran, dan
keadaan semacam itu berjalan sejak wafatnya Imam as-Sayuti sampai akhir
abad XIII H.

13. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad XIV H

Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali pephatian ulama
menyusun kitab-kitab yang membahas al-Alquran dari berbagai segi dan
macam Ilmu al-Alquran, di antara mereka itu ialah:

a) Thahir al-Jazairi menyusun kitab Al-Tibyan fi Ulumil Quran yang


selesai tahun 1335 H.

b) Jamaluddin al-Qasimi (w. 1332 H) menyusun kitab Mahasinut Ta’wil.

c) Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani menyusun kitab Manahilul Irfan fi


Ulumil quran (2 jilid).

d) Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhajul Furqan fi Ulumil


quran.
e) Thanthawi Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Alquran dan
Alquran wal Ulumul Ashriyah.

f) Muhmmad Shadiq al-Rafi’i menyusun I’jazul Quran.

g) Mustafa al-Maraghi menyusun kitab “Boleh Menterjemahkan al-


Alquran”, dan risalah ini mendapat tanggapan dari para ulama yang pada
umumnya menyetujuinya tetapi ada juga yang menolaknya sepepti Musthafa
Shabri seorang ulama besar dari Turki yang mengarang kitab Risalah
Tarjamatil Alquran.

h) Said Qutub mengarang kitab al-Tashwitul Fanni fil Alquran dan kitab Fi
Dzilalil quran.

i) Sayyid Muhammad Rasid Ridha mengarang kitab Tafsir al-Alquranul


Hakim. Kitab ini selain menafsipkan al-Alquran secara ilmiyah, juga
membahas Ulum Alquran.

j) DR. Muhammad Abdullah Darraz, seorang Gupu Besar al-Azhar


univepsity yang diperbantukan di Perancis mengarang kitab al-Naba’al
`Adzim, Nadzarratun Jadidah fil Alquran.

k) Malik bin Nabiy mengarang kitab al-Dzahiratul Alquraniyyah. Kitab in]


membicapakan masalah wahyu dengan pembahasan yang sangat bephapga.

l) Muhammad al-Ghazali mengarang kitab Nadzapatun fil Alquran.

m) Dr. Shubhi al-Salih, Guru Besar Islamic Studies dan Fiqhul Lughah pada
Fakultas Adab Universitas Libanon mengarang kitab Mahabits fi Ulumil
Alquran. Kitab ini selain membahas Ulumul Alquran, juga menanggapi dan
membantah secara ilmiyah pendapat-pendapat opientalis yang dipandang
salah mengenai berbagai masalah yang bephubungan dengan al-Alquran

n) Muhammad al-Mubarak, Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Syria,


mengarang kitab al-Manhalul Khalid.

Lahirnya istilah Ulumul Alquran sebagai salah satu ilmu yang lengkap dan
menyeluruh tentang Alquran, menurut para penulis Sejarah Ulumul Alquran
pada umumnya berpendapat lahir sebagai suatu ilmu abad VII H. sedang
menurut alZarqani istilah itu lahir pada abad V H oleh al-Hufi dalam kitabnya
al-Burhan fi Ulumil Alquran. Kemudian pendapat tersebut dikoreksi oleh
Shubhi al-Shalih, bahwa istilah Ulum Alquran sebagai suatu ilmu sudah ada
pada abad III H oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) dalam kitabnya al-Hawi fi
Ulumil Qur’an. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
istilah Ulumul Alquran sebagai suatu ilmu telah dirintis oleh Ibnu Marzuban
(w. 309 H) pada abad III H. Kemudian diikuti oleh al-Huff (w. 430 H) pada
abad V H. Kemudian dikembangkan oleh Ibnul Jauzi (w. 597 H) pada abad VI
H. Kemudian ditepuskan oleh al-Sakhawi (w. 643 H) pada abad VII H.
Kemudian disempurnakan oleh alZarkasyi (w.794 H) pada abad VIII H.
Kemudian ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini (w.824 H) dan al-Kafyaji (w.879
H) pada abad IX H. Dan akhirnya disempumakan lagi oleh al-Suyuti pada
akhir abad IX dan awal abad X H. Pada pepiode tepakhir inilah sebagai
puncak karya ilmiyah seopang ulama dalam bidang Ulum Alquran, sebab
setelah al-Suyuti maka berhentilah kemajuan Ulumul Quran sampai akhir
abad XIII H.

Namun pada abad XIV H sampai sekarang ini mulai bangkit kembali
aktifitas para ulama dan sarjana Islam untuk menyusun kitab-kitab tentang
Alquran, baik yang membahas ulumul Quran maupun yang membahas salah
satu cabang dari Ulum Quran.

Dari uraian-uraian di atas, dapat dipahami bahwa Ulumul Quran


merupakan kumpulan berbagai ilmu yang berhubungan dengan Alquran.
Kemudian, pengertiannya dikembangkan kepada kajian berbagai masalah
yang beragam dengan standar ilmiah. Dengan kata lain Ulumul Quran adalah
suatu ilmu yang mencakup berbagai kajian yang berkaitan kajian-kajian
Alquran seperti, pembahasan tentang asbabun nuzul, pengumpulan Alquran
dan penyusunannya, masalah Makiyah dan Madaniyah, nasikh dan mansukh,
muhkam dan mutasyabihat, dll. Pada dasarnya, ilmu-ilmu ini adalah ilmu
Agama dan bahasa Arab. Namun, menyangkut ayat-ayat tertentu, seperti ayat-
ayat kauniah dan perjalanan bulan dan bintang diperlukan pengetahuan
kosmologi dan astronomi. Karena itu, ilmu ini mempunyai ruang lingkup yang
luas dan dalam sejarahnya selalu mengalami perkembangan.
Karena itu pula wajar Al-Suyuthi berkata bahwa pintu ilmu ini
senantiasa terbuka kepada setiap ulama yang datang kemudian untuk
memasuki persoalan-persoalan yang belum terjamah para ulama terdahulu
karena faktor-faktor tertentu. Dengan demikian ilmu ini dapat dibenahi
dengan sebaik-baik perhiasan di akhir masa.

Uraian-uraian di atas juga menunjukan betapa pentingnya kedudukan


ilmu ini dalam memahami, menafsirkan, dan menerjemahkan Alquran.
Dengan ini juga maka seseorang akan dapat menunjukan dan mempertahankan
kesucian dan kebenaran Alquran. Untuk menggambarkan pentingnya Ulumul
Quran, para ulama memberikan perumpamaan yang berbeda-beda. Al-Zarqani
mengumpamakan Ulumul Quran sebagai anak kunci bagi para mufassir. Ilmu
ini seperti ulumul hadis bagi orang yang mempelajari ilmu hadis. Pengarang
kitab Al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an mengibaratkan Ulumul Quran sebagai
premis minor dari dua premis tafsir. Menurut Manna Al-Qaththan, ilmu ini
kadang-kadang disebut Ushul al-Tafsir karena ilmu ini meliputi unsur
pembahasan-pembahasan yang harus diketahui oleh seorang mufassir untuk
menjadi landasannya dalam menafsirkan Alquran.

3. Faedah-faedah Ulumul Qur’an

Adapun faedah-faedah mempelajari Ulumul Qur’an antara lain :

1. Mampu menguasai berbagai ilmu pendukung dalam rangka memahami


makna yang terkandung dalam Al-Qur’an.
2. Membekali diri dengan persenjataan ilmu pengetahuan yang lengkap
dalam rangka membela Al-Qur’an dari berbagai tuduhan dan fitnah yang
muncul dari pihak lain.
3. Seorang penafsir (mufassir) akan lebih mudah dalam mengartikan Al-
Qur’an dan mengimplementasikan dalam kehidupan nyata.
4. Membentuk kepribadian muslim yang seimbang.
5. Menanamkan iman yang kuat
6. Memberi arahan untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki dan
sumber-sumber kebaikan yang ada di dunia.
7. Menetapkan undang-undang agar setiap muslim mampu memberikan
sumbangsih dan kreatif untuk mencapai kemajuan.
8. Membentuk masyarakat muslim yang betul-betul Qur’ani.
9. Membimbing umat dalam memerangi kejahiliyahan.
10. Agar dapat memahami kalam Allah ‘Aza Wajalla sejalan dengan
keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan para tabi’in tentang
interprestasi mereka terhadap Al-Qur’an
11. Agar mengetahui cara dan gaya yang digunakan oleh para mufassir (ahli
tafsir) dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan disertai penjelasan tentang
tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta kelebihan-kelebihannya.
12. Agar mengetahui persyaratan-persyaratan dalam menafsirkan Al-Qur’an
13. Mengetahui ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan dalam menafsirkan Al-
Qur’an.

4. Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Qur’an


M. Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat bahwa ruang lingkup pembahasan
Ulumul Qur’an terdiri dari enam hal pokok berikut;
1. Persoalan Turunnya Al-Qur’an
a. Waktu dan tempat turunnya Al-Qur’an (Auqat Nuzul wa
Mawathin An-Nuzul)
b. Sebab-sebab turunnya Al-Qur’an (Asbabun Nuzul)
c. Sejarah turunnya Al-Qur’an (Tarikh An-Nuzul)
2. Persoalan Sanad (rangkaian para periwayat)
a. Riwayat Mutawatir
b. Riwayat Ahad
c. Riwayat Syadz
d. Macam-macam Qira’at Nabi
e. Para perawi dan penghapal Al-Qur’an
f. Cara-cara penyebaran riwayat
3. Persoalan Qira’at (cara pembacaan Al-Qur’an)
a. Cara berhenti (waqaf)
b. Cara memulai (ibtida’)
c. Imalah
d. Bacaan yang dipanjangkan (mad)
e. Meringankan bacaan hamzah
f.Memasukkan bunyi huruf yang sukun atau tanwin kepada bunyi
sesudahnya
4. Persoalan Kata-kata Al-Qur’an
a. Kata-kata Al-Qur’an yang asing (gharib)
b. Kata-kata Al-Qur’an yang berubah-ubah harakat akhirnya (mu’rab)
c. Kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna serupa (homonim)
d. Padanan kata-kata Al-Qur’an (sinonim)
e. Isti’arah
f. Penyerupaan (tasybih)
5. Persoalan makna-makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan Hukum
a. Makna global (Mujmal)
b. Makna yang diperinci (Mufashshal)
c. Nash yang petunjuknya tidak melahirkan keraguan (Muhkam)
d.Nash yang musykil ditafsirkan karena terdapat kesamaran di dalamnya
(Mutasyabih)
e. Nash yang maknanya tersembunyi karena suatu sebab yang terdapat
pada kata itu sendiri (Musykil)
f. Ayat yang menghapus dan dihapus (Nasikh-Mansukh)
g. Yang didahulukan (Muqaddam)
h. Yang diakhirkan (Mu’akhakhar)
6. Persoalan Makna-makna Al-Qur’an yang berpautan dengan kata-
kata Al-Qur’an
a. Berpisah (Fashl)
b. Bersambung (Washl)
c. Uraian singkat (I’jaz)
d. Uraian panjang (Ithnab)
e. Uraian seimbang (Musawah)
f. Pendek (Qashr)
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

· Ungkapan “Ulum al-Qur’an” berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua
kata, yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata “Ulum” secara bahasa merupakan
bentuk jamak dari kata “Ilmu”. Dari definisi di atas para ulama’ mempunyai
maksud yang sama. Baik Al-Qaththan, Al-Zarqani, maupun Al-Suyuthi sepakat
menyimpulkan bahwa Ulum Qur’an adalah suatu ilmu yang lengkap dan
mencakup semua ilmu yang ada hubungannya dengan al-Qur’an baik berupa
ilmu-ilmu agama, seperti ilmu Tafsir, maupun berupa ilmu-ilmu bahasa Arab
seperti Ilmu I’rab al-Qur’an.

· Perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an dapat diidentifikasi ke dalam beberapa


periode berikut:

1. Perkembangan Ulum al-Qur’an abad II H


Pada abad kedua H ini para ulama memberikan prioritas atas penyusunan
tafsir sebab tafsir merupakan induk Ulum al-Qur’an.
2. Perkembangan Ulum al-Qur’an Abad III H
Pada abad III H. selain tafsir dan Ilmu Tafsir, para ulama mulai menyusun
pula beberapa ilmu al-Qur’an.
3. Perkembangan Ulum al-Qur’an Abad IV H
Pada abad ke IV H.mulai disusun ilmu Gharib al-Qur’an dan beberapa
kitab ‘Ulum al-Qur’an dengan memakai istilah ‘Ulum al-Qur’an.
4. Perkembangan Ulum al-Qur’an Abad V H
Pada abad V H.mulai disusun ilmu I’rab al-Qur’an dalam satu kitab.
5. Perkembangan Ulum al-Qur’an Abad VI H
Pada abad ke VI H.disamping terdapat ulama yang meneruskan
pengembangan ‘Ulum al-Qur’an juga terdapat ulama yang mulai
menyusun ilmu Mubhamat al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Djalal H. A. 2013. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu.

Anwar, Rosihin. 2013. Ulum Al-Qur,an. Bandung: CV Pustaka Setia.

Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi. 1996. Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Titian Ilahi
Press.

Gufron, Mohammad. 2013. Ulumul Qur,an Praktis dan Mudah. Yogyakarta:


Penerbit Teras.

Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy. 2013. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (‘Ulum al-Qur’an).


Semarang: Pusataka Rizki Putra.

Rosihon Anwar. 2013. Ulum Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai