Anda di halaman 1dari 10

Rangkuman Mata Kuliah

RPS 12
(ETIKA DISKRIMINASI PEKERJAAN)

Dosen Pengampu :
Dra. Ni Ketut Purnawati, M.S.

Oleh Kelompok 3:

05 Adinda Putri Wijayanti 1807521014


06 Ni Luh Yuliantari 1807521015

ETIKA BISNIS (EKU221M BP1)

PROGRAM STUDI S1 REGULER MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di
mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut.
Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat, ini disebabkan
karena kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan yang lain. Ketika seseorang
diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antar golongan, kelamin, ras, agama dan
kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari
tindakan diskriminasi. Diskriminasi langsung terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-
jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan
menghambat adanya peluang yang sama. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan
yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan dilapangan. Diskriminasi di tempat
kerja berarti mencegah seseorang memenuhi aspirasi profesional dan pribadinya tanpa
mengindahkan prestasi yang dimilikinya. Diskriminasi telah menjadi sumber utama
ketidakadilan, karena dalam diskriminasi kelompok-kelompok tertentu mereka terkecualian,
bahkan mereka kehilangan hak-hak dasar tertentu seperti pekerjaan, kesehatan, jaminan sosial
dan pendidikan dan lain – lain.

Berdasarkan penjelasan mengenai pentingnya etika diskriminasi pekerjaan diatas, maka


akan dibahas sub bab materi mengenai etika diskriminasi pekerjaan yaitu :
1) Sifat Diskriminasi Pekerjaan
2) Tingkat Diskriminasi
3) Diskriminasi : Utilitas, Hak dan Keadilan
4) Tindakan Afirmatif
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sifat Diskriminasi Pekerjaan

Istilah diskriminasi berasal dari bahasa Latin, yaitu discernere yang artinya membedakan,
memilah atau memisahkan. Diskriminasi adalah membedakan satu objek dari objek lainnya.
Dalam pengertian ini diskriminasi merupakan suatu tindakan yang secara moral adalah netral dan
tidak dapat disalahkan. Namun, dalam pengertian modern istilah ini secara moral t idak netral
karena biasanya mengacu pada tindakan membedakan seseorang dari orang lain bukan
berdasarkan keunggulan yang dimiliki tetapi berdasarkan prasangka atau sikap - sikap yang
secara moral tercela. Melakukan diskriminasi tenaga kerja berarti membuat keputusan (atau
serangkaian keputusan) yang merugikan pegawai (atau calon pegawai) yang merupakan anggota
kelompok tertentu karena adanya prasangka yang secara moral tidak dibenarkan terhadap
kelompok tersebut menyebabkan banyak pegawai diperlakukan berbeda tanpa alasan yang
relevan (Sutrisna Dewi, 2011 : 226).

Diskriminasi dalam tenaga kerja melibatkan tiga elemen dasar, yaitu :


1) Keputusan yang merugikan seorang pegawai atau lebih (atau calon pegawai) karena
bukan didasarkan pada kemampuan yang dimiliki.
2) Keputusan yang sepenuhnya (atau sebagian) diambil berdasarkan prasangka rasial atau
seksual stereotype yang salah atau sikap lain yang secara moral tidak benar terhadap
anggota kelompok tertentu dimana pegawai tersebut berasal.
3) Keputusan (atau serangkaian keputusan) yang memiliki pengaruh negatif atau merugikan
pada kepentingan – kepentingan pegawai, mungkin mengakibatkan mereka kehilangan
pekerjaan, kesempatan memperoleh kenaikan pangkat, atau gaji yang lebih baik.

Dalam organisasi tindakan diskriminatif dapat terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu :
1) Sengaja
Diskrimanasi dilakukan secara sengaja dan sadar karena :
- Perilaku pribadi individu yang ada dalam organisasi dan bukan merupakan praktek yang
dikehendaki organisasi. Misalnya, suatu perusahaan tidak bermaksud melakukan
diskriminasi, tetapi petugas pewawancara yang ditunjuk saat rekrutmen secara sengaja
dan sadar melakukan diskriminasi karena prasangka pribadi.
- Perilaku rutin organisasi yang secara historis (turun – temurun) melakukan praktek
diskriminasi karena prasangka pribadi para anggotanyasehingga praktek tersebut
akhirnya melembaga. Misalnya, suatu perusahan dari dulu sampai sekarang hanya
menerima pria sebagai tenaga keamanan, karena beranggapan wanita tidak cocok sebagai
tenaga keamanan. Tindakan ini akhirnya melembaga dan dilakukan terus – menerus.

2) Tidak Sengaja
Suatu perusahaan mungkin saja tidak pernah bermaksud melakukan diskriminasi, tetapi
secara tidak sengaja dan tidak sadar telah melakukannya karena :
- Menerima praktek setereotip tradisional dari masyarakat sekitarnya. Misalnya, di suatu
lingkungan masyarakat terdapat anggapan bahwa wanita tidak pantas menjadi pemimpin,
sehingga wanita tidak lumrah menduduki posisi atau jabatan penting.
- Menjalankan prosedur formal perusahaan. Misalnya, suatu perusahaan wajib mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan dalam melakukan rekrutmen. Tetapi prosedur tersebut
ternyata mengakibatkan adanya kelompok tertentu menjadi terdiskriminasi.
- Kebetulan. Misalnya, jumlah pekerja yang diterima bekerja dalam suatu perusahaan
mayoritas pria, karena kebetulan yang melamar pekerjaan dan berhasil memenuhi standar
kelulusan sebagian besar pria.

2.2 Tingkat Diskriminasi

Menurut Velasques (2000:373) dengan melihat indikator statistik tentang distribusi


anggota kelompok dalam organisasi yang bersangkutan dapat diperkirakan tentang terjadinya
diskriminasi pada kelompok tertentu dalam suatu organisasi. Indikator bahwa diskriminasi telah
terjadi apabila terdapat proporsi yang tidak seimbang atas anggota kelompok tertentu yang
memegang jabatan yang kurang diminati dalam suatu institusi tanpa mempertimbangkan
preferensi atau pun kemampuan mereka.

Ada tiga perbandingan yang bisa membuktikan distribusi semacam itu :


1) Perbandingan atas keuntungan rata – rata yang diberikan institusi pada kelompok yang
terdiskriminasi dengan keuntungan rata – rata yang diberikan pada kelompok lain dalam
pekerjaan yang sama.
2) Perbandingan atas proporsi kelompok terdiskriminasi yang terdapat dalam tingkat
pekerjaan paling rendah dengan proporsi kelompok lain dalam tingkat yang sama.
3) Perbandingan proporsi dari anggota kelompok tersebut yang memegang jabatan lebih
menguntukan dengan proporsi kelompok lain dalam jabatan yang sama.

2.3 Diskriminasi : Utilitas, Hak dan Keadilan

Argumen yang menentang diskriminasi secara umum dapat dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu : argumen utilitarian menyatakan bahwa diskriminasi mengarahkan pada penggunaan
sumber daya manusia secara tidak efisien. Sedangkan argumen hak, menyatakan bahwa
diskriminasi melanggar hak asasi manusia. Serta argumen keadilan, menyatakan bahwa
diskriminasi mengakibatkan munculnya perbedaan distribusi keuntungan dan beban masyarakat.

A. Utilitas

Argumen utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan gender didasarkan pada
gagasan bahwa produktivitas masyarakat akan optimal jika pekerjaan diberiakn berdasarkan
kompetensi. Untuk memastikan agar pekerjaan bisa dilaksanakan seproduktif mungkin, maka
semuanya harus diberikan pada individu-individu yang keahlian dan kepribadiannya merupakan
yang paling kompeten bagi pekerja tersebut. Sejauh pekerjaan didesain bagi individu tertentu
berdasarkan kriteria yang tidak berkaitan dengan kompetensi, maka produktivitas otomatis akan
turun. Diskriminasi terhadap para pencari kerja berdasarkan ras, jenis kelamin, agama atau
karakteristik-karakteristik lain yang tidak berkaitan dengan pekerjaan adalah tidak efisien dan
bertentangan dengan prinsip-prinsip utilitarian.

Namun, argumen ini dihadapkan pada dua keberatan. Pertama, jika argumen ini benar,
pekerjaan haruslah diberikan dengan dasar kualifikasi yang berkaitan dengan pekerjaan, hanya
jika hal tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua, argumen utilitarian harus
menjawab tuntutan penentangnya yang menyatakan bahwa masyarakat secara keseluruhan akan
memperoleh keuntungan dari keberadaan bentuk diskriminasi gender tertentu.
Kaum utilitarian menanggapi berbagai kritik dengan menyatakan bahwa menggunakan
faktor selain kualifikasi pekerjaan tidak akan memberikan keuntungan yang lebih besar
dibandingkan dengan kualifikasi pekerjaan.

B. Hak

Argumen non-utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual salah satunya
menyatakan bahwa diskriminasi salah karena melanggar hak moral dasar manusia. Teori Kant,
misalnya, menyatakan bahwa manusia haruslah diperlakukan sebagai tujuan dan tidak boleh
hanya sebagai sarana. Kesimpulannya, prinsip ini menjunjung hak - hak manusia untuk
diperlakukan sebagai orang yang merdeka dan sejajar dengan orang lain, dan bahwa semua
individu memiliki kewajiban moral korelatif untuk memperlakukan satu sama lain sebagai
individu yang merdeka dan sederajat.

Diskriminasi melanggar hak prinsip ini dalam dua cara. Pertama, diskriminasi didasarkan
pada keyakinan suatu kelompok dianggap terlalu rendah dibanding kelompok lain. Kedua,
diskriminasi menempatkan kelompok yang terdiskriminasi dalam posisi sosial dan ekonomi yang
rendah.

C. Keadilan

Argumen non-utilitarian kedua melihat diskriminasi melanggar prinsip keadilan.


Diskriminasi melanggar prinsip ini dengan cara menutup kesempatan bagi kaum minoritas untuk
menduduki posisi tertentu dalam suatu lembaga dan berarti mereka tidak memperoleh
kesempatan yang sama dengan orang lain.

2.4 Tindakan Afirmatif

Untuk menghapus pengaruh - pengaruh diskriminasi masa lalu, banyak perusahaan


melakukan tindakan afirmatif, yaitu tindakan yang dimaksudkan untuk mencapai distribusi yang
lebih representatif dalam perusahaan dengan memberikan preferensi pada kaum perempuan dan
minoritas. Inti program afirmatif adalah penyelidikan yang mendetail (anilisis utilisasi) atas
semua klasifikasi pekerjaan besar dalam perusahaan untuk menentukan apakah jumlah pegawai
perempuan dan minoritas dalam klasifikasi pekerjaan tertentu lebih kecil bila dibandingkan
dengan tingkat ketersediaan tenaga kerja di wilayah tempat pekerja direkrut.

Tindakan afirmatif dikritik dengan alasan bahwa upaya memperbaiki kerugian


dikriminasi masa lalu diatasi justru dengan melakukan diskriminasi kebalikan (reverse
discrimination), yaitu dengan meberikan preferensi kepada kaum minoritas dan perempuan.
Preferensi yang tidak relevan ini dianggap melanggar keadilan, karena tidak mengindahkan
prinsip kesamaan hak dan kesempatan. Diskriminasi kebalikan apa pun bentuknya tetap
merupakan tindakan yang tidak adil, karena merupakan diskriminasi (Sutrisna Dewi, 2011 : 235).

Di sisi lain terdapat sejumlah argumen yang mendukung tindakan afirmatif yaitu bahwa :

1. Tindakan afirmatif sebagai kompensasi.


Afirmatif merupakan salah satu bentuk kompensasi dan didasarkan pada konsep keadilan
kompensasif. Keadilan kompensasif mengimplikasikan bahwa seseorang wajib memberikan
kopensasi terhadap orang - orang yang dirugikan secara sengaja. Kelemahan argumen yang
mendukung tindakan afirmatif yang didasarkan pada prinsip kompensasi adalah prinsip ini
menyarankan kompensasi hanya dari individu - individu yang dirugikan.

2. Tindakan afirmatif sebagai instrumen untuk mencapai tujuan sosial.


Argumen untuk mendukung program tindakan afirmatif didasarkan pada gagasan bahwa
program - program tersebut secara moral merupakan instrumen yang sah untuk mencapai tujuan
- tujuan yang secara moral juga sah. Tujuan program tindakan afirmatif :
a. Mendistribusikan keuntungan dan beban masyarakat yang konsisten dengan prinsip – prinsip
keadilan distributif.
b. Untuk menetralkan bias untuk menjamin hak yang sama untuk memperoleh kesempatan bagi
kaum perempuan dan minoritas.
c. Untuk menetralkan kelemahan kompetitif yang saat ini dimiliki oleh kaum perempuan dan
minoritas saat mereka bersaing.
Tujuan dasar program tindakan afirmatif adalah terciptanya masyarakat yang lebih adil,
masyarakat dimana kesempatan yang dimiliki oleh seseorang tidak dibatasi oleh ras atau jenis
kelaminnya.
3. Penerapan tindakan afirmatif dan penanganan keberagaman.
Para pendukung program tindakan afirmatif menyatakan bahwa kriteria lain selain ras
dan jenis kelamin perlu dipertimbangkan saat mengambil keputusan dalam program tindakan
afirmatif.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1) Sifat Diskriminasi Pekerjaan

Bentuk – bentuk diskriminasi terdiri dari dua bentuk, yaitu aspek kesengajaan dan aspek
institusional. Melakukan diskriminasi tenaga kerja berarti membuat keputusan yang
merugikan pegawai yang merupakan anggota kelompok tertentu karena adanya prasangka
yang secara moral tidak dibenarkan terhadap kelompok tersebut menyebabkan banyak
pegawai diperlakukan berbeda tanpa alasan yang relevan.

2) Tingkat Diskriminasi

Indikator bahwa diskriminasi telah terjadi apabila terdapat proporsi yang tidak seimbang
atas anggota kelompok tertentu yang memegang jabatan yang kurang diminati dalam
suatu institusi tanpa mempertimbangkan preferensi ataupun kemampuan mereka.

3) Diskriminasi : Utilitas, Hak, Keadilan

Argumen utilitarian, yang menyatakan bahwa diskriminasi mengarahkan pada


penggunaan sumber daya manusia secara tidak efisien, argumen hak, menyatakan bahwa
diskriminasi melanggar hak asasi manusia, dan argumen keadilan, menyatakan bahwa
diskriminasi mengakibatkan munculnya perbedaan distribusi keuntungan dan beban
masyarakat.
4) Tindakan Afirmatif

Tindakan afirmatif sdalah tindakan positif di luar dari cara - cara umum yang berlaku
dalam suatu organisasi atau negara untuk menjamin bahwa tidak ada diskriminasi
terhadap kelompok - kelompok minoritas seperti perempuan, orang kulit berwarna lain,
orang cacat atau kaum difabel, orang berusia lanjut, dll.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Sutrisna. 2011. Buku Etika Bisnis : Konsep Dasar, Implementasi, dan Kasus. Denpasar:
Udayana University Press

Velasquez, Manuel G, 2005, Etika Bisnis, Konsep dan Kasus, Edisi ke-5, Yogyakarta: Penerbit
Andi

Anda mungkin juga menyukai