Anda di halaman 1dari 3

Filsafat Umum

(28 Februari 2022 / Minggu 2)


Asna Husin

Kemunculan Filsafat dan Axial Age


1. Filosul Skotlandia John Stuart Stuart-Glennie (1841–1910) menulis
pada tahun 1873 tentang teori yang disebutnya dengan revolusi moral
“the moral revolution.” Ia menggambarkan bahwa perubahan
mendasar (“deep changes”) berupa revolusi moral telah terjadi secara
simultan pada beberapa peradaban dunia berbeda, pada kurun waktu
600–500 SM. Perubahan sejarah ini terjadi di sejumlah peradaban
kuno, termasuk Cina, India, Sumeria & Akkadiana dan Yunani.
2. Pada 1949 filosuf Jerman Karl Theodor Jaspers menciptakan frase
“Achsenzeit” (Ing. “Axial Age” atau “Axis age”) untuk menjelaskan
suatu masa antara 900–200 SM saat “fondasi spiritual ummat
manusia diletakkan secara simultan dan mandiri, dan dasar pijak
manusia ini masih bertahan sampai hari ini (The spiritual
foundations of humanity were laid simultaneously and
independently and these are the foundations upon which humanity
still subsists today).” Jaspers berargumentasi bahwa cara berfikir
baru (new ways of thinking) dalam bidang agama dan filsafat
muncul secara paralel di Persia, India, Cina, Yunani-Rumawi, Mesir,
tanpa ada hubungan kontak langsung antara pemikir dari berbagai
budaya Eropa-Asia (Eurasia) yang mempelopori perubahan ini.
3. Jaspers mengidentifikasikan pemikir penting era ini yang memiliki
pengaruh besar terhadap masa depan filsafat dan agama, dan
menyebutkan karakteristik pemikiran mereka sebabagai interval dari
cara berfikir lama yang penuh legenda kepada pola berfikir baru
berupa kesadaran koheren (lucid consciousness) tentang manusia
dan kosmos. Fase ini adalah era dimana keyakinan lama telah
kehilangan validitasnya sementara kepercayaan baru belum terlalu
siap.
4. Pemikir berpengaruh fase ini adalah Lao Tzu (Old Master: l. 604
SM) dan Konfusius (Master Kong: 551–479 SM) di Cina dan
pengarang Upanishads (teks agama dan filsafat Agama Hindu yang
juga disebut dengan Sanatana Dharma atau “Eternal Order” atau
“Eternal Path”) dan Buddha (563 atau 480–483 atau 400 SM) di
India. Sementara di Persia (Iran) muncul Zoroaster (atau
Zarathustra, pertengah abad ke tujuh SM) yang memperkenalkan
agama (monotheisme & dualisme: baik dan buruk) negara yang
bertahan selama satu millennium (600 SM-650 M), sehingga
penaklukan Iran oleh Islam pada 633-654.
5. Di Palestina muncul nabi Bani Israel (Hebrew prophets) seperti,
Elijah (al-Quran, Ilyas: skt. 900-849 SM), Isaiah (abad 8 SM) dan
Jeremiah (skt. 650–570 SM), nama keduanya tidak disebutkan dalam
al-Quran namun Muslim percaya kenabian mereka. Selanjutnya, di
Yunani muncul Homer (skt. 800– 701 SM), pengarah Illiad (epik
Perang Trojan dalam bentuk syair) dan juga epik Odyssey yang juga
dalam bentuk syair yang mengisahkan perjalanan pulang pahlawan
Yunani Odysseus, Raja Ithaca, setelah Perang Trojan. Selain Homer
di Yunani juga muncul nama besar lain, filosuf Heraclitus (skt. 535-
475 SM), Parmenides (l. skt. 515 SM), Sokrates, Plato, Archimedes
(287- 212 SM) dan lain-lain.
6. Para pemikir dari berbagai wilayah ini muncul secara bersamaan,
meskipun mereka tidak memiliki hubungan langsung satu sama lain.
Karena itu, Axial Age adalah suatu periode dalam sejarah ummat
manusia dimana para pemikir ini mengembangkan atau mengajarkan
sistem intelektual, filosofikal dan agama yang mempengaruhi
komunitas dan budaya manusia yang muncul setelah itu. Jaspers
mengamati bahwa pada periode ini terjadi shift (perubahan), seakan
berputar di atas axis (orbit, sumbu), sama-sama berpindah dari isu
yang bersifat lokal dan keseharian kepada persoalan besar yang
transcendental.
7. Apa itu transcendental? “Transcendence” berarti “to go beyond,”
mengarah ke atas. Dalam konteks Axial Age, transcendence berarti
revolusi pemikiran manusia tentang semesta raya dan cara kerjanya,
cara berfikir mereka tentang diri mereka sendiri sebagai wujud
(being) dari cara berfikir animistik dan legendaris kepada
pendekatan yang lebih spekulatif tentang hakikat kemanusian,
hubungan manusia dengan kosmos, dan tentang “the Good” dan
bagaimana manusia dapat menjadi “good.”
8. Bagaimana awal mula manusia Yunani atau manusia lain mulai
berspekulasi atau berfilsafat? Aristotels yang memahami filsafat
sebagai “rigorous science, wisdom or knowledge par excellence”
menjelaskan alasan orang berfilsafat karena secara alamiyah manusia
ingin mengetahui dan itu adalah tabiat manusia. Awal mula manusia
berfilsafat adalah karena rasa ta‘ajjub atau “awe” atau wonder
tentang, pertama, hal yang dekat kehidupan mereka, yang secara
bertahap meningkat kepada hal-hal yang sulit, sehingga mereka
menelaah gerakan bulan, mata hari, bintang dan planet, serta asal
semua itu. Ini berarti bahwa filsafat dimulai karena attitude dan rasa
keta‘ajjuban yang dimiliki manusia.
9. Filsafat mengandung dua makna: filsafat sebagai “ilmu”
(knowledge) dan filsafat sebagai jalan hidup “a way of life.” Kata
filosuf mengandung makna “seseorang yang memiliki ilmu” dan
“seseorang yang hidup dan berbuat dengan cara tertentu.”
Karenanya, filsafat sebagai “ilmu” dan filsafat sebagai “jalan hidup”
merupakan dua cara memaknai filsafat. Kalau keduanya dipahami
secara bersama, filsafat sebagai way of life dan knowledge berarti
pola kehidupan berdasarkan ilmu.
10. Pandangan sejarah tentang Axial Age telah dikritik sejumlah
sarjana lain, karena periode ini tidak memasukkan tokoh dunia yang
jauh lebih berpengaruh dari mereka seperti Jesus (Isa) dan Moses
(Musa) serta Muhammad alyhim us-Salam.

The Upanishads:
http://davidpaulboaz.org/_documents/stromata/sanatana_dharma.pdf &
http://muneshkumarkella.blogspot.com/2012/04/upanishads.html &
http://www.kalimatidigital.com/musings/hinduism-sanatana-dharma-its-
ancient-scriptures/.

Anda mungkin juga menyukai