FAKULTAS USHULUDDIN
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebuah peradaban di Nusantara tidak akan terlepas dari masa yang telah lampau.
Nusantara termasuk kawasan yang letaknya di bagian Asia Tenggara dengan peradaban yang
sangat tinggi dan diwariskan ke generasi selanjutnya melalui berbagai media, tulisan Naskah
menjadi bukti yang sangat kuat yang mengandung banyak sejarah serta peninggalan -
peninggalan berharga lainya yang mengidentifikasi tinggi rendahnya suatu peradaban.
Berkaitan dengan latar belakang di atas, makalah ini akan menjelaskan tentang sejarah
pengertian dan ruang lingkup Filologi.
B. RUMUSAN MASALAH
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filologi
Istilah Filologi muncul pada abad ke-3SM, dikemukakan pertama kali oleh
Erastothenes di Iskandaria. Waktu itu, filologi berusaha mengkaji teks-teks lama dari
bahasa Yunani dengan tujuan mencari bentuk aslinya dengan menyisihkan kesalahan-
kesalahan yang ada. Untuk itu, penelitian bahasa dan kebudayaan yang
melatarbelakanginya menjadi sangat penting.
1
Fathurahman Oman, filologi Indonesia: Teori dan Metode (Jakarta: Kencana,2017), 12.
2
Abdullah Ridho, “Filologi sebagai pendekatan Kajian keislaman dalam jurnal keislaman”(cilacap: Al-
munqidz,2020), 202.
3
Di Eropa daratan, istilah filologi mengarahkan studinya kepada teks dan kritik teks
atau yang menyangkut seluk-beluk teks. Di Belanda, filologi lebih mengarahkan studinya
pada teks sastra dan budaya dengan latar belakang budaya yang mendukung teks tersebut.
Di Perancis, filologi selain mendapat arti studi suatu bahasa melalui dokumen tertulis
juga merupakan studi teks dan transmisinya. Di Inggris, menurut Mario Pei dalam
Glossary of Linguistic Terminology (1966), filologi merupakan ilmu dan studi bahasa
yang ilmiah seperti halnya linguistik masa kini dan apabila studinya diarahkan pada teks -
teks lama maka filologi merupakan studi linguistik historis. Sedangkan di Indonesia,
filologi lebih cenderung berkiblat pada pengertian yang dikenal di Belanda yang
menganggap sebagai disiplin ilmu yang mendasarkan kerjanya pada bahan tertulis dan
bertujuan mengungkap makna teks dengan latar belakang budayanya.3
Penelitian terhadap naskah bila tidak diawali oleh penelitian filologi dianggap belum
sempurna. Kerusakan bacaan, kerusakan bahan, dan munculnya sejumlah variasi pada
teks menuntut cara untuk mendekatinya. Sebagai akibatnya, upaya untuk menggali
informasi yang tersimpan dalam karya tulisan yang berupa produk masa lampau itu harus
berhadapan dengan kondisi karya yang selain materi yang diinformasikan tidak lagi
dipahami oleh pembaca masa kini, juga dengan kondisi fisiknya yang sudah tidak
sempurna lagi karena rusak oleh waktu. Oleh karena itu, lahirnya filologi dilatarbelakangi
oleh sejumlah faktor sebagai berikut.
Naskah kuno setidaknya memiliki tiga sebutan: Dalam Bahasa Inggris disebut dengan
Manuskrip, dan dalam Bahasa Belanda menyebut dengan Handschrift, sedangkan dalam
Bahasa Arab disebut dengan Makhthuthah.
3
Muhammad Abdullah, Pengantar Filologi (Semarang: UNDIP,2019), 9-10.
4
Siti Baroroh Baried dkk, Pengantar Teori Filologi (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa,1985), 12
4
Jadi dapat disimpulkan, filologi adalah ilmu yang mempelajari tentang teks dan juga
naskah kuno yang biasanya naskah tersebut ditulis diatas kulit kayu, lontar, bambu dll.
Yang bertujuan untuk menjaga teks asli agar tidak terjadi perubahan dan meminimalisir
kesalahan.
Mencari objek kajian dalam disiplin ilmu merupakan suatu hal yang penting, agar
para pembacanya dapat mengerti apa yang menjadi pokok pembicaraan yang dibahas
didalam tulisan atau penelitian tersebut. Objek kajian dalam filologi adalah teks dan
naskah kuno yang biasa kita sebut dengan manuskrip. Dalam kajian filologi, kata dan
naskah memiliki arti yang berbeda, menurut ilmu filologi naskah adalah suatu hal yang
yang nyata (konkret), sedangkan makna teks adalah suatu hal yang belum jeelas
(abstrak).5 Dan biasanya yang dijadikan objek kajian dalam filologi adalah naskah
(manuskrip) yang ditulis pada kulit kayu, bambu, lontar, dan kertas.
Dalam penelitian filologi, hendaknya di bedakan antara objek dan sasaran studi
filologi. Objek studi filologi adalah naskah sedangkan sasarannya adalah teks. Dalam hal
ini kedua istilah itu dibedakan artinya. Naskah adalah wujud konkret dari teks yang
berupa naskah tulisan tangan atau cetak kertas, kulit kayu, lontar tembaga yang
merupakan refleksi kehidupan masyarakat pada zamannya. Karena pada masa lalu naskah
sering ditulis dengan tangan maka maka sering disebut dengan istilah handschrit (hs)
untuk tunggal dan (hss) untuk Jamak. Nama lain untuk naskah adalah Manuscript (ms)
untuk tunggal (mss) untuk jamak. sedangkan teks adalah isi atau kandungan yang ada
dalam naskah dan bersifat abstrak termasuk di dalamnya buah pikiran dan perasaan yang
terkandung di dalamnya6
2. Tujuan Filologi
5
Siti baroroh baried,dkk, Pengantar Teori Filologi (Yogyakarta: BPPF Fakultas Sastra Universitas Gadjah
Mada,1994), 6
6
Muhammad Abdullah, Pengantar Filologi, 10.
5
dengan itu kita dapat menyelamatkannya. Filologi juga berusaha untuk menjernihkan teks
dari kesalahan yang terjadi pada proses penyalinan yang terjadi berulang kali terhadap
suatu teks hingga teks tersebut kebmali ke bentuk asli atau mendekati asli.7
Bila dilihat dari sejarah lahirnya dan perkembangannya, memang arti filologi
tersebut berada dalam arti luas, yakni filologi sebagai pengkajian menyeluruh terhadap
apa-apa yang ada dalam naskah. Baik itu bahasanya, sastranya, sejarahnya, dan
sebagainya. Diperlukan kemampuan yang banyak dari seorang peneliti untuk mengkaji
naskah.8
Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari filologi. Filologi mempunyai tujuan yang
diklasifikasikan diantaranya adalah tujuan umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum
a. Memahami sejauhmana perkembangan suatu bangsa melalui sastranya, baik tulisan
maupun lisan.
b. Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan
kebudayaan.
c. Memahami makna dan juga fungsi teks bagi masyarakat yang berada disekitar
penulisnya.
2. Tujuan Khusus
a. Menyunting sebuah teks yang dipandang dekat dengan teks aslinya.
b. Mengungkapkan sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya.
c. Mengungkapkan pemahaman pembaca pada setiap periode (kurun waktu)
penerimaannya9
7
Nabilah Lubis, “Studi Naskah dan Metode Penelitian Filologi,” Jurnal Adabiyah 2 (1998) 23–30.
8
Kosasih, Ade & Supriatna, Agus, “Pengantar Penelitian Filologi” (Bandung: CV. Semiotika,2014), 14
9
Ahmad Hanapi, “FILOLOGI” (IAIN Jember, 2020), 6
6
Antropologi sangat berkaitan dengan budaya, budaya tersebut
berkaitan erat dengan cara hidup manusia, baik secara fisik maupun sosial.
Tradisi kehidupan masyarakat desa yang masih mengutamakan kebersamaan,
saling menolong yang ada di dalam teks Aji Saka ana ing Medhang Kamolan.
Di dalam Serat Wedhatama juga diuraikan bagaimana menyembah kepada
Tuhan. Dalam hal ini, masyarakat Jawa mengenal dengan istilah sembah raga
(menyembah Tuhan dengan mengutamakan gerak laku badaniah atau amal
perbuatan yang bersifat lahiriah). Isi dalam naskah tersebut di atas bisa
diuraikan secara rinci jika memahami budaya suatu daerah, sehingga
antropologi mempunyai peranan dalam kajian filologi.
Cerita dalam naskah lama tidak terlepas dari tema, alur, tokoh, latar
amanat, dan gaya bahasa, yang menjadi unsur-unsur pembangun cerita. Unsur
tersebut dapat dikaji dengan pendekatan struktural. Ilmu filologi pada masa
lalu lebih cenderung menggunakan pendekatan filologi tradisional. Dalam
perkembangannya yang terakhir sudah banyak kecenderungan menggunakan
pendekatan struktural yang lazim dipakai dalam penggarapan karya-karya
sastra modern.
Hal ini ketika cerita yang ada di dalam naskah berasal dari cerita lisan
kemudian ditulis. Foklor dikenal dengan adanya tradisi lisan. Tradisi lisan
tersebut dapat berupa legenda, dongeng, mite, sage, mantra yang sering dibaca
pada saat upacara rakyat. Hubungan filologi dengan foklor dapat diketahui
bahwa cerita yang ditulis dalam naskah dan teks bersumber dari legenda
7
maupun kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat sebagai tradisi budaya
masyarakat pemilik cerita.10
4. Metode Filologi
Metode berasal dari bahasa Latin yakni methodos terdiri dari gabungan akar kata
metha yang berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah, dan kata hodosyang berarti
jalan, cara, dan arah.11 Pengujian lebih luasnya dari ‘methodos’ adalah cara-cara, strategi
untuk memecahkan rangkaian sebuah sebab akibat berikutnya.
Willem van der Molen menyebutkan bahwa dalam penelitian naskah ada dua
metode yang selama ini sering digunakan, yakni metode (edisi) diplomatik dan metode
(edisi) kritis. Dikatakan, teks edisi diplomatik identik dengan teks naskah bersangkutan,
sedangkan teks edisi kritis adalah suatu (persiapan, pendahuluan) rekonstruksi teks asli12.
Reynold dan Wilson secara panjang lebar pernah mengurai tentang prinsip dasar
dari sebuah edisi kritis dan selanjutnya membuat suatu rangkuman bahwa tujuan edisi
kritis pada dasarnya adalah mengikuti kembali jalur transmisi dan mencoba memperbaiki
teks-teks agar sedekat mungkin dengan teks asli. Kedua metode atau tipe edisi ini masih
akan dibicarakan di dalam uraian-uraian selanjutnya. Pada bagian ini akan dibicarakan
beberapa metode filologi yang didasarkan atas jumlah naskah yang tersedia (metode serta
langkah-langkah kerja penelitian filologi dapat dilihat pada bagan di belakang). Dilihat
dari banyak sedikitnya jumlah naskah yang dijadikan objek penelitian13.
Apabila di dalam penelitian kita berhadapan dengan naskah yang hanya tersedia
satu buah naskah (codex uniqus) maka tidak mungkin kita untuk mengadakan
perbandingan dengan naskah lain. Karena itu untuk mengedisi naskah dapat ditempuh
dengan dua cara:
1) Edisi Diplomatic
10
Abdullah Ridho, “Filologi sebagai pendekatan Kajian keislaman dalam jurnal keislaman”,205-206
11
Kosasih, Ade & Supriatna, Agus, “Pengantar Penelitian Filologi”, 48
12
Molen, W. van der. 1981. “Aim and Methods of Javanese Philology” dalam Indonesia Circle 26: 5-12.
13
Reynolds, L.D. dan N.B. Wilson. 1975. Scribes and Scholars, A Guide to the Transmission of Greek and Latin Literature.
Oxford: Clarendon Press.
8
Di depan telah disinggung bahwa teks edisi diplomatik identik dengan teks
naskah bersangkutan (Molen). Ini berarti naskah diterbitkan tanpa disertai perubahan
sedikit pun, baik ejaan, pungtuasi maupun pembagian teks. Dalam edisi ini
semestinya teks tidak ditransliterasi. Jadi dalam bentuk yang paling sempurna dari
edisi ini adalah naskah asli direproduksi fotografis. Halaman naskah dipotret lalu
dicetak begitu saja. Dari segi teoritis, metode ini sebenarnya dapat dianggap paling
murni karena faktor subjektivitas editor tidak berpengaruh di dalamnya. Tetapi dari
segi praktis dianggap kurang menarik karena hanya dapat dinikmati oleh kalangan
tertentu saja terutama mereka yang telah memiliki dasar pengetahuan aksara atau
bahasa yang ada di dalam naskah bersangkutan.
Menyebut edisi ini sebagai edisi biasa. Meskipun naskah yang tersedia hanya
satu (naskah tunggal), tetapi di dalam metode ini penyunting sangat memperhatikan
semua aspek kegiatan penyuntingan naskah, seperti menyediakan transliterasi,
membetulkan kesalahan atau memperbaiki ketidakajegan yang dijumpai di dalam
teks, menyesuaikan ejaan sampai kepada menyusun aparat kritik dan membuat
komentar mengenai kejanggalan-kejanggalan (bacaan) yang dijumpai. Semua
perubahan yang dilakukan di dalam edisi dengan menggunakan metode ini dicatat di
tempat khusus untuk memudahkan pemeriksaan kembali atau membandingkan
dengan bacaan yang ada di dalam naskah. Bila dalam sebuah penelitian dihadapkan
pada tersedianya sejumlah naskah (lebih dari satu) maka untuk kepentingan
penyuntingan ada beberapa alternatif metode yang dapat digunakan, yakni:
a) Metode intuitif
b) Metode Objektif
9
Metode ini lebih populer dengan sebutan metode stema. Pada dasarnya
metode ini lebih menekankan pada usaha mencari hubungan kekeluargaan dari
naskah-naskah yang ditemukan peneliti. Dalam hal ini memilih bacaan yang
benar dari varian yang ada dapat dilakukan dengan melihat jumlah dan nilai
kesaksian naskah. Dengan demikian menentukan kebenaran didasarkan atas
kebenaran objektif, tidak didasarkan atas subjektivitas. Cara kerja metode ini
dengan mengadakan perbandingan kata demi kata. Bila dalam beberapa
naskah terdapat banyak kesalahan yang sama pada tempat yang sama pula,
maka dapat disimpulkan naskahnaskah tersebut berasal dari satu sumber.
c) Metode Gabungan
d) Metode Landasan
10
baru dapat ditetapkan apabila secara jelas sifat atau karakter setiap naskah
yang dijadikan sumber data penelitian sudah dapat diketahui14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
14
Robson, S.O. 1978. “Pengkajian Sastra-sastra Tradisional Indonesia” dalam Bahasa dan Sastra Tahun IV No. 6. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
11
Jadi dapat disimpulkan, filologi adalah ilmu yang mempelajari tentang teks dan
juga naskah kuno yang biasanya naskah tersebut ditulis diatas kulit kayu, lontar,
bambu dll. Yang bertujuan untuk menjaga teks asli agar tidak terjadi perubahan dan
meminimalisir kesalahan.
Objek kajian dalam filologi adalah teks dan naskah kuno yang biasa kita sebut
dengan manuskrip. Dalam kajian filologi, kata dan naskah memiliki arti yang berbeda,
menurut ilmu filologi naskah adalah suatu hal yang yang nyata (konkret), sedangkan
makna teks adalah suatu hal yang belum jeelas (abstrak). Dan biasanya yang dijadikan
objek kajian dalam filologi adalah naskah (manuskrip) yang ditulis pada kulit kayu,
bambu, lontar, dan kertas.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
12
Baried, Siti Baroroh dkk. 1985. “Pengantar Teori Filologi”. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa
Baried, Siti Baroroh dkk. 1994. “Pengantar Teori Filologi”. Yogyakarta: BPPF
Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada
Lubis, Nabilah, 1998. “Studi Naskah dan Metode Pelitian Filologi”. Dalam Jurnal
Adabiyah 2
Molen, W. van der, 1981. “Aim and Methods of Javanese Philology” dalam Indonesia
Circle 26: 5-12.
Oman, Fathurahman, 2017. “Filologi Indonesia Teori dan Metode”. Jakarta: Kencana
Reynolds, L.D. dan N.B. Wilson, 1975. Scribes and Scholars, A Guide to the
Transmission of Greek and Latin Literature. Oxford: Clarendon Press.
13