Anda di halaman 1dari 1

Nama : Nilna Maghfirotul Ilah (16530025)

Mata Kuliah : Pemikiran Tafsir Nusantara (A)

Dosen Pengampu : Bapak Fadhli Lukman, M. Hum.

Khazanah Tafsir (Islah Gusmian)

Proses penulisan tafsir di Nusantara tercatat telah ada sejak abad ke-16 dengan bukti
munculnya tafsir surat al-Kahfi (18) : 9. Dimana, manuskripnya dibawa dari Aceh oleh
seorang ahli bahasa Arab asal Belanda, Erpinus pada awal abad ke-17 M. Dari sorak atau
nuansany, tafsir tersebut sangat kental dengan warna sufistik. Satu abad kemudian (abad
18 M) muncul tafsir Tarjuman al-Mustafid yang ditulis oleh ‘Abd al-Ra’uf al-Sinkili
lengkap 30 juz diperkirakan ditulis sekitar tahun 1675 M, sebagaimana pernyataan Peter
Riddel. Menurut banyak pengamat, tafsir tersebut merupakan terjemahan dari tafsir al-
Baydlawi. Namun, Peter Riddel mempunyai pendapat lain, yaitu terjemah dari tafsir al-
Jalalayn. Pada abad ke-19 M, muncul sebuah karya tafsir yang menggunakan bahasa
Melayu-Jawi, yaitu kitab Fara’idl al-Qur’an yang hanya terdiri dari dua halaman dengan
huruf kecil dan spasi rangkap. Manuskripnya disimpan di perpustakaan Universitas
Amsterdam yang kemudian diterbitkan di Bulaq. Pada abad ini pula terdapat literatur
tafsir utuh yang ditulis di luar Nusantara, yaitu di Makkah oleh ulama asli Indonesia,
Imam Muhammad Nawawi al-Bantani (1813-1879 M), yaitu tafsir Munir li Ma’alim al-
Tanzil. Pada dekade 1920-an muncul Alqoeranoel Hakim Beserta Toedjoean dan
Maksoednja, karya H. Iljas dan Abd. Jalil yakni penafsiran pada juz pertama saja.
Kemudian pada dekade 1930-an ada H.A. Halim Hassan, H. Zainal Arifin Abbas, dan
Abdurrahman Haitami menulis tafsir al-Qur’an al-Karim. Pada dekade 1950-an lahir
tafsir al-Qur’an karya H. Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs. Selanjutnya, pada awal
abad ke-20 M, muncul beragam literatur tafsir yang ditulis oleh kalangan Muslim
Indonesia. Antara lain yaitu Mahmud Yunus, A. Hassan, T.M. Hasbi ash-Shiddieqy, dan
Hamka sebagai generasi yang masing-masing menulis tafsir 30 juz dengan model
penyajian runtut (tahlili) sesuai dengan urutan surat dalam mushaf Utsmani.

Dari ringkasan di atas dapat dilihat bahwa perjuangan para ulama dalam mengembangkan
tafsir di Nusantara menghasilkan beragam karya penafsiran itu tanpa titik henti. Hingga
bermunculan beberapa tokoh ikut menyumbangkan hasil pemikirannya tentang
penafsiran al-Qur’an. Walaupun tidak semua hasil karya mereka merupakan penafsiran
al-Qur’an 30 juz. Dengan demikian, dari abad ke abad dapat dikatakan bahwa
perkembangan tafsir di Nusantara semakin pesat.

Anda mungkin juga menyukai