Anda di halaman 1dari 21

Rangkuman Materi Kuliah Materi 10

“PENYUSUNAN PROGRAM PELATIHAN (2)”

Dosen Pengampu :
Dr. Dra Desak Ketut Sintaasih,M.Si

Oleh Kelompok 2:

Ni Wayan Nina Suariyanti 1807521004


Adinda Putri Wijayanti 1807521014
Ni Putu Intan Permata Dewi 1807521199

PPSDM(D1)

PROGRAM STUDI S1 REGULER MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

Program pelatihan sebagai salah strategi pengembangan SDM memerlukan fungsi


evaluasi untuk mengetahui efektivitas program yang bersangkutan. Pada umumnya orang
beranggapan bahwa evaluasi program pelatihan diadakan pada akhir ahir pelaksanaan pelatihan.
Anggapan yang demikian adalah kurang tepat, karena evaluasi merupakan salah satu mata rantai
dalam sistem pelatihan yang jika dilihat dari waktu pelaksanaannya kegiatan penilaian dapat
berada di awal proses perencanaan, di tengah proses pelaksanaan dan pada akhir
penyelenggaraan pelatihan dan pasca kegiatan pelatihan. Penilaian yang dilaksanakan pada
proses perencanaan disebut dengan analis kebutuhan (need assessment) yang berusaha untuk
mengumpulkan informasi tentang kemampuan, ketrampilan maupun keahlian yang akan
dikembangkan dalam pelatihan, karakteristik peserta pelatihan, kualitas materi pelatihan dilihat
dari relevansi dan kebaharuan, kompetensi pelatih/instruktur/pengajar, tempat pelatihan beserta
sarana dan prasarana yang dibutuhkan, akomodasi dan konsumsi serta jadwal kegiatan pelatihan.
Penilaian yang dilaksanakan pada saat proses pelatihan disebut dengan monitoring yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang sejauh mana program yang telah disusun
dapat diimplementasikan dengan baik. Maka dari itu, perusahaan harus mengetahui pentingnya
penilaian program pelatihan agar mengetahui program tersebut berjalan dengan lancer atau ada
hambatan. Dalam rangkuman ini terdapat beberapa subbab yang akan dibahas, yaitu:

1) Penilaian program pelatihan.


2) Keuntungan dan kekurangan program pelatihan.
3) Bagaimana mendesain program pelatihan yang efektif dan efisien.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penilaian Program Pelatihan


Kegiatan evaluasi program pelatihan tidak hanya dilaksanakan pada akhir kegiatan
program, tetapi sebaiknya dilakukan sejak awal, yaitu mulai dari penyusunan rancangnan
program pelatihan, pelaksanaan program pelatahan dan hasil dari pelatihan. Penilaian hasil
pelatihan tidak cukup hanya pada hasil jangka pendek (output) tetapi dapat menjangkau hasil
dalam jangka panjang (outcome and impact program). Ada berbagai macam model evaluasi
program yang dapat dipilih untuk mengevaluasi program pelatihan.
1) Evaluasi Model CIPP
Konsep evaluasi model CIPP (Context, Input, Prosess and Product) pertama kali
ditawarkan oleh Stufflebeam pada tahun 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi
ESEA (the Elementary and Secondary Education Act). Konsep tersebut ditawarkan oleh
Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan
membuktikan tetapi untuk memperbaiki. Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam
berbagai bidang, seperti pendidikan, manajemen, perusahaan sebagainya serta dalam
berbagai jenjang baik itu proyek, program maupun institusi. Dalam bidang pendidikan
Stufflebeam menggolongkan sistem pendidikan atas 4 dimensi, yaitu context, input,
process dan product, sehingga model evaluasi yang ditawarkan diberi nama CIPP model
yang merupakan singkatan ke empat dimensi tersebut. Nana Sudjana & Ibrahim (2004:
246) menterjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan makna sebagai berikut:
a. Context : situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan
strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem yang bersangkutan,
seperti misalnya masalah pendidikan yang dirasakan, keadaan ekonomi negara,
pandangan hidup masyarakat .
b. Input : sarana/modal/bahan dan rencana strategi yang ditetapkan untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan.
c. Process : pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/modal/ bahan di dalam
kegiatan nyata di lapangan.
d. Product : hasil yang dicapai baik selama maupun pada akhir pengembangan
sistem pendidikan yang bersangkutan.
2) Evaluasi Model Brinkerhoff
Setiap desain evaluasi pada umumnya terdiri dari elemen-elemen yang sama, ada
banyak cara untuk menggabungkan elemen tersebut, masing-masing ahli evaluasi atau
evaluator mempunyai konsep yang berbeda dalam hal ini. Brinkerhoff & CS
mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-
elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator yang lain, namun dalam komposisi dan
versi mereka sendiri sebagai berikut :
a. Fixed vs Emergent Evaluation Design
Desain evaluasi yang tetap (fixed) ditentukan dan direncanakan secara sistematik
sebelum implementasi dikerjakan. Desain dikembangkan berdasarkan tujuan
program disertai seperangkat pertanyaan yang akan dijawab dengan informasi
yang akan diperoleh dari sumber-sumber tertentu. Rencana analisis dibuat
sebelumnya di mana sipemakai akan menerima informasi seperti yang telah
ditentukan dalam tujuan. Walaupun desain fixed ini lebih terstuktur daripada
desain emergent, desain fixed juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang
mungkin berubah. Kebanyakan evaluasi formal yang dibuat secara individu dibuat
berdasarkan desain fixed, karena tujuan program telah ditentukan dengan jelas
sebelumnya, dibiayai dan melalui usulan atau proposal evaluasi.
b. Formative vs Sumative Evaluation
Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh informasi yang dapat membantu
memperbaiki program. Evaluasi formatif dilaksanakan pada saat implementasi
program sedang berjalan. Fokus evaluasi berkisar pada kebutuhan yang
dirumuskan oleh karyawan atau orang-orang program. Evaluator sering
merupakan bagian dari pada program dan kerjasama dengan orang-orang
program. Strategi pengumpulan informasi mungkin juga dipakai tetapi penekanan
pada usaha memberikan informasi yang berguna secepatnya bagi perbaikan
program. Evaluasi sumatif dilaksanakan untuk menilai manfaat suatu program
sehingga dari hasil evaluasi akan dapat ditentukan suatu program tertentu akan
diteruskan atau dihentikan
c. Experimental and Quasi experimental Design vs Naural/Unotrusive
Beberapa evaluasi memakai metodologi penelitian klasik. Dalam hal seperti ini
subyek penelitian diacak, perlakuan diberikan dan pengukuran dampak dilakukan.
Tujuan dari penelitian untuk menilai manfaat suatu program yang dicobakan.
Apabila siswa atau program dipilih secara acak, maka generalisasi dibuat pada
populasi yang agak lebih luas. Dalam beberapa hal intervensi tidak mungkin
dilakukan atau tidak dikehendaki. Apabila proses sudah diperbaiki, evaluator
harus melihat dokumen-dokumen, seperti mempelajari nilai tes atau menganalisis
penelitian yang dilakukan dan sebagainya. strategi pengumpulan data terutama
menggunakan instrument formal seperti tes, suvey, kuesioner serta memakai
metode penelitian yang terstandar.

3) Evaluasi Model Kirkpatrick


a. Evaluating Reaction
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta training berarti mengukur kepuasan
peserta (customer satisfaction). Program training dianggap efektif apabila proses
training dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta training sehingga
mereka tertarik termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta
training akan termotivasi apabila proses training berjalan secara memuaskan bagi
peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta yang
menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses
training yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti
training lebih lanjut. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa keberhasilan proses
kegiatan training tidak terlepas dari minat, perhatian dan motivasi peserta training
dalam mengikuti jalannya kegiatan training. Orang akan belajar lebih baik
manakala mereka memberi reaksi positif terhadap lingkungan belajar. Kepuasan
peserta training dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan,
fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh
instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu dan
penyajian konsumsi yang disediakan.
b. Evaluating Learning
Menurut Kirkpatrick (1988: 2) ada tiga hal yang dapat instruktur ajarkan
dalam program training, yaitu pengetahuan, sikap maupun ketrampilan. Peserta
training dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalamai perubahan
sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan ketrampilan. Oleh karena itu
untuk mengukur efektivitas program training maka ketiga aspek tersebut perlu
untuk diukur. Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun
perbaikan ketrampilan pada peserta training maka program dapat dikatakan
gagal. Penilaian evaluating learning ini ada yang menyebut dengan penilaiah hasil
(output) belajar. Oleh karena itu dalam pengukuran hasil belajar (learning
measurement) berarti penentuan satu atau lebih hal berikut: a). Pengetahuan apa
yang telah dipelajari ?, b). Sikap apa yang telah berubah ?, c). Ketrampilan apa
yang telah dikembangkan atau diperbaiki ?.
c. Evaluating Behavior
Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan
evaluasi terhadap sikap pada level ke 2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2
difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan training
dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku
difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ke tempat kerja.
Apakah perubahan sikap yang telah terjadi setelah mengikuti training juga akan
diimplementasikan setelah peserta kembali ke tempat kerja, sehingga penilaian
tingkah laku ini lebih bersifat eksternal. Perubahan perilaku apa yang terjadi di
tempat kerja setelah peserta mengikuti program training. Dengan kata lain yang
perlu dinilai adalah apakah peserta merasa senang setelah mengikuti training dan
kembali ke tempat kerja?. Bagaimana peserta dapat mentrasfer pengetahuan,
sikap dan ketrampilan yang diperoleh selama training untuk diimplementasikan di
tempat kerjanya. Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah kembali
ke tempat kerja maka evaluasi level 3 ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap
outcomes dari kegiatan training
d. .Evaluating Result
Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final
result) yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program. Termasuk
dalam kategori hasil akhir dari suatu program training di antaranya adalah
kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kuantitas
terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turnover dan kenaikan keuntungan.
Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun
membangun teamwork yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap
impact program.
4) Evaluasi Model Stake (Model Countenance)
Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu description dan
judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pelatihan, yaitu antecedent
(context), transaction (process) dan outcomes. Stake mengatakan bahwa apabila kita menilai
suatu program pelatihan, kita melakukan perbandingan yang relatif antara program dengan
program yang lain, atau perbandingan yang absolut yaitu membandingkan suatu program
dengan standar tertentu. Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini
adalah bahwa evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake
mengatakan bahwa description di satu pihak berbeda dengan judgement di lain pihak. Dalam
model ini antecendent (masukan) transaction (proses) dan outcomes (hasil) data di
bandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dengan
keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk
menilai manfaat program (Farida Yusuf Tayibnapis, 2000: 22).

2.2 Kelebihan dan Kekurangan Program Pelatihan


Program-program pelatihan dan pengembangan dirancang untuk meningkatkan perestasi
kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Namun,
program pelatihan juga memiliki berbagai kelebihan serta kekurangan dalam
pengimplementasiannya. Berikut merupakan kelebihan dan kekurangan program pelatihan.

Kelebihan program pelatihan


Simamora (dalam Hartatik, 2014: 91), pelatihan mempunyai andil besar dalam
menentukan efektivitas dan efisiensi organisasi. Beberapa manfaat nyata yang didapat dari
progam pelatihan dan pengembangan adalah:
1) Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas.
2) Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar
kinerja yang dapat diterima.
3) Membentuk sikap, loyalitas, dan kerja sama yang lebih menguntungkan.
4) Memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia.
5) Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja.
6) Membantu karyawan dalam meningkatkan dan mengembangkan pribadi mereka.

Kekekurangan program pelatihan :

Beberapa kelemahan pelatih dapat menyebabkan gagalnya sebuah program


peltihan. Suatu pemahaman terdahap masalah potensial ini harus dijelaskan selama
pelatihan pata trainer. (Simamora:2006:282). Kelemahan-kelemahan meliputi:

1) Partisipan tidak cukup termotivasi untuk memusatkan perhatian dan komitmen


mereka.
2) Kinerja partisipan tidak dievaluasi begitu kayawan telah kembali kepekerjaannya.
3) Informasi biaya-manfaat untuk mengevaluasi program pelatihan tidak
dikumpulkan.
4) Ketidakadaan atau kurangnya dukungan manajemen.
5) Peran utama penyelia/atasan tidak diakui.
6) Pelatihan bakal tidak akan pernah cukup kuat untuk menghasilkan perbaikan
kinerja yang dapat diveifikasi.
7) Sedikit atau tidak ada persiapan untuk tindak lanjut.
Selain kelebihan dan kekurangan yang telah dijelaskan diatas, program-program atau
metode-metode yang digunakan dalam proses pelatihan juga memiliki kelebihan dan
kekurangan. Ada dua kategori pokok program pelatihan dan pengembangan manajemen
1) Pengertian On The job training
On the job training adalah suatu proses yang terorganisasi untuk meningkatkan
keterampilan, pengetahuan, kebiasaan kerja dan sikap karyawan. Dengan kata lain on the
job training adalah pelatihan dengan cara pekerja atau calon pekerja ditempatkan dalam
kondisi pekerjaan yang sebenarnya, dibawah bimbingan dan pengawasan dari pegawai
yang telah bepengalaman atau seorang supervisor.

Berikut beberapa kelebihan on the job:

a. Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya, bukan tugas yang


disimulasikan.
b. Karyawan mendapat instruksi dari karyawan senior berpengalaman yang telah
melaksanakan tugas dengan baik.
c. Pelatihan dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya, dalam kondisi
normal tanpa membutuhkan fasilitas pelatihan khusus.
d. Bersifat informal, tidak mahal, dan mudah dijadwalkan.
e. Dapat menciptakan hubungan kerja sama langsung antara karyawan dan pelatih.
f. Pelatihan sangat relevan dengan pekerjaan dan membantu memotivasi kinerja tinggi.

Adapun kelemahan on the job adalah :

a. Motivasi pelatih kurang untuk melatih, sehingga pelatihan jadi kurang serius.
b. Pelatih dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, namun kurang memiliki
kemampuan melatih orang lain agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik.
c. Pelatih kurang / tidak memiliki waktu untuk melatih dan kemudian
menghapus elemen penting dalam proses pelatihan.
d. Karyawan yang tidak terlatih dengan baik  mungkin memiliki dampak negatif pada
pekerjaan dan organisasional.
2) Pengertian Off the job training
Pelatihan di luar kerja adalah pelatihan yang berlangsung pada waktu karyawan
yang dilatih tidak melaksanakan pekerjaan rutin/biasa.

Berikut kelebihan dari off  the job tarining:

a. Pelatihan tidak akan mengganggu proses pekerjaan


b. Metode tertentu dapat digunakan secara jarak jauh
c. Peserta pelatihan dapat saling berinteraksi, bertukar pengalaman dan saling
memahami
d. Lebih efektif untuk target peserta pelatihan dalam jumlah banyak dan cepat
e. pelatih biasanya seseorang yang lebih professional, memberikan wawasan tambahan
bagi karyawan tentang sesuatu yang baru.

Adapun kelemahandari off the job sendiri adalah:

a. Karyawan tidak melakukan pekerjaan yang sesungguhnya


b. Pelatihan tidak dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya
c. Pelatihan dilaksanakan dalam kondisi buatan dan membutuhkan fasilitas pelatihan
khusus.
d. Beberapa metode membutuhkan biaya yang mahal
e. materi – materi yang diberikan biasanya bersifat teoritis dan nilai prakteknya
berkurang, sehingga kurang kesesuaian antara kebutuhan materi dengan keadaan
sesungguhnya

2.3 Bagaimana Mendesain Program Pelatihan Yang Efektif dan Efisien


Adanya suatu pelatihan terhadap tenaga kerja memang akan mendapatkan beberapa
manfaat yang bisa kita peroleh. Namun dalam melakukan suatu pelatihan, maka usahakan
pelatihan yang dilaksanakan harus tepat sasaran atau efektif. Hal ini dapat membuat pekerja
nantinya akan lebih efektif dan juga efisien dalam bekerja. Dampaknya dapat terlihat dari
adanya peningkatan kompetesi karyawan yang diikuti adanya peningkatan produksi,
pendapatan, lalu juga peningkatan keuntungan dengan mengurangi biaya dan juga
mengurangi inefisiensi lainnya. Bahkan tidak hanya itu saja, dengan pelatihan yang tepat
tersebut maka secara personal pekerja atau karyawan akan lebih bahagia dan puas. Namun
jika kita mau melihat pada sisi lain, untuk bisa menciptakan suatu pelatihan yang efektif
untuk karyawan bukan perkara yang mudah. Akan ada banyak masalah atau tantangan yang
akan kita dapatkan nantinya. Salah satu masalah yang biasa ditemukan adalah soal kesalahan
dalam mengidentifikasi kebutuhan pelatihan. Analisis kebutuhan yang tidak tepat atau salah
akan membuat pelatihan tidak mendukung atau mengenai dari tujuan dan sasaran bisnis yang
sebenarnya. Untuk itu dalam menciptakan suatu pelatihan yang efektif bagi seorang
karyawan kita harus mampu menggunakan tahapan atau proses yang benar dalam program
pelatihan tersebut. Melalui proses perancangan pelatihan yang benar tersebut, maka akan
sedikit mengurangi kesalahan yang ada dalam pelatihan karyawan.
Model desain sistem pelatihan yang dikemukakan oleh Davis pada tahun 2005 telah lama
digunakan untuk menciptakan pelatihan yang efektif efisien dan menarik. Adapun komponen
sekaligus langkah-langkah dari model desain sistem pelatihan yang dikemukakan terdiri
atas :
1) Tahap satu – mengidentifikasi kebutuhan pelatihan (mengidentifikasi kesenjangan,
melakukan penelitian, menentukan prioritas).
Ini merupakan langkah pertama yang menjadi acuan langkah-langkah berikutnya.
Kebutuhan pelatihan bisa muncul karena anda mendeteksi tuntutanyang akan dihadapi di
masa depan. Kebutuhan pelatihan juga bisa datang dari masalah yang muncul saat ini
karena ada sesuatu yang tidak beres dalam organisasi anda.Pada kasus tertentu, untuk
mengetahui penyebab suatu masalah anda tidak perlu melakukan penelitian. Misalnya
saja, sebagai pelatih anda tahu kalau angka ketidakhadiran meningkat, jumlah produksi
turun. Apakah masalah ini bisa diselesaikan dengan pelatihan? proses semacam ini akan
membantu anda mengidentifikasi apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang seharusnya
terjadi baik pada level organisasi, tim, maupun individu.Anda tidak bisa langsung
melompat mengambil kesimpulan bahwa masalah yang muncul bisa diselesaikan dengan
pelatihan. Anda perlu menyelidiki terlebih dahulu. Dengan cara ini anda bisa
memutuskan apakah masalah tersebut bisa diselesaikan dengan pelatihan atau dengan
tindakan perbaikan. Sebagai contoh dalam kasus menurunnya jumlah produksi, mungkin
anda bisa mengubah pola shift, memastikan pasokan material diterima tepat waktu, atau
menyediakan bus antar jemput untuk karyawan.
Setelah ditentukan bahwa masalah anda adalah masalah pelatihan, selanjutnya
anda memutuskan bidang kritis yang menjadi prioritas. Ketika mengidentifikasi prioritas,
faktor yang dipertimbangkan adalah kemendesakan dan tingkat pentingnya. Apakah
masalah tersebut mendesak, dan apabila tidak dibereskan segera akan berakibat fatal ?
apakah masalah tersebut penting sehingga berdampak besar pada keseluruhan
organisasi ? selain itu, faktor lain yang perlu dipertimbangkan untuk membantu membuat
keputusan adalah struktural, legal, dan keuangan.
2) Tahap dua – mengklarifikasi sasaran pelatihan (kriteria, perilaku yang diharapkan,
dan peningkatan nyata)
Dengan mengidentifikasi kesenjangan antara kinerja saat ini dan kinerja yang
diharapkan atau diantisipasi,anda bisa menentukan sasara pelatihan yang akan
diselenggarakan. Sasaran pelatihan adalah perilaku yang diharapkan dari para peserta.
Untuk bisa mencapai perilaku ini, para peserta harus bisa menutup kesenjangan yang
telah diidentifikasi pada tahap pertama.
Sasaran pelatihan anda harus menspesifikasi kemampuan peserta untuk
melakukan pekerjaan tertentu, dengan tingkat kemampuan tertentu, pada kondisi tertentu.
Pelatihan yang efektif tidak berhenti di ruang kelas. Anda juga harus mampu menetapkan
apa yang bisa mereka lakukan setelah kembali ke tempat kerja dan manfaat apa yang
diperoleh organisasi dengan meningkatnya kinerja mereka.
3) Tahap tiga – mempertimbangkan peserta sasaran (level keterampilan dan
pengetahuan saat ini, motivasi, dan gaya belajar)
Orang bukanlah mesin. Mereka tidak netral. Setiap peserta akan membawa tingkat
keterampilan dan akumulasi pengalaman ke tempat pelatihan. Oleh karena itu, anda harus
memahami populasi sasaran dan mengidentifikasi kesenjangan antara pengetahuan dan
keterampilan yang mereka miliki saat ini dengan keterampilan dan pengetahuan yang
diinginkan untuk dikuasai setelah pelatihan. Semakin tepat anda mengidentifikasi
kesenjangan tersebut, semakin tepat pula rancangan pelatihan untuk menutup
kesenjangan tersebut. Orang bukan sekadar akumulasi keterampilan dan pengetahuan.
Pengalaman pembelajaran mereka sebelumnya dan perlakuan yang diterima dalam
organisasinya, memiliki dampak besar terhadap motivasi mengikuti pelatihan. Motivasi
pada gilirannya akan berdampak pada seberapa cepat mereka mengakumulasi bahan
pembelajaran baru.
Setiap orang dewasa memiliki gaya dan preferensi pembelajaran sendiri-sendiri.
Pemahaman anda terhadap gaya pembelajaran mereka berdampak pada rancangan
pelatihan yang anda kembangkan. Sebagai contoh, sekelompok insinyur yang memiliki
praktis, tidak akan betah duduk berlama-lama mendengarkan pelatih menjelaskan latar
belakang teori tanpa mencapai kesimpulan yang jelas.
4) Tahap empat – mengembangkan garis besar kursus sesi pelatihan (Hirarkis,
sekuensial, sasaran untuk memampukan)
Setelah mengidentifikasi sasaransecara keseluruhan, selanjutnya anda harus
menyusun rencana induk pelatihan. Sasaran keseluruhan dipecah menjadi komponen-
komponen utama pelatihan. Masing-masing komponen, apabila dikombinasikan akan
memungkinkan pelatih menunjukkan perilaku yang anda harapkan. Masing-masing
komponen bisa diterjemahkan menjadi sesi atau tahapan dalam pelatihan. Anda perlu
mempertimbangkan susunan atau urutan yang paling efektif dari komponen-komponen
tersebut sehingga materi yang disampaikan mudah dipahami dan dikuasai.metode yang
umumdigunakan adalah dimulai dari keterampilan yang paling sederhana menuju ke yang
lebih rumit. Dalam latihan bermain teknis, misalnya latihan ground strokes, diberikan
sebelum cross-court,backhand drop-shot.

Metode lain adalah urutan secara mekanis. artinya, trainee atau pembelajar tidak
bisa menguasi tingkat keterampilan diatasnya sebelum menguasai tingkat keterampilan di
bawahnya. Inilah yang disebut sebagai urutan mekanis. Sebagai contoh, dalam olah raga
voli, sebelum bisa main harus menguasai teknik memberi servis terlebih dahulu. Jika
anda tidak menguasai keterampilan yang pertama, anda tidak bisa melakukan yang
kedua. Pada akhir pelatihan, anda bisa melihat pencapaian sasaran hierarkis. Apabila
digambarkan, bentuknya seperti bagan organisasi. Setiap sesi pelatihan memiliki sasaran
sendiri. Bangunan secara bertahap ini akan memungkinkan pelatih menampilkan
kemampuan hasil keseluruhan sasaran pelatihan tersebut. (oleh karena itu, sasaran ini
sering disebut sebagai sasaran yang memungkinkan / enabling objective).

5) Tahap lima – memilih metode dan media (Pengaruh, metode, pertimbangan)


Pada saat mendesain penyelenggaraan pelatihan, manajer pelatihan harus
mempertimbangkan sejumlah faktor yang rumit. Media dan metode yang dipilih pada
masing-masing sesi harus menyeimbangkan berbagai faktor tersebut. Untuk bisa
mendapatkan keseimbangan yang tepat, harus dipertimbangkan diantaranya adalah
keterampilan pelatih. Berikut ini model yang bisa dijadikan sebagai pengingat untuk
mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi efektivitas jalannya pelatihan.
Pada saat anda memilih rancangan, anda harus hidup di dunia nyata. Sebagai contoh,
anda tidak bisa merancang pelatihan yang di dalamnya mencakup pertunjukan melalui
film jika anda tidak memiliki proyektor, atau bahkan belum tersedia jaringan listrik di
tempat pelatihan. Anda juga tidak bisa melakukan pelatihan dengan metode experiental
learning dengan berbagai teori canggih seperti analisis transaksional apabila tidak
tersedia instruktur yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Selain
itu, metode pelatihan yang anda pilih juga harus bisa diterima oleh (sesuai dengan
budaya) organisasi.
Banyak metode pelatihan yang bisa dimanfaatkan oleh pelatih pada saat
menyelenggarakan pelatihan. Pada saat memilih metode mana yang akan digunakan, ada
tiga faktor yang perlu dipertimbangkan :
a. Pengetahuan anda mengenai metode yang akan digunakan
b. Kemampuan pelatih anda untuk menjalankan metode tersebut secara efisien
c. Aplikatif tidaknya untuk mencapai sasaran sesi pelatihan dan acara pelatihan
secara keseluruhan.
6) Tahap enam– menyiapkan panduan bagi pimpinan (Rencana kelas, handouts,
storyboards)
Setelah mempertimbangkan berbagai metode yang bisa digunakan untuk mencapai
sasaran pelatihan, anda siap menulis rencana tertulis secara rinci untuk pelatihan.Anda
mungkin sudah memiliki begitu banyak bahan yang ada di kepala. Penulisan rencana ini
akan memungkinkan anda untuk melihat apakah urutannya efektif dan ekonomis.
Menuliskan pemikiran anda mengenai rencana pelatihan juga penting untuk
menyampaikan gagasan anda pada pelatih lain, membuat anda yakin bahwa mereka bisa
memahami dan menyampaikannya dalam pelatihan secara efektif. Perencanaan pelatihan
ini dibuat dalam bentuk panduan bagi pemimpin pelatihan, yang pada akhirnya akan
menjalankan pelatihan tersebut. Panduan bagi pemimpi pelatihan terdiri dari dokumen
berikut ini yang paling berkaitan :
a) Rencana sesi
Setiap sesi harus dibuat perencanaannya sendiri, yang apabila
digabungkan akan membentuk keseluruhan rencana pelatihan. Rencana sesi
merupakan peta jalan yang paling penting yang memungkinkan semua pelatih
mengetahui materi apa saja yang dicakup, dan bagaimana urutan
penyampaiannya. Rencana ini harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga
setiap pelatih bisa memahami falsafah pelatihan tersebut dan tahu posisi masing-
masing sesi dalam pencapaian sasaran pelatihan keseluruhan. Rencana sesi
biasanya berisi panduan umum untuk pelatih. Dengan demikian, isinya tidak
terlalu rinci, dan bukan merupakan skenario yang kaku. Isinya hanya poin-poin
penting untuk pengajaran.
b) Handouts
Perencanaan sesi menunjukkan pada tahap yang mana suatu handouts
harus digunakan / dikeluarkan. Umumnya, hanya ada dua jenis handouts, yaitu :
- Materi pelatihan.
Materi pelatihan diberikan kepada peserta untuk digunakan selama proses
pelatihan. Isi handouts mencakup semua informasi yang memungkinkan
peserta melaksanakan kegiatan dalam sesi yang telah direncanakan. Bahannya
menjelaskan latar belakang pelatihan, prosedur yang harus diikuti oleh
peserta, dan peran masing-masing individu dalam pelatihan.
- Bahan pembelajaran
Bahan ini berisi materi yang harus dipelajari oleh peserta yang akan
dibahas dalam pelatihan. Cakupan isinya bisa berupa ikhtisar pelajaran, hasil
yang mungkin diperoleh jika diterapkan di tempat kerja, pendapat ahli, daftar
bacaan atau alat bantu pengingat pelajaran.

c) Storyboard
Pendekatan ini dipinjam dari dunia televisi dan periklanan. Pendekatan ini
menggunakan kotak-kotak berisi alat bantu visual yang digunakan pada tahap
penyampaian materi. Dengan memberikan ikhtisar visual akan memungkinkan
pelatih memahami alat bantuvisual yang harus digunakan pada tahap tertentu.
Dalam tahap perencanaan, pendekatan ini akan membantu anda membuat kaitan
dan rancangan visual yang sesuai untuk memenuhi pesan pelatihan anda.
7) Tahap tujuh – melakukan uji coba sesi pelatihan (Uji coba, tinjau, revisi)
Rancangan yang bagus diatas kertas sreing tidak jalan di lapangan. Sebabnya bisa
bermacam-macam. Seperti kami sebutkan sebelumnya, pelatihan melibatkan intraksi
antara peserta dengan pelatih. Oleh karena itu, pengaturan waktu sering melesat dari
rencana. Informasi yang kita peroleh mengenai peserta bisa kurang akurat. Instruksi yang
dibuat di bahan tertulis bisa ditafsirkan lain oleh peserta.Oleh karena itu, rancangan
pelatihan harus mengikuti tahapan yang sama dengan proses pelatihan keseluruhan dan
mencakup setiap tahapan dalam sikus pembelajaran. Gabungan semua bahan yang
dicakup dalam panduan pemimpin pelatihan. Diskusi rancangan anda dengan tim kecil.
Tim tersebut bisa terdiri dari pelatih lain, anggota perancang pelatihan, dan pengguna
(klien atau departemen lain). Semua bahan yang digunakan harus didiskusikan dan
dievaluasi. Segala hal yang tampak akan menimbulkan masalah harus diperbaiki sebelum
proyek uji coba dijalankan. Pada saat proyek uji coba, semua sampel materi harus
disampaikan kepada peserta. Sampaikan kepada mereka bahwa semua sesi akan
dilakukan persis sama dengan sesi dalam pelatihan yang sesungguhnya. Namun, mereka
diminta melakukan pekerjaan tambahan berupa mengevaluasi materi belajar, urutan
penyampaian, dan sebagainya.

Jangan persulit diri anda dengan memilih peserta yang suka mengkritik secara
berlebihan, mereka adalah orang yang mengkritik rancangan pelatihan, namun tujuannya
adalah mengkritik kebijakan pelatihan dan organisasi. Oleh karena itu, pilihlah orang
yang memiliki pengetahuan dan pengalaman luas dan yang kritiknya penting bagi klien
atau peserta. Sebagai perancang, mungkin anda merasa perlu melakukan uji coba materi
sendiri. Namun apabila anda tidak akan terlibat dalam penyampaian materi, ini
merupakan kesempatan ideal bagi pelatih untuk mencobanya. Akan lebih baik apabila
pelatih tersebut tidak terlibat dalam prose perancangan atau tahap pengembangan. Setelah
uji coba, sekali lagi anda perlu mempertimbangkan umpan balik dari pelatih yang
menyampaikan materi ataupun dari peserta. Setelah melakukan revisi hasil uji coba, anda
siap meluncurkan program.

8) Tahap delapan – melaksanakan sesi pelatihan (Luncurkan, terlibatlah, tinjau


ulang)
Apabila proyek uji coba anda berhasil, beri tahukan kepada semua orang.
Sebaliknya, apabila proyek uji coba anda gagal total, lakukan kajian untuk menemukan
penyebab dan lakukan uji coba kembali. Apabila anda berhasil dan proyeknya bisa
dijalankan, pastikan program pelatihan yang telah diuji coba dalam organisasi anda. Tulis
artikel dalam majalah perusahaan atau mintalah kepada peserta untuk menyebarkan kabar
keberhasilan uji coba tersebut. Selanjutnya, manajer senior harus melindungi program
tersebut. Untuk mendapatkan penerimaan yang luas, selain dukungan chief executive
officer, anda juga memerlukan kehadiran para manajer senior pada awal sesi pelatihan.
Apabila mereka enggan datang, bisa ditafsirkan oleh para peserta sebagai pesan tidak
adanya komitmen terhadap program pelatihan.
Selain mendapatkan komitmen nyata dari manajer senior, anda juga
membutuhkan keterlibatan dari para manajer lini. Para manajer lini memiliki peran besar
dalam membentuk harapan dari para pembelajar sebelum datang ke sesi pelatihan. Para
manajer lini juga akan meminta penjelasan mengenai hasil yang diperoleh para
pemeblajar setelah kembali ke tempat kerja. Diskusi antara pembelajar dengan manajer
lini selanjutnya harus difokuskan pada apakah hasil pembelajaran yang diperoleh bisa
diterapkan di tempat kerja untuk membuat perbedaan nyata, baik bagi organisasi maupun
individu yang bersangkutan. Program pelatihan harus ditinjau secara terus menerus serta
dibandingkan dengan panduan dan keseluruhan sasaran pembelajaran. Proyek uji coba
kemungkinan tidak benar-benar mewakili keadaan yang akan terjadi dalam pelatihan
yang sesungguhnya. Anda tidak harus mengadopsi respons dari pengkritik yang ngawur
atau mengubah program hanya karena kritik kecil. Namun, apabila ada kritik yang
sifatnya berulang-ulang dan membentuk pola, atau ada sesuatu yang membuat prosesnya
tidak berjalan mulus, anda harus melakukan perubahan.

9) Tahap sembilan – melakukan tindak lanjut pelatihan (Rencana tindakan, proyek,


lokakarya)
Pelatihan tidak berakhir di ruang pelatihan. Banyak dilaporkan bahwa pembelajar
yang di kelas menerjemahkan hasil yang diperoleh di empat kerja. (Ini sering disebut
sebagai “kapsulisasi”, hasil pembelajaran disimpan dalam kapsul dan tidak pernah
dipraktekkan di tempat kerja). Keterlibatan manajer senior dan manajer lini akan bisa
mengatasi masalah ini. Sebagai manajer pelatihan, anda juga harus memikirkan
pentransferan keterampilanini. Oleh karena itu, akhir seni pelatihan harus ditutup dengan
perenungan hasil pembelajaran yang diperoleh oleh peserta dan rencana tindakan yang
akan dilakukan sekembalinya ke tempat kerja. Mereka bisa berdiskusi dengan
manajernya untuk menerapkan hasil pembelajaran yang telah diperoleh. Pertimbangan
kegiatan tindak lanjut apa saja yang bisa digunakan untuk memastikan bahwa pelatihan
diterapkan. Salah satunya, pada awal sesi anda bisa meminta peserta, baik secara
individual maupun kelompok untuk mengidentifikasi masalah nyata yang mereka
hadadapi yang relevan dengan materi pelatihan. Pada akhir sesi, salah satu tugas peserta
materi pelatihan. Pada akhir sesi, salah satu tugas peserta adalah menerapkan hasil
pelatihan untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.
Anda juga bisa membuat suatu lokakarya evaluasi formal. Dalam lokakarya
tersebut peserta yang telah kembali ke tempat kerja diminta mendiskusikan hasil
implementasi pembelajarannya. Dalam forum ini mereka bisa mendiskusikan masalah
saat ini, mengidentifikasi solusi yang mungkin. Pada kesempatan tersebut, peserta bisa
meminta diberi keterampilan yang baru untuk menghadapi masalah baru tersebut, atau
diberi keterampilan dan pengetahuan yang lebih tinggi yang belum diberikan pada
tahapan pelatihan sebelumnya.
10) Tahap sepuluh – mengevaluasi hasil (Biaya, manfaat, dan hasil)
Tahapan akhir ini akan membawa anda ke tahap awal siklus pelatihan. Proses
pelatihan dimulai adanya kebutuhan yang paling baik dipenuhi melalui pelatihan. Untuk
bisa bertahan hidup atau memperoleh keuntungan, bagian pelatihan harus bisa memenuhi
kebutuhan pelatihan tersebut secara efisien, efektif, dan ekonomis.

- Menganalisis biaya
Dalam analisis biaya, anda harus mengestimasi besarnya biaya untuk
keseluruhan program pelatihan. Masing-masing tahapan mulai dari analisis
kebutuhan, mendesain program, menjalankan sesi pelatihan, dan tindak lanjut
pasca pelatihan serta evaluasi semuanya harus dipertimbangkan biayanya.
- Mengidentifikasi manfaat
Anda perlu mengidentifikasi sejumlah indikator kinerja organisasi untuk
mengukur dampak pelatihan. Pada beberapa bidang, indikator kinerja
organisasi mudah diidentifikasi. Namun, yang sulit adalah mengukur dampak
pelatihan terhadap kinerja pada bidang tertentu. Sebagai contoh adalah
peningkatan penjualan. Apakah peningkatan penjualan disebabkan oleh
meningkatnya keterampilan tenaga penjualan atau karena banyak pelanggan
baru yang pindah dari pesaing karena perusahaan menawarkan harga yang
lebih murah dengan mutu yang lebih baik?
- Mengevaluasi hasil
Meskipun pembelajar sangat menikmati proes pembelajaran dalam pelatihan,
yang dipertimbangkan oleh manajer adalah perbandingan antara biaya yang
dikeluarkan dengan manfaat yang diperoleh organisasi ataupun individu.
Apabila anda memonitor keseluruhan hasil, anda bisa menganalisis hasil yang
berbentuk “soft” (hasil yang sulit diukur seperti perubahan sikapa atau
kepuasan pelanggan) ataupun “hard” (hasil yagn mudah diukur seperti
peningkatan penjualan)Untuk menjadi manajer pelatihan yang efektif, anda
harus menguasai sejumlah pendekatan untuk mengevaluasi pelatihan.
Bagaimanapun, pekerjaan anda sangat bergantung pada penguasaan
pendekatan tersebut.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Pelatihan (training) adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan
keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. Sedangkan
pengembangan (development) mempunyai ruang lingkup lebih luas. Program pelatihan sebagai
salah strategi pengembangan SDM memerlukan fungsi evaluasi untuk mengetahui efektivitas
program yang bersangkutan. Penilaian yang dilaksanakan pada saat proses pelatihan disebut
dengan monitoring yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang sejauh mana program
yang telah disusun dapat diimplementasikan dengan baik. Maka dari itu, perusahaan harus
mengetahui pentingnya penilaian program pelatihan agar mengetahui program tersebut berjalan
dengan lancer atau ada hambatan.Kelebihan dan kekurangan program pelatihan juga
berpengaruh dalam proses penilaian pelatihan. On the job training adalah metode pelatihan yang
dilaksanakan di tempat kerja yang sebenarnya dilakukan sambil bekerja. Sedangkan metode Off
the job training adalah metode pelatihan dengan menggunakan situasi di luar pekerjaan.
Umumnya digunakan apabila target yang perlu dicapai banyak.

Dalam menciptakan suatu pelatihan yang efektif bagi seorang karyawan kita harus
mampu menggunakan tahapan atau proses yang benar dalam program pelatihan tersebut. Melalui
proses perancangan pelatihan yang benar tersebut, maka akan sedikit mengurangi kesalahan yang
ada dalam pelatihan karyawan.

DAFTAR REFERENSI

Hamali, A.Y. (2016). Pemahaman Manajemen Sumber Daya Manusia (Cetakan ke-1).
Yogyakarta: Center for Academic Publishing Service
Davis, E. (2008). Ensiklopedi ‘The Art of Training and Development’ (9 Buku) (2008), Jakarta:
Gramedia

Saks, M.A. & Haccoun, R.R. (2008), Managing performance through training and development,
Fourth Edition, USA: Nelson Education Ltd.

Anda mungkin juga menyukai