USLUB AL-QUR’AN
Dosen Pengampu :
Nasrullah, Dr. M. Th.I.
Disusun oleh :
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3. Tujuan ........................................................................................................... 2
BAB II : ISI
2.1. Pengertian Uslub ......................................................................................... 3
2.2. Pengertian Uslub Al-Qur’an ........................................................................ 5
2.3. Pengaplikasian Uslub Al-Qur’an .................................................................. 6
BAB III : PENUTUP
3.1. Kesimpulan ................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an pertama kali berinteraksi dengan masyarakat arab pada masa Nabi
Muhammad Saw. Kemukjizatan yang dihadapkan kepada mereka ketika itu bukan
dari segi isyarat ilmiah dan pemberitaan gaib, karena dua aspek ini berada di luar
jangkauan pemikiran mereka. Mereka memiliki keahlian dalam bidang bahasa dan
sastra arab, sehingga pada masa itu banyak diadakan perlombaan dalam menyusun
syair, petuah dan nasihat. Syair-syair yang indah digantung di Ka’bah sebagai
penghormatan terhadap penggubahnya, sekaligus untuk dinikmati khalayak umum.
Dalam bahasa arab, gaya bahasa disebut dengan istilah uslub yang secara etimologi
berarti jalan di atas pepohonan, seni, bentuk, madzhab, dan seterusnya. Adapun
secara terminologis, uslub al-Qur’an atau gaya bahasa al-Qur’an berarti metode yang
digunakan al-Qur’an dalam menyusun ujaran-ujaran serta memilih kosa kata yang
digunakannya.1
Salah satu cara yang digunakan al-Quran untuk membuat manusia tertarik
dengan isinya adalah penggambaran kisah-kisah terdahulu atau yang akan datang.
Dalam kisah al-Quran terdapat balaghah tingkat tinggi. Kisah yang berulang itu
dikemukakan di setiap tempat dengan uslub yang berbeda satu dengan lainnya, serta
dituangkan dalam pola yang berlainan pula, sehingga tidak membuat orang yang
membacanya terasa bosan. Bahkan gaya semacam itu dapat menambah kedalaman
jiwa dari makna-makna baru yang tidak dapat membacanya di tempat lain. Salah satu
unsur penting yang terdapat dalam kisah al-Quran adalah adanya dialog yang terjadi
di antara para tokoh dalam kisah tersebut.
1
Abd. Rahman, Komunikasi dalam al-Qur’an, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hlm 89
1
Uslub kebahasaan yang dimiliki oleh al-Qur’an bukan hanya mampu
menggabungkan argumentasi dan keindahan bunyinya sebab kitab al-Qur’an tidak
hanya menekankan aspek rasio saja, akan tetapi aspek rasa (emosi) sekaligus.2
Ditegaskan dalam al-Qur’an, Allah ta’ala bahkan pernah menantang para penyair
Arab untuk membuat semisal dari al-Qur’an baik dari segi bahasa, keindahan dan
metode pelafadzannya untuk didatangkan sebagai tandingannya. Hal itu semakin
menunjukkan bahwa kitab al-Qur’an bukan hanya sebagai pedoman hidup manusia
yang di dalamnya terdapat syari’at Islam yang sempurna.
Oleh karna itu, perlu sekali bagi kita untuk mengetahui secara singkat
tentang ilmu-ilmu al-Quran dan segala yang terkandung di dalamnya. Dengan tekun
dan bantuan potensi serta analisa yang luas kita kerahkan segalanya demi bakti
terhadap kitab yang mulia ini, baik via tangan guru besar terkemuka, atau para
sarjana intelek yang tangguh, yang telah menghabiskan usianya untuk membela
peninggalan yang mulia ini. Suatu peninggalan yang menyimpan berbagai macam
simpanan berharga hingga masa kita sekarang ini. Al-Qur’an sendiri sebagai samudra
yang luas, menyimpan banyak permata dan mutiara. Untuk menyelami dan
mengikisnya, tidak cukup hanya dengan bekal potensi yang telah dikerahkan sejak
zaman dahulu hingga sekarang. Pembahasan mengenai uslub al-Quran ini sangat luas
dan sukar jika diuraikan secara terperinci dan mendetail sekali. Uslub al-Quran ini
tidak bisa terlepas dari ilmu tata bahasa arab dan jelas pertaliannya dengan ilmu-ilmu
agama.
1.3. Tujuan
Berdasarkan pembahasan di atas, tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Uslub
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Uslub al-Quran
3. Untuk mengetahui Pengaplikasian Uslub al-Quran
2
Muhammad Abdullah Daraz, An-Naba Al-Adhim, hlm. 111
2
BAB II
ISI
2.1. Pengertian Uslub
Uslub berasal dari bahasa Latin Stilus yaitu berarti pena, kemudian
berpindah dengan jalan majaz pada setiap hal yang dilakukan dengan menulis, pada
awal mulanya berhubungan dengan tulisan tangan dan menunjukkan pada sesuatu
yang ditulis, kemudian bergeser pada ungkapan kebahasaan yang sastra.3
Uslub berasal dari kata salaba – yaslubu – salban yang berarti merampas,
merampok dan mengupas. Kemudian terbentuk kata uslub yang berarti jalan, jalan di
antara pepohonan dan cara mutakallim dalam berbicara (menggunakan kalimat).4
Uslub juga didefinisikan dengan sebuah metode yang digunakan untuk
membedakan antara apa yang diucapkan dan bagaimana pengucapannya, atau antara
konten dan bentuk, konten disini juga bisa disebut informasi atau massage atau
makna yang disampaikan5
Uslub dalam bahasa Indonesia disebut gaya bahasa, yaitu pemanfaatan atas
kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis, baik itu kaitannya
dengan tulisan sastra maupun tulisan kebahasan (linguistik). Demikian pula dapat
didefinisikan sebagai cara yang khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam
bentuk tulis atau lisan.6
Pendapat lain mengatakan uslub artinya cara penuturan yang ditempuh
penutur dalam menyusun kalimat dan memilih kosa katanya. Dan ilmu yang
mempelajarinya adalah ilmu al-Uslub atau al-Uslubiyyah.7
Dalam tradisi Barat ilmu ini dikenal dengan Stilistika. Style berasal dari
kata stilus (Latin), yaitu alat tulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat
ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan itu. Pada waktu penekanan
dititikberatkan pada keahlian menulis indah, maka style berubah menjadi keahlian
dan kemampuan menulis atau memggunakan kata-kata secara indah (gaya bahasa)8
3
Sholah Fadl, Ilm al-Uslub Mabadiuh wa Ijra’atuh, (Kairah: Dar al-Syuruq, 1968), hlm 94
4
Muhammad ‘Abdul-‘Azim az-Zarqany, Manahilul-‘Irfan fi ‘Ulumil-Qur’an (Mesir: Dar al-Ihya’), hlm 198
5
Abd al-Mun’im Khafaji dkk, al-Uslubiyyah wa al-Bayan al-Araby, (al-Dar alMashriyyah al-Lubnaniyyah,
1992), hlm 11
6
Tim Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm 297.
7
Fathullah Ahmad Sulaiman, al-Uslubiyyah, (Cairo: Maktabah al-Ab, 2004), hlm 38
8
Ibid
3
Uslub atau gaya bahasa, berarti cara mengungkapkan fikiran atau perasaan
melalui bahasa. Atau cara mengungkapkan fikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa.9
Ali al-Jarim dan Mushtafa Uthman mendefinisikan uslub adalah makna yang
terkandung pada kata-kata yang terangkai sedemikian rupa sehingga lebih cepat
mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan lebih menyentuh jiwa para penerima
pesan.10
Dengan demikian, uslub merupakan cara yang dipilih penutur atau penulis
di dalam menyusun kata-kata untuk mengungkapkan fikiran, suatu tujuan, dan
makna kalamnya. Dan uslub terdiri dari tiga hal, yaitu cara, lafadz/bahasa dan
makna. Sedangkan dalam aspek keilmunya tentang studi ilmu uslub/gaya bahasa
disebut uslubiyyah.
Adapun macam-macam uslub antara lain :
1) Uslub Ilmiah (Gaya Bahasa Ilmiyah)
Uslub Ilmiah adalah uslub yang paling mendasar dan paling banyak
membutuhkan logika yang sehat dan pemikiran yang lurus, dan jauh dari khayalan
syair. Uslub ini berhadapan dengan akal dan berdialog dengan pikiran serta
menguraikan hakikat ilmu yang penuh ketersembunyian dan kesamaran11
Jadi, dalam uslub ini harus diperhatikan pemilihan kata-kata yang jelas dan
tegas maknanya serta tidak mengandung banyak makna. Kata-kata ini harus
dirangkai dengan mudah dan jelas sehingga makna kalimatnya mudah ditangkap
dan tidak menjadi medan pertarungan beberapa praduga serta tidak memberi
kesempatan takwil dan manipulasi makna.12
2) Uslub Adabi (Gaya Bahasa Sastra)
Uslub ini menjadikan keindahan sebagai sifat dan ciri khas yang paling
menonjol. Sumber keindahannya adalah khayalan indah, imajinasi yang tajam,
persentuhan beberapa titik keserupaan yang jauh di antara beberapa hal, dan
pemakaian kata benda atau kata kerja yang konkret sebagai pengganti kata benda
atau kata kerja yang abstrak13
3) Uslub Khitabi (Gaya Bahasa Retorika)
9
D. Hidayat, Al-Balaghah li al-Jami' wa al-Syawahid lk kalam al-Badi', (Semarang: PT. Karya Toha Putra,
2011), hlm 52
10
Ali al-Jarim dan Musthafa Amin, Al-Balaghah al-Wadlihah, (Surabaya:TB.al-Hidayah, 1961), hlm 10
11
Ibid, hlm. 11
12
Ibid
13
Ibid, hlm. 15-16
4
Jenis uslub ini menunjukkan aspek ketegasan makna dan redaksi, ketegasan
argumentasi data dan keluasan wawasan. Dalam uslub ini seorang pembicara
dituntut dapat membangkitkan semangat dan mengetuk hati para pendengarnya.
Keindahan dan kejelasan uslub khitabi berpengaruh besar dalam mempengaruhi
dan menyentuh hati.
Pemakaian Bahasa dalam karya sastra memang mempunyai spesifikasi
tersendiri dibanding dengan pemakaian bahasa dalam jaringan komunikasi lain.
Ciri khas tersebut adalah ciri khas yang berkaitan dengan gaya atau stilistika.
Gaya tersebut dapat berupa gaya pemakaian bahasa secara universal maupun
pemakaian bahasa yang merupakan ciri khas masing-masing pengarang. Namun
yang jelas, baik pemakaian bahasa sastra secara universal maupun individual,
stilistika dalam bahasa sastra selalu berusaha untuk mengungkap maximum
foregrounding of utterance.14
14
Zainuddin Fananie, Telaah Sastra, (Yogyakarta: Muhammadiyah University Press, 2000), hlm. 25
15
H. Aminullah, Uslub Al-Qur'an, Jumal Fakultas sastra Unversitas Sumatra Utara, (Sumatra Utara; 2002)
16
Ibid
5
Dengan demikian uslub al-Qur’an (stilistika al-Quran) adalah metodenya
yang sempurna dalam menyusun kalimat-kalimatnya dan pemilihan lafaz-lafaznya.
Maka tidak aneh jika uslub al-Qur’an berbeda dengan uslub kitab-kitab samawiyah
lainnya. Sebagaimana juga uslub yang dipakai manusia berbeda satu sama lain
sebanyak kuantitas jumlah mereka, bahkan uslub yang dipakai seorang akan
berbeda sesuai dengan tema dan dan konteksnya.17
Uslub al-Qur’an bukanlah mufradat (kosa kata) dan susunan kalimat, akan
tetapi metode yang dipakai al-Qur’an dalam memilih mufradat dan gaya
kalimatnya. Oleh karena itu, uslub al-Qur’an berbeda dengan hadis, syi'ir, kalam dan
buku-buku yang ada, meskipun bahasa yang digunakan sama dan mufradat (kosa
kata) yang dipakai membentuk kalimatnya juga sama.
17
Tim Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka,1999) hlm 199
18
Ibid
19
Manna Al-Qatthan, Mabahis fi ulum Al-Qur’an (cet. XXIV: Bairut: Muassasat al-Risalah, 1993), hlm 283
20
Ahmad Jamal al-Umariy, Dirasat Fi Al-Qur’an Wa Al-SUnnah (Cet, I: Kairo: Dar al-Ma’rif, 1982)
6
2) Jenis-jenis Amtsalul-Quran
Al-Suyuthi membagi kepada dua bagian, yaitu: Amtsal Musarrahah dan
Amtsal Kaminah. 21
ْ علَ ْي ِه يَ ْل َه
ث َ ب ا ِْن تَحْمِ ْل ِ ُۚ ض َواتَّبَ َع ه َٰوى ُۚهُ فَ َمثَلُهٗ َك َمث َ ِل ْالك َْل ِ اْل ْرَ ْ َولَ ْو ِشئْنَا لَ َرفَ ْع ٰنهُ بِ َها َو ٰل ِكنَّ ٗ ٓٗه ا َ ْخلَدَ اِلَى
َص لَ َعلَّ ُه ْم يَتَفَ َّك ُر ْون
َ ص َ َص ْالق ِ ص ُ ث ٰذلِكَ َمث َ ُل ْالقَ ْو ِم الَّ ِذيْنَ َكذَّب ُْوا ِب ٰا ٰيتِن َُۚا فَا ْق ْ ْۗ ا َ ْو تَتْ ُر ْكهُ يَ ْل َه
21
Jalal al-Din al-Suyuthi al Syafi’I, Al-Itqan Fi Ulum Al-Qur’an (Bairut: Dar al-Fikr, t.th), hlm 132
22
Ahmad Jamal al-Umariy, op.cit, hlm 113
23
Badr al-din Muhammad bin Abdillah al-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum Ai-Qur’an, (Juz. I, Cet. I; Bairut: Dar
al-Fikr, 1988), hlm 237
24
Ibid, hlm 113
7
Qs. Al-Isra’ (17): 29
ُ ط َها ُك َّل ْالبَسْطِ فَت َ ْقعُدَ َملُ ْو ًما َّم ْح
س ْو ًرا ْ س ُ َو َْل تَجْ عَ ْل يَدَكَ َم ْغلُ ْولَةً ا ِٰلى
ُ عنُقِكَ َو َْل ت َ ْب
Artinya: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada
lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu
menjadi tercelah dan menyesal.”
Manna Al-Qatthan, Mabahis fi ulum Al-Qur’an (cet. XXIV: Bairut: Muassasat al-Risalah, 1993), hlm 377
25
Sayyid M. Nuh, Aafaatun „Alath- Thriq, atau penyebab gagalnya dakwah, Jilid 2, ter. Nur Aulia, (Jakarta:
26
9
َس َماءِ َو َال َيدْخلونَ ْٱل َجنَّة
َّ ع ْن َها َال تفَتَّح لَه ْم أَب ٰ َْوب ٱل
َ ِإ َّن ٱ َّلذِينَ َكذَّبوا ِبـَٔا ٰ َي ِتنَا َوٱ ْست َ ْك َبروا
َس ِم ْٱلخِ يَاطِ َو َك ٰذَلِكَ نَ ْج ِزى ْٱلم ْج ِرمِ ين َ َحت َّ ٰى يَ ِل َج ْٱل َج َمل فِى
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami
dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan
dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka
masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami
memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.”27
27
Abu Zahrah, Al-Mu'jizat al-Kubra (Beirut: Dar al-Fikr, 1970), hlm. 371-387
28
`Abd al Raḫman bin Abi Bakr, Jalāl al Dīn al Suyūthī. Al- Itqān fi ` Ulūm alQur`ān. Editor: Muḫammad
Abu al Fadhl Ibrāhīm. Mesir: Al Hai`ah al Mishriyyah al `Āmmah li al Kitāb. (1974M). jilid: 4. 53.
29
Fādhil Shāliḫ al Sāmirānī. Ma`ānī al Naḫwi.Cet. I. Beirūt: Dār Iḫyā' al Turāts al `Arabiy. (2007M). Jilid: 4.
hlm 137
10
Qasam zhāhir atau qasam sharīḫ ini terbagi dua:
a. Isti`thāfīy yaitu sumpah yang jawab al qasamnya itu
jumlah insyāiyyah (kalimat yang mengandung harapan),
dan huruf qasam yang digunakan adalah bā' dan hanya
sedikit dalam uslub qasam. Contohnya surat al An`ām
ayat 109 yang berbunyi:
ٰ ْ اّٰلل َج ْهدَ ا َ ْي َمانِ ِه ْم لَ ِٕى ْن َج ۤا َءتْ ُه ْم ٰايَةٌ لَّيُؤْ مِ نُ َّن بِ َه ْۗا قُ ْل اِنَّ َما
ِ اْل ٰيتُ ِع ْندَ ه
ّٰللا َو َما َ َوا َ ْق
ِ س ُم ْوا بِ ه
ْ يُ ْشع ُِر ُك ْم اَنَّ َها ٓٗ اِذَا َج ۤا َء
َت َْل يُؤْ مِ نُ ْون
Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan
segala kesungguhan, bahwa jika datang suatu mukjizat
kepada mereka, pastilah mereka akan beriman
kepadanya. Katakanlah, “Mukjizat-mukjizat itu hanya
ada pada sisi Allah.” Dan tahukah kamu, bahwa apabila
mukjizat (ayat-ayat) datang, mereka tidak juga akan
beriman
30
Manna Al-Qatthan, Mabahis fi ulum Al-Qur’an (cet. XXIV: Bairut: Muassasat al-Risalah, 1993), hlm 304
31
Muḫammad al Mukhtār al Salāmī. Al- Qasam, hlm 55-56.
12
Kitab Sejarah, Seni, Sastra, dan Moralitas dalam Kisah-Kisah al-Quran.
Khalafullah berpendapat bahwa terdapat fenomena menarik dari dialog
yang terdapat dalam kisah-kisah al-Quran, di antaranya bahwa gaya bahasa
sastra dialog kisah-kisah al-Quran tidak jauh berbeda dengan bahasa al-
Quran secara keseluruhan. Menurutnya ada beberapa karakteristik gaya
bahasa kisah-kisah al-Quran32 diantaranya:
1) Gaya bahasa al-Quran secara umum maupun terkhusus kisah-kisah al-
Quran sangat variatif sesuai dengan tema, situasi, dan kondisi pada waktu
kisah tersebut diwahyukan, artinya gaya bahasa sastra yang dipakai al-
Quran adalah gaya bahasa dengan berbagai bentuk penerapannya.
Konkritnya dalam memformat kisah al-Quran tidak sekedar
memperhatikan situasi emosional para pelaku dalam kisah tersebut, atau
pelaku dalam dialog tersebut, akan tetapi memperhatikan kejiwaan Nabi
Muhammad SAW. Dapat diperoleh kesimpulan bahwa gaya bahasa dialog
kisah-kisah al-Quran mengikuti karaktersitik gaya bahasa yang digunakan
dalam al-Quran.
2) Gaya bahasa kisah-kisah al-Quran fase awal mempunyai karakteristik
menggunakan kata-kata yang gema, suaranya kuat dan dikemas dalam
kalimat-kalimat pendek bersajak. Perpindahan dari satu babak ke babak
berikutnya atau dari peristiwa satu ke peristiwa selanjutnya, yang
diceritakan dalam satu kisah sangat cepat dan dinamis. Salah satu yang
melatarbelakanginya adalah kondisi mental dan emosional Nabi
Muhammad pada saat itu masih menggelora dan penuh semangat.
3) Gaya bahasa kisah-kisah al-Quran yang memuat propaganda atau
ditujukan untuk menerangkan doktrik-doktrin baru keagamaan,
merobohkan berbagai keyakinan dan pemikiran lama yang betolak
belakang dengan doktrin tokoh atau kaum dalam kisah tersebut, disitu
terlihat kritikan terhadap berbagai pemikiran yang berseberangan dikemas
dalam kemasan sastra yang seolah-olah menjadi bagian dari unsur kisah,
diantaranya unsur dialog.
4) Gaya bahasa dalam kisah-kisah yang dimaksudkan untuk memberikan
sugesti atau menyuntikkan semangat bernuansa kejiwaan. Biasanya
32
Muhammad Ahmad Kalafullah, al Fann al-Qasasi fi al-Qur’an al-Karim (al-Qur’an bukan Kitab Sejarah,
Seni dan Moralitas dalam Kisah-Kisah al-Qur’an ) terj: Zuhairi Misrawi dan Anis Maftukhin, (Jakarta:
Paramadina, 2002), hlm. 239-240
13
berbentuk semangat batin yang menggelora walaupun agak condong
kepada satu bentuk kepasrahan. Bentuk permukaan kisah memunculkan
sebuah pesan religius tentang perlunya sebuah pendekatan diri kepada
Allah (munajah). Dialog dalam kisah-kisah al-Quran seperti ini
menampilkan perbedaan perasaan yang dialami oleh pelaku dialog. Missal
orang-orang yang sombong tetap keras mempertahankan keyakinannya, di
sisi lain Nabi Muhammad mengalami perang batin.
Dari beberapa karakteristik gaya bahasa kisah-kisah al-Quran secara
umum, dapat ditarik benang merah bahwa gaya bahasa al-Quran dalam
memaparkan pemikiran para Nabi dan Rasul atau kaum tidak mewakili
realitas sepenuhnya, akan tetapi disesuaikan dengan situasi serta suasana
yang sengaja dimunculkan dari kisah. Berdasarkan uraian karakteristik di
atas, menunjukkan bahwa gaya bahasa yang dipakai di kisah-kisah al-
Quran berbeda dengan gaya bahasa yang dipakai oleh kisah-kisah sastra
konvensional modern saat ini. Terlebih lagi yang terdapat pada dialog
dalam kisah al-Quran.
14
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. Pengertian Uslub
Uslub atau gaya bahasa, berarti cara mengungkapkan fikiran atau perasaan
melalui bahasa. Atau cara mengungkapkan fikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa.
Ali al-Jarim dan Mushtafa Uthman mendefinisikan uslub adalah makna
yang terkandung pada kata-kata yang terangkai sedemikian rupa sehingga lebih cepat
mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan lebih menyentuh jiwa para penerima
pesan.
Adapun macam-macam uslub antara lain :
1) Uslub Ilmiah (Gaya Bahasa Ilmiyah)
Uslub Ilmiah adalah uslub yang paling mendasar dan paling banyak
membutuhkan logika yang sehat dan pemikiran yang lurus, dan jauh dari khayalan
syair. Uslub ini berhadapan dengan akal dan berdialog dengan pikiran serta
menguraikan hakikat ilmu yang penuh ketersembunyian dan kesamaran
2) Uslub Adabi (Gaya Bahasa Sastra)
Uslub ini menjadikan keindahan sebagai sifat dan ciri khas yang paling
menonjol. Sumber keindahannya adalah khayalan indah, imajinasi yang tajam,
persentuhan beberapa titik keserupaan yang jauh di antara beberapa hal, dan
pemakaian kata benda atau kata kerja yang konkret sebagai pengganti kata benda
atau kata kerja yang abstrak
3) Uslub Khitabi (Gaya Bahasa Retorika)
Jenis uslub ini menunjukkan aspek ketegasan makna dan redaksi, ketegasan
argumentasi data dan keluasan wawasan. Dalam uslub ini seorang pembicara
dituntut dapat membangkitkan semangat dan mengetuk hati para pendengarnya.
Keindahan dan kejelasan uslub khitabi berpengaruh besar dalam mempengaruhi
dan menyentuh hati.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Mun’im Khafaji dkk, al-Uslubiyyah wa al-Bayan al-Araby, (al-Dar al-Mashriyyah
al-Lubnaniyyah, 1992)
Abdullah Daraz, Muhammad. An- Naba Al- Adhim, Kuwait: Dar Al Qolam, 1974.
Al-Qatthan, Manna Mabahis fi ulum Al-Qur’an. Cet XXIV: Bairut : Muassasat al-risalah,
1993
Aminullah, Uslub Al-Qur'an, Jumal Fakultas sastra Unversitas Sumatra Utara, (Sumatra
Utara; 2002)
Al-Umariy, Ahmad Jamal Dirasat Fi Al-Qur’an Wa Al-Sunnah, Cet, I; Kairoh: Dar al-
Ma’rif, 1982
Al-Zarkasyi, Badr al-din Muhammad bin Abdillah al-Burhan fi Ulum Al-Qur’an. Juz. I.
Cet.I; Bairut: Dar al-Fikr, 1988
Muhammad Abdullah Jabr, al-Uslub wa al- Nahw: Dirasah Taqbiqiyyah fi Alaqat al-
Khashaish al-Uslubiyyah bi ba’dl al-Dhahirat al-Nahwiyyah, (Iskandariyah: Dar al-
Da’wah, 1988)
Sholah Fadl, Ilm al-Uslub Mabadiuh wa Ijra’atuh, (Kairah: Dar al-Syuruq, 1968
Tim Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999)
17