Anda di halaman 1dari 7

A.

Pendekatan dan Model Evaluasi Kurikulum PAI

Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang
tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar
memperoleh kurikulum yang baik.1 Pendekatan juga dapat diartikan sebagai titik
tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah
pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya
masih sangat umum. Pendekatan yang dimaksudkan disini ialah pendekatan yang
berkaitan dengan model evaluasi kurikulum.

Macam-macam model evaluasi yang dipergunakan bertumpu pada aspek-


aspek tertentu yang diutamakan dalam proses pelaksanaan kurikulum. Model
evaluasi yang bersifat komparatif berkaitan erat dengan tingkah laku individu,
evaluasi yang menekakan tujuan berkaitan erat dengan kurikulum yang
menekankan pada bahan ajar atau isi kurikulum. Adapun model (pendekatan)
antropologis dalam evaluasi ditujukan untuk mengevaluasi tingkah laku dalam
suatu lembaga social. Dengan demikian sesungguhnya terdapat hubungan yang
sangat erat antara evaluasi dengan kurikulum.2

Secara umum model evaluasi kurikulum bisa dibedakan menjadi tiga,


diantaranya: Model Evaluasi Kuantitatif. Meliputi Model Black Box Tyler, Model
Teoritik Taylor dan Maguire, Model Pendekatan Sistem Alkin, Model
Countenance Stake, Model CIPP. Model Evaluasi Ekonomi Mikro secara umum
model ini menggunakan pendekatan sebagaimana model kuantitatif lainya, Dan
Model Evaluasi Kualitatif. Meliputi Model Evaluasi Connoisseurship yang
menggnakan pendekatan humanistic naturalistik, model illuminatif yang berfokus
pada deskripsi dari pada interpretasi angka dalam memprediksi penelitian, model
Responsive Stake dan yang terakhir model Studi Kasus.

1
Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: Grafindo, 1986). h. 37
2
Adnan Mohammad, ‘Evaluasi Kurikulum Sebagai Kerangka Acuan Pengembangan Pendidikan
Islam’, Al-Idaroh, 1.2 (2017), h. 116.
1. Model Evaluasi Kuantitatif
a. Model Black Box Tyler

Model Black Box Tyler ialah evaluasi yang ditunjukan pada peserta didik
dan bahan evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik
dansaat peserta didik telah melaksanakan kurikulum itu sendiri.

Prosedur pelaksanaan model evaluasi Tyler adalah sebagai berikut:

1) Menentukan tujuan kurikulum yang akan dievaluasi.


2) Menentukan situasi dimana peserta didik mendapatkan kesempatan
untuk memperlihatkan tingkah laku yang berhubungan dengan
tujuan.
3) Menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk megukur
tingkah laku peserta didik.
b. Model Teoritik Taylor dan Maguire

Model ini lebih menitik beratkan pada pertimbangan teoritik suatu


model evaluasi kurikulum. Menerapkan apa yang seharusnya terjadi pada
proses pelaksanaan kurikulum. Dalam melaksanakan evaluasi kurikulum
sesuai model teoritik Taylor dan Maguire meliputi dua hal, yaitu: pertama,
mengumpulkan data objektif yang dihasilkan dari berbagai sumber
mengenai komponen tujuan, lingkungan, personalia, metode, konten, hasil
belajar langsung maupun hasil belajar dalam jangka panjang. Kedua,
pengumpulan data yang merupakan hasil pertimbangan individual terutama
mengenai kualitas tujuan, masukan dan hasil belajar.3

Prosedur pelaksanaan model evaluasi Taylor dan Maquaire adalah


sebagai berikut:

1) Dimulai dari adanya tekanan atau keinginan masyarakat terhadap


pendidikan.

3
Ibid. h. 118
2) Evaluator mencari data mengenai keserasian antara tujuan umum
dengan tujuan behavioral.
3) Penafsiran tujuan kurikulum.
4) Mengevaluasi pengembangan tujuan menjadi pengalaman belajar.
c. Model Pendekatan Sistem Alkin

Model alkin ini memakai tiga komponen pembagian (masukan,


perantara/mediating, keluaran/hasil) seperti dalam pendekatan sistem pada
umumnya. Alkin juga mengenal sistem internal yang merupakan interaksi
antar komponen yang langsung berhubungan dengan pendidikan dan system
eksternal yang mempunyai pengaruh dan dipengaruhi oleh pendidikan.

Model Alkin dikembangkan berdasarkan empat asumsi, yaitu:

1) Variable perantara adalah satu-satunya variable yang dapat


dimanipulasi.
2) System luar tidak langsung dipengaruhi oleh keluaran system
(persekolahan).
3) Para pengambil keputusan sekolah tidak memiliki control mengenai
pengaruh yang diberikan system luar terhadap sekolah.
4) Factor masukan mempengaruhi aktifitas factor perantara dan pada
gilirannya factor perantara berpegaruh terhadap factor keluaran.
d. Model Countenance Stake

Model ini mendasarkan pada evaluasi formal. Evaluasi formal adalah


evaluasi yang dilakukan oleh pihak luar yang tidak terlibat dengan evaluan.
Model countenance Stake terdiri atas dua matriks:

1) Matril Deskripsi: sesuatu yang direncanakan (intent) pengembang


kurikulum dan program.
2) Matrik Pertimbangan, Dalam matrik ini terdapat kategori standar,
pertimbangan dan focus antecendent.
e. Model CIPP

Model CIPP adalah sebuah singkatan dari (Context/konteks,


Input/masukan, Process/proses, Product/hasil) sehingga sesuai namanya
model ini memiliki empat jenis evaluasi, yaitu:

1) Evauasi Context: Tujuan utama dari evaluasi ini adalah untuk


mengetahui kekuatan dan kelemahan evaluan.
2) Evaluasi Input: Evaluasi ini penting karena untuk pemberian
pertimbangan terhadap keberhasilan pelaksnaan kurikulum.
3) Evaluasi Process: ialah evaluasi mengenai pelaksanaan dari suatu
inovasi kurikulum.
4) Evaluasi Product: Adapun tujuan utama dari evaluasi hasil adalah untuk
menentukan sejauh mana kurikulum yang diimplementasikan tersebut
telah dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang menggunakannya.

Dengan demikian evaluasi model ini tidak hanya dilaksanakan dalam


situasi inovasi sedang dilaksanakan, tetapi justru model ini dilakukan ketika
inovasi akan dan belum dilaksanakan.4

2. Model Ekonomi Mikro

Model ekonomi mikro pada dasarnya adalah model yang menggunakan


pendekatan kuantitatif. Model ini memiliki fokus utama pada hasil. Levin adalah
tokoh yang banyak bekerja dalam model evaluasi ekonomi mikro. Menurut Levin
ada empat model di lingkungan ekonomi mikro, yaitu:

a. cost-effectiveness : membandingkan dua program dari segi biaya dan


hasilnya
b. cost-benefit : menggunakan unit uang dalam mengukur hasilnya
c. cost-utility : memperkirakan kegunaan dan nilai dari program
d. cost-feasibility : melihat dari biaya yang digunakan dalam program

4
Ibid. h. 124
Dari keempat model diatas yang lebih sesuai digunakan dalam evaluasi
kurikulum adalah model cost effectiveness. Dalam model cost effectiveness ini
seseorang evaluator harus dapat membandingkan dua program atau lebih, baik
dalam pengertian dana yang digunakan untuk masing-masing program maupun
hasil yang diakibatkan oleh setiap program. Perbandingan hasil ini akan
memberikan masukan bagi pembuat keputusan mengenai program mana yang
lebih menguntungkan dilihat dari hubungan antara dana dan hasil. Dalam
mengukur hasil di gunakan instrument yang sudah di standarisasi. Pengunaan
instrument standar penting karena dengan demikian perbandingan antara biaya
dan hasil dapat dilakukan secara berimbang.5

3. Model Evaluasi Kualitatif

Adapun model evaluasi kualitatif selalu menempatkan proses pelaksanaan


kurikulum sebagai focus utama evaluasi. Oleh karena itulah dimensi kegiatan dan
proses lebih mendapatkan perhatian dibndingkan dimensi lain. Adapun yang
termasuk kedalam model evaluasi kualitatif, yaitu:

a. Connoisseurship

Model ini dikembangkan dikembangkan oleh Elliot W. Eisner, evaluasi


ini didasari dari kegiatan hasil mengkritisi hasil karya seni, ia juga
mengatakan menilai pendidikan merupakan salah satu seni dalam
pendidikan.6

Tahapan evaluasi Connoisseurship ada tiga, yaitu;

1) Tahap Deskriptif : mendeskripsikan seluruh pola pembelajaran dan


aktivitas di dalam kelas.
2) Tahap Interpretasi : di mana evaluan mulai menginterpretasi dan
mengkritisi pada yang terjadi pada tahap pertama.

5
Ibid.
6
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori Dan Praktek, cet. 15 (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012). h. 103
3) Tahap Evaluasi : di mana pada tahap ini evaluan akan memberikan
pertimbangan dan keputusan dari program tersebut. Pertimbangan
dan keputusan yang dibuat oleh evaluan didasarkan kepada kritik
yang dibuat oleh evaluan sendiri berdasarkan data yang diperoleh
pada tahap pertama dan kedua.
b. Illuminative

Model ini diperkenalkan oleh Hanley, namun dikembangkan oleh


Parlett dan Hamilton pada tulisan mereka yang berjudul Evaluation as
illumination: a new approach to study of innovatory programs.7

Tujuan model illuminative

1) memeriksa pengaruh situasional pada kurikulum


2) mencari dan mendiskusikan fitur-fitur penting dari suatu kurikulum
3) mengidentifikasi semua bagian kurikulum

Tahapan model illuminative ada tiga, yaitu;

1) observasi : tahap ini evaluan mengobservasi keseluruhan program


pendidikan diantaranya tujuan sekolah, metode dalam belajar
mengajar, materi yang digunakan, dan teknik evaluasi yang
dilakukan guru.
2) inkuri : tahap ini evaluan akan memisahkan data penting dan yang
tidak penting untuk dianalisa.
3) ekspalanasi : tahap ini evaluan tidak saja memberikan
pertimbangan dan keputusan pada hasil penelitiannya, tetapi
memperkaya data tersebut dengan cara menjelaskan apa yang
terjadi dan mengapa itu bisa terjadi.
c. Responsive Stake

Model kedua yang dikembangkan oleh Stake, model ini digunakan


untuk memberikan penegasan kepada beberapa hal, yaitu:

7
Ismail Fajri, ‘Model-Model Evaluasi Kurikulum’, Lentera STIKIP-PGRI, 2 (2014), h. 14.
1) isu-isu pendidikan berangkat dari tujuan dan hipotesis.
2) adanya pengamatan dan partisipasi terhadap kurikulum yang
dievaluasi.
3) standar nilai yang berbeda dari tiap kelompok.
4) kebutuhan yang berkesinambungan akan informasi.
d. Model Studi Kasus

Evaluasi model studi kasus memusatkan perhatiannya pada kegiatan


pengembangan kurikulum di satu-satuan pendidikan. Dalam menggunakan
model evaluasi ini, tindakan pertama yang harus dilakukan evaluator adalah
familirialisasi dirinya terhadap kurikulum yang dikaji. Apabila evaluator
belum familiar dengan kurikulum dan satuan pendidikan yang
mengembangkannya maka evaluator ini dilarang melakukan evaluasi.

Ada dua jenis familirialisasi

1) familirialisasi terhadap kurikulum sebagai ide dan sebagai rencana.


2) familirialisasi dilakukan ketika evaluator di lapangan.

Setelah familiarilisasi evaluator bisa melanjutkan pada observasi


lapangan dengan baik. Observasi adalah teknik pengumpulan data yang
sangat dianjurkan dalam model studi kasus. Adapun ketentuan bagi
evaluator ketika menggunakan observasi adalah pertama, haruslah evaluator
seorang yang memiliki visi dan pengetahuan luas mengenai focus observasi.
Kedua, kecepatan berfikir, hal ini penting karena evaluator berfungsi
sebagai instrument yang selalu terbuka untuk refocusing ataupun membuka
dimensi baru dari masalah yang sedang diamati. Ketiga, evaluator harus
cermat dalam menangkap informasi yang diterimanya.

Anda mungkin juga menyukai