Anda di halaman 1dari 5

LEARNING LOG

Nama : Masyiqah Amaliyah


NIM : 20100119036
Kelas : PAI B ‘19

Evaluasi Program
A. Ruang lingkup Evaluasi Program
Evaluasi program pendidikan adalah suatu evaluasi program yang berhubungan
dengan dunia pendidikan. Tentu saja hal ini juga pasti terkait dengan siapa (pembuat,
penyusun, pelaksana program) dan tujuan program (untuk apa, untuk siapa). Dalam hal ini
evaluasi program pendidikan dapat dilakukan antara lain oleh:
1. Pemerintah (pusat, propinsi, kab, jajaran dinas, instansi). Dalam hal ini dapat dilakukan
oleh Kementrian Pendidikan Nasional sampai tingkat sekolah).
2. Swasta (para pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan)
3. Kelompok (organisasi yang peduli pendidikan maupun kumpulan para pendidik atau
yang berhubungan dengan pendidikan)
4. Perorangan (hal ini biasanya dilakukan oleh para pendidik dalam pembelajaran dan para
kepala sekolah dalam jajaran pembelajaran maupunmajerial).
Dengan begitu, evaluator terdiri dari dua macam yaitu evaluator dari dalam dan
evaluator dari luar, masing-masing mempunyai kelebihan dan terkait dari kekurangannya.
Evaluator dari dalam mempunyai kelebihan memahami betul program yang akan dievaluasi
dan tepat pada sasaran, sedangkan kekurangannya jika pelaksanaannya terburu-buru akan
mendapatkan hasil yang tidak sempurna. Evaluator dari luar merupakan orang yang tidak
implementasi program yang memiliki kelebihan, dapat bertindak secara efektif selama
evaluasi dan mengambil kesimpulan sedangkan kekurangannya, orang yang dari luar tersebut
belum memahami tentang program pembelajaran yang akan dievaluasi sehingga terjadi
pemborosan waktu dan biaya.
Objek yang dikaji meliputi tiga hal yaitu evaluasi masukan pembelajaran yang
menekankan pada penilaian karakteristik siswa, keadaan, dan sarana prasaran pembelajaran
serta hal lainnya yang menyangkut tentang pembelajaran. Evaluasi proses pembelajaran
menekan pada cara mengajar, media dalam pembelajaran, strategi pembelajaran, dan
sebagainya. Penilaian hasil pemebelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa dengan
menggunakan tes maupun nontes. Lalu ada dua aspek yang mencakupnya yaitu, aspek
marginal tentang implementasi pembelajaran dan aspek subtansial tentang hasil belajar
siswa.

B. Model-model Evaluasi Program


Terkait dengan model-model evaluasi program maka dalam kajian literatur terdapat
berbagai ragam model evaluasi yang dapat digunakan oleh evaluator sebagai acuan dalam
melakukan evaluasi suatu program. Di antara model-model evaluasi pogram tersebut
diantaranya: Goal-Free Evaluation Approach (Scriven), Formative and Summative model
(Scriven), Five level ROI Model (Jack Phillips), Context, Input, Process, Produt atau CIPP
Model (Stufflebeam), Four levels evaluation model (Kirpatrick), Responsive evaluation
model (Stake), Context, Input, Reacton, Outcome atau CIRO model, Congruance-
Contigency model (Stake), Five Levels of Evaluation model (Kaufmann), Program
Evaluation and Review Technique atau PERT model, Alkin model, CSE-UCLA Model,
Provous Discrepancy model, Illuminative evaluation model dan lainnya.
Untuk memilih berbagai model evaluasi program kiranya pendekatan ecletic dapat
dijadikan rujukan. Pendekatan ecletic yaitu memilih berbagai model dari beberapa pilihan
yang terbaik sesuai dengan kebutuhan, sesuai dengan situasi dan sesuai dengan kondisi
setempat. Pemilihan suatu model evaluasi akan tergantung pada kemampuan evaluator,
tujuan evaluasi serta untuk siapa evaluasi itu dilaksanakan.
Berikut beberapa model evaluasi program yang dikembangkan oleh para ahli yang
dapat dipakai untuk mengevaluasi sebuah program pendidikan. Diantaranya:
1. Evaluasi model Kirkpatrick, yang dikembangkan oleh Kirkpatrick dan dikenal
dengan Evaluating Training Programs, yaitu sebuah model dengan melakukan evaluasi
terhadap program training. Evaluasi Kirkpatrick dilakukan dengan cara mengevaluasi
terhadap hal-hal berikut: Evaluasi reaksi (reaction evaluation), evaluasi belajar (learning
evaluation), evaluasi perilaku (behavior evaluation), evaluasi hasil (result evaluation).
2. Evaluasi model CIPP (Context, Input, Process and Product). Konsep evaluasi ini
ditawarkan oleh Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah
bukan untuk membuktikan tetapi untuk memperbaiki. Evaluasi model CIPP ini bertitik
tolak pada pandangan bahwa keberhasilan program pendidikan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan
peralatan yang digunakan, serta prosedur dan mekanisme pelaksanaan program. Evaluasi
CIPP dilakukan dengan cara:
a. Evaluasi konteks (context evaluation), yaitu Situasi atau latar belakang yang
mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan
dalam system yang bersangkutan, seperti misalnya masalah pendidikan yang
dirasakan, keadaan ekonomi negara, pandangan hidup masyarakat.
b. Evaluasi masukan (input evaluation), yaitu Sarana/modal/bahan dan rencana strategi
yang ditetapkan untuk mencapai tujuantujuan pendidikan
c. Evaluasi proses (process evaluation), yaitu Pelaksanaan strategi dan penggunan
sarana/modal/bahan di dalam kegiatan nyata dilapangan
d. Evaluasi produk/hasil (product evaluation), yaitu Hasil yang dicapai baik selama
maupun pada akhir pengembangan system pendidikan yang bersangkutan
3. Evaluasi model Wheel (Roda) dari Beebe. Evaluasi model ini digunakan untuk
mengetahui apakah pelatihan yang dilakukan oleh suatu instansi telah berhasil. Proses
evaluasi dimulai dari upaya menganalisis kebutuhan organisasi ataupun kebutuhan
peserta didik, yaitu apa yang hendak dicapainya dengan menjalankan suatu pelatihan.
Kemudian tujuan pelatihan dirancang sehingga sesuai dengan kehendak organisasi dan
para peserta.
4. Evaluasi model Provus (Discrepancy Model). Discrepancy berarti kesenjangan. Model
evaluasi ini dikembangkan oleh Malcolm Provus. Evaluasi ini berangkat dari asumsi
bahwa untuk mengetahui kelayakan suatu program, evaluator dapat membandingkan
antara apa yang diharap seharusnya terjadi dengan apa yang sebenarnya terjadi, sehingga
dapat diketahui ada tidaknya kesenjangan (discrepancy) antara keduanya yaitu standar
yang ditetapkan dengan kinerja sesungguhnya.
5. Evaluasi model Stake (Countenance Model), Stake menekankan adanya dua dasar
kegiatan dalam evaluasi, yaitu description dan judgement. Stake mengatakan bahwa
apabila kita menilai suatu program maka dapat dilakukan dengan cara membandingkan
dengan perbandingan yang relatif antara program yang satu dengan program yang lain.
6. Evaluasi model Brinkerhoff. Brinkerhoff mengemukakan tiga golongan evaluasi yaitu:
pertama, fixed vs emergent evaluation design, desain dikembangkan berdasarkan tujuan
program disertai seperangkat pertanyaan yang akan dijawab dengan informasi yang
diperoleh dari sumber-sumber tertentu.
C. Desain Evaluasi Program
Sebelum melakukan desain evaluasi maka terlebih dahulu harus dilakukan fokus
evaluasi yaitu mengkhususkan apa dan bagaimana evaluasi akan dilakukan. Bila evaluasi
sudah berfkus, maka ini berarti proses dan desain dimulai. Ada tiga elemen dalam
pemfokusan yaitu: mempertemukan pengetahuan dan harapan, mengumpulkan informasi dan
merumuskan rencana evaluasi. Penyusunan desain evaluasi program merupakan langkah
pertama menyangkut aspek perencanaan. Di dalam tahap perencanaan ini diuraikan garis
besar mengenai hal-hal yang lain yang berkaitan dengan kegiatan evaluasi tersebut.
Terkhusus, desain evaluasi program pembelajaran yang dirancang oleh guru-guru
dapat dilakukan dalam bentuk (1) konteks dan income, (2) kinerja guru, (3) fasilitas belajar,
(4) iklim kelas, (5) minat peserta didik dan (6) motivasi peserta didik. Evaluasi program
pembelajaran diproses melalui beberapa tahap, tahapan itu menyusun instrumen penilaian
komponen pembelajaran. Mengadakan penelitian dan pengumpulan data. Skoring Instrumen,
menganalisis dan menginterpretasi data.
Karena evaluasi program merupakan pelayanan bantuan kepada pelaksana program
untuk memberikan input bagi pengambilan keputussan tentang kelangsungan program
tersebut. Oleh karena itu maka pelaksana evaluasi program harus memahami seluk-beluk
program yang dinilai, yaitu:
- Pengambilan keputusan mengeluarkan kebijakan mengenai pelaksanaan suatu program.
- Kepala sekolah menunjuk evaluator program (dapat dari bagian dalam pengelola ataupun
orang luar dari program) untuk melaksanakan evaluasi program setelah melaksanakan
selama jangka waktu tertentu.
- Penilai program melaksanakan kegiatan penilaiannya, mengumpulkan data, menganalisis
dan menyusun laporan.
- Penilaian program menyampaikan penemuannya kepada pengelola program

D. Analisis dan Interpretasi Hasil Evaluasi Program


Analisis evaluasi program pendidikan dilakukan dengan menyesuaikan model
evaluasi yang sesuai dengan tujuan maupun jenis program yang ada. Analisis Evaluasi
Program Pendidikan adalah suatu kegiatan menganalisis data dari evaluasi yang telah
dilakukan terhadap program-program pendidikan. Adapun tujuan dari analisis evaluasi
program pendidikan adalah untuk mengethaui tingkat keberhasilan program itu setelah
dilaksanakan. Karena program adalah suatu kegiatan yang direncanakan dengan seksama,
sehingga dengan kata lain analisis evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk
mengetahui seberapa tinggi keberhasilan dari suatu kegiatan yang direncanakan.
Prosedur analisis data dalam evaluasi program dikelompokkan menjadi dua yaitu
prosedur kuantitatif dan prosedur kualitatif. Prosedur kuantitatif untuk menganalisis data
yang berupa angka-angka, sedangkan prosedur kualitatif untuk menganalisis data yang
bersifat naratif. Berikut penjelasannya:
1. Data kualitatif adalah data yang sifatnya tidak numerik. Data ini biasanya dikumpulkan
untuk menjaring informasi yang tidak dapat ditangkap secara kuantitatif. Contoh data
kualitatif adalah data tentang alasan peserta pelatihan tidak termotivasi untuk aktif
mengikuti pelatihan.
2. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka-angka (numerik). Contohnya data usia
dan data hasil tes peserta pelatihan. Data kuantitatif menurut sifatnya dapat dibedakan
atas beberapa jenis data sebagai berikut:
a. Data kontiniu adalah data yang secara teoritis dapat memiliki nilai pada tiap titik
kemungkinan pada suatu kontinum. Contoh, nilai tes akhir pelatihan yang
menggunakan rentang nilai 0 sampai dengan 100. Data nilai tersebut bersifat kontiniu
karena dimungkinkan
b. seseorang peserta akan memperoleh nilai antara 0 sampai 100 tersebut dalam bentuk
angka ganjil atau genap, pecahan atau utuh, misalnya 40, 45 maupun 5,5 dan
seterusnya.
c. Data jenjang atau rank adalah data yang melukiskan posisi seseorang atau sesuatu
objek dibandingkan dengan keseluruhan keadaan. Contoh, data tentang peringkat
prestasi hasi tes akhir peserta pelatihan tersusun mulai dari peringkat pertama,
peringkat kedua dan seterusnya.
d. Data dikotomi adalah data yang hanya mempunyai dua macam nilai. Data dikotomi
dibedakan menjadi dua macam:
1) Benar-benar dikotomi (true dichotomy) yaitu data yang benarbenar dikotomi
contohnya data jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan, data kelulusan
yaitu lulus dan tidak lulus.
2) Dikotomi buatan (artificial) contohnya pelatihan peserta dikelompokkan
menjadi peserta senior dan junior.
Terdapat beberapa prinsip dan kriteria dalam menganalisis data yang harus diketahui
seorang evaluator.
a. Jangan terlalu menyederhanakan pertanyaan tetapi bersifat dinamis dan kompleks.
b. Perhatikan perbedaan-perbedaan tentang kondisi dan yang mempengaruhinya.
c. Gunakan teknik yang beragam. Jika memungkinkan gunakanlah analisis yang
beragam.
d. Yakinkan diri bahwa asumsi-asumsi untuk mempergunakan teknik analisis tersebut
telah dipenuhi dan sesuai dengan data yang diperoleh.
e. Gunakanlah metode yang cocok dengan audien dan tujuan.
f. Gunakan metode praktis dan terjangkau biayanya.
g. Upayakan analisis yang sesederhana mungkin.
h. Janganlah menuntut yang serba sempurna, setiap teknik analisis memiliki
keterbatasan.
Ada tiga kegiatan utama dalam pengorganisasian data yaitu:
1. Pengkodean atau Pembuatan Daftar Kode Data (Coding).
2. Membuat Matriks Tabulasi.
3. Memasukkan Data yang Telah Dikode ke Dalam Matriks Tabulasi.
Hasil pengolahan data selanjutnya perlu diinterpretasikan untuk memudahkan dalam
penyusunan kesimpulan dan rekomendasi. Membuat interpretasi berarti membuat hasil
analisis tersebut menjadi sesuatu yang dapat dibandingkan dengan standar tertentu, harapan
atau referensi lain. Membandingkannya dengan tingkat signifikansi adalah salah satu cara
menginterpretasikan hasil analisis kuantitatif.
Membuat interpretasi juga bermakna menafsirkan temuan dari kegiatan evaluasi di
lapangan. Evaluator perlu mencurahkan segenap kemampuan analitis dan kritisnya dalam
menguraikan dan merangkai permasalahan yang menjadi fokus evaluasi. Berbagai referensi
yang dapat dijadikan dasar untuk interpretasi data menurut Purwanto dan Suparman adalah:
1. Pertimbangan ahli (expert judgement).
2. Harapan staf.
3. Pendapat masyarakat.
4. Standar institusi.
5. Peraturan, hukum.
6. Laporan penelitian.
7. Norma.
Selanjutnya menurut Worthen dkk sebagaimana dikutip Tayibnapis memberikan
petunjuk untuk melakukan menafsirkan hasil pengolahan data evaluasi sebagai berikut:
1) Menentukan apakah tujuan sudah dicapai.
2) Menentukan apakah hukum, norma-norma, demokrasi, aturan dan prinsip-prinsip
tidak dilupakan.
3) Menentukan apakah analisis kebutuhan telah dikurangi.
4) Menentukan nilai pencapaian.
5) Bertanya kepada kelompok penilai, melihat kembali data, menilai keberhasilan, dan
kegagalan, menilai kelebihan dan kelemahan tafsiran.
6) Membandingkan variabel-variabel penting dengan hasil yang diharapkan.
7) Membandingkan analisis yang dilaporkan oleh program lain yang usahanya sama.
8) Menafsirkan hasil analisis dengan prosedur yang menghasilkannya.
9) Hati-hatilah dengan kemungkinan keterlibatan audien dalam interpretasi.

Anda mungkin juga menyukai