Anda di halaman 1dari 9

nuskrip) merupakan penelitian yang sasarannya adalah naskah-naskah

kuno dan objek materialnya adalah teks yang didalamnya ada resepsi
heermeneutika dengan pemahaman ayat-ayat Alquran. Naskah kuno
merupakan dokumen yang ditulis tangan dari berbagai jenis. Sebuah dokumen
dapat dikatakan sebagai manuskrip apabila umurnya minimal 100 tahun.1

Dalam tradisi Arab, pengertian filologi juga mengacu pada pengertian


yang ditawarkan Erastothenes. Filologi seperti ini dikenal dengan istilah tahqiq
al-nusus yang berarti mengetahui hakikat sebuah tulisan atau teks. Sebagian
filolog Arab seperti Shalah al-Din al-Munajjad menyebutnya, tahqiq al-
makhtutat. Orang yang melakukan kajian teks disebut muhaqqiq. Pentahqiq-an
dalam keilmuan Arab setidaknya menyangkut empat hal; Pertama, apakah
benar sebuah karya sastra (yang sedang diteliti atau dikaji) merupakan karya
asli pengarang sebagaimana yang disebut dalam judul naskah; Kedua, apakah
isinya sesuai dengan mazhab pengarang; Ketiga, men-tahhqiq semua ayat-ayat
Alquran dan hadis dengan menyebut sumbernya dalam aparat kritik jika dalam
teks yang dikaji tidak disebutkan; Keempat, memberikan penjelasan hal-hal
yang diangap kurang jelas dalam teks Definisi ini menjelaskan secara teknis
mengenai apa yang dilakukan dalam kajian filologi. Bila ditelisik pengertian
tahhqiq ini juga belum bisa mewakili pengertian filologi dalam tradisi
sebenarnya, bahkan bisa jadi tahhqiq merupakan bagiannya, sehingga dari
sudut padang bahasa-baca: istilah-pun filologi dalam tradisi Arab belum
mempunyai padanan kata. Biasanya diterjemah menggunakan sistem tadkhil,
yaitu filulujiyya. Ada juga yang menyebutnya dengan istilah fiqh allughah.
Hanya saja yang terahir ini banyak yang menentangnya.2
A. Latar Belakang Lahirnya Filologi
Awal kegiatan filologi di kota lskandariyah dilakukan oleh bangsa
Yunani pada abad ke-3 SM. Bangsa ini berhasil membaca naskah-naskah

1
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea Press, 2019),83-84
2
Khabibi Muhammad Luthfi, “Kontekstualisasi Filologi..., 117-118.
Yunani Lama yang ditulis pada abad ke-3 SM. dalam huruf yang berasal dari
huruf bangsa Funisia yang kemudian dikenal dengan huruf Yunani. Naskah-
naskah itu menggunakan bahan daun papirus, merekam tradisi lisan yang
mereka miliki berabad-abad sebelumnya. Mulai abad ke-8 sampai ke-3 SM.
naskah-naskah itu selalu disalin sehingga wajarlah kalau selalu mengalami
perubahan dari bentuk aslinya.3

Di kota Iskandariyah pada abad ke-3 SM. terdapat pusat ilmu


pengetahuan karena di tempat itu banyak dilakukan telaah naskah-naskah lama
oleh para ahli yang bekerja di sana. Mereka berasal dari daerah sekitar Laut
Tengah, terutama bangsa Yunani sendiri dari daratan Eropa Selatan. Pusat studi
itu lalu berupa seperti perpustakaan yang menyimpan sejumlah besar naskah,
berupa papirus yang bergulung, yang berisi berbagai ilmu pengetahuan, seperti
ilmu filsafat, kedokteran, perbintangan, ilmu sastra dan karya sastra, ilmu
hukum, dan lain sebagainya milik bangsa Yunani Lama. Perpustakaan itu
menempati bangunan yang pada waktu itu dinamakan museum, aslinya sebuah
kuil untuk memuja sembilan orang dewi Muses, dewi kesenian dan ilmu
pengetahuan dalam mitologi Yunani. Para penggarap naskah-naskah itu
kemudian dikenal dengan ahli filologi, dan yang pertama-tama memakai nama
itu Erastothenes.4
Mereka para ahli-ahli naskah tersebut kemudian disebut dengan ahli
filologi. Diantara tugas dan pekerjaan mereka adalah menulis karya-karya lama
tersebut dengan huruf yang boleh difahami dan digunakan pada waktu itu
selain juga dengan bahasa yang dipakai pada masa itu. Sehingga nilai leluhur
tersebut dapat dikenali oleh masyarakat luas. Metode yang mereka gunakan
dalam proses diatas kemudian disebut dengan ilmu filologi yang selanjutnya

3
Siti Baroroh Baried Dkk, Pengantar Teori Filologi, (Yogyakarta: BBPF, 1994), 30.

4
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian al-Qur’an.
berkembang dari abad ke abad. Perkembangan nampaknya juga sesuai dengan
wilayah-wilayah dimana tradisi ilmu filologi ini diaplikasikan.5

Selain itu faktor yang mempengaruhi adalah Munculnya informasi


tentang masa lampau di dalam karya tulis. Jadi, setiap tulisan yang ada di
dalam naskah kuno pasti memiliki informasi yang sangat penting untuk
mengungkapkan suatu sejarah yang ada di dalam naskah tersebut.
1. Adanya asumsi bahwa budaya dan nilai-nilai yang ada di dalam naskah
kuno masih dapat berkaitan dengan kehidupan sekarang. Bagaimanapun
juga, tidak ada sebuah budaya dan nilai-nilai yang sama sekali tidak dapat di
kaitkan dengan kehidupan saat ini.
2. Terkait kondisi fisik (kerusakan) dan subtansi materi informasi
(kemungkinan berubah) di dalam naskah kuno atau manuskrip. Karena
rentang waktu yang panjang, biasanya kondisi fisik manuskrip ini ada yang
rusak, tidak lengkap, dan ada juga yang hampir tidak bisa terbaca. Jadi, ilmu
filologi ini berusaha meyajikan naskah yang dapat dibaca dengan baik,
setelah melalui proses editing.
3. Adanya faktor sosial budaya yang juga dapat melatar belakangi penciptaan
karya-karya naskah kuno yang tidak ada lagi, atau tidak sama dengan latar
sosial budaya pembaca pada masa kini. Bagaimanapun juga setiap produk
pemikiran merupakan ibnu zamanih (anak zamannya) yang memiliki
keunikan tersendiri. Jadi, jika karya masa lampau di tinggalkan begitu saja,
tidak dirawat, tidak dikaji, maka kita bisa kehilangan banyak khazanah
keilmuan, informasi, budaya dan nilai yang terkandung dalam naskah kuno
tersebut. Oleh karena itu, penting untuk melakukan riset filologi.
4. Keperluan untuk mendapatkan pemahaman dari naskah kuno yang akurat.
Karena pada masa lampau penyebaran naskah kuno tidak memperhatikan
kaidah-kaidah, sehingga bisa mengubah pesan dari teks itu sendiri.

5
Elit Ave Hidayatullah, “Studi Filologi Dunia Islam dan Barat dalm Menyelami Sejarah dan
Membangun Peradaban”, Islamica, Vol. 2, No. 1, 2015, 35-36.
Pada abad ke 19 M, para ahli filologi menyusun kaidah-kaidah tentang
penyalinan teks kuno dengan istilah naqd al-nushush (text critism) yang
diambil dari tradisi Yunani dan Latin. Sebenarnya, riset filologi tdak hanya
menyalin kembali teks-teks kuno, tetapi juga berusaha untuk memahami dan
menafsirkan dengan berbagai pendekatan ilmu lain, misalnya hermenutik atau
histori-sosiologi, untuk mendapatkan makna yang relevan dengan konteks saat
ini.6
B. Tujuan dan Kegunaan Riset Filologi
Sejarah asal mula lahirnya filologi, menunjukkan bahwa filologi
diperlukan dalam upaya mengungkap informasi mengenai kehidupan masa
lampau suatu masyarakat tertentu, yang tersimpan dalam wujud peninggalan
yang berupa tulisan. Diketahui melalui penggarapan naskah, filologi mengkaji
teks klasik dengan tujuan mengenainya sesempurna mungkin dan selanjutnya
menempatkannya dalam keseluruhan sejarah suatu masyarakat.7

Sebagai satu disiplin ilmu yang memiliki objek dan ranah kajiannya,
filologi juga mampu memberikan satu sumbangan besar terhadap satu disiplin
ilmu pengetahuan, selain juga mampu memberikan satu penemuan baru yang
memiliki otentisitas tinggi. Oleh sebab itu pada bagian ini, setelah sebelumnya
mengenal hakikat studi filologi, akan mencuba untuk mengenal lebih tentang
studi filologi objektif dan manfaat yang, sebenarnya, akan nampak dari proses
dan hasil kajian dilakukan. Sebagai satu sumbangan kepada penemuan suatu
ilmu pengetahuan.8
Secara terperinci dapat dikatakan bahwa filologi memiliki tujuan umum
dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum
a. Mengungkap produk masa lampau melalui peninggalan tulisan.

6
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian al-Qur’an..., 86-87
7
Elis Suryani, Filologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 4.
8
Elit Ave Hidayatullah, “Studi Filologi Dunia Islam..., 30.
b. Mengungkap fungsi peninggalan tulisan pada masyarakat penerimanya
baik pada masa lampau maupun masa kini.
c. Mengungkap nilai-nilai budaya masa lampau untuk diaktualisasikan
dalam konteks kekinian.
2. Tujuan Khusus
a. Mengungkapkan bentuk teks yang tersimpan dalam peninggalan tulisan
masa lampau.
b. Mengungkapkan sejarah perkembangan teks.
c. Mengungkapkan sambutan dan resepsi masyarakat terhadap suatu teks
yang dikaji.
d. Menyajikan teks dalam bentuk yang terbaca oleh masyarakat yaitu
bentuk suntingan.
C. Ilmu Bantu Filologi
Dalam kajian filologi kita membutuhkan beberapa ilmu sebagai
penunjang dan penguat dari penelitian filologi tersebut. Seorang ahli filolog
harus menguasai kebudayaan, bahasa, dan pengetahuan masyarakat yang
menghasilkan karya tersebut. Sebab bagimanapun tidak ada sebuah teks yang
muncul dalam vakum kultural. Dalam penelitian filologi, para filolog dituntut
untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat
mengungkapkan dan menjelaskan ilmu-ilmu yang terkandung dalam
teks.Karena filologi dengan ilmu yang lainnya memiliki hubungan yang sangat
erat, yaitu hubungan timbal balik atau saling membutuhkan.9
Diantara ilmu bantu yang harus dikuasai antara lain sebagai berikut:10
1. Linguistik (fonologi, morfologi, sintaksis, semantik).
2. Pengetahuan tentang bahasa yang mempengaruhi bahasa teks. Termasuk
aspek fiqh lughahnya.
3. Paleografi (ilmu tentang macam-macam tulisan kuno).

9
Arsyad Almakki, “Filologi (Sebuah Pendekatan Mengkaji Kitab Keagamaan)”, al-Qalam, Vol.
11, No. 23, 2017, 92-93.
10
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian…,87-88
4. Ilmu sastra.
5. Sejarah kebudayaan.
6. Sosiologi dan bahkan juga Antropologi.
D. Langkah-langkah Penelitian Filologi
Ada beberapa langkah dalam penelitian filologi antara lain:
1. Melakukan Inventarisasi Naskah
Inventarisasi adalah pencatatan dan pengumpulan naskah kuno,
baik dalam perpustakaan maupun koleksi perseorangan. Hal ini
dimaksudkan untuk mencari berbagai naskah sejenis, jika memang ada,
sehingga seorang peneliti dapat melakukan perbandingan.11
2. Melakukan Kritik Teks
Ketika melakukan kritk teks, kita dapat memilih beberapa metode
berikut:
Pertama, Metode Intuitif, metode ini juga dikenal dengan sebutan
metode subjektif dan tergolong sebagai metode kritik teks yang tertua di
mana cara kerjanya di dasarkan atas subjektivitas (intuisi). Untuk
kepentingan edisi teks diambil satu naskah yang dianggap paling tua di
antara naskah-naskah yang ada.12
Kedua, metode stema, atau metode objektif. Metode ini ditemukan
oleh filolog Jerman Lachman pada tahun 1830-an. Metode stema
dilakukan dengan cara meneliti secara sistematis hubungan kekeluargaan
antar naskah-naskah atas dasar naskah yang mengandung kesalahan
bersama. Dari situ, maka akan dapat disimpulkan bahwa naskah tersebut
bersumber dari satu sumber (yang hilang). Dari situ maka akan dapat
ditentukan silsilah naskah tersebut.
Ketiga, metode gabungan. Metode ini dilakukan dengan cara
menggabungkan beberapa naskah. Jika perbedaan antara naskah itu tidak
terlalu mencolok. Biasanya yang dipilih adalah bacaan maypritas (jumhur),

11
Ibid, 89
12
I Ketut Nuarca, Metode Filologi: Sebuah Pengantar (Denpasar: Udayana, 2017), 14
sedang bacaan yang lain berfungsi sebagai saksi atau tafsir terhadap yang
mayoritas. Dari metode ini, maka akan melahirkan suntingan teks “baru”
yang merupakan gabungan dari semua naskah yang ada.
Keempat, metode landasan. Metode ini dipakai apabila ada naskah
yang paling unggul dibanding naskah-naskah yang lain (berdasarkan
bahasanya, sastra, sejarah, dan lain sebagainya).
Kelima, metode edisi naskah tunggal. Metode ini dipakai ketika
peneliti hanya menemukan satu naskah saja, sehingga tidak
memungkinkan untuk melakukan perbandingan atau penggabungan.13
3. Melakukan Deskripsi Naskah
Naskah yang sudah berhasil dikumpulkan perlu segera diolah berupa
deskripsi naskah. Metode yang digunakan dalam diskripsi naskah adalah
metode deskriptif. Semua naskah dideskripsikan dengan pola yang sama,
yaitu nomor naskah, ukuran naskah, keadaan naskah, tulisan naskah,
bahasa, kolofon, dan garis besar isi cerita. Hal ini dilakukan untuk
A.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Ruang Lingkup Penelitian
E. Landasan Teori
F. Sumber Data
G. Metode Penelitian
H. Sistematika Penelitian
Bab. II Suntingan Teks Naskah Asmarakandi
A. Deskripsi Naskah
B. Suntingan Teks Naskah Asmarakandi
C. Terjemah Teks Naskah Asmarakandi

13
Abdul Mustaqim, Metodologi Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir..., 90-91.
Bab.III Analisis Kritis Terhadap Konsep-Konsep Teologi dalam Naskah
Asmarakandi
A. Konsep Iman dan Kufr
B. Konsep Kenabian
C. Konsep Qadha’ dan Qodar
Bab. IV Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran-sara

Anda mungkin juga menyukai