Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

USLUB AL-QUR’AN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Al-Qur’an

Dosen Pengampu :
Nasrullah, Dr. M. Th.I.

Disusun oleh :

Hilwa Wafin Nur


NIM : 212010420059

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM MAULANA MALIK
IBRAHIM MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan rahmat dan pertolongan Allah SWT, kami dapat


menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, serta keluarga dan para sahabatnya.
Makalah berjudul “Uslub Al-Qur’an” ini ditujukan untuk memenuhi tugas
perkuliahan dari mata kuliah Studi Al-Qur’an.
Terima kasih kepada Bapak Nasrullah, Dr. M. Th.I. selaku dosen pengampu Studi Al-
Qur’an, yang telah membimbing kami dalam proses pembelajaran ini. Begitu juga,
terima kasih kepada kedua orang tua yang telah memberi dukungan kepada penulis baik
materil maupun immateriil.
Makalah ini telah ditulis sedemikian rupa dengan segenap kemampuan kami.
Walaupun demikian, kami menyadari adanya kesalahan dan kekurangan dalam
makalah ini. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran dari pembaca.
Mohon maaf jika ada kesalahan di dalamnya baik dalam penulisan maupun
materi yang disajikan. Semoga makalah ini bermanfaat untuk para pembaca.

Malang, 20 Februari 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3. Tujuan ........................................................................................................... 2
BAB II : ISI
2.1. Pengertian Uslub ......................................................................................... 3
2.2. Pengertian Uslub Al-Qur’an ........................................................................ 5
2.3. Pengaplikasian Uslub Al-Qur’an .................................................................. 6
BAB III : PENUTUP
3.1. Kesimpulan ................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Al-Qur’an dalam membawa pesan-pesan ajaranNya, menggunakan berbagai


gaya bahasa yang tidak hanya dapat dipahami oleh mereka yang hidup pada saat ia
diturunkan, tapi lebih jauh dari itu agar dapat mempengaruhi sikap dan perilaku
mereka, dengan harapan bahwa mereka dapat mempengaruhi generasi berikutnya
berdasar pada ajaran pokok yang dikandungnya.

Al-Qur’an pertama kali berinteraksi dengan masyarakat arab pada masa Nabi
Muhammad Saw. Kemukjizatan yang dihadapkan kepada mereka ketika itu bukan
dari segi isyarat ilmiah dan pemberitaan gaib, karena dua aspek ini berada di luar
jangkauan pemikiran mereka. Mereka memiliki keahlian dalam bidang bahasa dan
sastra arab, sehingga pada masa itu banyak diadakan perlombaan dalam menyusun
syair, petuah dan nasihat. Syair-syair yang indah digantung di Ka’bah sebagai
penghormatan terhadap penggubahnya, sekaligus untuk dinikmati khalayak umum.
Dalam bahasa arab, gaya bahasa disebut dengan istilah uslub yang secara etimologi
berarti jalan di atas pepohonan, seni, bentuk, madzhab, dan seterusnya. Adapun
secara terminologis, uslub al-Qur’an atau gaya bahasa al-Qur’an berarti metode yang
digunakan al-Qur’an dalam menyusun ujaran-ujaran serta memilih kosa kata yang
digunakannya.1

Salah satu cara yang digunakan al-Quran untuk membuat manusia tertarik
dengan isinya adalah penggambaran kisah-kisah terdahulu atau yang akan datang.
Dalam kisah al-Quran terdapat balaghah tingkat tinggi. Kisah yang berulang itu
dikemukakan di setiap tempat dengan uslub yang berbeda satu dengan lainnya, serta
dituangkan dalam pola yang berlainan pula, sehingga tidak membuat orang yang
membacanya terasa bosan. Bahkan gaya semacam itu dapat menambah kedalaman
jiwa dari makna-makna baru yang tidak dapat membacanya di tempat lain. Salah satu
unsur penting yang terdapat dalam kisah al-Quran adalah adanya dialog yang terjadi
di antara para tokoh dalam kisah tersebut.

1
Abd. Rahman, Komunikasi dalam al-Qur’an, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hlm 89
1
Uslub kebahasaan yang dimiliki oleh al-Qur’an bukan hanya mampu
menggabungkan argumentasi dan keindahan bunyinya sebab kitab al-Qur’an tidak
hanya menekankan aspek rasio saja, akan tetapi aspek rasa (emosi) sekaligus.2
Ditegaskan dalam al-Qur’an, Allah ta’ala bahkan pernah menantang para penyair
Arab untuk membuat semisal dari al-Qur’an baik dari segi bahasa, keindahan dan
metode pelafadzannya untuk didatangkan sebagai tandingannya. Hal itu semakin
menunjukkan bahwa kitab al-Qur’an bukan hanya sebagai pedoman hidup manusia
yang di dalamnya terdapat syari’at Islam yang sempurna.
Oleh karna itu, perlu sekali bagi kita untuk mengetahui secara singkat
tentang ilmu-ilmu al-Quran dan segala yang terkandung di dalamnya. Dengan tekun
dan bantuan potensi serta analisa yang luas kita kerahkan segalanya demi bakti
terhadap kitab yang mulia ini, baik via tangan guru besar terkemuka, atau para
sarjana intelek yang tangguh, yang telah menghabiskan usianya untuk membela
peninggalan yang mulia ini. Suatu peninggalan yang menyimpan berbagai macam
simpanan berharga hingga masa kita sekarang ini. Al-Qur’an sendiri sebagai samudra
yang luas, menyimpan banyak permata dan mutiara. Untuk menyelami dan
mengikisnya, tidak cukup hanya dengan bekal potensi yang telah dikerahkan sejak
zaman dahulu hingga sekarang. Pembahasan mengenai uslub al-Quran ini sangat luas
dan sukar jika diuraikan secara terperinci dan mendetail sekali. Uslub al-Quran ini
tidak bisa terlepas dari ilmu tata bahasa arab dan jelas pertaliannya dengan ilmu-ilmu
agama.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, rumusan masalah dari
makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan Uslub?
2. Apa yang dimaksud dengan Uslub al-Quran?
3. Bagaimana Pengaplikasian Uslub al-Quran?

1.3. Tujuan
Berdasarkan pembahasan di atas, tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Uslub
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Uslub al-Quran
3. Untuk mengetahui Pengaplikasian Uslub al-Quran
2
Muhammad Abdullah Daraz, An-Naba Al-Adhim, hlm. 111
2
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Uslub
Uslub berasal dari bahasa Latin Stilus yaitu berarti pena, kemudian
berpindah dengan jalan majaz pada setiap hal yang dilakukan dengan menulis, pada
awal mulanya berhubungan dengan tulisan tangan dan menunjukkan pada sesuatu
yang ditulis, kemudian bergeser pada ungkapan kebahasaan yang sastra.3
Uslub berasal dari kata salaba – yaslubu – salban yang berarti merampas,
merampok dan mengupas. Kemudian terbentuk kata uslub yang berarti jalan, jalan di
antara pepohonan dan cara mutakallim dalam berbicara (menggunakan kalimat).4
Uslub juga didefinisikan dengan sebuah metode yang digunakan untuk
membedakan antara apa yang diucapkan dan bagaimana pengucapannya, atau antara
konten dan bentuk, konten disini juga bisa disebut informasi atau massage atau
makna yang disampaikan5
Uslub dalam bahasa Indonesia disebut gaya bahasa, yaitu pemanfaatan atas
kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, baik itu kaitannya
dengan tulisan sastra maupun tulisan kebahasan (linguistik). Demikian pula dapat
didefinisikan sebagai cara yang khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam
bentuk tulis atau lisan.6
Pendapat lain mengatakan uslub artinya cara penuturan yang ditempuh
penutur dalam menyusun kalimat dan memilih kosa katanya. Dan ilmu yang
mempelajarinya adalah ilmu al-Uslub atau al-Uslubiyyah.7
Dalam tradisi Barat ilmu ini dikenal dengan Stilistika. Style berasal dari
kata stilus (Latin), yaitu alat tulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat
ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan itu. Pada waktu penekanan
dititikberatkan pada keahlian menulis indah, maka style berubah menjadi keahlian
dan kemampuan menulis atau memggunakan kata-kata secara indah (gaya bahasa)8

3
Sholah Fadl, Ilm al-Uslub Mabadiuh wa Ijra’atuh, (Kairah: Dar al-Syuruq, 1968), hlm 94
4
Muhammad ‘Abdul-‘Azim az-Zarqany, Manahilul-‘Irfan fi ‘Ulumil-Qur’an (Mesir: Dar al-Ihya’), hlm 198
5
Abd al-Mun’im Khafaji dkk, al-Uslubiyyah wa al-Bayan al-Araby, (al-Dar alMashriyyah al-Lubnaniyyah,
1992), hlm 11
6
Tim Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm 297.
7
Fathullah Ahmad Sulaiman, al-Uslubiyyah, (Cairo: Maktabah al-Ab, 2004), hlm 38
8
Ibid
3
Uslub atau gaya bahasa, berarti cara mengungkapkan fikiran atau perasaan
melalui bahasa. Atau cara mengungkapkan fikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa.9
Ali al-Jarim dan Mushtafa Uthman mendefinisikan uslub adalah makna yang
terkandung pada kata-kata yang terangkai sedemikian rupa sehingga lebih cepat
mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan lebih menyentuh jiwa para penerima
pesan.10
Dengan demikian, uslub merupakan cara yang dipilih penutur atau penulis
di dalam menyusun kata-kata untuk mengungkapkan fikiran, suatu tujuan, dan
makna kalamnya. Dan uslub terdiri dari tiga hal, yaitu cara, lafadz/bahasa dan
makna. Sedangkan dalam aspek keilmunya tentang studi ilmu uslub/gaya bahasa
disebut uslubiyyah.
Adapun macam-macam uslub antara lain :
1) Uslub Ilmiah (Gaya Bahasa Ilmiyah)
Uslub Ilmiah adalah uslub yang paling mendasar dan paling banyak
membutuhkan logika yang sehat dan pemikiran yang lurus, dan jauh dari khayalan
syair. Uslub ini berhadapan dengan akal dan berdialog dengan pikiran serta
menguraikan hakikat ilmu yang penuh ketersembunyian dan kesamaran11
Jadi, dalam uslub ini harus diperhatikan pemilihan kata-kata yang jelas dan
tegas maknanya serta tidak mengandung banyak makna. Kata-kata ini harus
dirangkai dengan mudah dan jelas sehingga makna kalimatnya mudah ditangkap
dan tidak menjadi medan pertarungan beberapa praduga serta tidak memberi
kesempatan takwil dan manipulasi makna.12
2) Uslub Adabi (Gaya Bahasa Sastra)
Uslub ini menjadikan keindahan sebagai sifat dan ciri khas yang paling
menonjol. Sumber keindahannya adalah khayalan indah, imajinasi yang tajam,
persentuhan beberapa titik keserupaan yang jauh di antara beberapa hal, dan
pemakaian kata benda atau kata kerja yang konkret sebagai pengganti kata benda
atau kata kerja yang abstrak13
3) Uslub Khitabi (Gaya Bahasa Retorika)

9
D. Hidayat, Al-Balaghah li al-Jami' wa al-Syawahid lk kalam al-Badi', (Semarang: PT. Karya Toha Putra,
2011), hlm 52
10
Ali al-Jarim dan Musthafa Amin, Al-Balaghah al-Wadlihah, (Surabaya:TB.al-Hidayah, 1961), hlm 10
11
Ibid, hlm. 11
12
Ibid
13
Ibid, hlm. 15-16
4
Jenis uslub ini menunjukkan aspek ketegasan makna dan redaksi, ketegasan
argumentasi data dan keluasan wawasan. Dalam uslub ini seorang pembicara
dituntut dapat membangkitkan semangat dan mengetuk hati para pendengarnya.
Keindahan dan kejelasan uslub khitabi berpengaruh besar dalam mempengaruhi
dan menyentuh hati.
Pemakaian Bahasa dalam karya sastra memang mempunyai spesifikasi
tersendiri dibanding dengan pemakaian bahasa dalam jaringan komunikasi lain.
Ciri khas tersebut adalah ciri khas yang berkaitan dengan gaya atau stilistika.
Gaya tersebut dapat berupa gaya pemakaian bahasa secara universal maupun
pemakaian bahasa yang merupakan ciri khas masing-masing pengarang. Namun
yang jelas, baik pemakaian bahasa sastra secara universal maupun individual,
stilistika dalam bahasa sastra selalu berusaha untuk mengungkap maximum
foregrounding of utterance.14

2.3. Pengertian Uslub al-Quran


Kata uslub berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti suatu cara, jenis,
sistem atau metode operasi. Sedangkan pengertian uslub adalah konsep yang berupa
lafadz-lafadz (kalimat) agar lebih mudah untuk melaksanakan tujuan yang
dimaksudkan bagi pendengar atau pembaca.15
Berbicara tentang uslub Al-Qur’an, berarti kita akan membahas tentang
metode-metode Al-Qur’an sebagai wahyu Allah SWT.Dalam menyampaikan
hidayah-Nya kepada seluruh ummat manusia.Pembahasan ini sangat luas, oleh
karena itu hendaknya kita mengenalnya terlebih dahulu pengertian umumnya.
Diantaranya ada yang mengemukakan: “Uslub Al-Qur’an, ialah: sumber kekaguman
karena kandungan kemukjizatannya yang berlangsung terus menerus”.16
Uslub al-Qur’an adalah metode analisis dan pendekatan yang refrensif dalam
menyusun kalimat-kalimatnya dan pemilihan lafadz-lafadznya.Uslub Al-Qur’an
mempunyai karakteristik, yaitu: sentuhan lafadz Al-Qur’an melalui keindahan
intonasi Al-Qur’an dan keindahan bahasa Al-Qur’an, dapat diterima semua lapisan
masyarakat, Al-Qur’an akal dan perasaan, keserasian rangkaian kalimat Al-Qur’an
dan kekayaan seni redaksional.

14
Zainuddin Fananie, Telaah Sastra, (Yogyakarta: Muhammadiyah University Press, 2000), hlm. 25
15
H. Aminullah, Uslub Al-Qur'an, Jumal Fakultas sastra Unversitas Sumatra Utara, (Sumatra Utara; 2002)
16
Ibid
5
Dengan demikian uslub al-Qur’an (stilistika al-Quran) adalah metodenya
yang sempurna dalam menyusun kalimat-kalimatnya dan pemilihan lafaz-lafaznya.
Maka tidak aneh jika uslub al-Qur’an berbeda dengan uslub kitab-kitab samawiyah
lainnya. Sebagaimana juga uslub yang dipakai manusia berbeda satu sama lain
sebanyak kuantitas jumlah mereka, bahkan uslub yang dipakai seorang akan
berbeda sesuai dengan tema dan dan konteksnya.17
Uslub al-Qur’an bukanlah mufradat (kosa kata) dan susunan kalimat, akan
tetapi metode yang dipakai al-Qur’an dalam memilih mufradat dan gaya
kalimatnya. Oleh karena itu, uslub al-Qur’an berbeda dengan hadis, syi'ir, kalam dan
buku-buku yang ada, meskipun bahasa yang digunakan sama dan mufradat (kosa
kata) yang dipakai membentuk kalimatnya juga sama.

2.3. Pengaplikasian Uslub al-Quran


Dalam buku-buku ilmu tafsir kita menjumpai beberapa pembahasan yang
apabila kita teliti, pembahasan tersebut dapat digolongkan pada pembicaraan tentang
uslub. Pembahasan uslub-uslub Al-Qur’an tersebut meliputi :
a. Amtsalul-Quran (perumpamaan dalam Al-Qur’an)
1) Pengertian Amtsalul-Quran
Berbagai pengertian yang dikemukakan oleh ulama tentang Amtsal Al-
Qur’an dapat ditemukan berbagai literature, Misalnya: Al-Imam Mahmut Ali
Al-Turmudzi mengemukakan perbuatan Amtsal sebenarnya ditujukan kepada
mereka yang hatinya merasa tertutup. Kemudian Allah membuat Amtsal
untuk mereka, selaras dengan keinginan mereka, sehingga mereka dapat
memperoleh kembali apa yang mereka rasakan telah hilang. 18, Ibnu Qayyim
sebagaimana yang dikutip oleh Manna Al-Qatthan, mendefinisikan bahwa
Amtsal qur’an sebagai penyerupa sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hal
hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang abstrak kepada yang kongkrit.19
Dr Ahmad Jamal al-umairiy, memberikan pengetin bahwa Amtsal al-
Qur’an adalah menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, dan dari segi
hukumnya adalah menggambarkan sesuatu yang abstrak dalam bentuk
kongkrit dengan melebihkan salah satu di antara kedudukannya.20

17
Tim Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka,1999) hlm 199
18
Ibid
19
Manna Al-Qatthan, Mabahis fi ulum Al-Qur’an (cet. XXIV: Bairut: Muassasat al-Risalah, 1993), hlm 283
20
Ahmad Jamal al-Umariy, Dirasat Fi Al-Qur’an Wa Al-SUnnah (Cet, I: Kairo: Dar al-Ma’rif, 1982)
6
2) Jenis-jenis Amtsalul-Quran
Al-Suyuthi membagi kepada dua bagian, yaitu: Amtsal Musarrahah dan
Amtsal Kaminah. 21

a) Amtsal Musarrahah, yaitu Amtsal yang di dalamnya. Dijelaskan lafadz-


lafadz matsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih.22 Amtsal yang
mempergunakan ini, disebut juga amtsal zahirah (terang)23
Berdasarkan pengertian ini, maka ayat-ayat yang terdapat kata
”almatslu” dapat disebut sebagai amtsal musarrahah atau zahir. Amtsal
seperti ini banyak ditemukan di dalam Al-Qur’an, misalnya contoh-
contoh dibawah ini:

Q.S. Al-A’raf (7): 176

ْ ‫علَ ْي ِه يَ ْل َه‬
‫ث‬ َ ‫ب ا ِْن تَحْمِ ْل‬ ِ ُۚ ‫ض َواتَّبَ َع ه َٰوى ُۚهُ فَ َمثَلُهٗ َك َمث َ ِل ْالك َْل‬ ِ ‫اْل ْر‬َ ْ ‫َولَ ْو ِشئْنَا لَ َرفَ ْع ٰنهُ بِ َها َو ٰل ِكنَّ ٗ ٓٗه ا َ ْخلَدَ اِلَى‬
َ‫ص لَ َعلَّ ُه ْم يَتَفَ َّك ُر ْون‬
َ ‫ص‬ َ َ‫ص ْالق‬ ِ ‫ص‬ ُ ‫ث ٰذلِكَ َمث َ ُل ْالقَ ْو ِم الَّ ِذيْنَ َكذَّب ُْوا ِب ٰا ٰيتِن َُۚا فَا ْق‬ ْ ْۗ ‫ا َ ْو تَتْ ُر ْكهُ يَ ْل َه‬

Artinya: “Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan


(derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia
dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya
seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika
kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka
ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.”

Penjelasan ayat ini adalah dimana Allah SWT memisahkan


manusia yang hanya memperturutkan hawa nafsunya, tanpa
memperhatikan tanda-tanda kekuasaan-Nya.

b) Amtsal Kaminah, Yaitu Amtsal yang tidak dinyatakan atau ditegaskan


di dalamnya lafadz matsal, akan tetapi amtsal ini menunjukan makna
yang indah, simple, logis, dan bersifat universal serta menunjukan
perumpamaan.24 Contoh dari amtsal ini dapat dikemukakan sebagai
berikut:

21
Jalal al-Din al-Suyuthi al Syafi’I, Al-Itqan Fi Ulum Al-Qur’an (Bairut: Dar al-Fikr, t.th), hlm 132
22
Ahmad Jamal al-Umariy, op.cit, hlm 113
23
Badr al-din Muhammad bin Abdillah al-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum Ai-Qur’an, (Juz. I, Cet. I; Bairut: Dar
al-Fikr, 1988), hlm 237
24
Ibid, hlm 113
7
Qs. Al-Isra’ (17): 29
ُ ‫ط َها ُك َّل ْالبَسْطِ فَت َ ْقعُدَ َملُ ْو ًما َّم ْح‬
‫س ْو ًرا‬ ْ ‫س‬ ُ ‫َو َْل تَجْ عَ ْل يَدَكَ َم ْغلُ ْولَةً ا ِٰلى‬
ُ ‫عنُقِكَ َو َْل ت َ ْب‬
Artinya: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada
lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu
menjadi tercelah dan menyesal.”

Penjelasan Ayat ini adalah setiap manusia dianjurkan oleh Allah


SWT supaya jangan terlalu kikir dan jangan pula terlalu pemurah

b. Jadalul-Quran (pembantahan dalam Al-Qur’an)


1) Pengertian
Jadal secara bahasa, berasal dari kata ‫ جدل يجدل جدوال‬yang dalam arti
bahasa adalah berdebat. Kata jadal sendiri setara dengan kata argument (alasan
atau perbedaan pendapat), debate (debat), dispute (perselisihan) dan
sebagainya. Adapun secara istilah Jadal dan Jidal adalah bertukar pikiran
dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan. Pengertian ini
berasal dari kata ‫ َجدَ ْلت ال َحبْل‬yakni ‫( َا ْح َك ْمت فَتْلَه‬aku kokohkan jalinan tali itu),
mengingat kedua belah pihak itu mengokohkan pendapatnya masing-masing
dan berusaha menjatuhkan lawan dari pendirian yang dipeganginya.25
Kata jadal digunakan untuk menunjukkan beberapa makna yang
terpenting, diantaranya sebagai berikut:
(a) Menaklukkan dan mengalahkan. Seperti, “jadala ar- rajula” berarti dia
menaklukkan dan mengalahkan seseorang dalam perdebatan.
(b) Menyempurnakan dan mempercantik. Seperti, “jadala al- habla jadlan”
berartimenguatkan dan menyempurnakan pintalan tali
(c) Pertengkaran dan perdiskusian yang sengit. Seperti, “jadalahu mujadalatan
wajidalan” berarti dia mendebat dan memusuhinya.
(d) Menandingi hujjah dengan hujjah. Seperti. “jadalu fulanun fulanan”
berarti dia menandingi si fulan dengan hujjah yang dimilikinya.26
Dengan demikian, jadal al-Qur’an adalah ilmu yang mengkaji cara
(metode) al-Qur‟an beradu argumentasi dengan para penentangnya. Kajian
terhadapnya ialah kajian atas metode-metode tersebut, yakni dengan membaca
ulang ayat-ayatnya.

Manna Al-Qatthan, Mabahis fi ulum Al-Qur’an (cet. XXIV: Bairut: Muassasat al-Risalah, 1993), hlm 377
25

Sayyid M. Nuh, Aafaatun „Alath- Thriq, atau penyebab gagalnya dakwah, Jilid 2, ter. Nur Aulia, (Jakarta:
26

Gema Insani Press, 2000), hlm. 215


8
Di dalam kitab Al-Itqon fii Ulumil Qur`an, Imam Syuyuti menyebutkan
beberapa hal yang termasuk dalam bentuk Jadal diantaranya:
1. Al-Isyjal
Yaitu meletakkan kata yang menunjuk kepada lawan bicara dan
juga apa yang dibicarakan. Contohnya dalam firman Allah dalam
(QS. Ali Imron: 194)
َ‫ع ٰلى رسلِكَ َو َال ت ْخ ِزنَا يَ ْو َم ْال ِق ٰي َم ِة ۗ اِنَّكَ َال ت ْخلِف ْالمِ ْيعَاد‬ َ ‫َربَّنَا َو ٰاتِنَا َما َو‬
َ ‫عدْتَّنَا‬
“Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang Telah Engkau janjikan
kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. dan janganlah
Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak
menyalahi janji.”
2. Al-Intiqol
Yaitu memindahkan argumen yang dijadikan dalil kearah
argumen yang tidak dapat diikuti sehingga di dalam perdebatan
kadang argumen tidak dimengerti maksudnya oleh lawan. Contoh
dalam (QS. Al-Baqarah: 258)
‫ي ي ْحي‬ ْ ‫ي الَّ ِذ‬َ ‫ّللا ْالم ْلكَ ۘ اِذْ قَا َل اِب ْٰرهم َر ِب‬ٰ ‫ي َح ۤا َّج اِب ْٰره َم فِ ْي َر ِبه ا َ ْن ٰا ٰتىه‬
ْ ‫اَلَ ْم ت ََر اِلَى الَّ ِذ‬
ِ ْ ‫ق فَأ‬
َ‫ت ِب َها مِ ن‬ َّ ‫ّللا َيأْ ِت ْي ِبال‬
ِ ‫ش ْم ِس مِ نَ ْال َم ْش ِر‬ َ ٰ ‫َويمِ يْت قَا َل اَنَا ا ْحي َوامِ يْت ۗ قَا َل اِب ْٰرهم فَا َِّن‬
ٰ ‫ّللا َال يَ ْهدِى ْالقَ ْو َم ال‬
َ‫ظلِمِ يْن‬ ِ ‫ْال َم ْغ ِر‬
ْ ‫ب فَب ِهتَ الَّ ِذ‬
ٰ ‫ي َكف ََر َۗو‬
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat
Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan
kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim
mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,”
orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”.
Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari
timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir
itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim.” Memaknai istilah menghidupkan dengan membebaskan,
disinilah kekeliruan tersebut sehingga Allah SWT merubah argumen
dengan yang lainnya yaitu menerbitkan matahari dari barat.
3. Munaqodhoh
Yaitu menggantungkan sesuatu dengan hal yang mustahil, yang
mengisyaratkan kemungkinan terjadi. Contoh dalam (QS. Al-A’raf:
40)

9
َ‫س َماءِ َو َال َيدْخلونَ ْٱل َجنَّة‬
َّ ‫ع ْن َها َال تفَتَّح لَه ْم أَب ٰ َْوب ٱل‬
َ ‫ِإ َّن ٱ َّلذِينَ َكذَّبوا ِبـَٔا ٰ َي ِتنَا َوٱ ْست َ ْك َبروا‬
َ‫س ِم ْٱلخِ يَاطِ َو َك ٰذَلِكَ نَ ْج ِزى ْٱلم ْج ِرمِ ين‬ َ ‫َحت َّ ٰى يَ ِل َج ْٱل َج َمل فِى‬
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami
dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan
dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka
masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami
memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.”27

3) Aqsamul-Quran (sumpah-sumpah dalam Al-Qur’an)


1) Pengertian Aqsamul-Quran
Adapun qasam menurut istilah adalah mengaitkan jiwa untuk
tidak melakukan sesuatu perbuatan, atau untuk mengerjakannya, yang
diperkuat dengan sesuatu yang diagungkan bagi orang yang
bersumpah, baik secara nyata atau secara keyakinan saja. Menurut
Kāzhim Fatḫī al Rāwī, qasam berarti sesuatu yang dikemukakan untuk
menguatkan sesuatu yang dikehendaki oleh yang bersumpah, baik
untuk memastikan atau mengingkari sesuatu6. Ibnu al Qayyim
mengemukakan bahwa qasam merupakan ungkapan yang diberikan
untuk penegasan dan penguatan berita jika berita-berita itu disertai
dengan kesaksian (syahādah)28
Jadi dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan aqsām al-
Qur`ān yaitu sesuatu yang disampaikan untuk menguatkan sebuah
berita yang terdapat di dalam al- Qur'an disertai dengan unsur-unsur
qasam untuk menghilangkan keraguan dan meyakinkannya tentang
kebenaran akan isi kandungan al- Qur'an.
2) Jenis-jenis Aqsamul-Quran
1. Qasam zhāhir atau qasam sharih, yaitu qasam yang fi`il
qasamnya disebutkan bersama dengan muqsam bihnya.
Fādhil al Sāmirānī menjelaskan bahwa qasam zhāhir yaitu
qasam yang di dalamnya itu terdapat salah satu dari huruf
qasam atau salah satu dari lafadh qasam.29

27
Abu Zahrah, Al-Mu'jizat al-Kubra (Beirut: Dar al-Fikr, 1970), hlm. 371-387
28
`Abd al Raḫman bin Abi Bakr, Jalāl al Dīn al Suyūthī. Al- Itqān fi ` Ulūm alQur`ān. Editor: Muḫammad
Abu al Fadhl Ibrāhīm. Mesir: Al Hai`ah al Mishriyyah al `Āmmah li al Kitāb. (1974M). jilid: 4. 53.
29
Fādhil Shāliḫ al Sāmirānī. Ma`ānī al Naḫwi.Cet. I. Beirūt: Dār Iḫyā' al Turāts al `Arabiy. (2007M). Jilid: 4.
hlm 137
10
Qasam zhāhir atau qasam sharīḫ ini terbagi dua:
a. Isti`thāfīy yaitu sumpah yang jawab al qasamnya itu
jumlah insyāiyyah (kalimat yang mengandung harapan),
dan huruf qasam yang digunakan adalah bā' dan hanya
sedikit dalam uslub qasam. Contohnya surat al An`ām
ayat 109 yang berbunyi:
ٰ ْ ‫اّٰلل َج ْهدَ ا َ ْي َمانِ ِه ْم لَ ِٕى ْن َج ۤا َءتْ ُه ْم ٰايَةٌ لَّيُؤْ مِ نُ َّن بِ َه ْۗا قُ ْل اِنَّ َما‬
ِ ‫اْل ٰيتُ ِع ْندَ ه‬
‫ّٰللا َو َما‬ َ ‫َوا َ ْق‬
ِ ‫س ُم ْوا بِ ه‬
ْ ‫يُ ْشع ُِر ُك ْم اَنَّ َها ٓٗ اِذَا َج ۤا َء‬
َ‫ت َْل يُؤْ مِ نُ ْون‬
Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan
segala kesungguhan, bahwa jika datang suatu mukjizat
kepada mereka, pastilah mereka akan beriman
kepadanya. Katakanlah, “Mukjizat-mukjizat itu hanya
ada pada sisi Allah.” Dan tahukah kamu, bahwa apabila
mukjizat (ayat-ayat) datang, mereka tidak juga akan
beriman

Kalimat (‫ )لَ ِٕى ْن َج ۤا َءتْ ُه ْم ٰا َيةٌ لَّيُؤْ مِ نُ َّن ِب َه ْۗا‬adalah jumlah


insyāiyyah yang merupakan jawab al qasam dari ayat di
atas
b. Ghairu isti`thāfīy yaitu sumpah yang jawab al qasamnya
itu jumlah khabariyyah (kalimat berita), yang jenis ini
banyak beredar di kalangan orang Arab dan juga dalam
al- Qur'an27. Contohnya surat Yāsīn ayat 2-3 yang
berbunyi:
َ ‫َو ْالقُ ْر ٰا ِن ْال َح ِكي ِْم اِنَّكَ لَمِ نَ ْال ُم ْر‬
َ‫س ِليْن‬
Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah. Sungguh, engkau
(Muhammad) adalah salah seorang dari rasul-rasul.
َ ‫ )اِنَّكَ لَمِ نَ ْال ُم ْر‬adalah jumlah khabariyyah yang
Kalimat ( َ‫س ِليْن‬
merupakan jawab al qasam dari ayat di atas.
Qasam jenis pertama ini paling banyak digunakan dalam
bersumpah, termasuk dalam ayat al Qur'an itu sendiri.
2. Qasam mudhmar (qasam tersembunyi) atau ghairu sharīḫ
yaitu qasam yang fi‟il qasam dan muqsam bihnya tidak
disebutkan, karena kalimat sebelumnya terlalu panjang.
Namun ditunjukkan oleh lām taukīd yang terdapat pada
11
muqsam alaih atau jawāb qasam.30 Ibnu Hisyām seperti
dikutip oleh Al Mukhtār al Salāmī berpendapat bahwa fi‟il
qasam dan muqsam bih yang dikenal dengan sebutan jumlah
al qasam boleh dibuang di tiga tempat yaitu:
a. Apabila berkumpulnya lām dan nūn al taukīd yang
bertasydid. Contohnya surat al Naml ayat 21 yang
berbunyi:
ُ ِ‫ش ِد ْيدًا اَ ْو َْلَ ۟اذْبَ َحنَّ ٗ ٓٗه ا َ ْو لَيَأْتِيَنِ ْي ب‬
‫س ْل ٰط ٍن ُّمبِي ٍْن‬ َ ‫عذَابًا‬ َ ُ‫َْل‬
َ ٗ‫ع ِذبَنَّه‬
Pasti akan kuhukum ia dengan hukuman yang berat atau
kusembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan
alasan yang jelas
b. Apabila lām masuk pada "‫" قد‬fi`il. Contoh surat al Taubah
ayat 25 yang berbunyi
َ َ‫لَقَدْ ن‬.
‫ص َر ُك ُم ه‬
...ٍ‫ّٰللاُ فِ ْي َم َواطِ نَ َكثِي َْرة‬
Sungguh, Allah telah menolong kamu (mukminin) di
banyak medan perang
C. Apabila lām masuk pada "‫" ن إ‬fi`il. Contoh surat al Ḫasyr
ayat 12 yang berbunyi:
‫ص ُر ْوهُ ْم لَي َُولُّ َّن‬ ُ ‫لَ ِٕى ْن ا ُ ْخ ِر ُج ْوا َْل يَ ْخ ُر ُج ْونَ َمعَ ُه ُۚ ْم َولَ ِٕى ْن قُ ْوتِلُ ْوا َْل يَ ْن‬
َ َّ‫ص ُر ْونَ ُه ُۚ ْم َولَ ِٕى ْن ن‬
َ ‫ار ث ُ َّم َْل يُ ْن‬
َ‫ص ُر ْون‬ َْ
َ َ‫اْلدْب‬
Sungguh, jika mereka diusir, orang-orang munafik itu
tidak akan keluar bersama mereka, dan jika mereka di-
perangi; mereka (juga) tidak akan menolongnya; dan
kalau pun mereka menolongnya pastilah mereka akan
berpaling lari ke belakang, kemudian mereka tidak akan
mendapat pertolongan.31

4) Qasasul-Quran (kisah-kisah dalam Al-Qur’an)


Uslub di dalam al-Quran sebenarnya tidak jauh berbeda dengan gaya
bahasa Al-Quran ataupun gaya bahasa kisah-kisah al-Quran pada
umumnya. Sebagaimana diutarakan oleh Muhammad Ahmad Kalafullah
dalam bukunya al-Fann al-Qasasi fi al-Quran al-Karim yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul al-Quran Bukan

30
Manna Al-Qatthan, Mabahis fi ulum Al-Qur’an (cet. XXIV: Bairut: Muassasat al-Risalah, 1993), hlm 304
31
Muḫammad al Mukhtār al Salāmī. Al- Qasam, hlm 55-56.
12
Kitab Sejarah, Seni, Sastra, dan Moralitas dalam Kisah-Kisah al-Quran.
Khalafullah berpendapat bahwa terdapat fenomena menarik dari dialog
yang terdapat dalam kisah-kisah al-Quran, di antaranya bahwa gaya bahasa
sastra dialog kisah-kisah al-Quran tidak jauh berbeda dengan bahasa al-
Quran secara keseluruhan. Menurutnya ada beberapa karakteristik gaya
bahasa kisah-kisah al-Quran32 diantaranya:
1) Gaya bahasa al-Quran secara umum maupun terkhusus kisah-kisah al-
Quran sangat variatif sesuai dengan tema, situasi, dan kondisi pada waktu
kisah tersebut diwahyukan, artinya gaya bahasa sastra yang dipakai al-
Quran adalah gaya bahasa dengan berbagai bentuk penerapannya.
Konkritnya dalam memformat kisah al-Quran tidak sekedar
memperhatikan situasi emosional para pelaku dalam kisah tersebut, atau
pelaku dalam dialog tersebut, akan tetapi memperhatikan kejiwaan Nabi
Muhammad SAW. Dapat diperoleh kesimpulan bahwa gaya bahasa dialog
kisah-kisah al-Quran mengikuti karaktersitik gaya bahasa yang digunakan
dalam al-Quran.
2) Gaya bahasa kisah-kisah al-Quran fase awal mempunyai karakteristik
menggunakan kata-kata yang gema, suaranya kuat dan dikemas dalam
kalimat-kalimat pendek bersajak. Perpindahan dari satu babak ke babak
berikutnya atau dari peristiwa satu ke peristiwa selanjutnya, yang
diceritakan dalam satu kisah sangat cepat dan dinamis. Salah satu yang
melatarbelakanginya adalah kondisi mental dan emosional Nabi
Muhammad pada saat itu masih menggelora dan penuh semangat.
3) Gaya bahasa kisah-kisah al-Quran yang memuat propaganda atau
ditujukan untuk menerangkan doktrik-doktrin baru keagamaan,
merobohkan berbagai keyakinan dan pemikiran lama yang betolak
belakang dengan doktrin tokoh atau kaum dalam kisah tersebut, disitu
terlihat kritikan terhadap berbagai pemikiran yang berseberangan dikemas
dalam kemasan sastra yang seolah-olah menjadi bagian dari unsur kisah,
diantaranya unsur dialog.
4) Gaya bahasa dalam kisah-kisah yang dimaksudkan untuk memberikan
sugesti atau menyuntikkan semangat bernuansa kejiwaan. Biasanya

32
Muhammad Ahmad Kalafullah, al Fann al-Qasasi fi al-Qur’an al-Karim (al-Qur’an bukan Kitab Sejarah,
Seni dan Moralitas dalam Kisah-Kisah al-Qur’an ) terj: Zuhairi Misrawi dan Anis Maftukhin, (Jakarta:
Paramadina, 2002), hlm. 239-240
13
berbentuk semangat batin yang menggelora walaupun agak condong
kepada satu bentuk kepasrahan. Bentuk permukaan kisah memunculkan
sebuah pesan religius tentang perlunya sebuah pendekatan diri kepada
Allah (munajah). Dialog dalam kisah-kisah al-Quran seperti ini
menampilkan perbedaan perasaan yang dialami oleh pelaku dialog. Missal
orang-orang yang sombong tetap keras mempertahankan keyakinannya, di
sisi lain Nabi Muhammad mengalami perang batin.
Dari beberapa karakteristik gaya bahasa kisah-kisah al-Quran secara
umum, dapat ditarik benang merah bahwa gaya bahasa al-Quran dalam
memaparkan pemikiran para Nabi dan Rasul atau kaum tidak mewakili
realitas sepenuhnya, akan tetapi disesuaikan dengan situasi serta suasana
yang sengaja dimunculkan dari kisah. Berdasarkan uraian karakteristik di
atas, menunjukkan bahwa gaya bahasa yang dipakai di kisah-kisah al-
Quran berbeda dengan gaya bahasa yang dipakai oleh kisah-kisah sastra
konvensional modern saat ini. Terlebih lagi yang terdapat pada dialog
dalam kisah al-Quran.

14
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. Pengertian Uslub
Uslub atau gaya bahasa, berarti cara mengungkapkan fikiran atau perasaan
melalui bahasa. Atau cara mengungkapkan fikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa.
Ali al-Jarim dan Mushtafa Uthman mendefinisikan uslub adalah makna
yang terkandung pada kata-kata yang terangkai sedemikian rupa sehingga lebih cepat
mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan lebih menyentuh jiwa para penerima
pesan.
Adapun macam-macam uslub antara lain :
1) Uslub Ilmiah (Gaya Bahasa Ilmiyah)
Uslub Ilmiah adalah uslub yang paling mendasar dan paling banyak
membutuhkan logika yang sehat dan pemikiran yang lurus, dan jauh dari khayalan
syair. Uslub ini berhadapan dengan akal dan berdialog dengan pikiran serta
menguraikan hakikat ilmu yang penuh ketersembunyian dan kesamaran
2) Uslub Adabi (Gaya Bahasa Sastra)
Uslub ini menjadikan keindahan sebagai sifat dan ciri khas yang paling
menonjol. Sumber keindahannya adalah khayalan indah, imajinasi yang tajam,
persentuhan beberapa titik keserupaan yang jauh di antara beberapa hal, dan
pemakaian kata benda atau kata kerja yang konkret sebagai pengganti kata benda
atau kata kerja yang abstrak
3) Uslub Khitabi (Gaya Bahasa Retorika)
Jenis uslub ini menunjukkan aspek ketegasan makna dan redaksi, ketegasan
argumentasi data dan keluasan wawasan. Dalam uslub ini seorang pembicara
dituntut dapat membangkitkan semangat dan mengetuk hati para pendengarnya.
Keindahan dan kejelasan uslub khitabi berpengaruh besar dalam mempengaruhi
dan menyentuh hati.

b. Pengertian Uslub al-Quran


Uslub al-Qur’an adalah metode analisis dan pendekatan yang refrensif
dalam menyusun kalimat-kalimatnya dan pemilihan lafadz-lafadznya.Uslub Al-
Qur’an mempunyai karakteristik, yaitu: sentuhan lafadz Al-Qur’an melalui
keindahan intonasi Al-Qur’an dan keindahan bahasa Al-Qur’an, dapat diterima
15
semua lapisan masyarakat, Al-Qur’an akal dan perasaan, keserasian rangkaian
kalimat Al-Qur’an dan kekayaan seni redaksional.

c. Pengaplikasian Uslub al-Quran


Dalam buku-buku ilmu tafsir kita menjumpai beberapa pembahasan yang
apabila kita teliti, pembahasan tersebut dapat digolongkan pada pembicaraan
tentang uslub. Pembahasan uslub-uslub Al-Qur’an tersebut meliputi :
1) Amtsalul-Quran (perumpamaan dalam Al-Qur’an)
2) Jadalul-Quran (pembantahan dalam Al-Qur’an)
3) Aqsamul-Quran (sumpah-sumpah dalam Al-Qur’an)
4) Qasasul-Quran (kisah-kisah dalam Al-Qur’an)

16
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Mun’im Khafaji dkk, al-Uslubiyyah wa al-Bayan al-Araby, (al-Dar al-Mashriyyah
al-Lubnaniyyah, 1992)

Abdullah Daraz, Muhammad. An- Naba Al- Adhim, Kuwait: Dar Al Qolam, 1974.

Ali al-Jarim dan Mushtafa Uthman, al-Balaghah al-Wadlihah D. Hidayat, Al-Balaghah li


al-Jami' wa al-Syawahid lk kalam al-Badi', (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2011)

Al-Qatthan, Manna Mabahis fi ulum Al-Qur’an. Cet XXIV: Bairut : Muassasat al-risalah,
1993
Aminullah, Uslub Al-Qur'an, Jumal Fakultas sastra Unversitas Sumatra Utara, (Sumatra
Utara; 2002)
Al-Umariy, Ahmad Jamal Dirasat Fi Al-Qur’an Wa Al-Sunnah, Cet, I; Kairoh: Dar al-
Ma’rif, 1982
Al-Zarkasyi, Badr al-din Muhammad bin Abdillah al-Burhan fi Ulum Al-Qur’an. Juz. I.
Cet.I; Bairut: Dar al-Fikr, 1988

Fathullah Ahmad Sulaiman, al-Uslubiyyah, (Cairo: Maktabah al-Ab, 2004)

Fananie, Zainuddin. Telaah Sastra. Yogyakarta: Muhammadiyah University Press, 2000

Kalafullah, Muhammad Ahmad al Fann al-Qasasi fi al-Qur’an al-Karim. terj: Zuhairi


Misrawi dan Anis Maftukhin, Jakarta: Paramadina, 2002

Muhammad ‘Abdul-‘Azim az-Zarqany, Manahilul-‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an (Mesir: Dar al-


Ihya’)

Muhammad Abdullah Jabr, al-Uslub wa al- Nahw: Dirasah Taqbiqiyyah fi Alaqat al-
Khashaish al-Uslubiyyah bi ba’dl al-Dhahirat al-Nahwiyyah, (Iskandariyah: Dar al-
Da’wah, 1988)

Sholah Fadl, Ilm al-Uslub Mabadiuh wa Ijra’atuh, (Kairah: Dar al-Syuruq, 1968

Syafe’I, H, Rachmat Pengantar Ilmu Tafsir,Cet. I; Pustaka Setia: 2006

Tim Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999)

Zahrah, Abu. 1970. Al-Mu'jizat al-Kubra.Beirut: Dar al-Fikr

17

Anda mungkin juga menyukai