0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
113 tayangan3 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang munculnya filsafat dan zaman axial, yaitu periode antara 900-200 SM dimana berbagai pemikir besar seperti Lao Tzu, Konfusius, Buddha, Zoroaster, para nabi Yahudi, Homer, dan filosof Yunani muncul secara bersamaan di berbagai peradaban tanpa kontak langsung, dan mengembangkan sistem intelektual baru yang mempengaruhi perkembangan kemudian. Periode ini ditandai dengan perges
Dokumen tersebut membahas tentang munculnya filsafat dan zaman axial, yaitu periode antara 900-200 SM dimana berbagai pemikir besar seperti Lao Tzu, Konfusius, Buddha, Zoroaster, para nabi Yahudi, Homer, dan filosof Yunani muncul secara bersamaan di berbagai peradaban tanpa kontak langsung, dan mengembangkan sistem intelektual baru yang mempengaruhi perkembangan kemudian. Periode ini ditandai dengan perges
Dokumen tersebut membahas tentang munculnya filsafat dan zaman axial, yaitu periode antara 900-200 SM dimana berbagai pemikir besar seperti Lao Tzu, Konfusius, Buddha, Zoroaster, para nabi Yahudi, Homer, dan filosof Yunani muncul secara bersamaan di berbagai peradaban tanpa kontak langsung, dan mengembangkan sistem intelektual baru yang mempengaruhi perkembangan kemudian. Periode ini ditandai dengan perges
1. Filosul Skotlandia John Stuart Stuart-Glennie (1841–1910) menulis pada tahun 1873 tentang teori yang disebutnya dengan revolusi moral “the moral revolution.” Ia menggambarkan bahwa perubahan mendasar (“deep changes”) berupa revolusi moral telah terjadi secara simultan pada beberapa peradaban dunia berbeda, pada kurun waktu 600–500 SM. Perubahan sejarah ini terjadi di sejumlah peradaban kuno, termasuk Cina, India, Sumeria & Akkadiana dan Yunani. 2. Pada 1949 filosuf Jerman Karl Theodor Jaspers menciptakan frase “Achsenzeit” (Ing. “Axial Age” atau “Axis age”) untuk menjelaskan suatu masa antara 900–200 SM saat “fondasi spiritual ummat manusia diletakkan secara simultan dan mandiri, dan dasar pijak manusia ini masih bertahan sampai hari ini (The spiritual foundations of humanity were laid simultaneously and independently and these are the foundations upon which humanity still subsists today).” Jaspers berargumentasi bahwa cara berfikir baru (new ways of thinking) dalam bidang agama dan filsafat muncul secara paralel di Persia, India, Cina, Yunani-Rumawi, Mesir, tanpa ada hubungan kontak langsung antara pemikir dari berbagai budaya Eropa-Asia (Eurasia) yang mempelopori perubahan ini. 3. Jaspers mengidentifikasikan pemikir penting era ini yang memiliki pengaruh besar terhadap masa depan filsafat dan agama, dan menyebutkan karakteristik pemikiran mereka sebabagai interval dari cara berfikir lama yang penuh legenda kepada pola berfikir baru berupa kesadaran koheren (lucid consciousness) tentang manusia dan kosmos. Fase ini adalah era dimana keyakinan lama telah kehilangan validitasnya sementara kepercayaan baru belum terlalu siap. 4. Pemikir berpengaruh fase ini adalah Lao Tzu (Old Master: l. 604 SM) dan Konfusius (Master Kong: 551–479 SM) di Cina dan pengarang Upanishads (teks agama dan filsafat Agama Hindu yang juga disebut dengan Sanatana Dharma atau “Eternal Order” atau “Eternal Path”) dan Buddha (563 atau 480–483 atau 400 SM) di India. Sementara di Persia (Iran) muncul Zoroaster (atau Zarathustra, pertengah abad ke tujuh SM) yang memperkenalkan agama (monotheisme & dualisme: baik dan buruk) negara yang bertahan selama satu millennium (600 SM-650 M), sehingga penaklukan Iran oleh Islam pada 633-654. 5. Di Palestina muncul nabi Bani Israel (Hebrew prophets) seperti, Elijah (al-Quran, Ilyas: skt. 900-849 SM), Isaiah (abad 8 SM) dan Jeremiah (skt. 650–570 SM), nama keduanya tidak disebutkan dalam al-Quran namun Muslim percaya kenabian mereka. Selanjutnya, di Yunani muncul Homer (skt. 800– 701 SM), pengarah Illiad (epik Perang Trojan dalam bentuk syair) dan juga epik Odyssey yang juga dalam bentuk syair yang mengisahkan perjalanan pulang pahlawan Yunani Odysseus, Raja Ithaca, setelah Perang Trojan. Selain Homer di Yunani juga muncul nama besar lain, filosuf Heraclitus (skt. 535- 475 SM), Parmenides (l. skt. 515 SM), Sokrates, Plato, Archimedes (287- 212 SM) dan lain-lain. 6. Para pemikir dari berbagai wilayah ini muncul secara bersamaan, meskipun mereka tidak memiliki hubungan langsung satu sama lain. Karena itu, Axial Age adalah suatu periode dalam sejarah ummat manusia dimana para pemikir ini mengembangkan atau mengajarkan sistem intelektual, filosofikal dan agama yang mempengaruhi komunitas dan budaya manusia yang muncul setelah itu. Jaspers mengamati bahwa pada periode ini terjadi shift (perubahan), seakan berputar di atas axis (orbit, sumbu), sama-sama berpindah dari isu yang bersifat lokal dan keseharian kepada persoalan besar yang transcendental. 7. Apa itu transcendental? “Transcendence” berarti “to go beyond,” mengarah ke atas. Dalam konteks Axial Age, transcendence berarti revolusi pemikiran manusia tentang semesta raya dan cara kerjanya, cara berfikir mereka tentang diri mereka sendiri sebagai wujud (being) dari cara berfikir animistik dan legendaris kepada pendekatan yang lebih spekulatif tentang hakikat kemanusian, hubungan manusia dengan kosmos, dan tentang “the Good” dan bagaimana manusia dapat menjadi “good.” 8. Bagaimana awal mula manusia Yunani atau manusia lain mulai berspekulasi atau berfilsafat? Aristotels yang memahami filsafat sebagai “rigorous science, wisdom or knowledge par excellence” menjelaskan alasan orang berfilsafat karena secara alamiyah manusia ingin mengetahui dan itu adalah tabiat manusia. Awal mula manusia berfilsafat adalah karena rasa ta‘ajjub atau “awe” atau wonder tentang, pertama, hal yang dekat kehidupan mereka, yang secara bertahap meningkat kepada hal-hal yang sulit, sehingga mereka menelaah gerakan bulan, mata hari, bintang dan planet, serta asal semua itu. Ini berarti bahwa filsafat dimulai karena attitude dan rasa keta‘ajjuban yang dimiliki manusia. 9. Filsafat mengandung dua makna: filsafat sebagai “ilmu” (knowledge) dan filsafat sebagai jalan hidup “a way of life.” Kata filosuf mengandung makna “seseorang yang memiliki ilmu” dan “seseorang yang hidup dan berbuat dengan cara tertentu.” Karenanya, filsafat sebagai “ilmu” dan filsafat sebagai “jalan hidup” merupakan dua cara memaknai filsafat. Kalau keduanya dipahami secara bersama, filsafat sebagai way of life dan knowledge berarti pola kehidupan berdasarkan ilmu. 10. Pandangan sejarah tentang Axial Age telah dikritik sejumlah sarjana lain, karena periode ini tidak memasukkan tokoh dunia yang jauh lebih berpengaruh dari mereka seperti Jesus (Isa) dan Moses (Musa) serta Muhammad alyhim us-Salam.
The Upanishads: http://davidpaulboaz.org/_documents/stromata/sanatana_dharma.pdf & http://muneshkumarkella.blogspot.com/2012/04/upanishads.html & http://www.kalimatidigital.com/musings/hinduism-sanatana-dharma-its- ancient-scriptures/.