Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bangsa Arab mempunyai kebiasaan menyapa satu sama lain dalam
berbagai cara. Cara pertama adalah memanggil orang dengan namanya, cara
kedua dengan merujuk gelarnya, dan cara ketiga menyapa orang dengan
julukannya. Namun sebelum lebih jauh kita membahas tentang ketiganya, kita
perlu mengetahui terlebih dahulu tentang makna dan pengertiannya secara
singkat, sebagai dasar dan acuan kita dalam pembahasan yang lebih lanjut tentang
Asma, Kunyah, Laqab.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis ingin  membahas tentang Al-asma’ wa
al-kunya, al – Alqab al-muhadditsin :
1. Apa pengertian Al-asma, Kunyah, dan Laqab?
2. Apa faedah penggunaan Al-asma, Kunyah, dan Laqab bagi Muhaditsin?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Al-Asma
Al-asma merupakan suatu nama yang di berikan kepada seseorang
sebagai dasar untuk pengenal dirinya kepada orang lain. Juga dapat dikatakan
adalah merupakan nama aslinya, tanpa di kaitkan dengan nasab atau
keistimewaannya.1
Karakteristik dari Asma adalah merupakan suatu nama yang memang
telah di berikan atau telah di tetapkan sejak kehadirannya, Sebagai suatu contoh:
Al-Muthalib dan Hasyim, adalah dua putra kandung Abdu Manaf yang saling
bersahabat. Persahabatan mereka itu berlanjut pada anak-anah mereka berdua.
Kepada al-Muthalib inilah disandarkan al-Muththalib, kakek Nabi saw, dalam
sebuah kisah yang dipaparkan oleh Ibn Ishaq dan yang lainnya yang ringkasnya
adalah bahwa Hasim bin Abdu Manaf menikah dengan seorang wanita penduduk
Madinah dari suku Khazraj, kemudian lahirlah Syaibah al-Hamd, lalu ia ikut
ibunya sedang Hasim keluar ke negeri Syam sebagai pedagang, lalu meninggal
di Ghazah. Setelah itu al-Muththalib datang ke Madinah, disana dia menemukan
Syaibah al-Hamd telah tumbuh besar, maka diapun membawanya ke Mekah dan
masuk ke kelompoknya. Maka sebagian orang pun mengatakan: Ini adalah
Abdul Muthalib (budak Muthathalib), lalu nama itu menjadi dominal padanya.

B. Al-Kuna
1. Pengertian dan Karakteristik Al-Kuna
Al-kuna artinya menyebut sesuatu dengan suatu sikap tertentu.
Karena alasan inilah, dalam tata bahasa Arab, kata-kata tersebut digunakan

1Mughny Aha, Metode Pengenalan Nama-Nama Dan Kuniyah Periwayat Hadits, Pustaka


Firdaus,Jakarta,2010, hal. 17

2
untuk menunjukkan sesuatu yang disebut kinayah. Penduduk Basrah biasa
menyebut pronoun sebagai kinayah.
Karakteristik dari Kunyah adalah seseorang menyinggungnya orang
itu melalui ayahnya, ibunya, atau anaknya dan menggunakan kata-kata
seperti “Abu,” “Ummi,” atau “Ibnu,”. Demikian pula, nama yang dimulai
dari Bint, Akh, Ukht, Amm, 'Ammah, Khal, dan Khalah adalah juga bentuk
lain dari kunyah.2
Pada umumnya, ini disebabkan nama-nama ayah atau leluhur terkait
dengan nama seseorang. Kunyah apabila bergabung dengan nama asli maka
kunyah boleh diawalkan atau diakhirkan. Contoh Abu Hafsh Umar atau
Bakr Abu Zaid. Namun yang lebih masyhur, kunyah diawalkan karena
maksud dari kunyah adalah untuk menunjukkan kepada dzat bukan sebagai
sifat. Kunyah secara umum merupakan suatu penghormatan dan kemuliaan.
Seorang penyair berkata:3
“Aku memanggilnya dengan kunyah sebagai penghormatan padanya
Dan saya tidak menggelarinya, karena gelar adalah jelek baginya.”
Namun terkadang kunyah juga bisa bermakna celaan seperti Abu
Jahl, Abu Lahab dan lain sebagainya.

2. Tujuan Penggunaan Kunyah


Penggunaan kunyah memiliki beberapa alasan dan tujuan,
diantaranya sebagai berikut:
 Bentuk penghormatan: mayoritas kunyah digunakan dengan alasan ini.
 Bentuk pengharapan agar bernasib baik: ketika seorang anak baru lahir
terkadang dipilihkan untuknya kunya, dengan harapan agar kelak ia
memiliki keluarga dan keturunan. Seperti misalnya Abbas ketika masih

2Badi' Ya'qub, Mausu'a 'Ulum al-Lughah al-'Arabiyah, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2006,
cet. 1, jld. 7, hlm. 431
3Imam Al-Nawawi, Dasar – Dasar Ilmu Hadits, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2009. Hlm 140

3
kecil diberikan kunyah Abul Fadhl, meskipun belum memiliki putra yang
bernama Fadhl.
 Bentuk penghinaan dan sarkasme: kadang kunyah digunakan untuk
mengejek dan mempermalukan seseorang, seperti misalnya Allah
swt dalam surah al-Lahab menyebut salah seorang paman Nabi dengan
nama Abu Lahab. Demikian pula Nabi Muhammad saw menyebut
pamannya 'Amru bin Hisyam dengan nama Abu Jahal. Ali bin Abi
Thalib juga menyebut Hajjaj bin Yusuf dengan Abu Wadzhah.
 Bentuk taqiyah dan upaya penjagaan diri: terkadang dimasa-masa sulit,
Imam Ali as dan Aimmah as lainnya dipanggil dengan kunyah khusus
untuk menyelamatkan hidup mereka. Seperti misalnya Imam Ali as
disebut dengan nama Abu Zainab. Ibnu Abi al-Hadid mengakui
penggunaan kunyah tersebut digunakan pada masa kekuasaan Bani
Umayyah yang melarang nama dan keutamaan Imam Ali as disebut-
sebut, sehingga ketika Syiah hendak meriwayatkan hadis dari Imam Ali
as mereka menggantinya dengan nama Abu Zainab.4

3. Al-Kuna Dalam Ilmu Hadits


Ibn al-Madini menulis kitab khusus mengenai nama asli dan
julukan, kemudian Imam Muslim melanjutkan kerja yang dirintis al-Madini,
dan diteruskan oleh al-Nasa’i, al-Hakim Abu Ahmad, Ibnu Mandah, dan
ahli hadits lainnya. Maksud dari penulisan kitab tersebut adalah untuk
menjelaskan nama asli dari para rawi yang memakai nama julukan. Para
penulisnya menuliskan bab-bab yang ada pada kitab-kitab itu berdasarkan
urutan huruf depan nama julukan rawi itu secara alfabetik.

4Ibnu Abil Hadid, Abdul Hamid bin Hibatullah. Syarhu Nahjil Balaghah. Baghdad: Dar al-
Kutub al-Arabi, 1426 H, jld. 4, hal. 54

4
Pembahasan ini terbagi ke dalam beberapa bagian:5
1) Seorang rawi yang dikenal dengan nama julukannya dan ia tidak
mempunyai nama lain selain nama itu. Dalam kategori ini masih terbagi
lagi dalam dua bagian. Mereka yang masih mempunyai nama julukan
lain. Contoh: Abu Bakar bin Abd Rahman, salah seorang dari ahli fiqh
tujuh. Nama aslinya adalah Abu Bakar, sedang julukannya adalah  Abu
Abd Rahman. Begitu pula  Abu Bakar bin Amr bin Hazm, julukannya
adalah Abu Muhammad.
2) Seorang rawi yang dikenal memakai nama julukan, tapi tidak diketahui
apakah ia mempunyai nama atau tidak. Contoh: Abu Anas (seorang
sahabat), Abu Muwaihibah (seorang bdak yang telah dimerdekakan
Nabi), Abu Syaibah al-Khudri, Abu al-Abyadl (yang pernah
meriwayatkan hadits dari Anas, Abu Bakar bin Nafi (seorang budak
yang dimerdekakan Ibnu Umar), Abu al-Najib, Abu Hariz (seorang yang
berasal dari Mauqif, Mesir)
3) Seorang rawi yang mendapat gelar dengan nama julukan, tapi ia selain
mempunyai nama julukan, ia juga mempunyai nama asli dan nama
julukan lainnya. Contoh: Abu Turab, ia adalah Ali bin Abi Thalib. Ia
sendiri sesungguhnya telah mempunyai nama julukan, yaitu Abu al-
Hasan. Demikian pula, Abu al-Zinad, ia adalah Abdullah bin Dzakwan
yang mempunyai julukan Abu Abd Rahman.
4) Seorang rawi yang mempunyai dua nama julukan atau lebih. Contoh:
Ibn Juraij yang mempunyai nama julukan Abu al-Walid, Abu Khalid.
Abu al-Furawi yang mempunyai nama julukan Abu Bakar, Abu al-Fath,
dan Abu al-Qasim.
5) Seorang rawi yang diperselisihkan nama julukannya. Contoh: Usamah
bin Zaid. Ada yang mengatakan nama julukannya adalah Abu

5Imam Al-Nawawi, Ibid... hal. 140

5
Muhammad, pendapat lain menyebutkan julukannya adalah Abu
Abdillah. Ada lagi yang menyebutkan yaitu Abu Kharijah.
6) Rawi yang diketahui julukannya tapi masih samar diperdebatkan nama
aslinya. Contoh: Abu Bashrah al-Ghifari, menurut pendapat yang benar
nama aslinya adalah Humail, ada yang berpendapat lagi yaitu Juwail.
Contoh lain yaitu Abu Zuhaifah nama aslinya Wahb, namun ada yang
memperdebatkan nama aslinya lagi yaitu Wahb Allah. Selain itu Abu
Hurairah juga diperdebatkan nama aslinya, menurut pendapat yang
paling benar adalah Abd al-Rahman bin Sakhr.
7) Seorang rawi yang masih diperselisihkan nama asli dan juluknnya.
Contoh: Safinah, seorang budak yang telah dimerdekakan Nabi
Muhammad saw. satu pendapat ada yang menyebutkan namanya adalah
Umair, Shalih, Abu al-Bakhtari.
8) Nama julukan yang dipakai oleh banyak orang, seperti julukan Abu
Abdillah, yang dipakai madzhab fiqh, diantaranya Sufyan al-tsauri.

C. Al-Alqab
1. Pengertian dan Karakteristik Al-Alqab/Laqab
Laqab merupakan suatu gelar yang di berikan kepada seseorang
karena suatu hal yang berkenaan dengan dirinya. Adapun karakteristik dari
Laqab ialah dengan nama yang di nisbatkan pada keistimewaannya, sebagai
contoh Imam Ali, laqab (gelar)nya adalah “Asadullah,” “Haidar”. Demikian
halnya Imam Husain gelarnya banyak, misalnya, Asy-Syahid As-Sa’id, As-
sibth Ats-Tsani (cucu kedua), Imamuts Tsalits (imam ketiga), Ar-Rasyid
(orang yang lurus), Al-Wali As-Sayyid (pemimpin Sayid), “orang yang
mengikuti kehendak Allah dan bukti-Nya.” Dalam contoh lain adalah Asy-
Syafi’I, di Mekkah dia disebut sebgai seorang penolong hadits.

6
2. Perbedaan Laqab dengan Kunyah
Dalam bahasa Arab biasanya setiap orang selain memiliki nama asli,
juga memiliki kunyah dan laqab. Adapun perbedaan antara kunyah dengan
laqab, disebutkan sebagai berikut: Laqab memberikan penjelasan mengenai
kekhususan dan sifat terpuji atau tercela yang melekat pada diri seseorang.
Seperti misalnya ash-Shadiq (yang terpercaya) atau al-Kadzab (pendusta)
atau al-Amin (yang amanah) atau al-Khain (yang berkhianat). Sementara
kunyah dalam bahasa Arab biasanya digunakan sebagai panggilan untuk
menghormati atau memuliakan seseorang.
Pada laqab, pujian atau celaan ada pada makna harfiah dari kata yang
digunakan sebagai laqab sementara kunyah tidak secara harfiah makna pujian
ada pada kunyah tersebut melainkan memanggil bukan dengan nama asli
dinilai sebagai bentuk penghormatan.

3. Al-Alqab Al-Muhadditsin
Laqab adalah suatu julukan yang disebutkan kepada seseorang yang
mengesankan pujian atau cacian. Berikut contoh Laqab al-muhadditsin:6
1) Al-Hafizh Abdul Ghani bin Said al-Mishri, “ada dua orang yang
menyandang laqab jelek : Mu’awiyah bin Abdul Karim al-dhall (sesat),
lantaran ia hanya pernah tersesat dijalan di Mekkah dan Abdullah bin
Muhammad al-dh’if (lemah), lantara yang dhaif adalah fisiknya, bukan
haditsnya.
2) Ghundar adalah laqab Muhammad bin Ja’far al-Bashri Abu Bakar.
Pemberian laqab tersebut karena ia banyak membuat gaduh dihadapan
Ibnu Juraij, lalu Ibnu Juraij berkata, “ Uskut ya Gundar!. Ghundar
menurt ahli Hijaz bermakna si pembuat gadh. Kemudian menurt ahli
Hijaz bermakna si pembuat gaduh.

6Imam Al-Nawawi, ...Ibid. hal. 140

7
3) Bundar   adalah laqab Muhammad bin Masyar al-Bashri, guru al-Bukhari
dan Muslim. Banyak orang meriwayatkan hadits darinya, ia dijuluki
demikian karena ia banyak menguasai hadits.
4) Muthayyan  adalah laqab Abu Ja’fat al-Hadhrami. Ia berkata, “suatu saat
aku bermain bersama anak-anak sehingga aku berlumuran lumpur. Tiba-
tiba lewat dihadapan kami AbuNu’aim al-Fadhl bin Dukain, lalu berkata,
“ya Muthayyan !ya Muthayyan ! telah tiba saatnya kamu harus datang ke
majelis untuk belajar hadits,”. Setelah beberapa hari berselang ketika aku
dibawa (teman) kepadanya ternyata ia telah meninggal.
Banyak ulama telah menyusun kitab tentang laqab ini, diantaranya
adalah Abu al-Fadhl Ibnu al-Falaki al-Hafizh.Yang paling bagus adalah
susunan Syaikh al-Islam Abu Al-Fadhl Ibu Hajar al-Asqalani.

D. Faedah Al-Asma’ wa Kunyah wa Laqab Al-Muhadditsin


a. Untuk menghindari kekeliruan dalam penamaan rawi satu dengan yang lain.
b. Untuk mengetahui tingkat derajat perawi yang memiliki gelar.
c. Untuk mempermudah pengenalan dengan nama-nama perawi yang terkenal
dengan kunyahnya dan agar diketahui karakteristiknya.

8
BAB III
PENUTUP

Simpulan
Al-asma merupakan suatu nama yang di berikan kepada seseorang sebagai
dasar untuk pengenal dirinya kepada orang lain. Juga dapat dikatakan adalah
merupakan nama aslinya, tanpa di kaitkan dengan nasab atau keistimewaannya.
Al-Kunya artinya menyebut sesuatu dengan suatu sikap tertentu. Seseorang
menyinggungn orang itu melalui ayahnya, ibunya, atau anaknya dan menggunakan
kata-kata seperti “Abu,” “Ummi,” atau “Ibnu.” Demikian pula, nama yang dimulai
dari Bint, Akh, Ukht, Amm, 'Ammah, Khal, dan Khalah adalah juga bentuk lain dari
kunyah.
Laqab merupakan suatu gelar yang di berikan kepada seseorang karena suatu
hal yang berkenaan dengan dirinya. Karakteristik dari laqab ialah dengan nama yang
di nisbatkan pada keistimewaannya.
Faedah Al-Asma’ wa Kunyah wa Laqab Al-Muhadditsin
a. Untuk menghindari kekeliruan dalam penamaan rawi satu dengan yang lain.
b. Untuk mengetahui tingkat derajat perawi yang memiliki gelar.
c. Untuk mempermudah pengenalan dengan nama-nama perawi yang terkenal
dengan kunyahnya dan agar diketahui karakteristiknya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Mughny Aha, Metode Pengenalan Nama-Nama Dan Kuniyah Periwayat Hadits,


Jakarta, Pustaka Firdaus, 2010
Imam Al-Nawawi, Dasar – Dasar Ilmu Hadits, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2009
Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani, 2001, Cendekia Sentra Muslim , Manaqib Imama
Syafi’I, Jakarta: CV. Cendekia Sentra Muslim, 2001
Badi' Ya'qub, Mausu'a 'Ulum al-Lughah al-'Arabiyah, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah,
2006
Ibnu Abil Hadid, Abdul Hamid bin Hibatullah. Syarhu Nahjil Balaghah. Baghdad:
Dar al-Kutub al-Arabi, 1426 H

10

Anda mungkin juga menyukai