Disusun Oleh :
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita
berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu
membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada
kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita
capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada semua pihak
yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga
makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari
sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta
banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian, yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu
besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-
mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-
teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam yang pertama.sehingga kita
hendaknya harus dapat memahami tentang kandungan di dalamnya. Al-
Qur’an dengan huruf-hurufnya, bab-babnya, surat-suratnya dan ayat-
ayatnya yang sama di seluruh dunia, baik di Jepang, Brasilia, Iraq dan
lain-lain. Andaikata ia bukan dari allah Swt, tentu terdapat perbedaan yang
banyak.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an ?
2. Apa pengertian Ulumul Qur’an?
3. Apa saja ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an?
4. Bagaimana faedah mempelajari Ulumul Qur’an?
C. Tujuan
1. Mampu menjelaskan sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ulumul
Qur’an.
2. Mampu menjelaskan pengertian Ulumul Qur’an.
3. Mampu menjelaskan ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an.
4. Mampu menjelaskan faedah mempelajari Ulumul Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Muhammad Bakar Ismail, Dirasat fi’Ulum al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Manar, 1991), h. 9.
2
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pres, 1993), h. 7-8.
3
Jalaluddin ‘Abdur Rahman al-Suyuthiy, al-Itqan fi’Ulum al-Qur’an, (Kairo: Syarikah Mushthafa al-
Babi al-Halabi, (1951), h. 3.
2. SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN
Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, Ulumul Quran
tidak lahir sekaligus. Ulumul Quran menjelma menjadi suatu disiplin ilmu
melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan
kesempatan untuk membenahi Alquran dari segi keberadaannya dan segi
pemahamannya. Makalah ini akan memaparkan perkembangan Ulumul Quran
pada masa Rasulullah SAW., masa Khulafa al-Rasyidin, dan masa Tadwin
(Penulisan Ilmu).
“Sesungguhnya syirik itu kezaliman yang besar” (QS Luqman (31): 13). “
Adapun tentang kemampuan Rasulullah SAW. memahami Alquran tentunya
tidak diragukan lagi karena ialah yang menerimanya dari Allah dan Allah
yang mengajari segala sesuatunya.
Dengan demikian ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Quran tidak
dibukukan di masa Rasulullah SAW. dan sahabat.
Semua ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini baik
di masa Nabi SAW. maupun di zaman sahabat.
Sebagian besar para sahabat Nabi terdiri dari orang-orang buta huruf,
dan alat tulis menulis pun tidak dapat mereka peroleh dengan mudah. Itu juga
merupakan halangan bagi kegiatan menulis buku tentang ilmu Alquran.
Di lain pihak ada larangan dari Rasulullah SAW., untuk menuliskan selain
Alquran. Hal ini seperti diriwayatkan oleh Muslim yang berbunyi :
ﻻﺘﻜﺘﺒﻭاﻋﻨﻰﻭﻤنﻜﺘﺏﻋﻨﻰﻏﻴﺭاﻠقﺭانﻓﻠﻴﻤﺤﻪﻭﺤﺩﺜﻭاﻋﻨﻰﻭﻻﺤﺭﺝﻭﻤنﻜﺫﺏﻋﻠﻲﻤﺘﻌﻤﺩاﻓﻠﻴﺘﺒﻭأﻤقﻌﺩﻩﻤناﻠﻨﺎﺭ
Pada zaman kekhalifaan Abu Bakar dan Umar, ilmu Alquran masih
diriwayatkan melalui penuturan secara lisan.Ketika Abu Bakar Shiddiq
menjadi khalifah terjadi pertempuran yang sangat sengit antara kaum
muslimin dengan pengikut Musailamah al-Kadzab yang menimbulkan banyak
korban. Di pihak muslimin ada tujuh puluh penghafal Alquran yang gugur,
sehingga Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar untuk
menuliskan Alquran dalam satu mushaf. Pada mulanya Abu Bakar merasa
ragu untuk menerima usul Umar tersebut dan memerintahkan Zaid bin Tsabit
untuk menuliskan Alquran dalam bentuk mushaf.
Di masa Ali bin Abu Thalib terjadi perkembangan baru dalam bidang
ilmu Alquran. Karena banyaknya melihat umat Islam yang berasal dari bangsa
non-Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan dalam pembacaan
Alquran, Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Duali (w.63 H.) untuk menyusun
kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara bahasa Arab
dari pencemaran dan menjaga Alquran dari keteledoran pembacanya.
Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu Nahwu dan
I’rab Alquran.
Pada abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H.).
Al-Thabari adalah mufassir pertama membentangkan bagi berbagai
pendapat dan mentarjih sebagiannya atas lainnya. Ia juga mengemukakan
i’rab dan istinbath (penggalian hukum dari Alquran). Di abad ke-3 ini juga
lahir ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu tentang ayat-ayat
Makkiah dan Madaniah. Guru Imam al-Bukhari, Ali Ibn al- Madini
mengarang asbab al-nuzul; Abu Ubaid al-Qasim Ibn Salam (w.224 H.)
mengarang tentang nasikh dan mansukh, qirrat dan keutamaan-keutamaan
Alquran. Muhammad Ibn Ayyub al-Dharis menulis tentang kandungan ayat-
ayat yang turun di Mekkah dan Madinah.Muhammad Ibn Khalaf Ibn al-
Mirzaban (w. 309 H) mengarang kitab al-Hawi fi ’Ulum al-Qur’an. 5
Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Quran.
Di antara tokoh-tokoh Ulumul Quran ini ialah Abu Bakar Muhammad Ibn al-
Qasim al-Anbari (w. 328 H.) dengan kitabnya ‘Ajaib ulum al-Qur’an. Di
dalam kitab ini al-Anbari berbicara tentang keutamaan-keutamaan
Alquran, turunnya atas tujuh huruf, penulisan mushhaf-mushhaf, jumlah
surah, ayat, dan kata-kata Alquran. Abu al-Hasan al-Asy’ari (w. 324 H.)
mengarang al-Mukhtazan fi’ulum al-Qur’an (Yang Tersimpan di Dalam Ilmu
Alquran), kitab yang berukuran besar sekali.Abu Bakar al-Sijistani.
mengarang Grarib al-Qur’an; Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad Ibn
Ali al-Kharkhi (w. 360 H.) mengarang Nukat al-Qur’an al-Dallah ’ala al-
Bayan fi Anwa’ al-‘Ulum wa al-Ahkam al-Munbiah ’an Ikhtilaf al-
Anam(Titik-Titik Alquran Menunjukkan Kejelasan Tentang Berbagai Ilmu
4
Ibid., h.27
5
T.M. Hasbi ash-Shiddiqiy, Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h.3-4. Lihat
Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, h. 121 dan majaz ‘Ulum al-Qur’an, h. 27 .
dan Hukum yang Memberitakan Perbedaan Pikiran Insani) dan Muhammad
Ibn Ali al-Adfawi (w. 388 H.) mengarang Al-istghna’ fi ’Ulum al-Qur’an
(Kebutuhan Akan Ilmu Alquran). 6 Muhammad bin ‘Ali al-Adfuwiy (w. 388
H.), dengan kitabnya yang berjudul al-Istighna’ fi ‘Ulum al-Qur’an. 7
Di abad ke-5 muncul pula beberapa tokoh ilmu qirrat, di antaranya ialah
Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al-Hufi. mengarang Al-Burhan fi ’Ulum al-
Qur’an dan i’rab al-Quran. Abu Amral-Dani (w. 444 H.) menulis kitab Al-
Taisir fi al-Qiraat al-Sab’i dan Al-Mukham fi al-Nuqath. Dalam abad ini juga
lahir ilmu amtsal al-Qur’an yang di antara lain dikarang oleh Al-Mawardi (w.
450 H.).
Pada abad ke-7 Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al-‘Izz
(w. 660 H.) mengarang kitab Majaz al-Qur’an. ’Alam al-Din al-Sakhawi (w.
643 H.) mengarang tentang qirrat. Ia menulis kitab Hidayah al-Murtab fi al-
Mutasyabih yang terkenal dengan nama Al-Sakhawiyah. Abu Syamah Abd al-
6
Shubhi al-Shalih, op.cit., h. 122. Lihat Ahmad al-Syirbashi, Qishshat al-Tafsir, (Kairo: Dar al-
Qalam, 1962), h. 114-115.
7
Menurut sati riwayat, kitab al-Istighna’ yang disusunnya terdiri dari seratus jilid. Riwayat lain
menyatakan itu terdiri dari dua puluh jilid. Disamping itu, al-Adfawiy juga seorang ulama’ besar
satu-satunya dizamannya yang menguasai ‘Ilmu Qiraat, Ilmu bahasa arab dan berbagai macam
ilmu lainnya.
Rahman Ibn Ismal al-Maqdisi (w. 665 H.) menulis kitab Al-Mursyid al-Wajiz
fi ma Yata’allaq bi al-Qur’an al-‘Aziz. 8
8
Subhi al-Shalih, op.cit., h 123
9
Ramli Abdul Wahid, op.cit., h. 19
fi ’Ulum Al-Qur’an. Di dalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Alquran
secara padat dan sistematis. Menurut Al-Zarqani, kitab ini sebagai pegangan
kitab bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Setelah wafatnya Imam
Al-Suyuthi pada tahun 991 H., seolah perkembangan karang-mengarang
dalam Ulumul Quran sudah mencapai puncaknya sehingga tidak terlihat
munculnya penulis yang memiliki kemampuan seperti kemampuannya.
Keadaan seperti ini dapat terjadi sebagai akibat meluasnya sikap taklid yang
dalam sejarah perkembangan ilmu-ilmu agama umumnya mulai berlangsung
setelah masa Al-Suyuthi. Kondisi yang demikian berlangsung sejak wafatnya
Iman Al-Suyuthi hingga akhir abad ke-13 H.
Abad ke-10, boleh dikatakan adalah abad kemunduran karena hanya seorang
penulis yang aktif mengarang, yaitu Imam Jalaluddin
Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali pephatian ulama
menyusun kitab-kitab yang membahas al-Alquran dari berbagai segi dan
macam Ilmu al-Alquran, di antara mereka itu ialah:
h) Said Qutub mengarang kitab al-Tashwitul Fanni fil Alquran dan kitab Fi
Dzilalil quran.
m) Dr. Shubhi al-Salih, Guru Besar Islamic Studies dan Fiqhul Lughah pada
Fakultas Adab Universitas Libanon mengarang kitab Mahabits fi Ulumil
Alquran. Kitab ini selain membahas Ulumul Alquran, juga menanggapi dan
membantah secara ilmiyah pendapat-pendapat opientalis yang dipandang
salah mengenai berbagai masalah yang bephubungan dengan al-Alquran
Lahirnya istilah Ulumul Alquran sebagai salah satu ilmu yang lengkap dan
menyeluruh tentang Alquran, menurut para penulis Sejarah Ulumul Alquran
pada umumnya berpendapat lahir sebagai suatu ilmu abad VII H. sedang
menurut alZarqani istilah itu lahir pada abad V H oleh al-Hufi dalam kitabnya
al-Burhan fi Ulumil Alquran. Kemudian pendapat tersebut dikoreksi oleh
Shubhi al-Shalih, bahwa istilah Ulum Alquran sebagai suatu ilmu sudah ada
pada abad III H oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) dalam kitabnya al-Hawi fi
Ulumil Qur’an. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
istilah Ulumul Alquran sebagai suatu ilmu telah dirintis oleh Ibnu Marzuban
(w. 309 H) pada abad III H. Kemudian diikuti oleh al-Huff (w. 430 H) pada
abad V H. Kemudian dikembangkan oleh Ibnul Jauzi (w. 597 H) pada abad VI
H. Kemudian ditepuskan oleh al-Sakhawi (w. 643 H) pada abad VII H.
Kemudian disempurnakan oleh alZarkasyi (w.794 H) pada abad VIII H.
Kemudian ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini (w.824 H) dan al-Kafyaji (w.879
H) pada abad IX H. Dan akhirnya disempumakan lagi oleh al-Suyuti pada
akhir abad IX dan awal abad X H. Pada pepiode tepakhir inilah sebagai
puncak karya ilmiyah seopang ulama dalam bidang Ulum Alquran, sebab
setelah al-Suyuti maka berhentilah kemajuan Ulumul Quran sampai akhir
abad XIII H.
Namun pada abad XIV H sampai sekarang ini mulai bangkit kembali
aktifitas para ulama dan sarjana Islam untuk menyusun kitab-kitab tentang
Alquran, baik yang membahas ulumul Quran maupun yang membahas salah
satu cabang dari Ulum Quran.
PENUTUP
KESIMPULAN
· Ungkapan “Ulum al-Qur’an” berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua
kata, yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata “Ulum” secara bahasa merupakan
bentuk jamak dari kata “Ilmu”. Dari definisi di atas para ulama’ mempunyai
maksud yang sama. Baik Al-Qaththan, Al-Zarqani, maupun Al-Suyuthi sepakat
menyimpulkan bahwa Ulum Qur’an adalah suatu ilmu yang lengkap dan
mencakup semua ilmu yang ada hubungannya dengan al-Qur’an baik berupa
ilmu-ilmu agama, seperti ilmu Tafsir, maupun berupa ilmu-ilmu bahasa Arab
seperti Ilmu I’rab al-Qur’an.
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi. 1996. Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Titian Ilahi
Press.